write.as

EXTRA V

“Loh kok udah bangun.” Marcel mendapati Atra yang duduk di tengah kasur mereka sambil memasang kancing kemejanya secara acak membuat pakaian itu tidak beraturan; surai coklat yang berantakan dan bibir ranum yang masih membengkak membuatnya menyulas senyum, itu bekas perbuatannya.

Sebenarnya sejak Atra masih terlelap sudah berkali-kali Marcel mencuri pandang sambil menghisap sigaret dari balkon untuk memastikan kalau sosok di kasurnya benar nyata, tidak hilang; ia khawatir. Melihat si manis membawa langkah mendekat ke arahnya urun membuat rasa khawatir yang dirasa sirna, Atra-nya tidak hilang, masih disini.

Asap tembakau yang mengepul di udara secepatnya Marcel tepis ketika tangan Atra melingkar pada pinggangnya, Marcel tahu Atra tidak suka bau asap, jadi ia mematikan ujung sigerat yang masih tersisa setengah batang. Nikotin itu tidak penting — ia punya candunya sendiri.

“Kok dimatiin?” netranya melihat nasib malang putung rokok yang berada di pegangan balkon. Atra memang tidak terlalu suka bau asap, asap apapun itu, tapi kok melihat Marcel menghisap batang sigaret dengan kepulan asap di depannya terlihat sangat seksi ya.

“Kayanya kalo ngewe sambil ngeliat lu ngerokok bakalan bikin sange banget deh, Cel.” damn, that’s not supposed to say out loud harusnya hanya ada di dalam kepala Atra, tapi kenapa malah keceplosan — aduh beneran kayanya ada yang salah dari peju yang semalam ia telan.

“Coba ulang.” Marcel tidak memutus tatap, alisnya sudah terangkat; ingin mendengarnya sekali lagi, lebih jelas membuat Atra jadi salah tingkah. Anjing, ah dia tidak suka Marcel yang penuh intimidasi seperti ini hingga terasa bisa melahapnya kapan saja, tapi Marcel yang seperti ini juga terlihat seksi; Atra pokoknya tidak suka, tapi suka, GAK TAU.

“Ih anjing stop jangan ngeliatin gua begitu.” tangannya terulur untuk menutup mata Marcel agar berhenti menatapnya, yang ditutup hanya terkekeh; memeluk pinggang si manis kemudian memberi banyak ciuman pada pipi kenyalnya.

“Mau pulang kapan?” Atra menggeleng, ia melihat gumpalan awan sudah berubah abu-abu, mungkin sebentar lagi hujan deras.

“Gak tau, sebentar lagi kayanya ujan gua jadi mager.” jemari Atra bermain secara acak pada dada bidang laki-laki di hadapannya yang tidak tertutup sehelai pun, “Kalo masih disini sampe sore boleh gak?” — Marcel setuju.

“Bunda di luar ya? Gak enak nih gua bangunnya siang.” pukul sepuluh, memang rasanya tidak pantas saat bertamu bangun jam segitu.

“Gak ada, tadi Bunda ngechat mau ke butik temen.” bibirnya membentuk ‘o’ sebagai respon.

“Tra.” mata bulat itu mentap milik Marcel, “Kenapa?” ia tahu ini bukan hanya feeling — ia merasakan jelas tangan Marcel yang semula berada dipinggangnya semakin turun meremas dua bongkahan sintal miliknya.

“Mau coba ngewe sambil sebat?”

“Aah- anjing.” bukan jawaban melainkan sebuah erangan kecil yang lolos dari bibir mungilnya, salahkan Marcel yang tiba-tiba memberikan remasan kuat pada pantat sintal itu dan yang dengan sengaja menekan tubuhnya membuat ia terhuyung kedepan hingga selatan mereka bergesekan — terlalu tiba-tiba, Atra bisa lemas. Untung ia bisa dengan cepat melingkarkan tangannya pada leher yang lebih besar.

Gimana ya, tawaran menarik tapi ATRA BELUM SIAP DIMAKAN MARCEL. Dia belum prepare, belum bersih.

“Jangan macem-macem.” tatapan yang seharusnya mengintimidasi terlihat menggemaskan di mata Marcel.

“Minimal nenen deh.” gila, Marcel gila, “GAK, GUA MAU PULANGGG.” pukulan kecil ia layangkan pada sang lawan, sebelum melepas pelukannya, sementara yang melihat Atra sudah cemberut tertawa kencang dibuatnya.

“HAHAHA ANJING. Sayaaang.”

“DIEM.” si mungil mengambil ancang-ancang untuk pergi, bersiap untuk pulang.

Ptak! “MARCEL NGENTOT.” namun pekiknya tidak tertahan saat merasakan pukulan kencang yang lebih dulu mendarat pada pantatnya — ulah siapa lagi kalau bukan Marcel.

Dari tempatnya berdiri Marcel tidak dapat menahan perutnya yang tergelitik, tawa puas mengisi ruangan. Bukan jadi rahasia kalau pantat Atra itu memiliki daya tarik tersendiri, Marcel sudah memperhatikan jauh sebelum pertemuan mereka di bengkel pertama kali.

Matanya tidak lepas sampai punggung si mungil menghilang di balik pintu kamar mandi, Demi Tuhan, Marcel berharap paginya selalu seperti ini, mendengar teriakan Atra kini menjadi favorit baru; teriakan kesal saat diganggu dan tentu saja teriakan saat di kasur.