write.as

—his angel eyes sees the good in many devils "mohon maaf mas tapi saya nggak berani..." "gue bukan maling! gue temennya wonwoo yang kos disini, plis gue cuma mau ketemu dia." "begini-begini kita juga punya jam malam lo mas. mas tau nggak sih ini jam berapa? saya saranin mas-nya balik siangan aja, mas wonwoo-nya udah tidur. "nggak! lo nggak paham. gue harus ketemu dia sekarang—" "ini udah malem banget, mas. tolong jangan bikin saya takut! pergi sebelum saya telpon polisi—" wonwoo nggak bisa diem aja sekarang. "mbak maya, udah." kayak detektif yang kemunculannya ditunggu-tunggu, wonwoo muncul dari bayangan pilar tempat dia sembunyi sejak tadi. mengakhiri debat-lewat-tengah-malam dua orang yang sekarang melongo melihat dirinya. tapi nggak ada detektif yang lemes dan ngantuk kayak dia. nggak ada gaya-gayaan di cara jalannya yang lucu. melihatnya jalan saja rasanya ngilu. wonwoo melewati mbak kos-nya dan menghadapi biang keributan itu. alasan tidurnya terganggu, juga alasan dia baru bisa tidur lewat jam satu. dibatasi pintu gerbang kos setinggi-dada, wonwoo mendongak menatap pemuda yang sekarang bungkam nggak bersuara. wajah mingyu berminyak. mata elangnya yang kini sayu memindai seluruh wajah wonwoo, ada lingkaran hitam di bawah sana. tenyata bukan wonwoo saja yang susah tidur malam ini. bahu yang biasanya gagah itu kuyu dan bajunya kusut belum ganti. nggak bohong, mingyu persis anak anjing disepak. wonwoo membau udara kosong disekitar badan mingyu. "lo nggak lagi mabuk kan?" "hah? nggak..." wonwoo mengangguk dan berbalik ke mbak maya yang masih was-was. "mbak, ini temen gue namanya mingyu. boleh ijin masukin dia?" tanya wonwoo. "tapi won..." mbak maya melirik postur tubuh mingyu yang kayak satpam komplek. "dia baik, kok. gue yang jamin," bujuk wonwoo. mingyu bergerak-gerak gelisah di belakangnya. he is anything but kind. "yaudah," mbak maya menyerah dan akhirnya bukain pintu gerbang. "minta maaf yang sopan," bisik wonwoo ketika mingyu masuk melewati gerbang. geli sendiri sama mingyu, tangan nyilang di depan perut, dan membungkuk berkali-kali ke mbak kos mungil yang cuma setinggi pundaknya. wajah mbak maya masih ngeri. wonwoo tersenyum samar dan masuk ke kamar ninggalin mingyu. kamar wonwoo yang cuma sepetak terasa makin sempit dengan kedatangan mingyu. berdiri matung di ambang pintu kamarnya, mingyu kayak pajangan kristal mahal yang dijual di pasar loak. janggal. "selamat datang di hunian sederhana gue. silahkan duduk di...sial gue nggak punya kursi," wonwoo menggaruk pipinya. "senyamannya lo aja dah." wonwoo duduk di ranjang, mendesis pelan ketika bokongnya menyentuh matras. hati mingyu ngilu dibuatnya. bagaimana wonwoo bisa setenang ini berada satu ruangan bersama seorang monster seperti dirinya? mingyu akhirnya duduk di tikar sejuta umat punya wonwoo yang gambarnya thomas and friends. sementara si tuan rumah ngelamun. sesekali ngecek hape—jam dua lewat—tapi banyakan ngelamunnya. nggak ada yang bicara. persis anak SD yang disuruh anteng-antengan sebelum pulang sekolah. wonwoo menguap. "kalo lo nggak mau ngomong, gue tidur aja deh ya. gue baru aja merem barusan." "nggak—tunggu bentar, kak!" mingyu menyerbu kaki wonwoo yang menggantung di ranjang dan bersimpuh disana. "maaf gue ganggu istirahat lo, tapi gue nggak bakal bisa tidur nyenyak sebelum ketemu lo, kak. hati gue nggak tenang," mingyu menatap tangan wonwoo yang beristirahat di pahanya. menimbang untuk menggenggam tapi kemudian urung. "gue...gue kesini mau minta maaf. nggak. salah...minta maaf pun rasanya nggak pantes. lo boleh pukulin gue...laporin polisi juga boleh...nggak ada pembelaan. gue jahat. bajingan." persis anak kecil yang mainannya rusak. dia nangis berharap mainannya bisa jalan lagi sesuai maunya tapi tetep nggak bisa, jadi dia sedih. kesal. dia banting dan rusak mainan itu demi melampiaskan rasa kecewa tapi nggak bisa gitu. kita nggak bisa nyakitin orang lain supaya merasa lebih baik. mingyu tidak pantas untuk wonwoo. dia tahu itu. faktanya, berani sekali dirinya bersimpuh disana memohon ampun dan berada hanya sejengkal kaki dengan pemuda itu. bahkan hanya dengan menatap matanya sama saja menambah dosa baru. mingyu lebih suka dipandang hina disiksa dan dibuat berdarah daripada didiamkan seperti ini. tapi nggak ada tanda-tanda jijik sedikitpun di mata itu. mata wonwoo terlampau sabar untuk seseorang yang nyaris hancur di tangan mingyu. tangan wonwoo bergerak dan mingyu pasrah. bersiap menerima hukumannya. tapi alih-alih pukulan, jari lentik itu mendarat di pipinya yang luka. mingyu mendongak limbung. mata mingyu terlihat bulat dan polos dari sudut pandang wonwoo. mana ada monster yang matanya begitu? "i...don't think i can forgive you that easily and even if i do, the scars that you left on me is too deep," jantung mingyu mencelos. "...tapi sambil nunggu waktu itu datang dan hati gue cukup lapang, ijinin gue minta maaf juga ya? gue nggak sadar udah nyakitin lo sejauh itu," wonwoo tersenyum tapi wajahnya menyesal. "jun pernah bilang, i can be cruel sometimes." kadang manusia nggak sadar udah menyakiti orang lain. sengaja atau nggak. dalam kasus wonwoo, menyakiti mingyu adalah bentuk pertahanannya. sejak awal otaknya sudah mengasosiasikan mingyu sebagai predator berbahaya yang berpotensi menyakitinya. dalam usaha melindungi kelopaknya, tanpa sengaja durinya menusuk mingyu terlalu dalam. wonwoo nggak bisa menyalahkan mingyu yang ingin mematahkan tangkainya. jari wonwoo menelusuri luka yang dibuatnya di pipi mingyu. darah sudah berhenti menetes. hanya menyisakan bercak kering jelek. bahkan mingyu nggak repot-repot membersihkannya. wonwoo tertawa lemah. bisa-bisanya dia khawatir sama luka segede upil seperti itu ketika cap jari mingyu di lehernya masih segar? "i don't deserve you, kak," mingyu menciumi telapak tangan wonwoo hanya untuk ditarik paksa oleh pemiliknya. kecewa melintas sesaat di wajah mingyu namun segera hilang ketika wonwoo ganti membelai rambutnya sabar. anak anjing yang dipungut lagi oleh majikannya. "jangan diulangi lagi ya? lo...serem kalo marah," pinta wonwoo, dan seperti semua keinginan yang terucap dari bibir wonwoo, mingyu akan selalu berusaha mengabulkannya. "janji," mingyu mengangguk serius. "ijinin gue nebus dosa gue ke lo, kak. seumur hidup pun bakal gue tunggu." sumpah itu terdengar sangat mirip dengan pernyataan cinta dan wonwoo takut. takut kelopaknya goyah dan tangkainya bengkok. dia menolak lupa sakit yang diderita ketika pemuda ini secara keji mencoba melucuti seluruh kelopaknya. mungkin ini cara terbaik dan teraman mencintai orang seperti mingyu. dengan maaf yang tertunda dan debar yang tersamar. ini mekanisme pertahanan terakhir wonwoo. biarlah dia begini. toh, mawar nggak pernah minta maaf atas durinya, kan? "udah selesai? gue boleh tidur sekarang nggak?" tanya wonwoo, menguap. "bukannya apa, tapi gue beneran ngantuk..." "oh, sorry!" mingyu melompat bangkit dari kaki wonwoo dan celingukan. panik ketika menyadari ini bukan hotel dan kasur wonwoo cuma ada satu. lagi kecil. "lo—lo boleh nginep kalo mau?" tawar wonwoo sinting. kok dia ikutan gugup sih? "ehm. thanks, kak. kayaknya gue pulang aja deh." "yakin? mata lo tinggal segaris gitu. udah jam segini juga," jam tiga lewat. nanggung. ayam pun udah siap-siap bangun. "beneran?" "iya tapi kasur gue sempit..." "eh jangan, kak! gue—gue tidur sama thomas aja deh. nih liat nyaman banget kan gue disini!" mingyu keliatan konyol rebahan di tiker plastik super tipis yang dia maksud thomas itu. kakinya yang panjang harus ditekuk karena nggak muat. "terserah deh. gue aja kapok tidur disitu. dah ya gue ngantuk." wonwoo merelakan salah satu bantalnya ke mingyu, selimutan lalu nggak kedengaran suaranya lagi. tinggal mingyu yang ribet sendiri. kanan kiri bolak-balik mengkurep melungker nyari posisi enak. antara kedinginan juga encok. demi Allah kayaknya ini pertama kali dia bobo di lantai deh. mingyu mengeluh. nggak, ini nggak ada apa-apanya dibanding sakitnya kak wonwoo, pikirnya. jangan manja lu, nyet! pagi datang cuma sekedipan mata. mingyu bangun kesiangan. antara sadar dan mimpi, samar dia melihat ada orang berdiri di seberangnya. baru keluar dari kamar mandi. rambutnya basah. dan nggak pake baju. kepala mingyu kejedot kaki meja saking kagetnya. "oh lo udah bangun," celetuk wonwoo, sama kagetnya. wajahnya panik kayak kucing ketangkep nyolong ikan. mingyu buru-buru minta maaf dan nutupin mukanya pake bantal. wonwoo mendengus. "kayak belum pernah liat aja," sindirnya, tapi dia sendiri ngacir ke kamar mandi. mingyu ngintip dari balik bantal dan nafas lega ketika ngeliat pintu kamar mandi ditutup. masih deg-degan, dia ngambil bantal dan jejeritan disana. benda empuk di wajahnya itu harum. wanginya kayak rambut wonwoo. mingyu senyum-senyum sendiri. mulai gila. kamar kos wonwoo kecil. mungkin cuma seukuran kamar mandi di apartemennya. ada tv di dinding yang lagi nayangin berita, lagi-lagi wakil rakyat yang korupsi. kulkas mungil di pojokan kamar mendengung pelan, bikin mingyu ngantuk. meja di samping kasur wonwoo berantakan dan isinya macam-macam. kebanyakan buku. ada juga charger hape, tissue, botol minum yang airnya tinggal separuh, kue kering, dan barang-barang random lainnya. objek itu nyempil dan nyaris nggak keliatan ketutupan tumpukan buku wonwoo yang banyaknya minta ampun tapi mingyu nggak mungkin salah lihat. mingyu tertegun lama. siapa sangka wonwoo masih menyimpannya? "mingyu, lo mau mandi juga nggak? gue ada handuk bersih nih," tanya wonwoo, baru keluar dari kamar mandi dan untungnya udah pake baju. "mingyu?" khawatir, wonwoo mengecek mingyu yang ternyata lagi asyik ngeliatin sesuatu di mejanya. "ngeliatin apa sih?" tanya wonwoo kepo. dia nyelidikin apa yang begitu menyedot perhatian tamunya dan pucat seketika. panik, wonwoo buru-buru ngambil serbet makan dan nutupin objek itu. sudah terlambat. mingyu ganti memandangnya. "kak, itu..." wonwoo ketawa garing. "keren kan? kok bisa nggak layu ya? kayak baru kemaren. bagus buat pajangan." wonwoo bisa saja membuat alibi tapi mingyu nggak bego. wonwoo berdeham canggung. "lo mau pulang sekarang? sorry tapi gue harus berangkat kerja," usirnya halus. mingyu nengok wonwoo yang lagi sisiran di cermin. sudah rapi dan pake seragam kebanggaan kafenya. dia yang bau iler keliatan kontras sama wonwoo yang udah ganteng dan wangi. mingyu insecure mendadak. "santai, kak. gue emang mau pamit kok. baru inget ada kelas jam sebelas." wonwoo menggumam sekenanya. masih ribet sama rambut. kepalanya di awang-awang. "kira-kira kalo muter kultur masih keburu nggak?" "hah?" mingyu menatap wonwoo lewat cermin. nggak paham. wonwoo memutar mata dan balik badan. satu tangan di pinggang. "anterin gue, katanya mau nebus dosa?" wajah bangun-tidur mingyu seketika cerah kayak anak kecil dikasih permen. ada makna tersembunyi dari kalimat wonwoo barusan. usaha dulu baru gue maafin. "gue cuci muka dulu ya?" antusias, mingyu segera lari ke kamar mandi, nyaris kepeleset saking semangatnya. wonwoo tersenyum samar. not forgiving but close enough. dan untuk sekarang, itu sudah cukup buat mingyu. tidak dibuang dari kehidupan wonwoo kendati sudah berbuat demikian jahat, belas kasih wonwoo terdengar nyaris seperti ampunan di telinga mingyu. dewa dalam bentuk darah dan daging. mingyu really doesn't deserve this guy but a monster like him can still hope, right?