1O3Okr

hirasako

#HIRASAKO


Padahal dirinya hanya bertemu dengan Hiragi, tetapi hari ini Sako beneran berdandan dengan cantik dan tak lupa menggunakan jepitan kesukaannya tersebut.

Aneh, bukan?

Namun, lebih aneh lagi kalau ternyata dirinyalah yang mengajak Hiragi untuk bertemu. Sementara ia sendiri pun masih belum tau mau mengobrolkan hal apa.

Mungkin, semenjak Hiragi menghilang begitu saja dan tiba-tiba meminta maaf.

Sako merasakan sedikit penasaran, tapi seharusnya ia merasa senang karna tidak ada yang mengganggunya lagi, kan?

Tidak, jauh di lubuk hati Sako malah sebaliknya. Dirinya merasakan hampa ketika Hiragi berhenti bersikap rese terhadap dirinya tersebut.

. . .

Hiragi menjemputnya tepat waktu, untung saja saat itu Sako sudah dalam keadaan rapi. Sehingga lelaki itu tidak perlu menunggunya lama.

Ketika dalam perjalanan, mereka berdua terlihat canggung. Namun, ada beberapa kali sekilas obrolan walau respon Sako kebanyakan hah melulu daripada menanggapi.

Sesampainya di cafe pun, mereka berdua kembali terdiam. Sibuk dengan pilihan yang ada di buku menu.

“Sako...” Panggil Hiragi setelah memilih pesanannya.

“Ya?” Yang dipanggil menjawab singkat, karena Sako masih sibuk memilih pesanannya.

“Suka pasta?”

“Suka aja sih...”

“Kalau kentang?”

“Sedikit suka...”

“Kalau gue?”

“Suka kok...”

Sako terdiam, Hiragi mencoba menahan diri untuk tidak tertawa.

“Jadi, lo mau pesan apa?”

“Kentang sama cola aja deh.”

Kemudian mereka pun memesan makanan dan minuman dan menunggu beberapa belas menit.

Mungkin, sekitar lima belas menit itu sebentar, tapi tidak untuk mereka berdua yang terjebak dalam suasana canggung.

“Sori...”

“Lo minta maaf mulu deh, lagian gue yang ngajak lo ketemuan.”

“Terus, ada hal apa yang mau lo ngomongin sama gue?”

“Emang ketemuan doang gitu, nggak boleh?”

Padahal tinggal bilang kangen aja, Sako.

“Boleh aja, tapi kalau diem-dieman gini kek orang lagi berantem.”

“Sori, sebenernya gue juga belum tau apa yang mau di obrolin.”

Sako bingung, pada saat mengajak Hiragi ketemuan emang jarinya saja yang lagi impulsif. Dirinya belum tau mau membahas apa ketika bertemu, karna biasanya ada sosok teman yang lain. Sehingga bisa dibilang ini pertama kalinya mereka berduaan saja.

“Atau lo mau nanya kenapa gue mendadak minta maaf sama lo?”

Salah satunya itu.

Sako hanya menganggukkan kepalanya pelan.

“Atau ada hal lain?”

Itu juga.

Apa mungkin dirinya ingin bertanya mengenai siapa yang Hiragi sukai?

Tapi, kenapa?

“Lo suka sama Banjo?”

Hiragi melongo, untungnya pesanan mereka datang sehingga lelaki itu bisa meminum minumannya untuk meredakan tenggorokannya yang mendadak tercekat.

“Sori, gue tau ini privasi. Tapi, semenjak Banjo lendotin lo mulu tuh kaya mendadak lo jaga sikap gitu.”

“Sako...”

“Kalau lo nggak mau jawab nggak apa-apa kok, cuma kaya gue ngerasa kenapa jadi kaya gue yang mengganggu pedekate lo sama Banjo sementara kan yang rese duluan itu ya lo, Hiragi...”

Hiragi hanya mengela napasnya panjang, lalu kemudian menyodorkan satu iris kentang ke arah Sako yang diterima oleh Sako dengan sedikit bingung.

“Gue mau suapin lo, bukan mau ngasih lo begini, Sako.”

Sekarang gantian Sako yang melongo...

“Lo tuh dibilang jangan lucu-lucu kaya gini, Sako...”

“APAAN SIH LO?”

“Hari ini gue udah bilang kalau lo cantik belum? Cocok sama jepitan lo itu.”

“HAH?”

“Gue heran kenapa lo out the box banget, tapi gue sama Banjo nggak ada perasaan apa-apa. Tuh orang emang suka lendotan aja, bukan sama gue doang kok cuma ya emang mungkin keseringan sama gue.”

“Tapi, kata Tsubaki lo lagi suka sama seseorang?”

“Tsubaki?”

Sako kemudian memukul mulutnya pelan sebagai tanda bahwa dirinya sudah keceplosan.

“Berarti salah denger kali, orang yang gue suka tuh lo, Sako...”

“Gue nggak suka ya kalau bercandaan lo kaya gini?”

“Lo lihat gue lagi bercanda nggak?”

“Karna lo biasa rese sama gue...”

“Gue tuh rese juga caper ke lo, Sako...”

“TAI, LO.”

“Seriusan, kata Ume lo itu orangnya datar dan malu-malu. Jadi, kalau gue cuma melakukan pedekate biasa lo nggak akan peka. Meski tetep nggak peka sih cuma kalau pakai cara gue yang nyebelin gini, ya seenggaknya lo ada notis gue.”

“Jadi...?”

“Ya, jadi pacar gue, mau nggak?”

“Gue bahkan belum paham ucapan lo, Hiragi...”

“Gue tungguin sampai lo paham.”

“Orang yang lo sukai itu gue?”

“Iya, Sako...”

“Bukan Banjo?”

“Besok, nggak akan gue biarin Banjo lendotan lagi, oke?”

“Oke...”

“Masih belum paham?”

“Sedikit...”

“Makan dulu nih,”

Hiragi kembali menyodorkan kentang ke Sako, tapi kali ini bukan kentang yang disuapi melainkan bibirnya yang tiba-tiba mencium bibir Sako.

“Kalau masih belum paham juga, gue masih sanggup buat nunggu kok.”

“ANJING...”

Setelah kejadian ciuman itu Sako mendadak kabur ke arah toilet, karena muka merahnya tidak ingin dilihat oleh banyak orang.

Oh, sepertinya sedikit malu oleh tindakan yang dilakukan Hiragi tadi.


240727❤️

#HIRASAKO

warning; kissing, dan kata kasar

. . .

Hiragi pergi menuju kosan Sako dengan jantung yang berdebar, dan sedikit berkeringat dingin. Bagaimana tidak? Insiden beberapa waktu lalu membuatnya berpikir bahwa dirinya emang telah jatuh hati pada teman dekatnya tersebut.

Ciuman yang berawal dari ketidaksengajaan bahkan terus berputar dalam ingatannya, padahal saat itu Sako habis makan mie gac*an level delapan yang ia belikan. Namun, entah kenapa bibir Sako saat itu benar-benar berasa lebih manis dibandingkan pedas.

Hiragi sempatkan diri buat mampir ke supermarket yang masih buka, membelikan es krim serta cemilan lain kesukaan Sako.

Perihal es krim segalon itu hanya kiasan, karena sebenarnya Hiragi hanya menyindir Sako aja yamg waktu itu pernah mengajaknya makan es krim segalon lantaran sedang jatuh cinta.

Setelah semuanya sudah dibeli, Hiragi melanjutkan perjalanannya menuju kosan Sako dengan sedikit mengebut.

. . .

Keduanya canggung, setelah sampai di kosan Hiragi sudah disambut oleh Sako yang memakai jaket. Katanya, pintu gerbang sudah dikunci lebih cepat dari jam biasanya. Jadi, daripada menunggu chat dari Hiragi lebih baik dirinya menunggu langsung saja.

Dan sekarang mereka sudah berada di dalam kosan Sako dengan masih diam satu sama lain.

“Ini tuh udah malem tau.” Suara omelan Sako memecah keheningan, sambil memakan es krim yang dibelikan oleh Hiragi.

“Yaudah sih, kalau lewat chat tuh gak leluasa aja elah.” Ucapan Hiragi sedikit mengeles, padahal emang dirinya aja yang mau bertemu dengan Sako.

“Jadi, apa jawaban lo?”

Hiragi terdiam, matanya sengaja dialihkan supaya tidak fokus kepada bibir Sako yang terdapat bekasan cairan es krim tersebut.

“Sori ya, lo pasti kepedesan. Maksud gue tuh kaya kejadian waktu itu tiba-tiba aja, dan gue nggak ada maksud lain kok.”

Sako berbicara dengan nada kikuk sekalian menghabiskan es krimnya itu, melihat Hiragi yang sedari hanya diam menimbulkan spekulasi negatif dalam diri Sako.

“Anggap aja ciuman itu nggak pernah terjadi ya? Waktu itu kayanya otak gue lagi konslet, jadi...”

”...lo ngapain???”

Sako terkejut, lantaran Hiragi mendekat dan malah mengusap sudut bibirnya.

“Makan lo kaya bocil dah, belepetan nih.”

Kini, Sako yang mematung.

“Gue boleh jawab sekarang, kan?”

Sako hanya menganggukkan kepalanya aja.

“Bibir lo tuh manis, jadi gue nggak ngerasa kepedesan.”

“HAH???”

“Gue tau mungkin ini terdengar gila, tapi pada saat ciuman sama lo gue beneran nikmatin. Bisa dibilang waktu itu kita terbawa suasana aja, tapi gue beneran mau makanya gue bales ciuman lo karena bibir lo tuh semanis itu. Bahkan gue sampe lupa kalau lo abis makan mie gac*an, Sako.”

Sako menunduk, entah karena malu atau mungkin merasa bersalah.

“Sori ya, gue juga nggak ada niatan terselubung. Tapi emang mungkin gue cuma ambil kesempatan yang ada aja.”

“Hiragi...”

“Ya? Kalau lo mau marah gapapa omelin aja gue.”

“Maaf... seharusnya gue yang tau batasan, tapi malah gue yang nyeret lo begini.”

Hiragi mengusap kepala Sako dengan lembut.

“Gapapa, Sako. Mungkin lo emang masih patah hati dan butuh hiburan doang. Jadi, gue sebagai temen cuma bisa bantu lo segini aja.”

“Tapi, masalah yang ciuman emang gue yang mau sendiri. Bukan karna pelampiasan atau buat hiburan semata aja. Dan gue juga nggak ngerti, seharusnya tuh gue bisa tahan diri, cuma gue kelepasan aja.”

“Sako, gue bakalan nunggu lo. Kalau hati lo udah sembuh dan membaik, boleh gue coba buat masuk dan bikin lo bahagia sama gue?”

“HAH???”

“Orang patah hati itu selain tolol, bisa jadi bolot ya???”

“HIRAGIII, GOBLOK.”

“Gue tau ini goblok, tapi kayanya gue nggak bisa nunggu lagi buat confess ke lo. Mungkin waktunya nggak tepat, tapi gue pengen lo tau kalau gue selalu nunggu lo, Sako.”

Dan setelahnya Sako malah menarik tengkuk Hiragi lalu menciumnya sambil menangis.

. . .

Entah berapa lama mereka ciuman, yang pasti lebih lama dari yang sebelumnya. Saat ini mereka saling bertatapan dengan Sako yang berada di pangkuan Hiragi, keduanya menautkan kening mereka sambil tertawa bodoh.

“Gue nggak nyangka kalau lo bakalan confess disaat kaya gini.”

“Abisnya, kalau gue nunggu lagi nanti keburu lo sama orang lain lagi.”

“Harusnya lo lebih gercep nggak sih?”

“Nggak juga, ini udah paling pas buat confess sama lo.”

“Kenapa???”

“Soalnya pada saat itu belum tentu diterima juga atau bahkan kita jadi menjauh.”

Stop overthinking kaya gitu ya, lo cuma takut aja sebelum mencoba.”

“Yaudah, sori...”

“Tapi, gapapa ya kita pelan-pelan dulu?”

“Ya emang, kan udah gue bilamg juga pelan-pelan. Lo kali yang nggak sabaran.”

Tiba-tiba aja Sako langsung menenggelamkan wajahnya di leher Hiragi.

Malu, soalnya tadi dia nyaris aja menyerahkan diri kepada Hiragi. Untung aja, Hiragi dapat menahannya pada saat itu juga.

“Makasih ya, makasih untuk semuanya. Gue sayang sama lo, Hiragiii...”

“Iyaaa, gue juga sayang lo, Sako. Sekarang mending lo tidur deh.”

Hiragi ngusap lembut kepala Sako.

“Tapi lo nginep aja ya?”

“Lo emang pengen banget gue khilaf apa ya???”

Dan Sako menganggukkan kepalanya pelan sambil tertawa kecil.


End.

240706

percobaan kesekian #hirasako

agak 🔞

warning: kata kasar, jorok, dan agak porno.


Semenjak ajang coba-coba mereka berdua beberapa waktu lalu, baik Hiragi maupun Sako malah ketagihan untuk terus melakukan percobaan adegan delapan belas coret tersebut.

Seperti biasa, Hiragi yang disuruh menemani sahabatnya itu sendirian dirumah. Kalau sebelumnya mereka berdua hanya melakukan kegiatan monoton seperti nonton, makan, ngobrol, atau sekedar asik sendiri. Sekarang mereka mempunyai kegiatan baru yaitu ngewe.

Saat ini, mereka berdua lagi berada di dapur. Padahal, Hiragi hanya ingin mengejek Sako yang tidak pintar dalam hal memasak itu. Tapi entah kenapa malahan berakhir dengan adegan Sako diatas meja sambil mengangkang, sementara Hiragi berada ditengah selangkangan Sako sambil melahap napsu milik sahabatnya tersebut.

“Hiragiii....”

Rancauan Sako menggelegar di ruang dapur, untungnya hanya ada mereka berdua saja.

“Gue mau keluar unghh...”

Tangannya sedari tadi menjambak rambut Hiragi, kemudian Sako mengeluarkan putihnya di mulut sahabatnya itu.

“Enak nggak?” Pertanyaan Hiragi sebenarnya tidak butuh jawaban, karna dari raut muka Sako sudah menggambarkannya dengan jelas.

“Sako...” Suara Hiragi sedikit seduktif sambil menggigit kecil daun teling Sako yang membuat si empunya sedikit meremang.

“Hira— eunghpp...”

Belum selesai memanggil nama Hiragi, mulut Sako sudah tersumpal jari milik Hiragi yang membuat Sako semakin hilang kendali.

Saat Sako terus menampilkan raut muka hornynya, otomatis membuat Hiragi semakin menyukai sahabatnya tersebut.

“Sako, lo tuh cantik...”

. . .

Setelah belum puas adegan tak senonoh mereka berdua di dapur, kini mereka berdua melanjutkannya di kamar Sako.

Mungkin emang Hiragi yang salah, tapi Sako itu gila.

Setiap kali ada kesempatan, selalu Sako yang minta. Sementara Hiragi hanya memenuhi permintaan Sako, sayang untuk ditolak begitu aja.

Tapi, lain kali ingatkan Hiragi untuk memintanya lebih dulu.

Ah, padahal tidak penting siapa yang lebih dulu. Karena ujungnya keduanya pun tetap melakukannya dengan kemauan satu sama lain.

“Sako...” yang dipanggil tidak menjawab, hanya sibuk menahan desahannya menggunakan bantal.

Saat ini Sako sedang menungging, dan Hiragi sibuk menggempur lubang Sako dengan ritme yang cepat.

“Gue lebih suka lo berisik, dibanding harus nahan desahan erotis lo itu, Sako...”

Sako hanya menggelengkan kepalanya, yang membuat Hiragi semakin iseng untuk membuat sahabatnya itu tersiksa secara tidak langsung.

“HIRAGIIIII...”

. . .

“Lo jangan minta mulu deh.” Protes Hiragi kepada Sako yang masih rebahan diatas kasurnya.

“Lo nggak suka ya?” Raut muka Sako berubah menjadi cemberut yang lucu —bagi Hiragi.

“Gue suka banget, tapi plis banget nanti yang ada kesannya gue manfaatin lo, Sako.”

“Kan gue duluan yang mulai, dan mau juga nggak sih???”

“Gini aja deh, mending lo jadi pacar gue aja dulu. Nanti, lo nggak usah minta duluan. Biar gue yang nanya sama lo dulu mau atau nggaknya gitu, gimana???”

Sako terdiam, menatap Hiragi dengan pupil yang mengecil seperti menahan sesuatu.

“Gua nggak maksa, di luar konteks urusan ngeseks ini ya gue emang suka sama lo. Tapi, kalau kaya gini terus yang ada gue merasa bersalah aja. Berasa banget soalnya gue pake lo itu tanpa ada hubungan, ya kita emang sahabatan sih tapi kan nggak ada tuh kalau sahabatan doang pake ngewe elah.”

Ujung baju Hiragi ditarik pelan oleh Sako, membuat sang empunya mengusap pipi Sako yang sedikit tirus.

“Gue nggak maksa, cuma ini sekalian aja gue confess walau emang waktunya nggak pas aja sih. Sorry ya?“.

“APAAN SIH...”

“Sako, kok lo nangis nangis???”

“GUE TERHARU, BEGOOO.”

Kemudian Sako menarik tubuh Hiragi, dan langsung memeluknya erat. Mengesampingkan bahwa tubuhnya —terutama bagian bawahnya yang masih berasa sakit efek dari permainan mereka tadi.

“Jadi, lo mau pacaran sama gue?”

“Mauuu... Untung lo confess duluan, tadi tuh gue nahan soalnya mau confess jugaaa.”

“HAH???”


End.

240706🔥🤝