Padahal dirinya hanya bertemu dengan Hiragi, tetapi hari ini Sako beneran berdandan dengan cantik dan tak lupa menggunakan jepitan kesukaannya tersebut.
Aneh, bukan?
Namun, lebih aneh lagi kalau ternyata dirinyalah yang mengajak Hiragi untuk bertemu. Sementara ia sendiri pun masih belum tau mau mengobrolkan hal apa.
Mungkin, semenjak Hiragi menghilang begitu saja dan tiba-tiba meminta maaf.
Sako merasakan sedikit penasaran, tapi seharusnya ia merasa senang karna tidak ada yang mengganggunya lagi, kan?
Tidak, jauh di lubuk hati Sako malah sebaliknya. Dirinya merasakan hampa ketika Hiragi berhenti bersikap rese terhadap dirinya tersebut.
. . .
Hiragi menjemputnya tepat waktu, untung saja saat itu Sako sudah dalam keadaan rapi. Sehingga lelaki itu tidak perlu menunggunya lama.
Ketika dalam perjalanan, mereka berdua terlihat canggung. Namun, ada beberapa kali sekilas obrolan walau respon Sako kebanyakan hah melulu daripada menanggapi.
Sesampainya di cafe pun, mereka berdua kembali terdiam. Sibuk dengan pilihan yang ada di buku menu.
“Sako...” Panggil Hiragi setelah memilih pesanannya.
“Ya?” Yang dipanggil menjawab singkat, karena Sako masih sibuk memilih pesanannya.
“Suka pasta?”
“Suka aja sih...”
“Kalau kentang?”
“Sedikit suka...”
“Kalau gue?”
“Suka kok...”
Sako terdiam, Hiragi mencoba menahan diri untuk tidak tertawa.
“Jadi, lo mau pesan apa?”
“Kentang sama cola aja deh.”
Kemudian mereka pun memesan makanan dan minuman dan menunggu beberapa belas menit.
Mungkin, sekitar lima belas menit itu sebentar, tapi tidak untuk mereka berdua yang terjebak dalam suasana canggung.
“Sori...”
“Lo minta maaf mulu deh, lagian gue yang ngajak lo ketemuan.”
“Terus, ada hal apa yang mau lo ngomongin sama gue?”
“Emang ketemuan doang gitu, nggak boleh?”
Padahal tinggal bilang kangen aja, Sako.
“Boleh aja, tapi kalau diem-dieman gini kek orang lagi berantem.”
“Sori, sebenernya gue juga belum tau apa yang mau di obrolin.”
Sako bingung, pada saat mengajak Hiragi ketemuan emang jarinya saja yang lagi impulsif. Dirinya belum tau mau membahas apa ketika bertemu, karna biasanya ada sosok teman yang lain. Sehingga bisa dibilang ini pertama kalinya mereka berduaan saja.
“Atau lo mau nanya kenapa gue mendadak minta maaf sama lo?”
Salah satunya itu.
Sako hanya menganggukkan kepalanya pelan.
“Atau ada hal lain?”
Itu juga.
Apa mungkin dirinya ingin bertanya mengenai siapa yang Hiragi sukai?
Tapi, kenapa?
“Lo suka sama Banjo?”
Hiragi melongo, untungnya pesanan mereka datang sehingga lelaki itu bisa meminum minumannya untuk meredakan tenggorokannya yang mendadak tercekat.
“Sori, gue tau ini privasi. Tapi, semenjak Banjo lendotin lo mulu tuh kaya mendadak lo jaga sikap gitu.”
“Sako...”
“Kalau lo nggak mau jawab nggak apa-apa kok, cuma kaya gue ngerasa kenapa jadi kaya gue yang mengganggu pedekate lo sama Banjo sementara kan yang rese duluan itu ya lo, Hiragi...”
Hiragi hanya mengela napasnya panjang, lalu kemudian menyodorkan satu iris kentang ke arah Sako yang diterima oleh Sako dengan sedikit bingung.
“Gue mau suapin lo, bukan mau ngasih lo begini, Sako.”
Sekarang gantian Sako yang melongo...
“Lo tuh dibilang jangan lucu-lucu kaya gini, Sako...”
“APAAN SIH LO?”
“Hari ini gue udah bilang kalau lo cantik belum? Cocok sama jepitan lo itu.”
“HAH?”
“Gue heran kenapa lo out the box banget, tapi gue sama Banjo nggak ada perasaan apa-apa. Tuh orang emang suka lendotan aja, bukan sama gue doang kok cuma ya emang mungkin keseringan sama gue.”
“Tapi, kata Tsubaki lo lagi suka sama seseorang?”
“Tsubaki?”
Sako kemudian memukul mulutnya pelan sebagai tanda bahwa dirinya sudah keceplosan.
“Berarti salah denger kali, orang yang gue suka tuh lo, Sako...”
“Gue nggak suka ya kalau bercandaan lo kaya gini?”
“Lo lihat gue lagi bercanda nggak?”
“Karna lo biasa rese sama gue...”
“Gue tuh rese juga caper ke lo, Sako...”
“TAI, LO.”
“Seriusan, kata Ume lo itu orangnya datar dan malu-malu. Jadi, kalau gue cuma melakukan pedekate biasa lo nggak akan peka. Meski tetep nggak peka sih cuma kalau pakai cara gue yang nyebelin gini, ya seenggaknya lo ada notis gue.”
“Jadi...?”
“Ya, jadi pacar gue, mau nggak?”
“Gue bahkan belum paham ucapan lo, Hiragi...”
“Gue tungguin sampai lo paham.”
“Orang yang lo sukai itu gue?”
“Iya, Sako...”
“Bukan Banjo?”
“Besok, nggak akan gue biarin Banjo lendotan lagi, oke?”
“Oke...”
“Masih belum paham?”
“Sedikit...”
“Makan dulu nih,”
Hiragi kembali menyodorkan kentang ke Sako, tapi kali ini bukan kentang yang disuapi melainkan bibirnya yang tiba-tiba mencium bibir Sako.
“Kalau masih belum paham juga, gue masih sanggup buat nunggu kok.”
“ANJING...”
Setelah kejadian ciuman itu Sako mendadak kabur ke arah toilet, karena muka merahnya tidak ingin dilihat oleh banyak orang.
Oh, sepertinya sedikit malu oleh tindakan yang dilakukan Hiragi tadi.
240727❤️