aclinomaniaxx

Lean

#Lean on you

cw// violence, abusive parents, suicide tought, and scars.

Sorry for typos^^ .

.

.

.

.

.

.

Menjelang maghrib rekan-rekan yang mengikuti Bina Desa berpamitan kepada para warga dan kembali ke penginapan.

Sanzu keluar dari kamar setelah membersihkan dirinya dan berniat turun kebawah untuk membantu yang lain memoersiapkan makan makan malam.

Di anak tangga terakhir Sanzu melihat Rindou bersama abang dan teman-temannya bersantai di pinggiran kolam renang dengan rokok terselip di belah bibir mereka. Tersenyum sekilas melihatnya, Sanzu beralih menghampiri Chifuyu yang sedang sibuk menggoreng di dapur.

“Puy, ada yang bisa gue bantu gak?” Sanzu bertanya pada Chifuyu yang terlihat sedang menggoreng telur.

“Gak repot lo zu? Buatin kopi gih buat abang-abang disana, tau dah anak-anak cewek pada kemana waktunya siapin makanan kok ilang semua.” Ujar Chifuyu sambil menunjuk beberapa orang yang Sanzu lihat tadi bersantai di pinggiran kolam seberang dapur.

“Anjing, Kak Baji malu-maluin banget.” Umpat Chifuyu malu melihat kekasihnya yang bermain air seperti anak kecil.

Sanzu terkekeh ringan dan melakukan apa yang Chifuyu tugaskan barusan kepadanya.

“Udah enakan,zu? Gue liat-liat lo udah bisa fokus ama senyum dikit sekarang.”

“Lumayan sih, gue gak nyangka kegiatan kayak tadi bisa jadi sarana healing buat gue.” Sanzu menjawab pertanyaan Chifuyu sembari mengaduk kopi di teko yang ia buat.

“Syukur deh,zu. Semua orang khawatir sama lo tau. Jangan gitu lagi ya. Lo bisa cerita ke gue kalau lo siap.” Chifuyu mengusap pucuk kepala Sanzu sayang.

Sanzu mengangguk semangat dan tersenyum sangat manis sebagai balasan.

“Gue anter ini kesana dulu ya, puy” Sanzu bersiap dengan teko berisi kopi hitam dan beberapa gelas di nampan.

“Hati-hati jatoh” Kata Chifuyu yang direspon dengan sebuah gumam kecil oleh Sanzu.

.

.

.

.

“Sore kak, gue bawain kopi nih biar makin asoy nongkrongnya.” Sanzu menyapa dan meletakkan nampannya di meja kecil pinggiran kolam bersatu dengan berbagai macam jenis rokok disana.

“Hallowww Sanzu, terimakasih ya cantik.” Terimakasih Baji setelah kepalanya muncul dari dasar kolam.

“Anjing, ngalus si jamet. Pacar lo noh sibuk masak malah ngalusin Sanzu, dipatahin kaki lo ama Rindou mampus dah. Btw makasih ya Sanzu” Ucap seniornya berambut gondrong yang Sanzu ketahui bernama Mikey yang berada dalam pangkuan Draken.

Dan berbagai ucapan terimakasih lainnya dari beberapa orang disana. Namun Sanzu merasa sedikit aneh melihat Rindou yang menatap ke arah lain tanpa berucap sepatah kata, hanya fokus dengan rokok di belah bibirnya. ‘Kak Rin marah ya sama gue?’

“Zu, nanti evaluasi jam berapa?” Tanya Ran membuyarkan lamunan Sanzu.

“Kata Cipuy sih tadi abis makan malem langsung Kak, jadi besok pagi kita bisa santai sebelum balik.

Setelah mendapat respon dari Ran, Sanzu pamit kembali ke dapur membantu Chifuyu dan yang lainnya.

Cukup lama berkutat dengan urusan dapur dengan gangguan dari Baji yang terus mengganggu Chifuyu dan tingkah ajaibnya yang mencomoti makanan dengan alasan tester katanya, akhirnya makan malam untuk mereka sudah siap dan tertata rapi di atas meja makan.

Sanzu dan Chifuyu duduk bersantai di sofa bawah, mencoba untuk melepas penatnya. Namun tidak disangka tiba-tiba Sanzu meyandarkan kepalanya di bahu Chifuyu dan berkata “Puy, kepala gue berat banget.”

Chifuyu yang kaget dengan ucapan Sanzu dan sensasi panas yang menjalar di bahu kirinya berteriak panik memanggil anak kesehatan.

“WOI ANAK KESEHATAN MANA DAH, GUE BUTUH KOMPRES SAMA OBAT.” Teriak Chifuyu mengalihkan atensi beberapa Senior di kolam seberang dan beberapa anak yang masih berberes di dapur.

“Sanzu kenapa?” Tanya Kazutora yang kaget dengan teriakan Chifuyu.

“Tiba-tiba nyeder di gue bang bilang kepalanya berat, badannya panas banget ini.” Chifuyu dengan panik memeluk Sanzu yang tergolek lemas di bahunya.

“Bangsat, anak kesehatan pada kemana sih anjing ini kenapa sepi gini.” Maki Hakkai ketika menemukan bahwa penginapan mereka sepi.

“Kotak obat ditaruh dimana sih? Di atas?” Baji berlari ke lantai atas guna mencari kotak obat yang ia maksud.

“Tai banget woi ini kotak obat isinya cuma minyak kayu putih, hansaplast sama obat maag doang.” Terdengar umpatan Baji dari lantai atas.

Kemudian samar Sanzu lihat Rindou melenggang pergi keluar entah kemana. ‘Semarah itu kah dia?’. Yang Sanzu rasakan setelahnya adalah kepalanya yang semakin berat dan dekapan Chifuyu yang semakin erat. Suara yang tadinya terdengar ramai di telinganya kini menjadi samar dan kemudian sunyi. .

.

.

.

. Safir-nya perlahan terbuka. Mengerjap beberapa kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke dalam retinanya.

“Puy? Bukannya tadi kita di sofa bawah ya?” Bingung Sanzu bertanya pada Chifuyu yang terduduk di sampingnya.

“Lo pingsan anjing, gue khawatir banget zu. Tadi Bang Ran yang bawa lo kesini.”Terdengar suara Chifuyu bergetar dan jejak air mata yang belum kering di pelupuk mata dan pipi gembilnya.

‘Ran? Kenapa bukan Rindou? Apa memang semarah itu Rindou padanya?’ batin Sanzu berkecamuk.

“Zu, pake yuk kompres demamnya badan lo masih panas.” Chifuyu membuka kemasan kompres penurun panas itu dan menempelkannya di dahi Sanzu.

“Lo tidur aja ya gak usah ikutan evaluasi” Chifuyu menatap Sanzu cemas.

“Gue gak kenapa-kenapa kok. Gak enak sama yang lainnya, udah beberapa hari juga gue ngilang masa sekarang gak ikut evaluasi. Toh cuma duduk doang kan, gue kuat kok.” Ucap Sanzu meyakinkan Chifuyu.

“Kalau gitu makan dulu ayo, terus minum obatnya. Gue sama yang lainnya udah makan barusan. Gue suapin ya?” Tawar Chifuyu pada Sanzu.

“Gak usah ih, gue bisa sendiri kok.” Tangan Sanzu terulur mengambil sepiring nasi lengkap dengan sepoting ayam dan sayur sop dari genggaman Chifuyu.

Setelah beberapa suap, Sanzu memecah hening. “Lengkap juga ya obatnya anak kesehatan.” Sanzu menoleh pada Chifuyu dan setelah berujar demikian Sanzu kembali membawa sesendok suapan pada dirinya.

“Zu, anak kesehatan gak guna. Mereka cuma bawa minyak kayu putih, obat maag sama hansaplast doang. Bang Rin yang liat lo pingsan langsung pergi keluar cari apotek terdekat beliin lo obat sama kompres ini. Lo tau kan yang katanya apotek terdekat itu sebenernya gak deket dari sini, dia kudu ke jalan besar dulu.” Jelas Chifuyu menceritakan kejadian selama Sanzu pingsan.

‘Kak Rin?’ batin Sanzu bingung.

Setelah menghabiskan suapan terakhir Sanzu buru-buru mengajak Chifuyu keluar dan bergabung dengan.yang lainnya.

Begitu membuka pintu kamar, Sanzu melihat rekan-rekannya duduk membentuk huruf U. Setelah turun kebawah untuk mencuci piring Sanzu kembali bergabung dengan mereka dan diduduk di depan bersama Chifuyu dan Ran. Sanzu edarkan pandangannya dan safir-nya terkunci pada manik violet yang juga menatapnya dari barisan belakang.

Atmosfer di ruangan ini cukup tegang. Entah apa yang terjadi Sanzu tidak tahu tapi dapat terlihat jelas beberapa mimik muka yang ketakutan.

Jam menunjukkan pukul 20.00. Atas kendali dari Chifuyu selaku koordinator sie acara ingin menjalankan rundown terakhir yaitu evaluasi. Evaluasi dibuka dengan sambutan dari Sanzu selaku ketua pelaksana yang meminta maaf atas kinerjanya sebagai ketua pelaksana yang sangatlah kurang dan berterima kasih atas semangat dari rekam-rekan yang sudah membantu menyukseskan acara. Setelah mengucap beberapa patah kata, Sanzu memberikan semua rekan kesempatan untuk saling mengevaluasi kinerja mereka masing-masing.

“Zu, gue izin evaluasi lo ya?” Ran meminta izin terlebih dahulu sebelum memulainya.

“Silahkan kak, gue malah seneng ada ngeval gue biar tau kurangnya dimana” Balas Sanzu mempersilahkan.

“Okee mulai, sebagai ketupel harusnya lo bisa ngambil sikap yang tegas. Gapapa kalau lo mau ilang asalkan pamit dulu,zu. Tau gak gimana bingungnya anak-anak panitia kemaren gaada lo? Sebagai ketupel tuh gabisa seenaknya ngilang gitu aja apalagi-

“Bang, dia lagi sakit kali, bisa gak eval buat dia nanti aja, mana rame gini gak kasian lo” Rindou memotong ucapan Ran emosi.

“Gapapa kok kak, gue malah seneng ada yang negur kesalahan gue, membangun banget ini.” Sanzu tersenyum manis menenangkan Rindou. “Kak Ran, lanjut aja.” Sanzu mempersilahkan Ran kembali.

“Intinya jadi ketupel tuh lo gabisa seenaknya ilang tanpa pamit. Izin dulu baru ilang. Ini bukan buat Sanzu aja ya, pelajaran buat yang lainnya juga. Entah masalah apa yang kalian hadapi, ketika kalian masuk BEM dan mengemban suatu tanggung jawab, setidaknya pamit dulu sebelum ditinggal biar rekannya yang lain itu gak bingung ketupelnya kemana. Maaf ya, zu sebelumnya kalau kata-kata gue ada yang menyinggung perasaan lo. Bukannya gue marah atau gimana, cuma ya biar hal kaya gini gak kejadian lagi apalagi buat proker yang gede.” Ran mengakhirinya dengan kata maaf untuk Sanzu.

“Terimakasih banyak buat Kak Ran atas evaluasinya. Sebelum lanjut, disini gue mau meminta maaf karena beberapa hari belakangan ini gue ilang seenaknya tanpa pamit. Bukannya gue niat kabur tapi emang ada urusan mendadak yang harus gue lakuin. Gue minta maaf banget buat rekan-rekan yang gue rugikan, semoga kedepannya gue bisa lebih baik lagi dan gue janji gak bakal ngulangin hal kayak gini lagi.” Sanzu tersenyum tulus melihat respon semua orang yang hadir disana, alih-alih menghujat Sanzu dengan cacian yang sudah Sanzu bayangkan tapi mereka malah menyemangati Sanzu dan menyadarkan Sanzu bahwa ia tidak sendiri.

“Gue mau bilang terimakasih buat semua yang udah kerja keras hari ini kecuali buat anak kesehatan, sorry kasar tapi lo semua anjing asli. Maksud lo kotak obat cuma diisi minyak kayu putih, obat maag sama plaster doang tuh apa? Ketupel lo pingsan woi, dan kalian semua kemana? Tanggung jawab lo semua kemana gue tanya? Gue ingetin deh lo semua kesini bukan buat jalan-jalan sama foto buat feeds ig.” Draken meluapkan semua emosi yang ia tahan sejak tadi.

“Maaf bang, gue kira tadi udah gak ada yang sakit lagi makanya gue sama yang lain keluar cari angin.” Jawab seorang perwakilan sie kesehatan.

“Udah lo tanyain satu-satu emang? Gue gak inget tuh lo ada nyanyain kondisi gue?”Balas Kazutora geram dengan pernyataan yang ia dengar.

“Gak ada yang sakit serang gak menjamin beberapa jam kedepannya gak ada yang sakit kali. Ngerasa tugas lo gak penting? Padahal sebagai sie kesehatan lo harus standby.” Ujar Baji menambahi.

“Iya bang, maaf atas kelalaian kita.” Sesal mereka.

“Jadiin pelajaran buat kedepannya yang jadi sie kesehatan gak boleh lalai lagi.” Ran menengahi agar tidak semakin larut.

Evaluasi terus berjalan dengan bahasan kekurangan apa saja yang terjadi dan kelebihan apa saja yang harus dicatat untuk dipertahankan di kegiatan selanjutnya. Pukul 22.00 Ran meminta Chifuyu dan Sanzu mencukupkan evaluasinya dan mempersilahkan semua untuk istirahat.

Begitu bubar, semua orang menuju tempatnya masing-masing. Ada yang kembali ke kamar, membuat mie, menonton tv, bermain kartu, pacaran, dan sekedar duduk bersantai di sofa yang ada seperti Sanzu. Sanzu tertawa melihat bagaimana Baji dengan jahil menggoda Chifuyu di pinggi kolam renang hingga pipi gembil Chifuyu mengembung siap meledak.

‘ting’

Satu notif pesan masuk mengalihkan perhatian Sanzu dari Ran dan kawan-kawan yang bermain kartu

‘Ke balkon mau gak? Begitu isi pesannya. Pantas saja tidak Sanzu jumpai sosoknya ternyata yang ia cari sedang berada di balkon.

Tanpa membalas Sanzu satu per satu tangga Sanzu naiki, pada anak tangga terakhir Sanzu bisa melihat punggung kokoh yang sangat ia kenali itu.

Suara pintu balkon yang terbuka mengalihkan atensi Rindou dari pemandangan di sebrangnya.

“Sini duduk” Ajak Rindou sambil menepuk kursi disebelahnya.

“Gue baru tau lo ngerokok, Kak.” Ucap Sanzu ketika sudah duduk di samping Rindou.

“Dari dulu kok, cuma belakangan ini lagi jarang aja. Ngabisin sebatang ini aja ya, gak lagi heheh” Sekotak Sampoerna mild beserta koreknya Rindou masukkan kedalam saku celananya.

“Dihabisin juga gapapa kak, gue gak alergi asap rokok kok.” Sanzu melepas masker hitam yang biasa ia gunakan dan melemparkan senyum manis pada Rindou.

“Cantik” ucap Rindou tanpa sadar dan Sanzu tertawa menanggapinya.

“Eh maksud gue tuh gak enak lah lo lagi sakit gini, buat kapan kapan aja rokoknya itung-itung hemat juga.”

“Iya deh. Btw apa kabar kak?”

Rindou menatap Sanzu dan tersenyum. “Gue baik, lo sendiri?” Rindou bertanya balik

“Ya gini deh hahaha.” Sanzu tertawa hambar sebelum berucap kembali. “Mau cerita boleh gak, Kak?”

“Kalau lo siap, cerita aja gue dengerin.” Rindou mematikan batang rokoknya yang masih nyala setengah.

“Gue kemaren balik ke rumah kak, adek gue tiba-tiba ngechat kalau ayah dateng ke rumah.” Hening sesaat sebelum Sanzu melanjutkan.

“Ayah gue abusive banget kak, dia main cewek ninggalin keluarga dan balik kerumah cuma minta uang. Kemaren itu adek bilang kalau abang gak ada di rumah. Jadi gue sebagai kakak juga gak bisa diem aja kak. Yah akhirnya gue memutuskan buat pulang, malem itu juga.”

“Dari gue kecil gue gak pernah ngerasain kasih sayang seorang ayah kak, yang gue dapetin cuma pukulan, tendangan, tamparan, dan tindakan abusive lainnya. Salah dikit aja gue dapet luka baru. Puncaknya pas Ayah ketahuan selingkuh terang-terangan di depan Ibu. Mereka berantem hebat, rumah udah berantakan sama barang, pecahan kaca dimana mana, dan juga darah dari Ibu. Ibu nyoba buat mengakhiri hidupnya sendiri waktu itu Kak, Ibu menyayat pergelangan tangannya sendiri terus-

Baru akann melanjutkan ceritanya, Sanzu merasakan tubuhnya dibawa dalam rengkuhan Rindou. Rindou rengkuh tubuh mungil Sanzu dan bawa kepalanya untuk bersender ke dada bidangnya.

“Lanjut” Suara Rindou bergetar.

“Jadi pas itu gue pulang sekolah balik-balik lihat keadaan rumah yang kacau dengan pecahan kaca sama amis darah dimana-mana. Gue yang panik ngelihat Ayah bawa pecahan kaca langsung ngelindungin Ibu. Niat gue cuma mau nasehatin Ayah biar gak memperpanjang masalah ini tapi pecahan kaca tadi malah dipakai buat nyayat kedua sudut bibir gue, kata Ayah gue terlalu banyak omong.”

Perih Rindou rasakan di lubuk hatinya mendengar cerita dari orang yang ia sayangi, ditambah dengan basah yang ia rasakan di dada semakin menambah perih yang ia rasakan.

“Terus pas itu Abang dateng Kak, Abang langsung nahan tangan Ayah, tapi entah sengaja atau enggak pecahan kaca yang sama yang dipakai untuk ngelukai gue kena ke muka Abang. Abang juga punya luka di wajah bagian kanan luka memanjang dari dahi sampai pipi bawah. Untungnya Adek pas kejadian itu gak ada dirumah kak. Kalau adek juga dapet luka yang sama gue gak bisa maafin diri gue sendiri. Gue gak mau Senju ngerasain apa yang gue rasain, kak gimana gue di bully selama sisa tahun gue di SMP. Gue juga gak mau tau dapet luka kayak gini. Terus semenjak kejadian itu ayah gak pernah balik ke rumah lagi. Dan sejak saat itu gue kehilangan kasih sayang seorang Ibu. Mental Ibu gak stabil sejak itu. Gue gak tau kenapa minggu lalu ayah tiba-tiba balik ke rumah, Senju dipukulin ngelindungi Ibu, kondisi Ibu juga parah banget mentalnya bener-bener kacau benerapa hari terakhir, makanya gue gak tega langsung ninggalin Ibu. Abang juga kemaren itu gak bisa pulang karena ada kerjaan di luar kota, kalau tiba-tiba pulang dipecat dong Abang wkwk yang ada kita gelandangan.”

Sebenarnya Rindou sudah tidak sanggup untuk mendengarkan ceritanya lebih lanjut apalagi aliran air mata Sanzu terasa semakin deras. Rindou tidak tega membiatkan Sanzu cerita lebih jauh namun Rindou sudah berjanji untuk menjadi pendengar yang baik, makanyang bisa ia lakukan adalah mendekap Sanzu semakin erat.

“Makanya gue pengen cepet lulus terus kerja terus beli rumah baru biar Ayah gak tau kita dimana jadi Ayah gak bisa datengin kita lagi. Sebenernya pernah ada niatan lapor polisi tapi gimana juga dia tetep Ayah gue kak, kita gak tega biarin Ayah masuk penjara. Jadi sejak saat itu gue trauma kak ngeliat darah ataupun bunyi pecahan kaca. Gue juga berkali-kali nyoba buat suicide tapi gagal terus. Terus waktu SMA gue ketemu sama cowok yang baik, kakak kelas juga di awal beneran baik banget kak, tapi setelah setahun pacaran dia mulai main tangan, dia tau gue trauma sama kekerasan tapi dia gak peduli. Gue bisa lepas dari dia itu karena Chifuyu akhirnya ngadu ke Abang dan Abang ngacem orangnya dan syukur banget gue bisa lepas dari dia kak. Ya gini kak kehidupan gue, messed up banget hahaha. Lo masih mau sama gue Kak? Setelah denger semua ini?” Entah mengapa Sanzu terkekeh di akhir, menertawakan hidupnya sendiri mungkin.

Lama Rindou tidak menjawab, yang ia lakukan hanya mengeratkan pelukannya pada Sanzu. Kemudia Rindou kecup lama pucuk kepala Sanzu. “Lo orang terhebat yang pernah gue temuin, terima kasih Chiyo lo udah mau bertahan entah apapun alasan lo bertahan sampai sekarang. Gue mau ngomong apa juga percuma kan ya? Tapi gue minta tolong betahan lebih lama lagi ya.” Rindou kecup lagi pucuk kepalanya.

“Kenapa tanya gue masih mau sama lo apa enggak?. Gue masih nungguin lo disini, Chiyo. Gue masih nungguin lo buka hati buat gue disini. Lo pikir gue bakal jijik sama lo setelah denger semuanya? Enggak, gue malah pengen ngelindungin lo. Lean on me, Chiyo. Kalau lo merasa gak ada tempat untuk pulang di sini, izinin gue jadi rumah lo.”

Tidak ada jawaban dari Sanzu. Yang Rindou dengan hanya tangisan Sanzu yang semakin mengencang dan juga kedua tangan Sanzu yang kini memeluk dirinya juga.

“Nangis aja sepuasnya, gue temenin kok disini.” Rindou mengusap pucuk kepalanya berusaha menenangkan Sanzu.

Setelah puas Sanzu menangis, masih dengan memeluk Rindou, Sanzu mengucapkan sesuatu yang membuat Rindou kaget.

“Kak, lo bener buat gue ngerasa dicintai banget, Terimakasih banyak buat itu. Dicintai segini dalamnya, gimana bisa gue gak buka hati buat lo kak? Gue tunggu deh kapan secara resmi lo jadiin gue milik lo. Tapi gue mohon jangan sakitij gue lagi ya kak? Gue gak bakal bisa bertahan lagi kalau lo nyakitin gue nanti.”

“Pasti, gue gak akan pernah nyakitin lo. Pegang janji gue.”

“Sayangg Kak Rinnn” Sanzu ndusel semakin dalam seperti anak kucing, mencari kehangatan dalam rengkuhan Rindou.

“Sayang Chiyo juga, pulang dari sini gue bakal ajak lo ke suatu tempat, biar resminya di tempat yang bagus.”

“Chiyoo tunggu” Sanzu mendongak ke atas dan memberikan Rindou senyum termanis yang ia miliki.

“Jangan pernah ilang lagi ya, Chiyo.” Rindou berujar lirih dan Sanzu mengangguk sebagai balasan.

“Chiyo gak mau tidur ke dalem?” Tanya Rindou menyadari malam semakin larut.

Sanzu menggeleng. “Mau disini sama Kak Rin boleh??” Pinta Sanzu.

Rindou terkekeh sebagai balasan. Bagaimana bisa Rindou menolak permintaan Sanzu. Biarlah mereka menghabiskan waktu hingga fajar menyambut di balkon dengan sapuan semilir angin yang dingin dalam rengkuhan yang hangat.


Sejuk angin di pagi hari membelai Rindou dan Sanzu yang tertidur di balkon atas. Sebelum sebuah ketukan pintu yang tidak beradab membangunkan mereka.

dok dok dok

Keduanya menoleh melihat siapa pelaku tindakan tidak beradab itu. Dan dibalik pintu yang terlihat rapuh itu terlihat Ran dengan semangatnya meminta untuk dibukakan pintu.

“Diemin aja, orang gila gak usah dibukain pintu.” Dan Sanzu terkekeh mendengarnya

“WOI BUKA DEK, KALO ENGGAK GUE DOBRAK NI PINTU”

dok dok dok

Ketukan brutal itu kembali terdengar.

“Beneran orgil ye Ran Haitani.”

“Udah Kak, bukain aja ketimbang kita ganti rugi pintu.

Rindou beranjak untuk memutar kunci kemudian membukakan pintu pada pelaku tindakan brutal itu. Setelahnya Rindou duduk tempatnya semula dan membawa Sanzu kembali dalam rengkuhannya.

Ran Haitani duduk di pinggiran balkon dan menyulut sebatang Marlboro merah miliknya.

“Abis berzinah kan lo berdua” tuduhnya sebelum menghisap batang yang telah ia bakar.

“Bicara lo kek orang gak disekolahin asli, untung ye lo abang gue kalo enggak udah gue dorong lo dari atas sini”

“Dih emosian kek cewek PMS lo”

“Ngapain sih lo kesini, ganggu orang aja” Rindou bertanya dengan galak

“Ya sk sk gue dong, ngapa lo sewot” Ran membalas tak kalah sinis.

“Giliran dah baikan aja lo sinis bener ke gue, coba noh kemaren kek anak kucing lo ndusel mulu ke gue nyenyenye” Ran hembuskan asapnya hingga menyatu dengan udara sekitar

“Pamrih lo Bang? Gue gunting juga rambut kepang lo.”

“Gak jelas lo, gue kesini mau minta maaf sama Sanzu. Gue gak enak hati ngeval dia abis-abisan kemaren.” Ran menjelaskan maksudnya mengganggu mereka pagi-pagi.

“Kan dah gue bilang, orang sakit lo eval. Kek pisang lo ada jantung tapi gak punya hati.” Balas Rindou sinis.

“Ya ini makanya gue minta maaf adekk.” Ujar Ran geram dengan adiknya.

“Udah ih jangan berantem lagi. Gapapa kok Kak, berkat eval kakak kemaren gue bener-bener sadar kalau gue egois banget. Gimanapun masalah gue harunya ketika gue ada tanggung jawab ya gue harusnya mikirin kepentingan kelompok dulu gak serta merta bertindal egois. Gue gak tersinggung atau merasa sakit hati kok Kak, malah gue merasa berterima kasih banget udah di kasi kritik yang membangun.” Sanzu tersenyum tulus pada Ran.

“Buset dah cakep amat, pantes adek gue naksir sampe bucen.” Reaksi Ran yang baru pertama kali melihat Sanzu tersenyum setulus itu.

“Anjing, ada gue loh disini?? Ada adab lo ngomong kek gitu bang?” Rindou mulai cemberut.

“Ya gue kan mengagumi keindahan ciptaan Tuhan, mending dah lo ama gue, zu. Apaan Rindou emosian gitu.” Ran menaik turunkan alisnya menggoda.

“ABANGGGG IH” Rindou melemparkan sebotol minuman plastik kepada Ran, melampiaskan kekesalannya.

“Wadooo selamat pagi bestieee” sapa Baji yang memasuki area balkon diikuti yang lain dibelakangnya.

“Dah ayo mandi, siap-siap balik sama pamitan ke Balai Desa dulu.” Ajak Ran setelah mematikan rokoknya dan berjalan keluar diikuti Rindou, Sanzu dan yang lainnya.

“O NGENTOT EMANG, BARU MAU JOIN” maki Baji melihat tingkah laku teman-teman setannya.


Setelah berpamitan dengan warga desa yang masih sangat menyayangkan kehadiran mereka yang singkat ini, akhirnya rombongan mereka kembali ke kampus untuk mengembalikan properti milik Fakultas dan setelahnya kembali ke rumah masing-masing.

“Yang kenceng dong meluknya apaan meluknya kek bocil boncengan ama emaknya.” Ujar Rindou iseng pada Sanzu yang memeluknya malu-malu

“Bawel” Meskipun berujar demikian Sanzu tetap memeluk Rindou erat seperti yang Rindou pinta, bonus dengan kepala yang juga ia senderkan pada punggung Rindou.

Perjalanan pulang mereka kini tidak sehening yang lalu. Semua kembali seperti semula dimana Rindou membuat obrolan random yang juga ditanggapi dengan Sanzu tak kalah randomnya.