#Live In
⚠️ MINOR DNI ⚠️ cw/ harsh word, degrading, overstimulation, nipple play, fingering, anal sex, unprotected sex, rough sex, anal sex, creampie, etc.
Sorry for typos^^ .
.
.
. Enjoyy ^^v
Suara pintu apartment yang berhasil dibuka tidak mengalihkan atensi Sanzu dari layar persegi dihadapannya. ‘Pasti Rindou’ begitu pikirnya. Maka Sanzu tak ambil pusing dan tetap mencatat hal-hal penting yang ia dapatkan dari materi ini.
Pun ketika Sanzu merasakan sofa dibelakangnya diduduki ia tetap memilih abai.
“Chiyoo ih, kok aku dikacangin?” Cukup lama sudah Rindou duduk di sofa belakang Sanzu akhirnya ia membuka percakapan, menarik atensi dari sosok berambut pink dicepol rendah yang duduk di bawah sofa hanya beralaskan karpet bulu dan berkonsentrasi penuh pada laptop dihadapannya dengan beberapa macam buku dan kertas di meja tempatnya melipat kedua tangannya.
Tidak ada jawaban dari Sanzu. Hanya suara dari Ran Haitani sebagai asisten dosen mengisi apartement Sanzu.
“Dih gaya bener si kepang.” Ucap Rindou melihat Kakaknya dari layar persegi di depannya.
“Sayang ih kok aku dikacangin?” Rindou tidak bisa berdiam diri terus menerus diabaikan oleh pemilik surai pink tersebut.
“Chiyoo”
“Meong”
“Pus pus”
“Rin, diem ih. Lihat tuh Abang kamu lagi sibuk nerangin. Kan dah bilang jangan kesini dulu. Lagi serius ini tuh” Balas Sanzu tanpa menoleh. Bukan apa, Sanzu hanya menganggap materi yang ia dapatkan hari ini sangat menarik dan tidak ingin melewatkannya begitu saja.
Hening, tidak ada sahutan dari sosok dibelakangnya. Sanzu pun memilih abai, tidak mengambil pusing.
“Sebelumnya apa ada yang mau berpendapat tentang bagaimana cara untuk mengatasi pemanasan global di era saat ini?”
Terdengar suara dari layar, Ran memberi kesempatan bagi Sanzu dan teman-temannya untuk berpendapat.
“Rin geser sini ih disamping aku, aku mau open cam, kalau disitu kamu kelihatan.” Merasa tidak ada jawaban, Sanzu tanpa aba-aba menarik Rindou untuk duduk di sampingnya.
“Sanzu Haruchiyo, 190888627688 izin mencoba untuk berpendapat.” Sanzu memencet fitur dengan gambar kamera dan mikrofon dibawah untuk menyalakannya dan memperbaiki posisinya agar terlihat lebih baik.
*“Iya Sanzu, silahkan.”
“Saya pernah baca berita kalau peneliti itu bilang kadar CO2 di atmosfer itu udah diatas rata-rata, jadi untuk mengatasi pemanasan global itu sendiri bisa dibilang mustahil pada saat ini. Tapi menurut saya jika semua orang sadar akan bahayanya pemanasan global, kita bisa menanam pohon yang banyak. Meskipun kecil kemungkinan, namun jika partisi-AHHHHH
Suara desahan keluar memotong opini yang berusaha Sanzu keluarkan ketika ada tangan yang tiba-tiba memilin putingnya dari luar kaos yang dipakainya.
“Hallo Sanzu?? Are you okay?” Dari layar Ran bertanya karena tiba-tiba Sanzu terlihat aneh dengan bibir yang digigit, muka memerah dan belum lagi suaranya yang terpotong.
“Lanjutin.” Perintah Rindou dingin dan mutlak membuat nyali Sanzu menciut. Tangannya masih memainkan kedua puncak kecil dengan kedua tangan yang kini dengan kurang ajar masuk kedalam kaosnya. Usap, tekan, putar.
‘Sial, bagaimana bisa Sanzu lupa jika Rindou sangat benci diabaikan. Tamatlah ia sekarang’
Mati-matian Sanzu menahan desahannya. Mengontrol mimik mukanya agar tidak terlihat aneh. “M-maaf, t-tadi kaki saya kepentok meja. Saya lanjutkan, jadi meskipun dirasa mustahil, dengan p-partisipan sebanyak itu saya rasa perlahan bisa untuk m-Nghhhh” Terpotong kembali ketika dirasa satu tangan Rin berpindah kebawah guna membebaskan adik kecilnya dan mengocoknya tanpa ampun sambil sesekali ibu jarinya digunakan untuk mengusap pucuknya main-main.
“Sanzu? Kenapa? Bisa dilanjutkan?” Tanya Ran khawatir melihat wajah Sanzu yang semakin memerah seperti menahan sesuatu.
“M-maaf,akan saya lanjutkan. Perlahan bisa diatasi dengan menanam pohon yang sangat banyak. Karena bagi saya mustahil mengurangi CO2 dengan membatasi kendaraan, k-karena bukti nyatanya orang-orang malah bersaing untuk membeli kendaraan lebih b-banyak dan bagus. Sekian yang bisa saya sampaikan, Terima kasih.”
Usap, tekan, putar, cubit. Begitu terus yang Rindou lakukan pada puting Sanzu, belum lagi kocokan dan usapan main-main dibagian bawahnya, ketika Sanzu dengan susah payah berusaha melanjutkan pendapatnya.
*“Okay, terima kasih Sanzu. Bagus pendapatnya. Saya keep dulu pendapatnya, kita dengerin pendapat teman-teman yang lain dulu.”*
Mendengar Ran berujar demikian dan ada Izana yang mengajukan pendapatnya, buru-buru Sanzu mematikan kembali kameranya.
“AHHH- Rin jangan keras-keras nyubitnya.” Teriak Sanzu ketika Rindou dengan sengaja menarik puting kiri Sanzu dengan keras sembari mencubitnya tanpa ampun. Liur Sanzu menetes menuruni dagu hingga lehernya.
“Masa gitu doang gak bisa nahan? Tadi fokus banget tuh kek orang penting, nyapa doang gak mau. Masa gini doang gak kuat kamu?” Ujar Rindou sembari menatap Sanzu remeh.
“Nungging.” Perintah Rindou absolut. Tak terbantahkan.
Siapa Sanzu yang berani melawan, maka yang bisa dilakukannya hanya mematuhi perintah Rindou. Tangannya ia tumpukan diatas meja, kaki yang bertumpu pada alas karpet dengan pantat yang mengacung tinggi.
plak
“Ahhh-”Suara tamparan keras menggema diruangan sempit itu.
“NGHHHH RIN PELAN J-JANGAN KERAS KERASSHHH SAKITHH” Belum sempat Sanzu sadar dari keterkejutannya ketika bokong semoknya ditampar hingga merah, kini dua jari Rindou tanpa aba-aba serta pelumas menerobos masuk kedalam anal milik Sanzu.
Tidak ada kelembutan sedikitpun. Tangannya menghujam tanpa ampun. Tusuk dan gunting. Begitu gerakan kedua jari panjang dan berisi milik Rindou berusaha menghancurkan milik Sanzu. Sanzu hanya bisa menjerit sakit dan nikmat secara bersamaan, belum lagi dengan tangan satunya yang terus menerus mengocok kecilnya terus-terusan dengan tempo yang tidak berirama. Cukup untuk menghilangkan kewarasan Sanzu
*“Maaf mengganggu, tapi kalau kalian sedang bercocok tanam lebih baik leave room meeting atau setidaknya micnya dimatikan saja. Maaf ya Sanzu, saya keluarkan dulu kamu dari room meeting.” Terdengar suara Ran mengintrupsi dari layar, cukup untuk mengembalikan kewarasan Sanzu. Ia tolehkan kepalanya kesamping guna melihat layar laptopnya, melirik kebawah dan melotot melihat fitur mic miliknya masih menyala. Sedetik kemudian layar yang tadinya menampilkan puluhan akun dengan foto profil teman-temannya dengan almamater yang sama kemudian kemudian berubah menampakkan wallpaper layar depannya. Jadi sedari tadi mereka semua mendengar kegitan yang ia lakukan?
“Anjing makin ketat.” Maki Rindou ketika merasalan lubang milik Sanzu semakin erat menjepit dua jari miliknya didalam sana.
“Ck gitu ya lonte, seneng ya ketauan satu kelas lagi diewe pacarnya? Iya kan? Seneng kan desahannya didenger banyak orang? Live-in gak tuh.” Ujar Rindou sembari beranjak duduk dengan santai di sofa tanpa rasa bersalah setelah melepas semua stimulasi yang ia berikan, meninggalkan Sanzu yang kacau menungging diatas meja.
Rindou ambil sebatang rokok dari kotaknya, ia apit dikedua belah bibirnya kemudian ia hisap batang nikotin itu setelah pemantik membakar ujungnya.
“Hadap sini” Lagi-lagi perintah Rindou terdengar mutlak di telinga Sanzu.
“Lepas semua pakaiannya.” Tidak ingin membuat Rindou semakin marah, ia turuti pertintahnya. Sanzu lepas semua hingga tak tersisa sehelai benang pun menutupi tubuhnya moleknya.
“Mana coba aku pengen liat gimana kamu muasin diri kamu sendiri. Gak butuh aku kan? Kan dari tadi akunya dikacangin.” Seringai tercetak jelas di wajah Rindou berbanding terbalik dengan Sanzu yang melotot kaget. Belum pernah Rindou menyuruhnya untuk bermasturbasi seperti ini dihadapannya.
“Rin, aku minta maaf.” Suara Sanzu bergetar dengan air mata yang ia tahan di pelupuk matanya.
“Aku nyuruhnya sentuh diri kamu, bukannya minta maaf!”
Mendengar bentakan Rindou, tidak ada pilihan bagi Sanzu selain menurutinya. Satu tangannya ia bawa untuk menstimulasi kecilnya dibawah sana sedangkan tangan satunya lagi juga turut ikut menstimulasi lubang sempit miliknya.
Hisap batang putih di belah bibirnya, bohong jika Rindou tidak terangsang dengan pemandangan didepannya. Buktinya celana hitam miliknya terasa sesak ingin dilepaskan. Violetnya tidak lepas dari bagaimana Sanzu merangsang inchi demi inchi tubuh moleknya. Bagaimana tubuh yang selalu ia puja mulai basah karena keringat. Bagaimana mengkilapnya kecil milik Sanzu dibasahi oleh cairan precum. Oh jangan lupakan bagaimana wajah merah Sanzu terlihat menggairahkan dengan rambut cepol yang mulai acak-acakan, peluh yang membasahi dahinya dan liur yang menetes menuruni dagunya.
Tangan Sanzu yang tadinya menstimulasi lubang sempitnya kini bergerak naik ke atas bermain dengan putingnya bergantian. Desahan Sanzu terdengan semakin keras dan mulai tak terkendali ketika ia mulai bermain-main dengan putingnya. Titik sensitif rupanya. Kocokan dibagian bawahnya pun ikut menjadi tak terkendali.
“A-ahh Rin, m-mau kelu-ahhh” Kewarasan Sanzu mulai hilang, ditunjukkan dengan bagaimana tangannya dengan liar memilin putingnya dan kocokan yang semakin cepat itu.
“Stop.” Perintah Rindou mutlak. “Enak banget dah lonte satu ini, belum apa-apa udah keluar duluan.”
“Nghh Rin maafin aku, janji enggak bakal ngacangin kamu lagi hiks b-biarin aku keluar.” Air mata membasahi pipi Sanzu. Merasa frustasi tubuhnya dimainkan sedari tadi. Sanzu selangkah lagi menuju pelepasannya.
“Aku bilang stop ya stop kok masih gerak tangannya?” Rindou mencengkram kasar pergelangan tangan Sanzu yang masih setia mengocok dibawah sana mecari pelepasan.
“Sok banget tadi serius-serius gitu sampe ngacangin orang dateng. Susahnya bales sapaan orang apa dah. Giliran dimainin dikit udah desah terus nangis-nangis kek lonte haus kontol.” Rindou tersenyum remeh.
“hiks hiks aku minta maaf, aku beneran tertarik sama materinya tadi. hiks maafin aku, aku janji gak bakal gitu lagi.” Sanzu terlihat semakin kacau dengan air mata yang mengalir semakin deras di wajahnya.
Tangan Rindou bergerak membuka kaos metallica miliknya berlanjut dengan celana hitam yang ia kenakan, hingga ia telanjang bulat seperti Sanzu. Tangan Rindou membantu Sanzu untuk memperbaiki posisinya, bersimpuh dibawahnya. Kini posisi Sanzu berhadapan langsung dengan kejantanan milik Rindou
“Isep” Rindou menampar pipi Sanzu dengan miliknya yang keras berlanjut dengan menggesekkan ujung kejantanannya pada belah bibir milik Sanzu, memintanya untuk membuka mulut dan memanjakan miliknya.
Rindou memejamkan kedua mata dengan mengadahkan kepalanya keatas nikmat, ketika Sanzu memasukkan sedikit demi sedikit miliknya yang besar dan panjang kedalam hangat milik Sanzu.
Dengan teratur Sanzu mulai memaju mundurkan kepalanya memanjakan milik Rindou yang berada didalam mulutnya, tidak ingin mengecewakannya.
Ia hisap dengan kuat hingga cekungan terbentuk di kedua pipinya dan membiarkan lidahnya menari-nari pada lubang kecil yang terletak di ujung milik Rindou, membuat Rindou menjambak rambut milik Sanzu, membuatnya semakin berantakan.
Selain memperdalam hisapannya dan mengurut sisa batang milik Rindou yang tidak masuk sepenuhnya ke dalam mulutnya, Sanzu juga memijat bola kembar milik Rindou. Menambah nikmat yang Rindou rasakan.
“Emang dah lonte, jago bener nyepongnya. Seneng gak dikasih kontol gini?” Rindou ikut menggerakkan pinggulnya dengan cepat, keras, dan tidak beraturan merasa tidak puas dengan gerakan lambat milik Sanzu, ia ingin menghancurkan mulut Sanzu. Masa bodoh dengan Sanzu yang mulai tersedak karena pergerakannya, Rindou ingin mengejar nikmatnya sekarang.
Rindou mencabut paksa penisnya ketika ia mencapai puncaknya.
“Anjing” umpatnya ketika ia selesai memuncratkan putih miliknya di wajah cantik Sanzu.
“Telan.” Perintah Rindou ketika melihat ada putihnya menggenang di mulut Sanzu
Tanpa bantahan Sanzu menelan habis tanpa sisa cairan putih milik Rindou di mulutnya.
“Want me to touch you?” Rindou bertanya sembari membawa Sanzu dalam gendongannya dan membawanya untuk pindah ke sofa.
“Yes please. Touch me. Everywhere you want.” Balas Sanzu tak sabaran dalam pangkuan Rindou.
Jemari nakal Rindou mulai mengusap, memilin, menarik, dan mencubit kedua puting milik Sanzu.
“Nghhhh”
Dengan tidak sabaran Rindou memasukkan salah satu puting pink kecoklatan Sanzu kedalam mulutnya, menghisap dengan kuat dan memutar-mutarnya dengan lidah miliknya secara bergantian, kiri dan kanan.
“Ahhhh a-aku mau-ahh” Rindou semakin gencar memainkan dada Sanzu, memilin satunya dengan irama yang tidak teratur dan satunya lagi ia hisap kuat, seolah ingin memerah habis susunya.
“AHHHH” desahan panjang Sanzu menandakan bahwa ia mencapai puncaknya. Cairan putih milik Sanzu keluar membasahi perut keduanya.
Sanzu menyandarkan kepalanya pada dada bidang kekasihnya, pening ia rasakan. Namun juga sedikit lega bisa mengeluarkan cairan yang sedari tadi ia tahan untuk tidak keluar.
Rindou mengocok miliknya hingga tegak kembali dan tanpa aba aba ia langsung memasukkannya ke dalam lubang Sanzu yang masih berada di pangkuannya dalam sekali sentak.
“AHHH R-RIN PELANHH DALEM BANGET NGHH” Sanzu menjerit ketika ujung milik Rindou langsung menghantam prostatnya, terlalu hapal dengan letaknya.
“Cantik banget lontenya Rin, ayo gerak dong jangan mau enaknya aja.”
“Brengsek, tambah sempit” maki Rindou ketika Sanzu menjepit erat miliknya dibawah sana. “Ohh jadi suka di panggil lonte? Atau emang lonte beneran?”
Sanzu menggeleng, tidak setuju dengan perkataan Rindou. “Geleng, tapi jepitnya makin kuat. Males banget sih gak mau gerak” Rindou memberikan tamparan di kedua bokong miliknya.
“AHHH NGHHH RINN.” Lagi-lagi Sanzu menjerit ketika setelahnya Rindou menghajar lubangnya dengan kasar, cepat, dalam, dan tepat sasaran.
“Shhh. Cantik banget, mau ya jadi lontenya Rin? Dipake setiap hari?” Rindou menjambak rambut Sanzu yang sudah berantakan, bahkan banyak helainya yang sudah lepas dari cepolan yang sudah tidak berbentuk itu.
“Mau gak? Jawab dong? Jangan cuma desah keenakan aja, katanya bukan lonte?” Tanya Rindou sekali lagi.
“Nghh iya i-ya mauhh, mau jadi lontenya Rin d-dipake setiap ahh hari juga.” Sanzu mulai merancau tidak jelas, kewarasannya benar-benar sudah hilang. Yang bisa Sanzu lakukan adalah bergerak naik turun mengimbangi gerakan Rindou di pangkuannya dan juga mendesah keenakan.
Pegangan Sanzu pada bahu Rindou semakin erat ketika Rindou juga mencengkram pinggulnya semakin erat hingga timbul warna merah dan mengujamkan miliknya yang besar dan panjang semakin cepat, dalam, kasar, dan tidak beraturan. Singkatnya Rindou kehilangan temponya.
“M-mau-ngh ahh lepas.” Sanzu hampir saja mendapatkan puncaknya namun Rindou lebih dulu menggenggam erat miliknya dan menutup lubang diujung agar putih milik Sanzu tidak keluar.
“Bareng.” Rindou mengerakkan pinggulnya semakin cepat dan tangannya yang juga mengocok milik Sanzu dengan ibu jari yang menutup ujungnya. Sanzu semakin kehilangan akalnya.
“Ahh gak k-kuat hiks”
“Uhh please”
“Bentar lagi” Gerakan Rindou semakin tidak teratur, Sanzu merasakan milik Rindou semakin membesar dan mulai berkedut didalamnya. Hingga detik selanjunya Rindou memuntahkan cairan putih miliknya mengisi lubang Sanzu dengan putih miliknya bersamaan dengan ibu jarinya yang ia lepas di ujung milik Sanzu yang dihadiahi dengan semprotan putih yang sangat deras kembali membasahi perut keduanya.
“Anjing, enak banget”
“Nghhh”
Sanzu ambruk dalam pelukan Rindou.
Rindou menarik keluar miliknya yang diikuti dengan putihnya yang berlomba lomba keluar dari lubang Sanzu, membasahi sofa dibawahnya.
“Jangan pingsan dulu. Baru sekali doang, bersihin diri sambil bathroom sex bisa kali?” Rindou berlajan menuju kamar mandi dengan Sanzu yang setengah sadar dalam gendongannya.
Doakan saja Sanzu seperti deodorant. Tahan 48jam 👍🏽
Jangan niru Rindou ya, bad influence dia mah. Pacar bener-bener menimba ilmu malah dihukum kek gitu ckckck.
.
.
.
.
Thank you for reading ^^