aclinomaniaxx

Moonlight

#Moonlight

Sorry for typos^.^

.

.

.

.

.

Nekat. Begitu orang-orang menyebutnya. Tetap pegi ke pantai meskipun cuaca sedang hujan adalah hal ternekat untuk dilakukan.

“Yuk jalan Kak.” Begitu ujar Sanzu setelah memakai jas hujannya dan menaiki jok penumpang Kawasaki w175 milik Rindou.

Motor Rindou melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan yang sepi, ditemani dengan bulir air hujan yang membasahi jas hujan mereka.

“Peluknya mana, Chiyo? Dingin nih” Rindou melirik ke spion motor melihat wajah malu-malu yang barusan ia goda.

Tidak membalas namun Sanzu melingkarkan kedua tangannya di perut Rindou.

“Masih malu-malu ya” Rindou terkekeh gemas dengan tingkah Sanzu.

“Bawel ih, nyetir yang bener.” Sanzu menyembunyikan wajahnya di punggung Rindou. Malu katanya.

Baru sekitar tiga puluh menit mereka berkendara, secara tiba-tiba rintik hujan yang jatuh semakin deras. Melihat ada rest area di depannya Rindou membelokkan motornya guna berteduh.

“Makin deres nih, balik aja apa ya?” Tanya Rindou setelah mereka duduk di bangku yang disediakan di depan minimarket yang ada di rest area tersebut.

“Tapi kalau mau balik udah lumayan jauh gak sih, Kak?” Tanya Sanzu kembali.

“Iya sih agak jauh, ini sejam lagi juga sampe ke pantainya.” Rindou mengambil sebatang rokok dari kotaknya, menyulut api pada ujung batangnya.

“Terserah Kak Rin deh, yang dibonceng manut aja hehehe” Sanzu terkekeh menanggapi.

“Chiyo pengen banget ke pantai?” Hembuskan sisa asap yang mengisi paru-parunya, Rindou kembali bertanya pada Sanzu.

“Pengen hehehe” Sanzu tersenyum seperti anak kecil.

“Yaudah liat aja dulu, kalau hujannya reda kita lanjut.” Putus Rindou akhirnya.

Sanzu mengangguk patuh. Safir-nya memandangi bulir-bulir air yang menetes dengan kaki yang diayunkan seperti anak kecil. Gemas begitu batin Rindou.

“Kak, gue mau jajan deh. Mau nitip apa?” Sanzu bangkit dari duduknya dan bertanya pada Rindou yang masih asik menghisap batang putih itu.

“Sampoerna mild satu sama kopi deh.” Pesan Rindou. Kemudian Sanzu mengangguk paham dan berjalan memasuki minimarket.

Selang beberapa menit kemudian Sanzu datang. Ia jatuhkan beberapa belanjaan yang ada dalam dekapannya keatas meja. Kemudian ia rogoh saku celananya dan menyerahkan sekotak putih Sampoerna mild pada Rindou.

“Kenapa gak minta kantong plastik, Chiyo?”

Kedua alis Sanzu menekuk mendengar pertanyaan Rindou. “Kurangin sampah plastik tau, lagian deket juga.”

Rindou terkekeh gemas. Benar juga begitu pikirnya. Kemudian ia mengeluarkan selembar uang berwarna merah dari dompetnya, inginnya mengganti uang Sanzu namun baru mengeluarkannya dari dompet saja sudah ditolak.

“Gak usah ih, segitu doang” Kata Sanzu sembari membuka penutup kaleng kopi dan mengulurkannya pada Rindou.

Lagi-lagi Rindou terkekeh dibuatnya dan menerima kaleng kopi dari Sanzu.

“Chiyo gak bawa jaket ya?” Tanya Rindou melihat Sanzu hanya menggunakan outer berupa kemeja kotak-kotak dengan warna dasar cream yang melapisi kaos putih yang membalut tubuhnya.

“Bawa kok, dalem tas tapi hehe” Jawab Sanzu sembari menusukkan sedotan pada kotak susu yang dibelinya.

“Dingin gak? Pake jaket gue ya?” Rindou bersiap melepaskan jaket jeans yang ia kenakan namun ia urungkan setelah mendapatkan gelengan dari Sanzu. ‘Pakai saja, gak dingin’ begitu kata Sanzu.

Kemudian mereka habiskan waktu dengan bercengkrama dan memakan beberapa camilan sembari menunggu hujan mereda.

.

.

.

.

.

.

Setengah jam kemudian hujan mereda, tersisa gerimis. Melihat langit sekeliling, awan kelabu yang tadinya menyelimuti kini telah digantikan dengan langit biru dengan semburat oranye. Memberikan secercah harapan bagi Rindou dan Sanzu untuk melanjutkan perjalanan.

“Kenapa dipake jas hujannya?” Tanya Rindou bingung melihat Sanzu memakai jas hujannya kembali padahal hanya gerimis tipis yang tidak akah membasahi pakaian mereka.

“Biar tetep anget, males pake jaket hehe.” Respon Sanzu membuat Rindou menggeleng pelan.

Kali ini tanpa Rindou minta tangan Sanzu melingkar dengan sendirinya di perutnya. Tersenyum tipis, kemudian ia lajukan motornya keluar dari rest area dan kembali memecah jalanan.

Rindou tersenyum melihat bagaimana Sanzu mendaratkan dagu pada pundaknya. Bagaimana Sanzu pejamkan matanya menikmati semilir angin yang membelai paras ayunya, dengan bau basah sehabis hujan memenuhi indra penciumannya. Rindou nikmati itu semua dari spion motornya.

“Harusnya tadi gue bawa mobil Bang Ran, biar gak usah kehujanan kita.” Ujar Rindou memecah hening.

Sanzu merengut. “Gak mau, kalau pake mobil gak bisa peluk gini.” Sanzu sembari mengeratkan pelukannya.

“Oh, udah gak malu-malu ya?” Rindou terkekeh mendengarnya.

“Bawel banget, nyetir yg bener,Kak.” Rindou mengaduh kecil ketika tangan Sanzu mencubit perutnya pelan.

Semakin jauh motornya melaju, semakin jarang mereka temui rumah apalagi lahan komersil. Kanan kirinya hanya ada hutan, ataupun sawah. Rumah penduduk ada namun jarang sekali.

Dimanjakan dengan pemandangan hijau dengan semilir angin yang sejuk membuat Sanzu sedikit mengantuk. Hal itu dilihat oleh Rindou.

“Tidur aja kalau ngantuk, masih jauh juga.” Tawar Rindou tidak tega melihat Sanzu terkantuk-kantuk.

“Gak mauu, mau temenin Kak Rin” Balas Sanzu yang membuat Rindou terkekeh. Tangan kirinya ia lepas dari stang motornya dan beralih mengelus tangan Sanzu yang ada diperutnya.

Seketika rasa kantuk Sanzu hilang digantikan dengan rasa beribu kupu-kupu berterbangan dari perutnya.

Untung saja jalanan sangat sepi sehingga Rindou bisa sedikit nyeleneh melajukan motornya.

Beberapa kilometer setelahnya, bau laut memasuki indra penciuman Sanzu. Dengan semangat Sanzu tolehkan kepalanya ke kiri dan kanan guna melihat dari mana aroma laut ini berasal. Namun yang ia lihat hanyalah hutan dengan bukit bukit dikiri dan kananya. Sedikit kecewa Sanzu lengkungkan bibirnya kebawah.

“Pantainya ada dibelakang bukit itu, Chiyooo. Sabar yaa bentar lagi kelihatan kok.” Ujar Rindou setelah melihat perubahan mimik diwajah Sanzu.

Rindou lajukan motornya agak kencang. Setelah melewati beberapa gundukan bukit dan juga jembatan, bunyi dari deburan ombak semakin jelas dipendengaran Sanzu dengan aroma laut yang juga semakin kuat.

Baru setelah melewati satu jembatan lagi, netra Sanzu dimanjakan dengan warna biru dengan ombak yang bergulung menuju permukan.

Beberapa nama pantai sudah mereka lewati dan sekarang Sanzu bingung mengapa tidak satupun dari itu Rindou tuju.

“Kak, kita mau ke pantai yang mana sih?” Dengan penuh rasa penasaran Sanzu bertanya.

“Lah kan lo maunya liat pantai, sekarang dah liat kan? Yaudah sekarang balik pulang”

Rindou tertawa kencang melihat kedua sudut bibir Sanzu yang melengkung kebawah seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.

“Enggak Chiyooo. Itu didepan kan ada pintu masuk gede, nah itu pantai yang gue maksud.” Ujar Rindou menenangkan Rindou. .

.

.

.

.

.

Setelah melewati pintu masuk dan membayar karcisnya, Rindou mencari tempat untuk memarkirkan motornya. Sepi batin Sanzu ketika melihat hanya motor Rindou yang terparkir disana.

Setelah melipat jas hujannya Sanzu mengikuti langkah Rindou untuk menuruni anak tangga menuju bibir pantai.

Disebelah kiri anak tangga yang ia lewati bisa Sanzu lihat ada sekitar 6 buah pendopo. Ia berpikir Rindou akan mengajaknya duduk disalah satu pendopo itu, namun ternyata Rindou masih melangkah turun kebawah sembari melepaskan jaket jeansnya, menyisakan kaos hitam polos yang membalut tubuhnya.

Hingga akhirnya pada anak tangga terakhir Sanzu bisa melihat hamparan pasir putih dengan banyak pohon kelapa yang tumbuh.

Rindou mengajaknya semakin dekat dengan bibir pantai. Lepas alas kakinya, mereka biarkan dinginnya air laut menyapa kaki. Angin kencang pun menerbangkan helaian pink panjang milik Sanzu dan mullet ungu milik Rindou

“Sini duduk.” Sanzu menoleh dan melihat Rindou yang duduk di atas pasir beberapa meter di belakangnya sembari menepuk ruang kosong di depannya.

Sanzu menerima ajakan Rindou. Ia lepas masker yang menutupi setengah wajahnya. Kemudian Sanzu duduk membelakangi Rindou. Pandangannya masih terarah kedepan.

“Suka gak?” Rindou berucap dengan pelan di telinga kiri Sanzu. Gantian. Kini Rindou lah yang menjadikan pundak Sanzu sebagai tumpuan dari dagunya, dan juga kedua tangan yang melingkar pada perut Sanzu.

Sanzu mengangguk sebagai respon. Safir-nya masih setia memandangi hamparan laut dengan bias cahaya oranye pada airnya.

“Maaf ya jadi kesorean gini, untung masih bisa ngeliat sunsetnya. Ya walaupun udah mau habis sih sunset-nya.” Rindou merasa bersalah karena perkiraannya meleset. Berangkat pukul empat ia kira akan sampai pukul setengah enam, namun karena hujan yang cukup deras perkiraannya meleset satu jam.

Sanzu lihat arloji yang ada di pergelangan kirinya. Pukul 18.30, sangat telat untuk melihat sunset karena matahari didepannya sudah akan tenggelam sepenuhnya.

“Telat sih lihat sunset-nya, tapi kalau lihat moonlight enggak kan, Kak?” Sanzu menoleh kebelakang sebentar, memandangi wajah Rindou sebelum kembali memusatkan pandangan kedepan.

“Mau nginep disini?” Tawar Rindou.

“Ya gapapa sih kalau Kak Rin mau, tadi juga beli jajan sama minum lumayan di minimarket. Tuh ada di tas, cukup lah buat semalem.” Ujar Sanzu menimpali.

Rindou tersenyum tipis mendengarnya. Tanpa persiapan, benar-benar nekat hari ini. “Yaudah agak maleman tinggal naik ke atas bilang ke bapak yang jaga mau nginep, biar tendanya dibersihin dulu.” Untung saja penjaga pantai yang tadi mereka temui tinggal diatas sana, sehingga mendukung rencana gila mereka.

Sanzu mengangguk setuju. Perlahan cahaya oranye hilang digantikan warna kelam dari malam. Bias oranye yang tadinya mewarnai permukaan air kini digantikan dengan bias keperakan dari cahaya rembulan.

Hening. Hanya terdengar deburan ombak dan riak air yang mengisi telinga.

“Chiyo.” Panggil Rindou memecah hening.

“Hmm” Sanzu menoleh kebelakang sebentar dan bergumam pelan sebagai pelan.

Chiyo, maybe i’m not good at words. But after all this time, would you be mine?” Rindou semakin mengeratkan pelukannya pada Sanzu.

Kaget? Tentu saja. Sanzu memang meminta Rindou menjadikannya milik Rindou di tempat dan kondisi yang lebih layak. Namun, tidak ia sangka sekarang lah waktunya. Terlalu cepat memang tapi Sanzu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

“Setelah lo tau semua tentang gue. Berbagai macam kecacatan yang gue punya.You will? Really? Ujar Sanzu dengan suara bergetar.

Huum, i want Haruchiyo Sanzu, only Haruchiyo Sanzu.” Bisik Rindou di telinganya.

Sanzu balikkan badannya kebelakang menghadap Rindou “Then, kiss me. Make me yours.” Ujar Sanzu menatap violet Rindou dalam.

Mendapat izin, tidak mungkin Rindou sia-siakan kesempatan yang dia damba sekian lama. Ia tangkup kedua pipi Sanzu, Rindou bawa mendekat guna menghapus jarak keduanya. Sanzu pejamkan matanya ketika merasakan beberapa kecupan ringan di bibirnya. Kemudian Sanzu kalungkan kedua tanganya pada leher Rindou ketika yang lebih tua mulai melumat belah atas dan bawah milik Sanzu bergantian sementara Sanzu menikmati hangat napas beraroma tembakau yang menyapa wajahnya. Keduanya beradu begitu lembut tanpa nafsu. Saling menyalurkan kasih sayang.

Merasakan nafas Sanzu memberat, Rindou lepaskan tautan mereka. Ia pandangi dua safir yang juga menatapnya sayu. “Punyanya Rin.” Ia kecup pelan kening Sanzu.

Sanzu balas kecup kedua pipi milik Rindou. “Punyanya Chiyo.” Kemudian menarik kedua tangan Rindou mengajaknya menyapa air yang menuju bibir pantai.

Rindou tersenyum melihat bagaimana Sanzu begitu bahagia ditemani cahaya rembulan, bertelanjang kaki, bermain air di hadapannya. Rindou pun berjanji untuk menjaga agar senyum itu tidak hilang dari wajah cantik Sanzu. .

.

.

.

Biarlah Haitani Rindou dan Haruchiyo Sanzu memadu kasih di dalam Asmaraloka milik mereka. Haruchiyo Sanzu yang begitu mendamba kasih sayang dan Haitani Rindou yang siap menghujaminya afeksi sebanyak yang ia mau. Biarlah kini mereka rayakan cintanya dibawah cahaya rembulan, ditemani deburan ombak.


Selesai.

Asmaraloka

23/08/21 – 07/09/21

.