aclinomaniaxx

Sarapan

#Sarapan

Suara bising dari arah dapur membangunkan Rindou dari tidur nyenyaknya, berjalan dengan santai karena sekali pun itu maling dia jago beradu tinju dan memiliki banyak waktu untuk meladeni maling tersebut karena jadwal kuliahnya baru dimulai di siang hari nanti.

Violetnya melotot kaget ketika melihat sosok bersurai perak panjang sedang sibuk memunguti barang yang berserakan di lantai dapur dengan satu tangan. Rindou mendekat untuk memastikan bahwa itu benar-benar teman satu kontrakan yang sering mencari gara-gara padanya.

“Zu? Beneran lo kan?” Sanzu tersentak kaget mendapati presensi orang lain di dekatnya.

“Ya iya beneran gue, ngapa? Takut ya lo hahahah pasti lo ngira gue setan kan? Eiyyy pedelpop penakut.” Setelah menjulurkan lidahnya meledek, Sanzu kembali memunguti perabotan yang berserakan di lantai dan kembali ia letakkan pada tempat asalnya.

“Ya bukan gitu, kaget aja kan kemaren lo gak ada di kontrakan, gue kira lo beneran ngungsi.” Rindou menyender bersidekap dada pada pinggiran meja makan, memperhatikan Sanzu yang sibuk menata perabotan.

Rindou menatap Sanzu bingung, kini pemuda dengan surai perak yang dikuncir tinggi dengan model ponytail itu menghisap jari telunjuk kanannya dengan sesekali meringis.

“Luka, zu?” Rindou mendekati Sanzu dan menarik tangan kanannya mengundang ringisan sang empunya.

“Kok bisa sih? Duduk disini dulu, gue ambilin obat merah bentar.” Setelah mendudukkan Sanzu dikursi meja makan, Rindou berlari mengambil kotak P3K yang ada di bawah tangga lantai dua.

Tidak butuh waktu lama, Rindou sudah kembali dengan kotak P3K ditangannya. Ditariknya satu kursi di sebelah Sanzu, tangan kekar Rindou terulur untuk membersihkan luka di tangan Sanzu dengan kapas dan juga cairan antiseptic. Sanzu refleks menarik tangannya ketika perih menjalar.

“Lo habis ngapain sih sampe luka gini?” Rindou bertanya namun tak menghentikan treatment-nya pada luka Sanzu.

“Y-ya gue laper, gue nyoba masak kan ya baru juga mau ngupas bawang ehh kena pisau.” Rindou menggeleng mendengar jawaban Sanzu, diikatnya kasa yang membalut luka Sanzu yang sudah ia beri obat merah dengan sedikit kencang, takut terlepas nantinya.

“Gue gofood sarapan, ya zu?” Tanya Rindou yang diberi gelengan kecil oleh Sanzu.

“A-anu, sebenernya gue tadi bikin nasi, jadi kok nasinya. Ketimbang mubazir, gue goreng telor aja ya?” Ujar Sanzu lirih sembari tundukkan kepalanya menatap kasa yang Rindou balutkan pada lukanya.

Rindou terkekeh pelan. Dorong mundur kursinya, Rindou melangkahkan kakinya menuju kulkas yang terletak persis di hadapannya. Dua telur ayam Rindou ambil dan bawa dirinya kedepan kompor.

“Udah lo duduk aja disitu, masak telor juga gue bisa.” Sanzu menoleh memandangi Rindou yang membelakangi dirinya dan terlihat sibuk didepan kompor. Pipi gembil Sanzu bersemu merah ketika menyadari bahwa Rindou hanya mengenakan celana panjang berwarna abu-abu, otot kekar di punggung lebar milik Rindou terpampang jelas dihadapannya.

“Mau diceplok doang apa didadar, zu?” Rindou menoleh menunjukkan ekspresi bingung ketika Sanzu malah gelagapan dan memalingkan wajahnya.

“Hah? C-ceplok aja deh biar gak ribet.” Sanzu menjawab tanpa menoleh kearah pemuda dengan surai serupa es krim paddlepop itu.

Takut kepergok lagi, Sanzu menempelkan kepalanya pada meja makan, memandangi jarum jam yang berputar dalam diam.

Lima menit Sanzu rasa telah berlalu, sebuah piring tersaji disampingnya membuyarkan lamunannya, dan sialnya entah mengapa kedua netra miliknya malah memandang ke arah otot perut Rindou yang terbentuk sempurna bukan malah memeriksa hasil pekerjaan pemuda tersebut apakah telornya digoreng dengan sempura ataukah gosong.

“Kalo kurang nasinya, lo ambil sendiri ya.” Rindou dengan santainya duduk disebelah Sanzu dan memakan sarapannya dengan tenang.

“M-makasih Rin. Cukup kok segini.” Tak biarkan fokusnya terpecah lagi, Sanzu juga mulai memasukkan suapan demi suapan ke dalam mulutnya.

“Libur lo?” Hening beberapa saat lalu terpecah ketika Rindou melempar pertanyaan pada Sanzu setelah menghabiskan sarapannya.

“Oh enggak, kelas siang gue.” Sanzu menimpali seadanya

“Berangkat sama temen?” Sudut bibir Rindou teangkat melihat bagaimana lucunya Sanzu ketika megunyah makanan.

“Sama ojol kali, biasanya kan nebeng Hanma atau gak Baji yaa berhubung orangnya gak ada yaudah ojo-

“Sama gue aja, gue juga kelas siang.” Ucapan Sanzu terpotong oleh ajakan Rindou secara tiba-tiba.

“Ehh gak usah, takut ngerepotin.” Sebenarnya tidak ada ruginya jika ia berangkat bersama Rindou, untung malah uang jajannya tidak terpotong tapi entah mengapa Sanzu menolaknya, Sanzu tidak tahu alasannya tapi yang jelas dia harus menolaknya.

Rindou bangkit dari duduknya dengan terkekeh geli. Tungkai panjangnya melangkah menuju tempat untuk mencuci piring tanpa menunggu Sanzu selesai terlebih dahulu.

“Udah si bareng gue aja, sekalian hemat, ok?” Setelahnya hanya terdengar suara kran air yang dinyalakan dan suara dari beberapa perabotan yang ditumpuk.

Terlalu larut dalam pikirannya Sanzu tidak menyadari Rindou sudah selesai dari kegiatan mencuci piringnya. Tangannya terulur untuk memasukkan satu suapan terakhir ke dalam mulutnya, akhiri sarapannya.

“Lo cakep deh kalo lagi kalem gini.” Rindou mengeringkan tangannya dengan kain bersih yang tergeletak diatas kulkas.

“Hah?” Sanzu membalik badannya guna melihat Rindou, menatap Rindou dengan raut wajah tidak santai miliknya.

“Engga, gak penting hahaha lupain aja. Gue ke kamar duluan ya, nanti kabarin aja kalo udah mau berangkat.” Rindou melempar senyuman tipis dan meninggalkan Sanzu yang kini terbengong di meja makan.

Tidak. Bukannya Sanzu tidak mendengar apa yang baru saja Rindou katakan, sangat jelas malah terdengar di telinganya. Penyataan yang keluar dari belah bibir Rindou membuat Sanzu membeku dan tidak tahu harus merespon apa.