#Saturday Night .
.
. Sorry for typos ^^
Sebelumnya aku mau minta maaf kalau narasi ini kepanjangan ya dan minta maaf banget kalau narasi ini gak ngefeel di kalian. Selamat membaca ^^
Pukul 19.00 suasana bising menghiasi rooftop kontrakan mereka. Di bawah langit malam yang cerah dengan gemerlap bintangr, beberapa anak Adam sibuk berkutat dengan kegiatannya masing-masing.
Di bagian tengah sebagai spot yang dipilih mereka untuk tempat makan nanti ada Mikey yang menggelar karpet dan juga ada beberapa perabotan yang menunggu untuk di-lap dengan kain bersih guna menghilangkan debu yang menempel.
Suara penyumbang bising paling keras berasal dari spot di pojok kanan dekat pembatas rooftop. Disana terlihat Hanma dan Baji sibuk saling melempar guyonan dan makian, oh atau mungkin lebih tepatnya Hanma yang merecoki Baji yang sedang berkutat dengan arang di alat pemanggang.
“Ji, gimana sih lama bener ini nyala apinya. Aduh cacing gue udah demo sampe bakar ban ini di dalem perut gue.”
“Ya sabar tot, gak liat lo anginnya kenceng banget dari tadi? Dari tadi juga udah gue coba ini.” Satu tangan dari lelaki berambut gondong yang dikuncir dengan model ponytail tinggi itu mengusap keringat yang meleleh menuruni pipinya, meninggalkan bekas cemong hitam disana.
“Yaudah, sini gue bantu wkwkwk gabut bener gue dari tadi cuma isengin lo doang.” Hanma hanya terkekeh kecil atas respon yang diberikan oleh temannya itu. Sebatang nikotin yang sudah terbakar setengah dihisapnya, lalu buang kebulan asap yang berhasil kotori paru-parunya melalui belah bibirnya.
“Enak aja gabut, mending lo kerjain ini ketimbang recokin Baji mulu.” Belum sempat Baji membalas, Kazutora datang dengan beberapa pelepah daun kelapa dan sebaskom besar yang diyakini berisi ayam dan ikan yang sudah dimarinasi.
“Eh ayang, heheheh iya sini aku kerjain.” Hanma mengambil baskom dan pelepah yang dibawa Kazutora, dan duduk bersila di samping Baji mulai mengerjakan bagiannya.
“Kerjain yang bener!” Seru Kazutora sebelum menginggalkan mereka dan bergabung ke tengah bersama Chifuyu yang berkutat dengan sayur lalapan serta Mikey dengan perabotan yang harus ia bersihkan.
Baji terkekeh geli melihat Hanma yang langsung menurut dengan ucapan Kazutora tanpa bantahan sedikitpun. Kalimat ‘Mampus lo’ ia ucapkan kepada Hanma dan dibalas dengan pukulan main-main di kakinya oleh Hanma.
Ketika semua sibuk berkutat dengan bagiannya masing-masing terdengar langkah kaki tergesa menaiki tangga. Sanzu datang menghampiri Kazutora yang duduk di samping Mikey dan Chifuyu, tangannya mengupas mentimun dengan telaten.
“Mami, cobain dong dah enak belum nih sambelnya.” Sanzu membawa cobek besar dengan kedua tangannya dan meminta Kazutora untuk mencoba sambal yang ia buat. Sedikit kurang yakin dengan racikannya, ia yakin ada yang kurang namun Sanzu kurang yakin apa itu; maka ia akan meminta saran kepada Kazutora yang menyandang gelar malewife di kontrakan.
“Udah enak sih zu, cuma kurang gula merah dikit. Eh zu, sekalian gorengin terong ama kubisnya bentar ya” Ujar Kazutora setelah mencoba sambal yang ia colek dengan jari kelingkingnya
Mengangguk paham, Sanzu kembali turun ke dapur guna menyempurnakan sambal buatannya dan juga tugas tambahan yang diberikan. Hilangnya Sanzu, digantikan dengan kehadiran kakak-adik Haitani dengan satu tangan mereka menenteng kantong belanjaan.
“Widihhh belanja lagi, bang? bawa apa tuh?” Tanya Baji penasaran.
“Bawa sirup sama soda sih. Gak mungkin Cuma ngandelin minuman dari Koko doang kan. Terus ini ada snack juga, mumpung malem minggu gas aja sih sampe pagi wkwkwk.” ujar Ran sembari menyerahkan kantong belanjaannya kepada Kazutora.
“Btw, apa nih yang bisa gue bantu?” sebatang tembakau Ran ambil dari kotaknya, dijepit diantara belah bibirnya dan biarkan pemantik membakar ujungnya sembari berjalan kearah Baji dan Hanma.
“Bantu gue dah, bang. Tai banget nih apinya belom nyala juga. Saya sudah berusaha semaksimal mungkin.” Ujar Baji putus asa dengan sebatang Djarum hitam yang terselip diantara telunjuk dan jari tengahnya.
“Dih apaan, gak gak bantu gua aja, bang. Apa gak kasian lo lihat ikannya dianggurin dari tadi, bang? Kata gue kurang belaian sih itu, asli susah bener ni nganu ayamnya, bang.” Hanma berujar dengan tatapan memelas kepada Ran.
“Yaelah bawel amat lo, biarin si abang bantuin Baji kan ada gue juga.”
“Hehehe cayank kamu adek ipar.” Hanma terkekeh kecil melihat Rindou yang duduk dihadapannya dan tanpa banyak omong langsung mengambil satu pelepah daun kelapa yang sudah Hanma belah menjadi dua bagian setengah batangnya dan menjepit dua ikan di sela-selanya kemudian mengikat ujungnya dengan tali. Hanma curiga bahwa Rindou pernah bekerja sebagai penjual ikan bakar, setelah melihat betapa lihainya seorang Rindou Haitani. .
.
.
. Beberapa waktu berlalu semua sudah hampir selesai, hanya kurang satu ayam setengah matang yang masih dipanggang oleh Ran dan Baji. Berbeda dengan Ran dan juga Baji yang masih sibuk dengan urusannya, yang lain sudah duduk melingkar di karpet yang sudah digelar oleh Mikey tadi.
Di hadapan mereka ada ayam dan ikan bakar yang sudah pasti mengugah selera, juga ada nasi panas dengan kepulan uap panas diatasnya, tidak lupa juga dengan berbagai macam sayur lalapan seperti: kubis goreng, terong goreng, daun kemangi, mentimun dan juga kacang panjang terjejer rapi disebelah cobek besar berisi sambal buatan Sanzu. Tidak lupa juga dengan es sirup dan juga soda yang akan memuaskan dahaga mereka. Sial sekali masih ada satu ayam yang belum matang, jadi mereka harus menunggu lebih lama lagi untuk mengeksekusi hidangan di hadapan mereka.
Mengalihkan perhatian, mereka memutuskan untuk berbincang santai ala anak muda dengan selingan guyonan receh yang dilontarkan oleh Hanma. Beberapa menit kemudian perbincangan mereka harus terhenti karena satu ayam yang mereka tunggu kini telah bergabung dengan teman-temannya disana, pun juga dengan Ran dan Baji yang kini masuk ke dalam lingkaran yang mereka buat.
“Gak usah banyak bacot ya, udah langsung sikat aja sih ini.” Ujar Sanzu setelah mematikan esse berry pop miliknya kedalam asbak. Ucapan Sanzu menjadi dorongan bagi mereka semua untuk mengeksekusi hidangan yang mereka buat dengan jerih payah mereka.
Jika normalnya orang makan akan diam untuk menuntaskan rasa lapar mereka, namun hal tersebut tidak berlaku bagi beberapa anak adam ini, dimulai dari Hanma dan Baji yang terlihat berebut untuk mendapatkan sepaket jeroan ayam yang sudah dipisahkan oleh Chifuyu. Ada juga Mikey yang menangis karena duri ikan yang menggores lidahnya. Juga bagaimana Kazutora mengamuk karena Sanzu mengambil kubis goreng dari piringnya.
“Racikan bumbu ayang Kajut emang gak pernah mengecewakan deh, marinasinya mantap terus bumbu bakarnya juga gak kalah mantap. Aa halalin besok ya?” Hanma memuji bumbu yang Kazutora buat, tanpa bumbu dari Kazutora tidak mungkin ayam dan ikan bakar mereka bisa seenak ini.
“Bener, emang pinter cantiknya Kak Ran.” Ran mengiyakan perkataan Hanma dan melempar senyum manis ke arah Kazutora.
“Makasih, kak.” Kazutora tersipu malu.
“Lah gue mana woi? perasaan yang muji duluan gue?” Hanma protes tidak terima.
“Makan yang bener ya PK ku sayang, gak usah bawel nanti kamu keselek.” Kazutora menuangkan secentong nasi lagi ke piring Hanma, paham akan porsi kuli pacarnya.
“Eh tapi ini sambelnya enak banget dah, lo juga yang buat jut?” Tanya Rindou sembari menambahkan sesendok sambal lagi ke piringnya.
“Oh bukan, Rin. Itu sambel Sanzu yang buat.” Balas Kazutora dan Rindou hanya ber'oh ria menanggapi.
“Apa lo rambut pedelpop? gak terima?” Sungut Sanzu yang dibarengi juga dengan lirikan sinis kepada Rindou.
“Apa si ini orgil kan gue dah bilang enak. Sensi mulu lo perasaan ama gue.” Rindou melemparkan daun kemangi pada Sanzu yang ada di seberangnya, namun meleset karena Sanzu berhasil menghindar.
“Nyenyenye brisik lo pedelpop” Sanzu menjulurkan lidah mengejek. Bosan dengan pertengkaran mereka yang terus-menerus terjadi, Rindou hanya memutar bola matanya malas.
Chaos baru selesai beberapa jam kemudian ketika mereka sudah selesai dengan piring mereka masing-masing. Paham akan acara yang berlangsung selanjutnya Chifuyu serta Mikey pamit dan menyanggupi untuk membereskan kekacauan mereka.
Chifuyu dan Mikey membawa semua perabotan turun kebawah kecuali piring dengan diameter cukup besar yang masih berisi seekor ayam dan juga tiga ekor ikan kakap berukuran sedang; untuk menemani malam mereka katanya.
“Hanma lo ngapain masih goleran disini anjing, cepet ambil minumannya cok.” Ujar Sanzu tak sabaran.
“Iyaa ini gue ambil, sabar kek orgil perut gue masih penuh ini.” Hanma bangkit dari posisinya dan turun ke lantai dua untuk mengambil minuman yang Sanzu tunggu-tunggu.
Tidak butuh waktu lama, Hanma sudah kembali dengan membawa beberapa gelas sloki dan juga tiga botol minuman dengan label yang berbeda.
Tidak sabaran Sanzu membuka satu botol Cognac dengan label Martell Cordon Bleu, dituangnya carian berwana coklat pucat itu hingga penuhi gelas sloki miliknya, kemudian satu sloki penuh Cognac Sanzu habiskan dalam sekali tegakan dan timbulkan rasa panas pada tenggorokannya. Begitu terus berlanjut dengan sloki sloki berikutnya hingga Sanzu rasakan berat pada kepalanya.
“Aaaaaaaaaaaa Mucho brengsek.” Maki Sanzu setengah sadar.
“Jiakhhhh udah mulai teler bocahnya.” Baji terkikik geli melihat Sanzu yang perlahan mulai kehilangan kesadarannya namun tidak berhenti untuk mengisi sloki-nya dengan Cognac.
“Mang napa si bang Mucho, zu? Bukannya kemaren lusa lo abis jalan ama Mucho?” Hanma memancing Sanzu untuk bercerita.
“Dah putus, kemaren gue mergokin dia ciuman di parkiran FMIPA sama si Nahoya kribo oren.” Lirih Sanzu dengan air mata yang mulai meleleh basahi pipinya.
“Aduh zu, jangan nangis dong jangan sedih, besok gue bogem dah bang Mucho biar kapok.” Baji panic melihat rekannya yang biasa menjadi orgil 24/7 itu menangis.
“Emang berani, Ji?” Tanya Ran setelah menegak kembali satu sloki Jack Daniel’s yang sedari tadi ia bagi dengan Rindou dan Hanma.
“Heheheh enggak sih bang.” Baji terkekeh canggung sembari merampas sebotol Absolut Vodka yang dibawa Kazutora.
“Shhhh udah gak usah lo tangisin cowok brengsek gitu, bagus deh udah lo putusin pasti nanti dia nyesel dan lo pasti dapet pengganti yang lebih baik dari si Mucho botak itu.” Kazutora yang tepat berada di sebelah Sanzu menarik Sanzu mendekat dan merengkuh Sanzu dalam pelukannya, biarkan air mata Sanzu basahi pundaknya.
“Atuhlah, zu jangan sedihh, orgil squad is nothing kalo lo sedih, zu. Gak usah nangisin orang jelek kata gue mah.” Hanma menepuk kepala Sanzu yang ada di pelukan Kazutora.
“Huhuhuhu iyaa enggak nangis lagi.” Sanzu melepaskan diri dari pelukan Kazutora dan mengelap air mata yang basahi pipinya. “Makasih ya kalian, lof yu ol.” Sambungnya lagi.
“Nah gitu dong, sabarin aja, zu nanti lo pasti dapet yang lebih dari si Mucho.” Ran mengambil sebotol Martell Cordon Bleu yang ingin Sanzu tuang lagi. “Bagi kali, gue juga pengen ngerasain Cognac gimana.” Sambung Ran setelah berhasil merebut botol *Martell Cordon Bleu yang tersisa setengahnya.
Begitulah mereka menghabiskan malam minggu dengan batang-batang nikotin yang mengotori paru-paru, ditemani oleh tiga botol minuman memabukkan yang membakar tenggorokan dan mengikis kesadaran mereka, pun juga dengan celotehan Sanzu tentang mantannya serta guyonan Baji dan juga Hanma yang selaras. Lima dari mereka benar-benar hanyut dalam euphoria yang mereka ciptakan namun tidak dengan satu orang lagi yang sedari awal Sanzu menangis tidak pernah mengalihkan sepasang violetnya dari pemuda bersurai perak panjang yang ia yakini sudah dimabuk minuman yang Hanma bawa. .
.
.
.
.
“Rin, aduh bawa Sanzu kebawa ya? kuat kan lo? udah teler banget ini bocahnya, kamar lo ama dia kan hadap-hadapan tuh, ini Hanma sama Abang lo biar Baji sama gue aja deh yang bawa. Lo urus Sanzu aja ok?” Rindou mengangguk paham dan memapah Sanzu turun ke lantai bawah, menghiraukan celotehan jorok Hanma yang mengajak Kazutora untuk melakukan drunk sex setelah ini.
Sampai pada anak tangga terakhir Rindou menarik napas sejenak, memapah orang mabuk menuruni anak tangga tidak semudah yang ia kira; belum lagi rancauan Sanzu yang memaki mantan pacarnya itu membuat telinganya panas.
Rindou lanjutkan langkahnya untuk membuka pintu kamar Sanzu. Berantakan adalah satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan kondisi kamar Sanzu saat ini. Selimut dan beberapa bungkus makanan ringan yang berserakan di lantai, tissue bekas dan juga minuman kaleng yang dibiarkan menumpuk di sudut kamar semakin menambah kesan berantakan bagi kamar Sanzu.
Tidak ingin larut dalam pikirannya mengenai ‘Apakah memang seperti ini kondisi kamar milik orang yang putus cinta?’ Rindou membaringkan sang empunya kamar di ranjangnya. Setelah dipastikan posisinya sudah pas, tangan Rindou terulur mengambil selimut untuk dipasangkan kepada Sanzu.
Tak memiliki alasan lagi untuk berada didalam sana, Rindou mengambil langkah keluar. Ditutupnya kembali pintu kamar Sanzu dan langkahkan kakinya untuk kembali ke kamarnya yang berada di seberang posisinya sekarang ini.
Setelah membersihkan diri, Rindou merebahkan tubuhnya pada ranjang miliknya. Rindou tidak mabuk, tentu saja setengah botol Jack Daniel’s tidak bisa membuatnya mabuk, namun entah kenapa pikirannya berkelana entah kemana. Rindou ambil sebatang Sampoerna mild dari bungkusnya, berharap beberapa hisapan bari batang nikotin itu mampu menenangkan dirinya, namun nyatanya Rindou tetap terjaga hingga fajar datang menyambut; masih berkutat dengan pemikiran yang entah apa itu Rindou tidak tahu.