aclinomaniaxx

Scandal

#Scandal

cw/ genderbaned, semi public sex, blowjob, breast play, harsh words, degrading, fingering, overstimulation, rough sex,vagina licking, clit play, cunt slaping, unprotected sex, squirting, etc.

Sorry for typos^^

Enjoy......... .

.

.

.

.

.

“JANCOKK” Makian yang keluar dari belah bibir semerah darah itu dibarengi dengan bantingan tas berisi laptop di meja kantin itu mengundang tatapan ngeri dari teman-temannya.

“Kenapa sih, Zu? gue tau lo kaya, tapi ya gak dibanting-banting gini”. Pertanyaan dari perempuan cantik yang biasa dipanggil Inupi itu tak diindahkan olehnya.

“Kenapa? Gak dapet kontol yang muasin lubang lo semalem?” Kazutora terkikik geli menjahili pelaku kegaduhan beberapa saat lalu yang kini terduduk dengan raut masam diwajahnya.

“Kazu gak boleh gitu, ada apa sih Zu? gue liat-liat bete banget.” Imaushi Wakasa, perempuan bersurai corak zebra yang digadang-gadang sebagai kembaran tak serahim Kazutora itu ikut bertanya.

“Bayangin deh, lo apa gak gila jadi gue? Tugas statistik gue dikasi D lagi anjing sama Pak Rin. Udah dua kali loh, bisa gak lulus gue kalo begini caranya. Salahnya gue dimana sih? kan tugas kita berempat sama, kok cuma gue doang yang dapet D sedangkan kalian enak banget dapet B”. Dengan muka yang memerah menahan tangis perempuan yang dipanggil Sanzu itu mencurahkan keluh kesahnya.

“Pak Rin tau kali lo cuma nyalin tugasnya Inupi? eh tapi gue sama Waka kan sama ya, lo yakin gak salah setor tugas Zu?” Tanya Kazutora memastikan.

“Enggak fuck, nih lihat, statistik kan matkulnya Pak Rin doang ya kali salah setor tugas.” Balas Sanzu sembari melemparkan kertas yang sudah tidak berbentuk akibat diremas terlalu kuat ke meja kantin.

“Yaudah mending Sanzu habis makan siang nemuin Pak Rin ke ruangannya, tanya baik-baik. Siapa tau Pak Rin keliru.” Ujar Inupi memberi saran.

“Gak mau ish, ngapain nemuin Pak Rin jelek males banget.” Sanzu mengusap air mata yang leleh menuruni pipinya.

“Buat mastiin bego, ketimbang lo marah-marah disini gak ada untungnya juga kan. Mending lo temuin beliau langsung minta kejelasan salah lo dimana.” Ujar Kazutora menambahi.

“Harus banget nih?” Sanzu menatap ketiga temannya seperti anak kucing yang akan dibuang ke jalanan.

“Iye ah dah gak usah nangis, muka muka lonte kek lo gak cocok nangis.” Canda Kazutora sembari menggeser semangkuk soto ayam dan segelas es jeruk kehadapan Sanzu.

“Dimakan dulu, Zu. Biar ada tenaga pas ketemu Pak Rin sehabis ini.” Sanzu mengangguk mengiyakan perkataan Wakasa. Satu suapan kini masuk ke dalam organ pencernaannya.

“Gini caranya gue nyerah aja deh dapetin Pak Rin, beruntung banget deh Kazu bisa dapetin Pak Ran sama Presma kita si Hanma, Waka juga adem ayem banget sama Pak Takeomi, Nupi apalagi udah mau tunangan aja sama Pak Koko. Udah deh gue nyerah aja, bukannya pacaran yang ada gue ngulang matkul Pak Rin deh.” Sanzu menghela napas panjang meratapi nasibnya.

“Rahasia gue mah ya gitu, kuat-kuatin aja di ranjang hehe.” Kazutora terkekeh geli dengan ucapannya sendiri.

“Lonte behavior banget.” Wakasa melempar sendok ke arah Kazutora.

“Tau tuh, temennya lagi sedih bisa-bisanya ngasih saran perlontean.” Sanzu ikut menimpali Kazutora.

“Oke kata orang yang abis diewe Pak Takeomi di toilet minggu lalu sama orang yang tiap malem sange bayangin dirinya dilecehin Pak Rin.” Balas Kazutora sarkas.

“Hush udah-udah. Doain aja semoga lancar urusannya Sanzu sama Pak Rin habis ini.” Tidak ingin telinganya panas mendengar ocehan tidak jelas, Inupi menengahi mereka.

“Emang Inupi terbaik deh.” Buru-buru Sanzu tenggak habis es jeruknya, sedikit serak kerongkongannya habiskan semangkuk soto yang dipesankan temannya.

“Dah, dah gue mau keruangan Pak Rin dulu, wish me luck bestie.” Sanzu mengecup pipi ketiga temannya, sampirkan totebag dibahunya, dan langkahkan kedua tungkainya sedikit tergesa menuju ruangan dosen yang ingin ditemuinya.

Ucapan 'Semangat Sanzu' yang samar terdengar dari ketiga temannya ia balas hanya dengan lambaian tanpa menengok kebelakang.


Setelah keluar dari kantin, Sanzu melangkah menuju gedung khusus ruang dosen yang terletak di belakang gedung KBM fakultasnya. Langkah Sanzu berhenti pada suatu ruangan bagian paling pojok disebelah kiri.

'tok tok tok'

Diketuknya pintu bercat putih berisikan papan nama yang bertuliskan 'Haitani Rindou'. Sanzu tidak sabar menunggu respon dari empunya ruangan.

Setelah terdengar perintah 'Masuk' dari dalam barulah Sanzu berani membuka gagang pintu ruangan tersebut. Baru saja satu tungkai melangkah memasuki ruangan, gerakan lainnya terpaksa harus terhenti karena dikagetkan oleh ucapan dosennya.

“Oh ayam kampusnya FISIP, ada apa datang ke ruangan saya?”

Sanzu rasakan kakinya berubah menjadi jelly ingin tumbang seketika usai mendengarkan perkataan dari dosen muda tersebut.

Pardon, sir?”

“Loh bukan? Tapi kan setiap datang ke kelas saya kamu selalu pakai kemeja transparan sama rok atau celana ketat, mana ada mahasiswa baik-baik yang ngumbar tete sama bokong kemana-mana. Jelas ayam kampus sih itu.” Detik ini juga Sanzu menyesali keputusannya mengikuti saran Kazutora untuk berpakian sedikit terbuka untuk menarik perhatian dosen muda yang kerap disapa Pak Rin itu.

Lidah perempuan bersurai perak sepunggung itu kelu tidak bisa membalas ucapan dosennya. Besar niatnya membalikkan badan dan kabur dari sana, namun seluruh sendinya kaku tidak mau menuruti keinginannya.

“Kenapa bengong? Sini masuk, kunci pintunya sekalian.” Entahlah, Sanzu tidak habis pikir mengapa tubuhnya lebih merespon perintah dosen muda tersebut ketimbang dirinya sendiri.

Baru saja tangan rampingnya ingin menarik kursi kosong yang ada di ruangan tersebut ingin dudukkan bokongnya disana, lagi-lagi harus terhenti karena ucapan dosennya.

“Kenapa duduk disana? Sini duduk dipaha saya, lacur kan kamu?” Ingin Sanzu menyangkalnya namun tidak sepatah kata pun bisa keluar. Ini kali pertamanya mereka bercakap langsung secara empat mata, namun Sanzu benar-benar bingung kenapa bisa dosen muda yang terkenal disiplin dan menjunjung tinggi sopan santun itu saat ini tidak lebih seperti penjahat kelamin yang siap melecehkannya kapan saja.

Sorry,sir, but i-

“Kesini.” Suara berat dengan nada sedikit tinggi berhasil menyiutkan nyali seorang Haruchiyo Sanzu, tanpa bantahan lagi segera ia melangkah mendekat, duduk mengangkangi paha sang dosen muda.

Tidak berhenti sampai disana keterkejutan seorang Haruchiyo Sanzu. Kemeja berwarna cream oversized miliknya yang sedikit transparan itu dirobek tanpa peringatan oleh dosennya dan menjadi perca yang tergeletak tak berarti di lantai ruangan tersebut. Tangannya refleks menyilang menutupi tubuh atasnya yang terekspos memperlihatkan dua gundukan besar yang hanya tertutupi bra hitam berenda.

“Begini lebih pantas.” Dosen muda bernama Rindou Haitani menyandarkan tubuhnya santai pada kursi kerjanya dengan kedua tangan yang melingkari pinggang mahasiswi yang berada di pangkuannya; menahannya agar tidak jatuh. Manik violetnya tidak bisa berhenti menatap dua gundukan besar yang tersaji di hadapannya.

“Jadi, ada urusan apa kamu datang ke ruangan saya?” Sudut bibirnya sedikit terangkat melihat raut wajah sosok dipangkuannya; penuh ketakutan dengan air mata yang berusaha mendesak keluar dari pelupuknya.

Belah bibirnya terkatup rapat tidak berani menjawab. Bukankah inilah yang difantasikannya tiap malam? Dilecehkan oleh seorang Rindou Haitani, lantas mengapa sekarang tubuhnya bergetar ketakutan?

“Kalau ada orang bertanya itu dijawab, cantik. Pakai lipstick merah merona gini ke kampus biar apa? Biar dicipok rame-rame?” Ibu jari milik lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya itu bergerak keatas bmengusap pelan bibirnya; menggeser letak pewarna merah yang menghiasi kedua belah ranumnya, merembet menyamarkan salah satu bekas luka di sudut bibirnya.

“Jadi?” Satu alisnya terangkat naik meminta penjelasan dari Sanzu.

“S-sudah dua tugas saya mendapat nilai D. Jika memang tugas s-saya salah, apa ada tugas susulan untuk memperbaiki n-nilai saya?” Terang Sanzu menyampaikan niat awalnya dengan sedikit terbata.

“Kenapa? takut mengulang di matakuliah saya ya?” Tidak menjawab, namun Sanzu mengangguk cepat sebagai respon. Nyali Sanzu yang dari awal sudah menciut kini makin menciut melihat seringaian serta tatapan indimidasi dari lawan bicaranya.

“Gak salah sih, sebenarnya saya iseng aja. Lagian kenapa kamu takut ngulang? bukannya suka ketemu saya? Katanya juga pengen dilecehin sama saya, hm?” Rindou tersenyum remeh melihat raut terkejut Sanzu.

“Kaget saya bisa tau? makanya kalau ngobrolin orang itu dirumah, bukannya di toilet kampus dengan suara yang bisa kedengeran sampai ke ruangan sebelah.” Hilang sudah harga diri seorang Haruchiyo Sanzu, pikirannya blank enatah apa yang harus dilakukannya sekarang ia tak tahu. Haruskah ia meminta maaf?

“Mau nilainya saya benerin?” Tanpa basa-basi Sanzu mengangguk semangat mengiyakan.

“Sepongin saya dulu. Kalau jago, nilai kamu aman.” Penawarannya tidak mendapat respon dari perempuan cantik dipangkuannya.

“Gak mau?” Tanya Rindou sekali lagi yang mendapat gelengan kecil dari lawan bicaranya.

Kepalang takut tidak lulus mata kuliah, Sanzu turun dari pangkuan lalu bersimpuh diantara kedua kaki dosennya. Wajahnya ia dekatkan ke selangkangan yang lebih tua, gunakan giginya tuk tarik zipper celana kerja berwana hitam itu kebawah, kemudian keluarkan ereksi yang bersembunyi dibalik boxser dengan warna senada pula.

Lidahnya bergerak jilati pangkal hingga ujung kelelakian besar dan panjang itu dengan lihai seperti seorang profesional. Dihisapnya kepala yang memerah itu hingga pipinya mencekung, tidak lupa dengan lidah yang bermain pada lubang kecil di pucuknya mengundang geraman di atas sana.

Dibuka mulutnya semakin lebar guna perdalam hisapannya, satu tangannya pijat batang kelelakian yang tidak masuk sepenuhnya sedangkan satunya lagi meremas main-main bola kembar yang menggantung di bawah sana.

Tidak puas dengan tempo yang diberikan, tangan beruratnya terulur untuk menjambak helaian perak yang terurai bebas. Ditahannya kepala Sanzu untuk tanamkan seluruh batang kelelakiannya, kemudian gerakkan pinggulnya sesuai dengan tempo yang diinginkannya; begitu kasar dan tidak beraturan. Abaikan Sanzu yang tersedak beberapa kali hingga memerah wajahnya dengan air mata yang mengalir basahi pipinya.

Jambakan pada helaian perak itu semakin kencang ketika dirasa puncaknya semakin dekat. Dorong kepala Sanzu untuk hisap semakin dalam hingga hidung bangirnya bersentuhan langsung dengan rambut pubisnya, ditahannya berapa lama pastikan cairan putihnya tertampung sempurna didalam sana.

“Telan.” Titahnya tak ingin dibantah.

Suara orang tersedak terdengar nyaring di ruangan itu, Sanzu seka cairan putih yang meluber keluar menetesi dagunya. Diatapnya yang lebih tua dengan pandangan sayu dari bawah sana, penasaran akan reaksi yang diberikan.

“Apa lihat-lihat? Kurang jago ah nyepongnya. Duduk sini lagi.” Bibirnya melengkung kebawah, kecewa tidak bisa puaskan sosok dihapannya yang berarti nilainya juga masih belum aman.

Begitu Sanzu duduk kembali di pangkuannya, ia benamkan kepalanya di belah dada sang puan. Kedua tangannya naik keatas meremas dua belah kembar itu dari samping,mengundang desahan tertahan dari pemiliknya.

Bibirnya pun tak tinggal diam, berikan kecupan kepu-kupu serta hisapan kecil hingga dua gunung besar itu dipenuhi banyak bekas kemerahan yang akan tinggal untuk beberapa hari kedepan.

Merasa kurang puas dengan hasil karyanya, satu tangan kekar itu menjangkau pengait bra yang ada di belakang. Buka pengaitnya dan biarkan bra hitam itu mendarat di lantai.

“Gede banget, udah diremes berapa tangan?” Tanya yang lebih tua sembari memilin dua putingnya gemas.

Nghh-” Yang diberi pertanyaan menjawab dengan desahan tertahan, pejamkan mata serta kerutkan keningnya rasakan nikmat yang melanda.

“Orang kalau ditanya itu jawab bukannya malah desah keenakan.” Dua puting yang ada dalam kuasanya ditariknya kesal hingga punggung sang puan tertarik kedepan mengikuti tarikannya.

AHH s-sakit nghhh” Rasa sakit karena tarikan kuat pada putingnya terganti oleh rasa geli akibat mulut panas yang mengulum puting kirinya. Baru bagian atasnya saja sudah hilang akal, bagaimana nanti di bawah sana. He's like a pro

Beberapa menit berlalu namun lelaki yang lebih tua beberapa tahun darinya itu masih setia bermain dengan payudaranya. Jika mulutnya bermain pada puting kirinya, maka satu tangannya akan bermain pada belah satunya, begitu pula sebaliknya hingga agaknya Sanzu sekarang sudah kehilangan kewarasnnya.

S-stophh it, sir. Nothing comes out of there nghh” Perkataan yang keluar dari belah bibirnya sangat berbeda dengan reaksi tubuhnya; tangannya medorong kepala yang menyusu pada satu putingnya semakin dalam seolah tidak puas dengan stimulasi yang diberikan.

Sir p-please i can cum just from my nipple being played AHHH-.” Satu gigitan di puting kanan dan cubitan di puting kirinya menjadi penutup dalam permainan 'mari lecehkan payudara Sanzu'. Mungkin saja dosen muda kesayangannya masih memiliki rasa iba melihat kondisinya sekarang; terlebih mereka masih berada di ruang dosen yang mana artinya mereka masih ada di kampus.

Namun sayang itu hanyalah angan Sanzu saja, karena kenyataannya kini Sanzu direbahkan di meja kerjanya. Tidak perduli dengan berkasnya yang kini berantakan tercecer di lantai, tetap saja ia lucuti celana jeans ketat berserta dalaman hitam yang dikenakan Sanzu. Perlawanan tanpa arti yang Sanzu berikan tentu saja tidak bisa menghentikan lawannya, hingga kini Sanzu terbaring di meja kerja sang dosen dengan telanjang bulat.

Tanpa menunggu persetujuan dari Sanzu, tangannya bergerak untuk melebarkan kedua kaki Sanzu.

“Eh? Jadi beneran keluar cuma karena dada kamu saya mainin.” Rindou tertawa remeh melihat pemandangan vagina merah merekah yang basah oleh cairan bening. Beberapa kali ia daratkan tamparan pada vagina basah itu hingga pemiliknya menjerit antara sakit dan nikmat.

Ahh, sir please have mercy on me.'' Berusaha Sanzu tutup kedua kakinya yang mengangkang lebar, namun terhalang oleh kekuatan tangan kekar yang menahannya.

“Ngapain kasian sama lacur, lacur mah dipakai aja sampai nangis-nangis.” Puas daratkan tamparan penyebab bunyi becek porno di ruangan itu, kini ibu jarinya bermain pada klitoris bebesar biji kacang hijau itu, diusap-usap hingga diputar searah jarum jam mengundang desahan berisik dari sang puan di bawahnya.

Semakin berisik Sanzu mendesah, maka semakin semangat tangannya bermain di bawah sana. Satu tangannya menyisir rambutnya kebelakang, rendahkan kepalanya, kemudian dicumbunya dengan brutal vagina merekah itu.

Nghh Ahhhh-” Baru sekian detik bibir bawahnya beradu dengan bibir ranum lawan jenisnya, Sanzu sudah mendapat pelepasan keduanya. Cairan bening membasahi paras tampan di bawah sana. Bagaikan ikan terdampar, Sanzu menghirup rakus oksigen di ruangan itu.

Namun seakan tidak terjadi apa-apa, benda tak bertulangnya menyapa liang sempit dibawah sana, dimulai dari mejilat klitorisnya dengan gerakan melingkar, kemudian masuk kedalam liang sempit dibawah sana; mengobrak-abrik isi di dalamnya. Persetan dengan sang puan yang masih lemas setelah orgasme keduanya, ia dorong keluar masuk lidahnya dengan tempo tak beraturan, hidung bangirnya pun secara tidak langsung ikut menusuk-nusuk klitoris seirama dengan tempo tusukannya , hantarkan kenikmatan berlebih bagi Sanzu.

Hilangnya kewarasan Sanzu terbukti dari tangan rampingnya yang lagi-lagi mendorong kepala dibawah sana agar melecehkan dirinya semakin intens.

Merasakan kedutan pada liang yang ia lecehkan, benda tak bertulangnya bergerak keluar masuk semakin cepat, mempercepat kedatangan pelepasan ketiga mahasiswi cantiknya.

AHHH STOP IT PLEASE AHHHH NGHH” Desahannya terdengar melengking ketika pelepasan ketiganya datang namun stimulasi yang ia dapatkan tak kunjung berhenti. Kini benda tak bertulang yang mengobrak-abrik liangnya digantikan dengan tiga jari panjang yang menyodoknya dengan kecepatan yang tidak bisa dibilang pelan.

S-sir r-really, i can't take this a-anymore nghhh.” Desahannya semakin kacau ketika belah bibir yang sedari tadi berkata kotor itu ikut memberikan stimulasi di bawah sana, belah bibir itu menghisap klitorisnya tanpa henti, berlomba dengan ketiga jari yang keluar masuk pada liangnya.

Suara becek saling bersahutan dengan desahan yang keluar dari belah bibir dengan polesan lipstik yang berantakan itu. Peluh basahi sekujur tubuhnya hingga surai peraknya ikut lepek, belum lagi wajah yang basah karena air mata yang terus berlomba keluar dari pelupuknya. Pikirannya pun kosong, sudah pasrah dengan apa yang terjadi selanjutnya. Singkatnya, Sanzu kacau.

Sodokan dari tiga jari dibawah sana semakin bersemangat ketika lubangnya lagi-lagi akan menyemburkan cairan bening. Tiga jari yang ditambah dengan ibu jari yang mengusap klitorisnya hingga perih, sukses menghantarkan Sanzu pada pelepasannya yang keempat. Meja kerja itu pun tak kalah kacau dengan Sanzu, berkas yang berserakan dan beberapa basah terkena cairan Sanzu.

“Masa gitu doang gak kuat? Lacur kok baru dimainin bentar udah mau pingsan.” Tangan berurat itu bergerak untu menampar bokong Sanzu, mengembalikan kesadarannya.

Sir, please saya udah gak kuat. Saya juga ada kelas Pak Ran setelah jam makan siang ini.” Sanzu membelakkan matanya ngeri melihat Rindou mengocok kejantanannya dan bersiap memasukkannya ke dalam liang senggamanya.

“Tenang aja, nanti saya bilang ke kakak saya kalau satu mahasiswanya lagi ngewe sama saya. Kakak saya pasti paham.” Tidak membuang-buang waktu lagi, didorongnya kejantanannya yang besar, panjang, dan berurat itu masuk dalam sekali hentak menimbulkan jerit kesakitan yang mungkin saja terdengar dari luar.

Slow down, please akhh s-sakit banget hiks.” Tidak bisa Sanzu sembunyikan raut kesakitan dari wajahnya ketika Rindou langsung menghajar liang senggamanya tanpa ampun, tidak menunggunya terbiasa dulu dengan ukurannya.

“Gak usah manja, nanti juga desah-desah keenakan kamu.” Gerakannya semakin cepat dan dalam, mencari g-spot sang puan yang bisa membuat ringis kesakitannya berubah menjadi desah kenikmatan.

AHH-Gotcha akhirnya dia temukan titik yang bisa membuat wanita dibawahnya menggila. Ditumbuknya berkali-kali titik itu hingga Sanzu menggelinjang nikmat.

Nghh, sir i wanna c-

Nope. Enak aja kamu udah keluar berkali-kali, saya aja baru sekali. Barengan.” Sanzu kembali meneteskan air matanya ketika mendengar perintah mutlak dari yang lebih tua. Pelepasannya benar-benar sudah diujung tanduk tidak bisa ditahan lagi, namun ia takut dengan apa yang terjadi jika ia abaikan perintah tadi.

Bosan dengan posisi misionaris, Rindou balik badan Sanzu agar menungging di meja kerjanya tanpa melepas penyatuan mereka. Tubuh tegapnya yang masih berpakaian lengkap ia rendahkan, peluk tubuh telanjang Sanzu dari belakang; berikan kecupan ringan di bahu mulusnya. Tangannya meremas dengan gemas kedua buah dada yang bergoyang seirama dengan sodokannya dari belakang.

Fuck, enak banget kamu. Mau ya jadi lacur saya? Mau kan saya pakai setiap hari?” Sodokannya kian brutal seperti hendak hancurkan sang puan.

Ahhh- sir pweasee w-wanna cum nghh.”

“Bentar lagi.” Pelepasannya benar-benar diujung tanduk tidak bisa ia tahan lagi; tidak dengan sodokan yang kian brutal dibelakang sana, tidak dengan tangan yang meremas kasar payudaranya hingga timbul merah bekas tangan disana, tidak pula dengan satu tangan yang kini turun kebawah mengocok asal klitorisnya.

Ahh ahh AHHHH.” Tiga sodokan terakhir mereka capai puncaknya bersama. Rindou yang tepat waktu keluarkan kejantanannya dan muntahkan putihnya di labia Sanzu, dan juga Sanzu yang capai pelepasan kelimanya dengan keluarkan cairan bening dengan deras. Sanzu squirting di pelepasan kelimanya.

“Wow, sampai pipis-pipis ya. Memang cocok jadi lacur saya.” Ujar Rindou terpana sembari tepuk-tepuk vaginanya yang masih keluarkan cairan itu.

Sanzu ambruk tidak sadarkan diri di meja kerja itu, lupakan tentang nilainya. Persetan dengan nilai ataupun menjadi lacur pribadi dosennya setelah ini, Sanzu hanya ingin beristirahat setelah kegiatan yang melelahkan.

Persetan dengan semuanya. Semua kekacauan ini akan Sanzu urus kembali setelah bangun dari tidurnya.

.

.

.

. Selesai ^^

Feedback serta krisar bisa kesini ya:

https://secreto.site/id/22061349

Btw, kalau mau lihat au Rinzu lainnya yang pekob sama yang fluff bisa cek di moments aku ya. Ada Hankazu juga disana hehe ^^

Oh iya habis ini aku bakal bikin long au Rinzu lagi. Ditunggu ya ^^ See you in next project ^^