“Jadi ...
Ini akhirnya ya?”
Changbin menoleh ke arah laki-laki di sebelahnya, mata indah laki-laki manis itu berkaca-kaca menatap orang-orang di sekitarnya, oh lebih tepatnya menatap teman-temannya yang sedang heboh berfoto atau sekadar berbincang di tengah gedung. Sementara mereka berdua duduk di sofa mewah yang berada di atas podium depan gedung yang mereka sewa.
“Akhirnya apa?” tanya Changbin sambil mengeratkan gandengan tangan mereka.
“Hm?”
Yang ditanya menatap Changbin, dia menyunggingkan senyum.
“Ini akhir cerita kita?”
Yang tua mengernyit, “Maksud kamu?”
“Kalau kita ada dalam film, ini ujungnya, kan? Aku dan kamu sebagai tokoh utama udah ketemu happy ending. Setiap film disney yang aku tonton juga gitu.”
Changbin terkekeh, dia meraih wajah suami manisnya itu dan menyelipkan beberapa anak rambut ke belakang telinganya, “Tapi beberapa film juga diawali sama pernikahan, jadi ini bukan akhirnya, Bokkie.”
Felix memiringkan kepalanya, dia mengernyitkan hidungnya. “Iya, tapi itu season dua engga sih?”
Changbin tidak kuat menahan tawanya, rasanya dia ingin mencubit pipi laki-laki manis itu.
“Felix!”
Kedua mempelai pengantin itu sontak menoleh ke arah suara, Minho menghampiri mereka dengan sebuket bunga lily putih kesukaan Felix. Laki-laki scorpio itu menatap Changbin sekilas sebelum membetulkan posisi jas adiknya dan memberikan buket bunga yang dipegangnya.
“Kita foto bareng-bareng abis itu lempar bunga, terus siap-siap berangkat ke Jeju.”
Tangan Felix menerima buket itu, setelahnya Minho memanggil teman-teman Felix dan Changbin agar naik ke atas podium untuk berfoto bersama.
Beberapa kali mereka berfoto bersama dengan gaya yang berbeda-beda, kini semua teman-teman mereka berkumpul di depan podium dengan Felix dan Changbin yang membelakangi mereka bersiap untuk melemar buket bunga.
“Mau taruhan?” tanya Changbin pada Felix sebelum teman-temannya mulai menghitung mundur.
Yang muda sontak mengernyit, “Taruhan apa?”
“Siapa yang bakal dapat bunganya?”
Felix tertawa pelan, “Boleh. Kalau menang, hadiahnya apa?”
Changbin berpikir sejenak, “Yang kalah harus turutin semua kemauan yang menang.”
“Semua?”
“Iya, semuanya.”
“Otay. Kayanya ... Seungmin.”
“Ok. Aku Jeongin.”
Keduanya terkekeh pelan sebelum suara kencang dari teman-temannya mulai menghitung mundur menginterupsi.
“Satu!”
“Dua!”
“Tiga!”
Tangan kedua mempelai terayun ke belakang melepaskan buket bunga itu. Sejurus berikutnya kedua mempelai itu berbalik memperhatikan keramaian yang tertuju pada dua orang yang bersamaan menangkap buket itu.
“YA ELAH, JEO NGALAH DONG! AKU DULUAN YANG DAPET,” ujar laki-laki manis yang kini menampilkan wajah cemberut kesal pada laki-laki yang lebih muda darinya.
Sedangkan laki-laki lain yang masih menggenggam buket bunga itu menggerutu, “Mana ada! Gue duluan.”
Beberapa menit mereka berebut buket itu, sementara Felix dan Changbin saling bertatap dan tertawa bersama.
“Jisung, lu udah bawa kopernya Felix kan?”
Yang ditanya mengangguk dengan mulut penuh, “Udah, gue udah masukin ke mobil mereka.”
Minho mengangguk, sebelum melenggang menghampiri Felix yang sedang berdiri di depan gedung memeluk bantal leher bergambar anjing miliknya.
“Akak, jagain Snowy ya! Nanti seminggu lagi aku pulang,” kata Felix sambil memeluk tubuh kakak kesayangannya.
Minho membalas pelukan Felix, matanya lurus menatap Changbin, “Jagain adek gue!” ucapnya galak.
Yang diajak bicara terkekeh, “Pasti gue jagain suami gue, lo tenang aja, dia pulang dalam keadaan utuh.”
“Bin, udah semua barang lo?”
Changbin menoleh ke arah Chris yang memeriksa bagasi mobil yang akan dikendarai mereka menuju bandara.
“Udah, aman!”
Chris mengangguk dan menutup garasi mobil mereka.
Sepasang suami itu segera masuk ke dalam mobil dan memasang sabuk pengaman masing-masing. Felix masih menurunkan kaca mobilnya, dan menatap teman-temannya yang melambaikan tangan padanya.
“Have fun!”
Perjalanan dari Seoul ke Jeju bukanlah perjalanan yang lama. Hanya satu jam perjalanan dengan pesawat dan sekitar 30 menit dari bandara ke vila yang mereka sewa. Kini Changbin sedang duduk di balkon sambil meminum segelas kopi, sementara Felix sedang sibuk membersihkan diri.
Mata Changbin menatap langit. Sejujurnya dia masih tidak percaya kalau sekarang dia dan Felix benar-benar menikah.
Terlalu tidak realistis. Oh ayolah, apa yang realistis dari menikahi hantu penghuni apartemenmu?
“Abin...”
Suara Felix yang terdengar parau menyapa indera pendengarnya. Kepala si manis menyembul dari balik pintu kamar, matanya terlihat merah dan samar-samar Changbin bisa mendengar suara isakan dari sana.
“Kenapa?”
Changbin langsung masuk membawa mug yang masih berisi setengahnya. Dia menutup pintu balkon, lalu masuk ke dalam kamar mengikuti si manis yang juga kembali masuk ke dalam.
Mata Changbin menatap tubuh mungil Felix yang masih terbungkus bath robe, dia berjongkok di hadapan koper yang terbuka lebar.
“Kenapa, sayang?” tanya Changbin menyetarakan dirinya dan ikut melihat ke dalam koper.
Pupil mata Changbin sontak melebar melihat isi koper milik suami manisnya itu. Koper berwarna pink pastel itu berisi beberapa lingerie transparan lengkap dengan aksesoris dan beberapa sex toys. Pipi Changbin terasa panas, menjalar hingga ke telinga dan seluruh wajahnya, salahkan otaknya yang langsung menjelajah berfantasi.
Sementara Felix menatap Changbin frustasi.
“Ini gimana?” katanya dengan suara sengau yang langsung membawa Changbin kembali ke dunia nyata.
Changbin berdehem sejenak, dia menghela napasnya dan menutup koper itu.
“Ini koper Akak, koperku ada gantungan kucingnya,” kata Felix.
Changbin cukup terkejut, Minho dan Chris memiliki fantasi yang menarik, sebab Changbin juga sempat melihat beberapa telinga kelinci dan kucing di dalam koper itu.
Laki-laki virgo itu masih berjongkok sambil menatap Changbin, matanya mulai berkaca-kaca lagi, “Terus aku pakai apa selama di sini?”
Tangisan mulai terdengar dari Felix, “Plushie aku juga di koper.”
Changbin sebenarnya menahan dirinya untuk tidak mencium Felix yang terlihat gemas di matanya. Dia menarik laki-laki itu dalam peluk, “Kamu pakai baju Abin dulu, ya? Nanti besok kita beli baju buat ganti.”
Tangan Changbin mengelus pelan punggung Felix, menenangkannya.
Cukup lama hingga Felix berhenti menangis dan mendongak menatap Changbin, “Beneran engga apa-apa pake baju Abin?”
“Iya, udah ya? Jangan nangis,” kata Changbin sambil mengusap pipi tirus laki-laki itu. “Lagian kok bisa ketuker kopernya?”
Felix menggeleng, “Jiji yang bawa dari kamar Akak, aku udah bilang punyaku ada gantungannya.”
Changbin terkekeh, “Udah engga apa-apa, sekarang pake baju ya? Kamu bisa masuk angin kalau pake bath robe terus.”
Dia berdiri, dengan niat mengambil baju tidur untuk Felix dari kopernya. Namun, tangannya ditahan oleh suami kecilnya, “Aku mau ambil baju dulu buat kamu.”
“Engga usah.”
Changbin mengernyit, heran.
“Kalau aku pakai baju, cape. Nanti juga dibuka lagi kan?”
Kalimat yang keluar dari mulut manis Felix membuat Changbin terkejut. Tidak ada dalam skenarionya bahwa malam ini dia dan Felix akan melakukan itu.
“Yang, kalau kamu masih belum siap, aku engga apa-apa kok, aku engga mau kaya waktu dulu.”
Felix mencubit perut Changbin pelan, “Kali ini aku beneran.”
Changbin menaikan sebelah alisnya, sudut bibirnya juga terangkat, “Jangan nyesel ya?”
Tangan kokoh itu langsung menyambar tubuh Felix dan mengangkatnya ke atas ranjang. Dia tatap sejenak wajah manis suaminya sebelum bibirnya melahap bibir merah laki-laki virgo itu.
Semakin lama ciuman mereka semakin menuntut, lidah Changbin mulai menginvasi mulut Felix yang juga pelan-pelan berusaha mengimbangi Changbin. Lelehan saliva entah milik siapa menuruni dagu Felix. Sesekali lengguhan juga terdengar darinya.
Tidak lama Changbin akhirnya melepas tautan keduanya. Benang saliva tercipta kemudian terputus dan menetes di dagu Felix, pelan-pelan Changbin mengusapnya.
Mata Changbin menjelajah wajah suaminya yang cantik, mulai dari bibir, hidung, pipi, dan berhenti tepat di matanya.
“Kamu beneran kan?” tanyanya sekali lagi, Changbin masih harus meyakinkan suaminya itu sebelum mereka benar-benar melakukannya. Changbin tidak mau menyakiti Felix, dia hanya mau membuat Felixnya nyaman dan aman bersamanya.
Felix mencebik, “Beneran.”
Changbin tersenyum, dia menegakan badannya dan lalu kembali menatap Felix, kali ini bukan hanya menjelajah wajah, tapi juga keseluruhan tubuh suaminya yang terbungkus bath robe. Di matanya tubuh kecil itu rapuh, sepertinya dia harus bermain dengan perlahan.
“Abin?”
Changbin kembali menatap wajah Felix.
“Ini mau Abin yang buka atau aku buka sendiri?” tanya Felix sambil menggenggam tali bath robe yang dia kenakan.
Ah sepertinya ini akan jadi malam yang panjang bagi mereka berdua.