Amara.

Happy ending

Last.

Alvin menatap nanar layar ponselnya. Mengapa semua berjalan begitu cepat? Mengapa cinta tidak bisa jadi alasan yang kuat untuk mereka bertahan? Mengapa semua berjalan bertentangan dengan arah langkahnya? Apa permainan yang sedang dibuat semesta untuknya? Apa cinta yang ia beri belum cukup jadi landasan?

Alvin dihujam pertanyaan bertubi-tubi dari logika. Ribuan kalimat umpatan pun tak luput menghantam pikirannya.

Malam ini dingin, semakin dingin dengan selimut kabut luka. Deras hujan di balik jendela dan iringan nada dari pemutar musik di ruang tengah bersepakat mencoba meredam tangisnya. Alvin tak pernah sekalut ini.

Don't go tonight Stay here one more time Remind me what it's like, oh And let's fall in love one more time I need you now by my side It tears me up when you turn me down I'm begging please, just stick around I'm sorry, don't leave me, I want you here with me I know that your love is gone I can't breathe, I'm so weak, I know this isn't easy Don't tell me that your love is gone That your love is gone

Now playing : Love is Gone – Dylan Matthew and Slander

Minggu.

Pagiku kalut.

Minggu ini tak tampak seperti minggu lainnya. Walau bukan karena air mata, minggu ini datang dengan rentetan kisah kekhawatiran yang belum terjadi.

Dapatkah aku menuntut kepastian untuk masa depan?

Atau bertahan dalam lingkaran kekhawatiran?

Sarapan ini tak lagi tercerna dengan baik. Tawa-tawa yang mengiringi pun terasa hanya membalut tak lagi merasuk dalam rasa nan raga di dalamnya.

Semu.

Semua terasa semu seperti fatamorgana. Kau dan aku. Hanya fatamorgana.

Masihkah ada harapan di dalamnya?

Isyarat.

Tak seperti hari kemarin. Kini, pikiran kalut penuhi otak masing-masing. Alvin hanya menantap kosong jalanan di hadapannya, sedang aku hanya menatap Alvin singkat. Manik mata itu tak pernah sekosong ini.

Kuraih tombol radio dan menyetel ulang saluran yang ada. Alunan nada dari radio kini mengalun indah. Kudekapkan tanganku, sesekali kupandang Alvin yang masih terdiam tidak merespon gerakanku.

Menatap jalan yang menjauh

Tentukan arah yang kumau

Tempatkan aku pada satu

Peristiwa yang membuat hati lara

Aku kembali menatap Alvin, tenggelam mendalami garis mukanya yang tegas. Lamat.

Di dekat engkau aku tenang

Sendu matamu penuh tanya

Misteri hidup akan kah menghilang

Dan bahagia di akhir cerita

Alvin menatap balik saat kendaran berhenti di tengah kemacetan kota. Diam. Matanya menjelajah setiap inci wajahku.

Cinta tegarkan hatiku

Tak mau sesuatu merenggut engkau

Naluriku berkata

Tak ingin terulang lagi

Kehilangan cinta hati

Bagai raga tak bernyawa

Lirik ini tanpa sadar menuntun air mataku jatuh, kupalingkan mukaku dari Alvin dan kembali menatap jalanan.

Aku junjung petuamu

Cintai dia yang mencintaiku

Hati yang dulu belayar

Kini telah menepi

Bukankah hidup kita

Akhirnya harus bahagia

Alvin menghembuskan napas kasar. Tangannya menggenggam erat kemudi. Pandangannya kembali menatap jauh jalanan.

Sore ini, kendaraan yang kita tumpangi terasa seperti kereta kencana menuju akhir kisah. Lagu yang mengiringi, menuntun kami semakin tenggelam dalam kisah kita. Jalanan tanpa ujung yang kita impikan, hanya terasa seperti mimpi siang hari; terasa hampa, namun, nyata.

Song : Melly Goeslaw feat Krisdayanti – Cinta.

HEADLINE NEWS TODAY! 'PENYANYI TIAN YUDISTIRA DITEMUKAN TEWAS KARENA KECELAKAAN TUNGGAL'

Berdasarkan olah kejadian perkara hari ini, ditemukan beberapa barang di dalam mobil miliknya yang tidak turut hancur. Barang tersebut merupakan buku catatan, foto, serta rekaman suara. Mengenai hal tersebut akan dilakukan investigasi lebih lanjut. Sekian dari reporter di lapangan.

13 Maret 2021 Kecelakaan tunggal ini berlangsung. Yang kutahu, kabar terakhir darimu hanya berupa kalimat singkat pesan Whatsapp.

'Aku akan bahagia'

Makna bahagia yang kamu maksud terlampau luas. Terlebih sejak kejadian 3 tahun lalu. Ketika semua sorot mata memandangmu penuh kilau, memuja serta mengagumi setiap karyamu. Siapa kini yang tak mengenalmu, Tian?

14 Maret 2021 Hari ini aku terbangun dalam ruangan yang gelap. Di luar hujan tengah turun mengiringi kepergianmu. Yang kuingat kamu selalu mengatakan bahwa duniamu menggelap tanpa dirinya.

Iya, wanita yang selalu kau tangisi 1 tahun terakhir. Cassandra. Indah bukan namanya? Tapi kisah mereka tak seindah itu.

Tian selalu mencatat hari-harinya dalam buku harian dan sesekali merekam apa yang ia rasakan untuk memudahkan ia mengingat esok hari.

Aku tak pernah tahu apa isi buku harian itu. Yang kutahu dia akan selalu mengisi bukunya tepat pukul 10 malam, di mana harinya usai. Hal ini tetap dilakukan bahkan setelah Cassandra meninggalkannya.

Aku tak pernah tahu kesedihan apa yang ia tuangkan di setiap lembar hariannya. Yang kutahu ia masih tersenyum di hadapan kamera wartawan atau di depan fans yang mengelu-elukan namanya. Akan tetapi sorot matanya bermakna lain.

Hari ini pula, kepolisian menyerahkan buku harian itu kepadaku. Wali satu-satunya yang ia sengaja daftarkan. Entah apa maksudnya memberiku hak tersebut. Sore ini, kubuka lembaran buku harian tersebut.

3 Maret 2020 Tertulis di dalam halaman tersebut, dia menuliskan hari di mana dia masih tidak percaya bahwa Cassandra meninggalkannya.

Terdapat foto mereka berdua tersenyum merekah, bahagia bebas seperti dua pasang angsa yang dimabuk cinta. Tertulis pesan betapa kamu merindukan momen tersebut.

Tian masih ingat berapa banyak kata cinta dan bahagia yang Cassandra ucapkan serta berapa banyak janji sehidup semati yang Cassandra torehkan dalam hatinya. Namun, dia juga menuliskan 'fakta menyakitkannya justru hari ini adalah hari pernikahanmu'.

Yang kuingat sejak saat itu, Tian selalu bercerita bahwa ia selalu bermimpi menikah bersam Cassandra. Memandang Cassandra dengan gaun putih bak boneka serta senyum menawannya. Namun, sayang, dalam mimpinya ia mendengar Cassandra mengajaknya berfoto bahagia bersama seseorang yang ia rengkuh dalam dekapnya dan itu bukan dia. Setiap kali ia berusaha memandang pria di samping Cassandra, pandangannya semakin memudar dan ia terbangun dalam mimpi buruk yang terus menurus berulang.

Tian juga mencatatkan bahwa ia pergi ke psikiater untuk menerima obat atas mimpi-mimpi buruk yang menghantuinya. Depresi ringan. Tertulis dalam catatan harian tersebut.

Hujan terlihat masih menangisi kota dari balik jendela kamarku yang mulai gelap.

3 juni 2020 lembar selanjutnya tertulis bahwa ia semakin memburuk. Mimpi-mimpi buruknya semakin banyak menghantui. Dokter yang ia datangi menganjurkan untuk sesi konseling.

Ya, benar, dia semakin tak terkendali kala itu. Setiap kali ia melamun dia selalu mengatakan, “Aku ingin menghancurkan hidupnya seperti ia menghancurkan hidupku tanpa sebab.”

How?” tanyaku.

“Aku ingin menghampiri dokter gigi yang kini jadi suaminya dan mengatakan semua kebohongan yang ia lakukan.”

“Lakukan jika saja kau punya keberaian melakukannya.”

Sudah bisa ditebak Tian tidak akan berani melakukannya. Tidak demi kebahagian Cassandra.

16 september 2020, dalam buku harian hanya tertulis angka 1. Seperti dalam tape rekaman yang ada di situ. Kucoba menyalakan kembali rekaman lama kali ini.

“Di mana kamu, Cas?”

“Apa kamu bahagia?”

“Cas, semua sesak. Kalau kamu tahu, aku kini di tepi Sungai Han. Aku terlalu lelah, Cas. Semua terasa masih menyakitkan.”

“Entah berapa butir pil penenang yang kuminum dan berapa botol soju yang telah kuteguk.”

“I love you, Cas.”

“Aku masih sangat mencintaimu dan kini di tengah mabuk ini aku sangat ingin hadir dalam mimpimu sebagai mimpi buruk yang menemani malam panjangmu.”

“Lucu sekali ya, Cas. Lucu, aku korban di sini, merasa hidup di ujung kematian dan kau pelakunya di sana, tertawa seolah tak tahu apa-apa.”

Rekaman itu ditutup dengan teriakan panjang penuh luka seakan orang yang mendengar ikut merasakan seberapa dalam luka itu menancap.

Kala itu, Cassandra memamerkan foto honeymoonnya di Instagram.

Miris. Tanganku bergetar. Air mataku turut turun bersama ringkihan panjang tangisnya dalam rekaman suara singkat itu.

31 Januari 2021, dalam buku harian tertulis, sebuah kliping surat kabar tertempel di dalamnya.

'Tian Yudistira terlibat kasus hak cipta dalam lagu barunya. Para fans mengecam kehadirannya di layar kaca.'

Iya, puncak karirmu. Hari itu kamu mengetuk pintu apartemenku. Tampilanmu kacau, aroma soju dan obat bercampur jadi satu. Pandanganmu telah mati. Tian Yudistira yang kukenal sudah lama mati.

Sejak itu hidupnya hanya dihabiskan dalan ruangan studio gelap miliknya bersama puluhan kaleng bir botol soju dan makanan instan.

Miris. Tiap pukul 12 aku masih mendengar tangisnya tanpa air mata. Pilu.

Tersisa 1 rekaman singkat dalam alat rekam tersebut. Tercatat 13 Maret 2021, hari di mana dia memutuskan untuk bahagia dengan jalan yang ia pilih.

“Selamat atas kehamilanmu, Cassandra. Kupikir, aku punya keberanian untuk menemuimu dan mendorongmu ke dasar jurang untuk membalas semua lukaku. Nyatanya, semua sumpah serapahku untukmu berakhir menghujam lukaku semakin dalam. Kini, kau yang telah membunuhku, Cassandra. Selamat tinggal aku masih akan mencintaimu baik kini ataupun nanti saat di neraka.”

Suara rekaman tersebut ditutup dengan detuman keras mobil dengan badan jalan dan suara ledakan dari mobil.

Dalam 13mnt 12detik tersebut Tian Yudistira meninggalkan dunia beserta lukanya.

Cukup. Buku harian ini berakhir. Lukanya sudah sembuh walaupun dengan luka yang lain.

Entah Cassandra tahu atau tidak peduli dengan kematiannya. Yang kuharap Tian tahu seberapa besar cinta yang mendorongnya mati dengan mudahnya. Dia mati dengan penuh cinta, cinta yang penuh keputusasaan. Kuharap kau tenang, cinta pertamaku.

Hujan. Dia menatap hujan ini lamat. Menikmati setiap tetes yang jatuh didepan kaki nya. Semakin tenggelam dalam pikirannya.

'Apa yang dia pikirkan ?' Wajahnya tersenyum namun matanya menatap semua semu. Jalanan semakin lenggang dan hujan semakin lebat.

Semua perlahan memudar. Tetapi dia tetap dalam posisi yang sama. Dia bangkit dari kursinya, meleburkan diri dalam hujan. Tenggelam dalam kabut. Senyumnya semakin semu. Kini dia menari. Menari dengan penuh gairah. Namun senyumnya semakin pudar. Dia menangis. Dia semakin larut dalam pikirannya. Langkahku kini mendekat.

Mengikuti irama tarian nya. Diriku pun semakin larut dalam kabut kabut ku. Ya, kami tenggelam dalam irama masing masing. Kabut kabut yang membelenggu tangis yang bertaut. Tanpa kita sadari kita menjadi seirama, senada.

Tarian yang bersambut mengantarkan kami ke sebuah titik yang sama. Menatap penuh harap satu sama lain.

“Kita semua hidup dalam badai kita masing masing, di kesendirian yang ku alami, tanpa sadar kau juga mengikuti langkah irama ku walau kau berada dalam badai mu sendiri.” Ucapmu ditengah kabut dan hujan ini.

“Kita adalah sebuah ikatan yang saling bertaut, dengan luka masing masing. Mengapa kita tak saling menyembuhkan. Menikmati tarian dibawah hujan bersama mu, terasa lebih indah daripada menahan semuanya dengan payung ku” Tangan ku meraih jemari mu, menyambut kembali mentari ditengah kabut.

Hujan ini mengantarkan ku pada sebuah kisah dibawah hujan. Luka akan terus bersemayam dalam benak serupa kabut dalam hujan di tengah hari. Badai tidak akan memilih waktu untuk menyerang dan tidak akan memilih siapa yang akan larut didalamnya.

Tangis kami masih saling bersaut, kabut tak akan semudah itu meninggalkan hujannya. Dia berlari melepas genggamanku.

“Jaemin, tidakkah kau ingin melepaskan semuanya. Semua kabut dalam benak mu dalam mimpi buruk mu.” Kaki mu berhenti berbalik memandangku. Tangismu memudar bersama senyumanmu. Aku tak mengerti apa yang dia katakan. Berusaha mengimbangi langkahnya.

“Kembalilah badaimu telah usai. Mentarimu kan kembali, walau kabut ini kan selalu menyertaimu.” Dia masih menari ditengah badainya. Semakin melebur dan menghujamnya.

“Mengapa kita tak melalui badai ini bersama? Bukankah terlampau berat sendiri ?” Pikiran ku penuh tanya kini aku tak lagi mampu mengikuti tariannya. Tariannya semakin larut dan dalam dia tenggelam dalam kabut.

“Karena aku kabutmu, aku badaimu. Kita tak lagi menari bersama jaemin. Karena kabut ini akan semakin menghujam mu menghantui setiap mimpimu. Kenang aku sebagai badai tapi jangan sebagai kabut yang mengikutimu. Berbahagialah. “ Bayanganmu memudar tanganku tak lagi mampu meraihmu. Kau tenggelam. Dia menghilang bersama badai yang ada.

Tangisku membuncah, ditengah kabut siang ini. Ku sadari melepaskan mu adalah jawaban atas usainya badaiku. Luka luka yang dulu tak lagi bisa disembuhkan bersama karena hanya tersisa aku yang terluka. Tarian ditengah hujan mengajarkan ku untuk terus bertahan ditengah badai, membiarkan mereka menghujam dan menikmati setiap tikamannya. Semua kan terasa samar saat hanya tersisa kabut didalamnya.

Jaemin tersadar dari lamunannya didepan halte kala hujan itu. Tangis nya tak lagi tertahan. Lukanya sudah diusaikan. Tangisnya tanda ia berdamai dengan badai yang menimpanya tidak lagi berusaha menahannya.

Untukmu yang kala ini diterjang badai. Terimakasih telah bertahan ditengah badai hingga saat ini. Walaupun kabut mu masih menghantui, yakinlah kita bahwa saling menari ditengah badai bersama. Kita adalah sesosok manusia dengan badai yang saling bertaut, tetaplah bertahan hingga mentari kembali.

Now Playing : She is in the rain-The Rose.