SUNSET
“Ah, akhirnya rebahan juga.”
Jeongguk merentangkan kedua tangan begitu punggungnya menyentuh empuknya ranjang villa tempat ia dan Taehyung akan bermalam.
“Capek, ya? Tidur gih,” ucap Taehyung seraya duduk di tepi ranjang dan memandangi Jeongguk.
“Gue masih mau liat sunset dulu. Untung kamar ini backview nya pantai. Jadi pas buat liat matahari terbenam.”
Taehyung hanya mengangguk mengiyakan seraya tersenyum.
Waktu telah menunjukkan pukul setengah tujuh, pertanda bahwa sang surya akan tenggelam limabelas menit yang akan datang. Taehyung pun bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati pintu kaca yang tertutup tirai putih dan menyibaknya, lalu membuka pintu tersebut sehingga angin pantai menerpa wajah tampannyanya. Jeongguk yang merasakan semilir angin pun ikut bangkit menyusul Taehyung dan berdiri di sisinya. Tidak ada yang bersuara di antara mereka berdua untuk beberapa menit. Hanya suara deburan ombak yang memecah keheningan. Sampai akhirnya, Jeongguk berdeham yang membuat perhatian Taehyung teralihkan padanya.
“Kenapa, Gguk?”
“Lo pernah ke sini, Kak? Atau, kapan terakhir kali lo liburan kayak gini?”
“Pernah, tapi ke bagian timurnya. Dan itu juga liburan terakhir gue, sebelum berangkat ke Amerika buat lanjutin studi. Kalau lo?”
“Ini pertama kalinya gue ke sini. Kalau liburan, terakhir yang mau snorkeling itu. Tapi itupun gak jadi, kan. Karena kita keburu kecelakaan duluan.”
Jeongguk tetap menitikberatkan fokusnya pada pemandangan di hadapannya, sementara Taehyung, ia masih menatap pemuda di sampingnya tersebut, kemudian mengusap-usap punggungnya dengan perlahan.
“Kapan-kapan kita jalan-jalan lagi, okay? Nanti lo gue ajak ke Trunyan.”
Jeongguk menoleh ke arah Taehyung dengan tatapan tajamnya, lalu mencubit perut pria itu, “Gila kali, ya? Emang lo gak tau Trunyan itu tempat apaan?”
Taehyung yang ditatap seperti itu dan mendapat serangan mendadak, justru terkekeh karena gemas sebelum menjawab, “Tau. Itu desa yang mayat-mayatnya gak dikubur di tanah, tapi diletakkin di bawah pohon, kan?”
“Nah, itu lo tau. Ngapain mau ngajak gue ke sana coba?” tanya Jeongguk sembari berkacak pinggang, yang mana hal tersebut justru terlihat lucu di mata Taehyung.
“Tengkorak-tengkoraknya kan dipagerin, jadi gak bakal loncat ke lo juga. Masa preman Ibukota sama gituan doang takut,” cibir Taehyung, kemudian terkikik geli.
“Gue gak takut ya, brengsek. Tau ah, Kak. Lo nyebelin banget!”
Jeongguk merajuk. Ia hendak berbalik dan meninggalkan Taehyung lalu kembali merebahkan diri di ranjang, namun tertahan saat Taehyung secara tiba-tiba merengkuh pinggang sempit Jeongguk, mengikis jarak antar keduanya.
“K- Kak? Lo ngapain? Jangan deket-deket. Bau.”
Jeongguk berusaha untuk menjauhkan wajahnya dan mendorong dada Taehyung, namun lingkaran tangan pria Kim di pinggangnya tersebut semakin erat.
“Cantik.”
Mendengar suara bariton Taehyung yang memujinya itu, membuat Jeongguk meremang dan meneguk ludahnya dengan susah payah. Taehyung menatapnya begitu dalam. Wajahnya datar tanpa ekspresi apa pun. Jantung Jeongguk pun semakin berdegup dengan kencang dibuatnya. Terlebih saat satu tangan Taehyung yang lainnya naik menangkup pipi kirinya.
“Gue laki, sialan. Mana ada gue cantik.”
“Gue kagum sama lo, Gguk. I admire you so much.”
Suara Taehyung yang berat, dalam, namun tetap terkesan lembut itu sukses membuat Jeongguk terdiam. Apalagi ketika Taehyung menyelipkan rambutnya di belakang telinganya, yang mampu menjadikan wajah Jeongguk bersemu merah. Ia pun semakin terbawa suasana. Keadaan semakin didukung oleh pemandangan pesisir di belakang mereka yang mengagumkan, dengan angin sepoi-sepoi, deburan ombak yang menenangkan, serta mentari yang mulai meninggalkan singgasananya, menjadikan cakrawala bersemburat jingga bercampur nila. Ia pun mulai membiasakan diri dan menyamankan posisinya yang sangat dekat dengan pria yang memiliki tatapan setajam elang ketika sedang berburu mangsa itu..
“Kak Taehyung-”
Belum sempat Jeongguk menyelesaikan kalimatnya, ia dibungkam oleh bibir Taehyung yang mendarat di bibirnya. Tentu saja ia terkejut. Tapi sayangnya, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Sekujur tubuhnya terasa kaku begitu Taehyung tidak lagi sekedar menempelkan bibir, namun juga mulai mengecupinya beberapa kali sehingga menimbulkan suara decakan. Biasanya, ia yang akan memimpin ketika sedang berciuman dengan wanita-wanita bayarannya. Namun kali ini, Jeongguk mati kutu.
Taehyung mencumbui Jeongguk tanpa menuntut balasan. Ia melakukannya dengan pelan, seakan-akan hanya ingin memberikan kecupan-kecupan sayang. Namun, tidak butuh waktu lama, setelah membulatkan tekad, Jeongguk pun akhirnya membalas ciuman tersebut. Bahkan, ia mengalungkan lengan pada leher Taehyung dan memejamkan kedua matanya. Taehyung yang menerima sinyal baik dari Jeongguk pun tersenyum dan memiringkan kepala serta menekan tengkuk Jeongguk untuk memperdalam penyatuan bibir keduanya.
Taehyung mulai melumat bibir Jeongguk. Ciuman yang semula terkesan lembut, kini terlihat seperti berkabut nafsu. Di sela-sela berciuman, Taehyung melangkahkan kakinya masuk kembali ke kamar, diikuti dengan Jeongguk yang berjalan mundur. Didorongnya Jeongguk dengan pelan ke atas ranjang, kemudian ia tindih tubuh tersebut. Tangannya yang tidak tinggal diam pun ia masukkan ke baju Jeongguk, lalu mengelusi pinggulnya peralahn, membuat Jeongguk sedikit menggeliat.
Segalanya terasa memabukkan. Jeongguk tidak lagi segan untuk menunjukkan kebolehannya. Keduanya bercumbu semakin panas, liar, dan basah. Saliva mengalir indah di dagu masing-masing. Saling membelit lidah, menjilat dan menghisap bibir satu sama lain, bahkan Taehyung yang semakin tidak terkontrol pun tidak ragu untuk menyingkap baju yang Jeongguk kenakan dan mengelusi dadanya.
Akan tetapi, semuanya harus terhenti tatkala suara pintu yang dibuka dari luar terdengar, membuat Taehyung dan Jeongguk melepas tautan mereka yang membentuk benang saliva, kemudian menoleh ke arah pintu dan terkejut setengah mati mendapati sosok yang mereka tidak sangka-sangka akan datang di saat-saat seperti ini.
“Kalian berdua!? Apa-apaan ini?!”