i. because i can.
hari itu, kayaknya matahari lagi sayang-sayangnya sama bumi. alias suhunya panas, banget. entah sudah berapa kali younghoon mengucap sumpah serapah—panas banget, gerah banget—sambil mengecek suhu jakarta di ponsel berulang kali, seolah suhunya akan menurun begitu saja. akan tetapi, angka 40°C setia terpatri di layar ponselnya.
younghoon kembali menyeruput es kopi dia (gelas kedua, younghoon hitung. lambung dia bisa protes nanti, atau protes ke matahari sekalian).
“—hoon,”
“younghoon!”
younghoon hampir tersedak. dilihatnya chanhee menatap dia dengan nelangsa.
oh iya. younghoon hampir lupa saking panasnya—dia lagi kencan (younghoon sih anggapnya kencan, gak tau chanhee gimana) sama chanhee di kota tua.
lagian, orang waras mana yang mau-maunya diajak panas-panasan di bawah terik matahari jakarta yang keji bukan main itu kalau bukan karena cinta?
(banyak, batin younghoon. cuman dia bersikukuh kalau dia melakukan ini semua karena cinta, ketika dia bisa malas-malasan di kasur jam segini).
“bagi minum loooooo!!!” rengek chanhee. sekilas, younghoon lihat gelas plastik di tangan chanhee sudah kosong. tadi, dia gak mau beli dua gelas tapi siapa yang kuat lawan matahari jakarta? jelas bukan chanhee.
younghoon punya ide.
“bilang apa dulu?” tanya younghoon.
“hah?” yang ditanya bingung, mulutnya menganga sedikit. lucu. chanhee selalu lucu di mata younghoon.
“menurut lo apa? gue rasa anak kecil juga tau,” jawabnya.
“younghoon, apa sih— oh. oooooh”
“younghoon, please, gue haus banget nih…”
younghoon knew he set himself up for this.
“bukan itu,” ucap younghoon. ia yakin dirinya sedang menggali kubur lebih dalam ketika dia melanjutkan kalimat tadi dengan “bilang, kak younghoon, gue sayang lo.”
chanhee bengong untuk sepersekian detik sebelum wajahnya memerah semerah-merahnya. “younghoon, ih! yang bener aja? gue cuman mau seciciiippp!!” keluhnya.
“ya udah, kalau gitu cium du—”
perdebatan mereka berakhir dengan chanhee memukul punggung younghoon gemas, sambil menyeruput es kopi dia sampai habis setengah.
younghoon tidak tau mana yang buat jantungnya lebih berpacu, fakta bahwa mereka berbagi ciuman tak langsung (iya, younghoon kayak anak smp baru jatuh cinta) atau omongan kecil chanhee tadi yang hampir tak terdengar:
younghoon, gue sayang sama lo.
ii. because i want to.
adakalanya, younghoon berterimakasih pada hujan. akan tetapi, sekarang bukan kala ia mengucap syukur.
rintik hujan yang membasahi bumi sore itu tidak memberi tanda ia akan reda dalam waktu dekat. langit mulai gelap dan younghoon sendirian. di. perpustakaan.
perpustakaan kampus younghoon nggak angker, sebetulnya. tapi nggak cukup welcoming juga buat mahasiswa berlama-lama saat sudah gelap. sudah lewat jam tutup pula, makanya younghoon diusir dan sekarang cuma bisa berlindung dari hujan di dekat pintu masuk. ia merapatkan jaketnya dan tampak berpikir sekali, dua kali, sebelum akhirnya merogoh saku untuk meraih sesuatu: pemantik api.
“mau ngerokok ya?”
belum sempat younghooon ngapa-ngapain, ia sudah dikagetkan oleh sebuah suara di belakangnya. dengan mata terpejam pun younghoon tau siapa pemilik suara itu: tak lain dan tak bukan, choi chanhee.
(mungkin, younghoon pikir. ada yang patut disenangi dari hujan hari ini.)
“lo ngapain belum pulang?” kilah younghoon. “lo nggak jawab pertanyaan gue, younghoon,” tukas lelaki yang lebih muda.
“bagi, sih.”
younghoon mendelik. “ngaku, lo dedemit ya? bukan chanhee?”
yang dituduh tidak kalah nyolot. “maksud lo?!?”
“chanhee gue enggak ngerokok!”
“ya... ya chanhee lo ini penasaran!”
jika telinga chanhee memerah sore itu, younghoon tidak sadar.
pada akhirnya, younghoon memutuskan untuk berbagi sebatang rokok dengan teman baiknya. di bawah langit yang mulai gelap, cahaya pemantik api jadi satu-satunya penerangan sore hari itu.
chanhee terbatuk disusul oleh tawa younghoon.
“younghoon, gue beneran bukan demit, btw”
“iya, gue tau.” younghoon berani taruhan kalau tidak ada makhluk, baik natural maupun supernatural, yang dapat mengecoh dia apabila itu perihal chanhee,
“idih? sotoy banget.”
“ya udah, sini gue cium-”
sikut ke perut. “i'm starting to think lo beneran pengen gue cium, ya..”
oh, chanhee. you have no idea. batin younghoon.
“nah, itu chanhee aslinya keluar. dedemit pasti mau lah dicium orang ganteng kayak gu- ADUH! IYA AMPUN!!!”
chanhee pulang menggunakan jaket younghoon malam itu.
(adakalanya, younghoon menyukai hujan–lebih tepatnya, apa yang hujan datangkan padanya).
iii. because i'm grateful.
orang selalu bilang jatuh cinta tak lepas dari kupu-kupu yang dirasa dalam perut. berkumpul, merengkuh, dan menyebar. namun orang kerap kali melihat jatuh cinta dari sisi manisnya saja. kadang, merasa bahwa jiwamu terjun masuk jurang juga bagian dari jatuh cinta. seperti yang younghoon rasakan sekarang: chanhee tenggelam.
mereka sedang main arung jeram bareng anak-anak jurusan lain: eric dari hukum. jacob dari psikologi, kevin dan haknyeon dari antropologi, sangyeon teknik sipil, juyeon dari arsitektur. changmin seni tari, sunwoo teknik mesin, dan hyunjae, kedokteran.
younghoon tidak tau pasti bagaimana kronologis kejadiannya–perahu mereka terbalik tepat di area sungai yang berarus deras. ketika younghoon semua berkumpul lagi dengan yang lain, chanhee tidak ada. tanpa pikir panjang, ia menceburkan dirinya kembali ke air.
ruang pikir younghoon saat itu hanya chanhee. choi chanhee, teman kesayangannya yang akan ia beri bumi dan seisinya apabila lelaki yang lebih muda itu mau. choi chanhee yang membuat hidupnya lebih berwarna, seakan younghoon tak tau apa itu warna sebelum bertemu chanhee. persetan dengan takdir, pikirnya. ia tidak butuh takdir selama ia punya chanhee.
***
younghoon sudah setengah sadar waktu ia kembali ke teman-temannya, membawa chanhee yang tak sadarkan diri di punggung.
younghoon setengah sadar waktu temannya ramai-ramai membantu menenangkan dia dan memberikan pertolongan pertama pada chanhee, pikirnya terpusat pada skenario-skenario terburuk di mana–
uhuk
ketika ia dengar chanhee tersedak, younghoon langsung bergerak meraih chanhee dalam dekapnya, mencium pelipis lelaki itu seolah-olah hanya ia yang younghoon punya di dunia.
terima kasih younghoon ucapkan pada seluruh entitas di atas langit sana yang mengembalikan chanhee-nya dengan selamat.
kamudian secara klise, semuanya menjadi gelap.
iv. because i'm here.
younghoon tidak pernah berpikir bahwa berbagi mie cup dengan chanhee bisa menjadi se-awkward ini. lengang mengisi ruang di antara mereka tanpa satupun suara selain seruputan kuah mie yang hangat.
untuk rekap situasi: younghooon pingsan, lalu ia dibawa ke rumah sakit terdekat. saat ia sadar, hanya chanhee yang menungguinya di kamar. katanya, yang lain sibuk hubungi orangtua younghoon, mengambil pakaian ganti, mengurus administrasi rumah sakit, cari makan, banyak lah pokoknya. chanhee sendiri memilih untuk jagain younghoon dan yang lain setuju-setuju saja; hitung-hitung dia juga habis tenggelam.
belum sempat younghoon bicara, chanhee nangis.
buru-buru younghoon letakkan mie-nya dan meraih chanhee dalam pelukan. younghoon tidak tahu itu hari apa atau jam berapa, tetapi chanhee tampaknya belum istirahat banyak, pun sekedar beres-beres saja belum.
“chanhee.. kenapa?”
“lo,” isak chanhee. “lo kenapa bego banget sih.. gue juga bisa-bisanya tenggelem gue-” tangan younghoon yang membelai lembut surai legam chanhee membuat lelaki bulan april itu menangis lebih jadi. younghoon pun sadar, tubuh kecil chanhee gemetar hebat.
“nggak apa-apa, gue di sini,” satu usapan pada pipi. satu ciuman pada jejak air mata.
“chanhee, gue di sini.”
v. because i love you.
sebenarnya cinta itu seperti apa, sih?
pertanyaan itu seringkali terbesit dalam ruang pikir younghoon. teman-temannya mempunyai jawaban tersendiri yang bervariasi. tetapi bagi younghoon, jawabannya sangat sederhana.
cinta itu bukan tentang bagaimana sinar matahari jatuh ke wajah kekasihmu di pagi hari.
pun juga bukan tentang buket bunga dan coklat,
ataupun lagu-lagu cinta lawas yang mengagung-agungkan rasanya dibakar oleh api sendiri sampai habis tidak bersisa.
bagi younghoon, cinta bukanlah sesuatu yang agung. cinta itu sesederhana bagaimana hatimu terasa penuh dan pipimu terasa sakit karena lelah tersenyum. oleh karena itu ketika chanhee bertanya,
“cinta itu sebenarnya kaya gimana, sih?” younghoon hanya melihat chanhee seperti ia menggantung bulan dan bintang lalu meraih ranumnya dalam tautan.
“begini, chanhee.” katanya.
.
.
.
(kecupan younghoon berkata “chanhee, gue sayang sama lo,” dibalas dengan kecupan chanhee, “gue juga sayang sama lo, banget.”)
+i.
ketika younghoon dan chanhee jadian, teman-teman mereka bereaksi riuh. ada yang bilang 'akhirnya,' 'apa gue bilang!' dan bahkan ada yang mengeluh soal kalah taruhan.
pacaran. memikirikan bahwa dirinya dan chanhee pacaran masih menggelitik perut younghoon layaknya ia abege baru jatuh cinta. tapi ia tidak masalah, karena hatinya terasa penuh dan pipinya sakit karena tersenyum.
“younghoon,” ucap chanhee. mereka sedang menonton netflix berdua, kepala younghoon di pundak chanhee dan dagu chanhee bersandar di kepala younghoon. nampaknya chanhee mulai bosan dengan film pocong yang sedang mereka tonton.
“younghoon ih, aku manggil.” chanhee membetulkan duduknya.
“mau cium..”
younghoon cengengesan. dibawanya chanhee dalam ciuman lembut, tangan kanannya di tengkuk leher chanhee dan tangan kirinya di pinggang lelaki yang lebih muda itu. ia bisa merasakan baik chanhee dan dirinya tersenyum.
“kamu genit ya sekarang,” ucap younghoon di sela-sela ciuman mereka. chanhee hanya memutar matanya malas lalu melanjutkan permainan bibir mereka.
younghoon pernah berpikir bahwa ia orang yang sederhana. apa yang hidup berikan, ia terima seada-adanya. akan tetapi, bila itu tentang seorang choi chanhee, younghoon inginkan semua. ia inginkan chanhee dan hangatnya yang terasa seperti rumah, ia butuhkan chanhee layaknya lelaki itu sebuah oasis di padang pasir.
younghoon inginkan chanhee sampai udara di paru-parunya habis, dan ia tersenyum mengetahui chanhee menginginkannya dengan sama.