asahiiikun

Title : Mistletoe Kiss

Song to listen to : Justin Bieber – Mistletoe

Pairing : Jaehyuk/Asahi

Storyline:

Pernah dengar tentang mistletoe? Kata yang kerap didengar ketika Natal tiba. Nyatanya Mistletoe adalah tanaman semi-parasit seperti benalu. Ia tumbuh pada pohon apel, willow atau oak. Mistletoe mulai digantung di depan rumah pada tradisi kuno di Inggris karena dipercaya membawa keberuntungan dan mengusir roh jahat.

Mistletoe kiss. Berciuman di bawah Mistletoe merupakan tradisi yang banyak sepasang kekasih lakukan di malam Natal. Katanya Mistletoe juga melambangkan cinta. Jika sepasang kekasih berciuman di bawah Mistletoe, konon cinta keduanya akan abadi.

***

Pemuda manis dengan surai kecoklatan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangan kurusnya. Sesekali kepalanya bergerak seperti sedang mencari seseorang. Helaan napas keluar dari bibirnya. Uap dingin mengepul dari mulutnya. Pemuda dengan tubuh mungil itu mengeratkan baju hangatnya. Berharap dapat menghalau sedikit udara dingin yang menusuk tulang. Butiran salju turun perlahan dari langit. Pemuda itu tersenyum kecil melihat butiran halus seperti kapas itu mulai menutup jalanan di depannya.

“Asahi!“panggil seseorang dari kejauhan.

Mata pemuda dengan nama Asahi itu berbinar melihat seseorang yang dari tadi ditunggunya.

Asahi melambaikan tangannya semangat. Sementara orang yang baru saja memanggilnya berlari kecil menghampirinya.

“Maaf aku terlambat. Ada urusan mendadak tadi. Kau pasti kedinginan menunggu lama di sini.”

Asahi menggeleng pelan.

“Tidak apa-apa, Jaehyuk-ah.”

Yoon Jaehyuk.

Pemuda Korea, sahabatnya selama bertahun-tahun. Sahabat? Jujur Asahi tidak tahu harus mendeskripsikan seperti apa hubungannya dengan Jaehyuk. Tidak pernah ada kata suka ataupun cinta yang terucap dari keduanya. Tapi untuk sekedar teman biasa jugalah tidak. Yang dirinya tahu, Jaehyuk berharga untuknya.

Jaehyuk menangkup pipi Asahi dengan kedua tangannya yang terbalut sarung tangan tebal. Berusaha membuat pemuda di hadapannya merasa sedikit hangat.

“Pipi dan hidungmu sampai memerah seperti ini. Pasti dingin sekali,” ucap Jaehyuk khawatir sekaligus merasa bersalah karena sudah datang terlambat.

“Aku baik-baik saja,” kata Asahi berusaha meyakinkan lawan bicaranya.

Jaehyuk tersenyum kecil kemudian menarik lengan Asahi. Membawa tubuh mungil itu mendekat ke arahnya dan merengkuh pundak kurus pemuda mungil di sampingnya.

“Kita pulang sekarang hm?”

Asahi mengangguk cepat.

Keduanya berjalan beriringan. Hening tercipta di antara mereka. Sesekali Jaehyuk melirik Asahi yang masih betah menatap langit memperhatikan butiran salju yang turun semakin lebat.

“Kau sangat menyukainya, eum? Kau selalu menyukai salju. Aku ingat ketika kita pertama kali membuat boneka salju di halaman belakang rumahmu. Kau tertawa girang seperti anak kecil,” kata Jaehyuk. Matanya menerawang berusaha mengingat kenangan dari beberapa tahun silam.

Asahi menghela napas panjang.

“Sudah lama tidak melakukannya. Kau dan aku sama-sama sibuk dengan pekerjaan. Tidak pernah lagi membuat boneka salju. Tidak pernah lagi berlarian di tengah tumpukan salju. Aku rindu masa-masa itu.”

Asahi mengerucutkan bibir tipisnya. Sedikit sedih karena kesibukan masing-masing, mereka jarang menikmati waktu bersama.

“Mari melakukannya lagi,” ucap Jaehyuk lembut. Maniknya menatap lembut Asahi.

“Tapi... ini sudah malam. Kau masih harus bekerja besok.”

“Kebahagiaanmu lebih penting. Aku rindu melihat tawamu. Melihat dirimu yang seperti anak kecil melompat kegirangan. Aku ingin melihatnya lagi.”

Asahi menatap Jaehyuk dalam. Rona merah menghiasi pipi putihnya. Asahi mengeratkan genggaman tangan mereka.

“Gomawo, Jaehyuk-ah.”

***

Asahi berlari kecil melihat hamparan salju yang terbentang di depannya. Tawa menghiasi wajah manis itu.

Jaehyuk mengikuti pemuda manis itu dari belakang. Senyum merekah di kedua sudut bibirnya melihat pemandangan di depannya. Asahi yang begitu bahagia. Tawa lepas itu. Senyum lebar itu. Jaehyuk menyimpan semuanya dengan baik dalam memorinya.

“Kenapa Jaehyuk diam saja? Ayo buat boneka salju!”

Asahi menarik lengan Jaehyuk. Senyum tak berhenti menghiasi bibir merahnya.

Keduanya dengan segera larut dengan dunia mereka. Membuat gumpalan-gumpalan bola salju besar, menumpuknya menjadi 3 bagian. Asahi tertawa keras.

“Boneka salju Jaehyuk aneh! Bentuknya kenapa seperti itu?” candanya sambil tertawa.

“Jahat sekali menghina karyaku,” rengek Jaehyuk pura-pura sedih.

“Tidak masalah boneka saljunya jelek. Yang penting yang membuat, orangnya tampan!”

Pipi Jaehyuk memanas.

Mudahnya Asahi mengatakannya tanpa tahu jantungnya seperti melompat sekarang.

Jaehyuk mengacak rambut Asahi gemas.

“Sudah pandai menggodaku rupanya ya.”

Asahi menjulurkan lidahnya kemudian melempar satu genggam bola salju ke arah Jaehyuk membuat rambut pemuda itu dipenuhi butiran salju.

“Awas kau ya!”

Jaehyuk membalasnya dengan satu lemparan.

Keduanya tertawa lepas. Tidak peduli dengan malam yang semakin dingin. Tidak peduli waktu yang akan segera berganti hari.

Hanya ada Jaehyuk dan Asahi dengan dunianya sendiri. Bahagia dan saling melengkapi.

***

“Kau pernah dengar tentang mistletoe?” tanya Jaehyuk tiba-tiba.

Keduanya sedang duduk bersandar di sebuah pohon maple yang daunnya meranggas digantikan tumpukan salju di setiap dahannya. Lampu hias dengan cahaya kekuningan melingkari dahan dan batang pohon itu.

“Aku hanya tahu itu dari lagu.”

Jaehyuk tersenyum kecil mendengar jawaban Asahi.

Asahi dan musik. Ia tahu Asahi sangat menyukai musik. Sudah beberapa kali juga Jaehyuk mendengar lagu hasil karya Asahi.

“Kau ini kurang banyak membaca. Itu salah satu tradisi saat menjelang Natal. Orang-orang di Eropa sana akan membawa kekasihnya di bawah pohon tempat tanaman Mistletoe tumbuh kemudian menciumnya di sana. Mistletoe kiss,” jelas Jaehyuk. Maniknya tidak lepas memandangi wajah Asahi yang berjarak cukup dekat dengannya.

Asahi dapat merasakan rona merah menghiasi wajahnya sekarang.

'Mengapa tiba-tiba membahas tentang ciuman,' gumam Asahi dalam hati.

“A-ah begitu ya. Aku baru tahu ada tradisi seperti itu,” ucap Asahi yang merasa gugup sekarang.

Salahkan Yoon Jaehyuk yang membahas hal seperti ini.

Jaehyuk terkekeh pelan. Diam-diam menikmati wajah Asahi yang terlihat malu sekarang.

“Kau lihat pohon maple di atas kita? Di ujung-ujung dahannya tumbuh Mistletoe.”

Jaehyuk menengadahkan kepalanya. Menatap beberapa Mistletoe yang tumbuh di dahan pohon maple yang menaungi mereka.

Asahi ikut menatap ke atas. Memperhatikan Mistletoe yang sedari tadi dibahas Jaehyuk. Dahinya sedikit berkerut tatkala serius memandangi tumbuhan yang dimaksud Jaehyuk.

Secepat kilat Jaehyuk mempersempit jarak keduanya kemudian mengecup lembut bibir mungil Asahi yang terasa dingin. Sang empunya membelalakkan matanya. Terkejut bukan main dengan apa yang sedang terjadi.

Wajah Jaehyuk yang berada sangat dekat dengannya. Bibir mereka yang saling bertautan. Jantungnya berdetak tak karuan. Hatinya berdesir.

“J-j-jaehyukie....”

Jaehyuk melepaskan tautan bibirnya kemudian menatap dalam manik bening Asahi yang terlihat indah.

“Terima kasih selama bertahun-tahun selalu berada di hidupku. Aku hanya diam. Menikmati waktu denganmu tanpa pernah mengatakan apa-apa. Tidak pernah menjelaskan hubungan apa yang kita punya. Dan kau... dengan sabarnya tak pernah sekalipun bertanya atau mengeluh. Malam ini, under the Mistletoe, aku akan mengatakannya. Aku mencintaimu, Hamada Asahi.”

Lagi, Jaehyuk mengecup lembut bibir manis itu. Lama sebelum akhirnya melepaskannya.

Asahi menatapnya dengan dalam. Jaehyuk tahu sebentar lagi Asahi akan menangis. Jaehyuk menarik pemuda manis itu ke dalam pelukannya. Mengusap punggungya perlahan.

“Malam ini dan seterusnya, saat Natal tiba, I'll kiss you here,under the Mistletoe. Aku sangat amat mencintaimu, Hi-kun.”

Asahi masih membenamkan wajahnya di dada bidang Jaehyuk sebelum akhirnya membuka suara.

“Aku mencintaimu juga, Yoon Jaehyuk.”

End.

Title : 18

Song to listen to : One Direction – 18

Pairing : Jaehyuk x Asahi

Story :

Jaehyuk pertama kali m1elihatnya duduk diam di sudut ruangan latihan. Surai hitam membingkai wajah manisnya. Baju lengan panjang yang terlihat kebesaran di tubuhnya membuatnya terlihat sangat kecil. Manik bening nan polos itu membentuk bulan sabit ketika tersenyum. Lesung pipit menghiasi kedua pipi putihnya yang tidak tertutup riasan sama sekali. Sesekali dirinya tersenyum diiringi tawa kecil ketika temannya melontarkan candaan.

Pandangan keduanya saling bertemu pertama kali kala itu. Jantung Jaehyuk berdegup kencang. Jaehyuk melihat pemuda manis itu tertunduk malu. Semburat merah menghiasi kedua pipi mulusnya. Sementara lengkungan sempurna terbentuk di sudut bibir Jaehyuk. Ingin mendekati namun tak punya nyali.

Pertemuan kedua mereka terjadi saat perjalanan pulang Jaehyuk dari tempat training. Matahari senja menghiasi sore itu. Manik Jaehyuk menatap pemuda manis yang berdiri tidak jauh dari tempatnya sekarang. Pemuda manis itu sedang menatap langit. Telapak tangannya terbuka, menutup sebagian wajahnya berusaha menghalangi cahaya matahari senja yang mengenai wajahnya. Semburat oranye melingkupi pemuda manis itu. Jaehyuk memberanikan diri mendekat. Mereka sesama trainee. Seharusnya mereka tidak menjadi canggung. Tidak perlu menjadi pengecut bukan?

“Hai..,” sapa Jaehyuk ragu. Tangannya seketika berkeringat. Degup jantungnya menjadi lebih cepat.

Pemuda manis itu menatap Jaehyuk terkejut kemudian sekejap menundukkan kepalanya.

“H-hai..,” sapanya terbata.

Jaehyuk tersenyum gemas. Pemuda manis itu terlihat sangat manis ketika sedang malu seperti sekarang.

“Kau ingat aku? Kita bertemu kemarin di ruang latihan.”

Pemuda manis itu hanya mengangguk. Belum berani menatap wajah Jaehyuk.

“Yoon Jaehyuk. Itu namaku. Aku boleh tahu namamu?”

“A-Asahi.. Hamada Asahi,” jawabnya pelan.

“Kau dari Jepang? Senang berkenalan denganmu. Mulai sekarang kita berteman eum?”

Asahi mengangguk kecil. Memberanikan diri mengangkat wajahnya untuk menatap pemuda Korea dengan nama Yoon Jaehyuk itu. Seketika tersenyum. Matanya membentuk bulan sabit.

Jaehyuk terkesima.

Manis.

Langit senja yang menaungi keduanya dan semilir angin senja yang meniup surai hitam pemuda manis itu membuat pemandangan di hadapannya benar-benar berjuta kali lebih indah.

***

Sama-sama lahir ketika musim panas. Sama-sama lahir di tahun yang sama. Hanya terpaut 1 bulan. Sama-sama berusia 18 tahun. Sama-sama dipertemukan di Korea. Sama-sama berjuang meraih mimpi.

Takdir?

Bolehkah keduanya menganggap begitu?

Di tengah padatnya latihan yang keras, selalu ada pertemuan rahasia di antara keduanya.

Di sudut taman belakang gedung latihan.

Setiap jam 6 sore.

Selama 20 menit. Hanya itu waktu yang mereka punya.

Ketika matahari senja mulai terbenam di ufuk barat. Ketika sinar mentari senja melingkupi keduanya.

“Indah ya..,” ucap Jaehyuk menatap kagum langit yang mulai berubah warna menjadi jingga.

“Hmmm...,“sahut Asahi dengan anggukan pelan. Tangannya meraih kamera yang dikalungkan di lehernya. Mengambil gambar langit senja hari itu.

“Kau percaya kata selamanya?” tanya Jaehyuk tiba-tiba.

Asahi menatapnya bingung.

“Kenapa bertanya seperti itu? Di dunia, tidak ada yang abadi.”

“Jika aku mengatakan akan menyukaimu selamanya, apakah kau percaya?”

Asahi tertawa pelan. Mungkin menganggap Jaehyuk gila. Mereka masih muda. 18 tahun. Bagaimana bisa bicara selamanya?

“Kau ini ada-ada saja, Jaehyuk-ah. Perjalanan masih panjang. Jangan berkata tentang selamanya.”

Jaehyuk menatap Asahi lembut. Lesung pipit terbentuk sempurna kala bibir itu tertawa.

Mungkin terdengar gila.

Ketika kau berusia 18 tahun dan berbicara tentang selamanya.

Mungkin aneh menurut Asahi.

Namun Jaehyuk tahu apa keinginan hatinya.

Selamanya menjaga pemuda manis di sampingnya ini. Menjaga senyum itu. Menjaga manik itu agar air mata tidak pernah terjatuh dari sana.

“Mungkin terdengar aneh untukmu. Mungkin terlalu gila untuk berbicara selamanya. Tapi, aku akan membuktikannya.”

Asahi menatap bingung Jaehyuk dengan dahi berkerut. Pandangan itu begitu serius. Tidak ada kebohongan di sana.

“Aku bukan tak percaya. Tapi, akan menyakitkan jika kenyataannya suatu saat nanti kita harus berpisah. Akan terasa sakit dan kecewa,” lirih Asahi pelan.

Jaehyuk menatap lembut Asahi. Tangannya mengelus pucuk kepala pemuda manis itu.

“Aku tidak akan pernah meninggalkanmu. Kita akan meraih mimpi kita bersama. Menari dan menyanyi bersama di atas panggung yang selalu kita impikan. Buat dunia mendengar musik kita. Tidak pernah lari selangkahpun dari sisimu. Berada di hidupmu, melindungimu, selalu mendengarkanmu, membantumu, menjadi support systemmu. Itu yang aku mau,” ucap Jaehyuk serius sambil menatap lekat Asahi. Sejurus kemudian menarik pemuda manis itu ke dalam pelukannya.

***

Many years later......

Jaehyuk menatap Asahi yang menangis di sebelahnya. Matanya berkaca-kaca menatap jutaan fans di depan mereka. Malam ini konser terakhir mereka sebelum Treasure memutuskan untuk fokus akan hidup mereka masing-masing.

Jaehyuk merengkuh pundak kurus Asahi. Mengusapnya perlahan berusaha menenangkan pemuda yang bertahun-tahun lamanya menjadi kekasihnya. Tangannya menggenggam erat tangan mungil yang terasa pas di genggamannya.

Bertahun-tahun lamanya terlewati namun hatinya tak pernah berubah. Separuh perjalanan hidupnya terlewati tapi perasaan itu masih sama. Keduanya bersama 10 member lainnya meraih mimpi bersama. Bertahun-tahun berdiri di panggung yang sama. Menari dan menyanyi bersama. Dan Jaehyuk masih merasa hal-hal terbaik di dalam hidupnya baru saja terjadi kemarin.

Mata Jaehyuk memanas. Hatinya berdesir dan terasa penuh. Perasaan hangat melingkupi hatinya. Semakin mengeratkan genggamannya pada pemuda yang sangat dicintainya ini.

Jaehyuk tidak akan pernah melepas Hamada Asahi.

Pernyataan gilanya bertahun-tahun lalu terbukti sampai hari ini.

***

Asahi menatap langit malam dari atap gedung dorm mereka. Selimut tebal menggantung di pundaknya. Angin malam yang dingin membuatnya mengeratkan selimutnya berusaha menghalangi dingin yang perlahan menyusup. Jaehyuk membawa dua cangkir susu panas di tangannya kemudian menyodorkan salah satunya untuk Asahi.

“Minumlah agar kau merasa lebih hangat.”

Asahi tersenyum kecil.

“Malam ini tidak akan pernah aku lupakan. Aku tidak akan pernah melupakan wajah bangga fans yang melihat kita tadi. Menjadi bagian dari Treasure adalah hal paling ajaib yang terjadi dalam hidupku. Mulai sekarang, aku harus hidup lebih baik lagi. Melakukan hal yang sebelumnya tidak bisa aku lakukan.”

“Treasure tidak pernah hilang, Asahi. Treasure tetap akan ada. Selamanya. Mungkin kita akan lebih jarang menyapa fans. Tapi dua belas member akan selalu ada. Dunia akan selalu mengingat kita. Musik kita. Semuanya.”

Asahi mengangguk semangat kemudian menatap lekat Jaehyuk yang juga menatapnya dalam.

“Ingat perkataanku yang kau anggap aneh dulu? Aku berkata tentang selamanya. Aku berkata tidak akan pernah meninggalkanmu. Tidak akan pernah lari dari sisimu. Hari ini aku membuktikannya kepadamu. Sekalipun kita tidak lagi berdiri di panggung yang sama, sekalipun kita akan meraih mimpi-mimpi kita yang lainnya, aku masih di sini. Tidak pernah pergi. Aku mencintaimu sejak kita berusia 18 tahun dan tidak pernah berubah sampai detik ini.”

Manik Asahi berkaca-kaca mendengar perkataan Jaehyuk. Dirinya menghambur ke dalam pelukan Jaehyuk. Memeluk erat pemuda itu.

Kata-kata yang ia anggap gila dulu sekarang menjadi kenyataan yang terlihat jelas di depannya.

Yoon Jaehyuk.

Di dalam dekapannya.

Selalu bersamanya.

Selamanya.

-I have loved you since we were 18 Long before we both thought the same thing

To be loved and to be in love

All I can do is say that these arms Are made for holding you

I wanna love like you made me feel When we were 18~

Title: Love Language

Note: (~):flashback

(–) : tulisan dan cara Asahi berkomunikasi.

___________________

Hamada Asahi.

Jaehyuk pertama kali mengenalnya 10 tahun yang lalu. Saat itu, Asahi adalah tetangga baru tepat berada di sebelah rumahnya. Asahi dan keluarga berasal dari Jepang tapi sudah kurang lebih 2 tahun menatap di Korea. Jaehyuk masih mengingat jelas pertemuan pertamanya dengan anak laki-laki manis yang tidak pernah luput dari hidupnya.

*****

~Flashback

10 tahun lalu...

Jaehyuk menatap langit senja sore itu. Hamparan bunga dandelion membentang indah di depannya. Jaehyuk memetik salah satunya kemudian meniupnya pelan, menerbangkan serpihan-serpihan bunga halus. Jaehyuk tersenyum kecil melihat serpihan bunga berterbangan di sekitarnya.

Jaehyuk mengarahkan pandangannya ke kanan tatkala melihat anak laki-laki manis dengan kulit pucat sedang melalukan hal yang sama seperti yang ia lakukan. Meniup lembut dandelion di tangan kurusnya. Membuat serpihan bunga itu melayang-layang di udara. Anak laki-laki itu menoleh ke arahnya dan tersenyum. Manis.

Senyuman manis itu membekas sempurna di dalam otak Jaehyuk. Belum pernah ia melihat senyum semanis itu. Dengan langkah ragu Jaehyuk menghampiri anak laki-laki itu sementara anak manis itu hanya menatapnya bingung.

“Namaku Yoon Jaehyuk.”

Jaehyuk mengulurkan tangannya. Makhluk manis di depannya ini hanya diam. Menatap uluran tangan itu bingung.

“Namamu siapa?” tanya Jaehyuk lembut.

Anak laki-laki itu membuka tas kecil yang dibawanya, mengeluarkan sebuah notes kecil dan pulpen hitam dari dalamnya. Jari-jari lentiknya bergerak. Menuliskan sesuatu di sana.

-Namaku Asahi. Hamada Asahi-

Jaehyuk balas menatapnya bingung.

-Aku tidak bisa bicara-

Tulisnya lagi.

Barulah Jaehyuk mengerti. Laki-laki manis dengan nama Hamada Asahi ini tidak bisa berbicara.

Jaehyuk tersenyum kecil kemudian mengelus surai hitam halus yang bergerak kecil karena ditiup angin.

“Kau manis sekali.”

Asahi menatapnya kaget dengan mulut sedikit terbuka kemudian menunduk malu. Wajahnya memerah.

Jaehyuk terkekeh kecil melihat pemandangan indah di depannya. Kemudian meraih tangan kurus itu dan menggenggamnya.

“Hari semakin sore. Langit akan menjadi semakin gelap. Ayo pulang. Aku antar kau pulang.”

Asahi menatap Jaehyuk dengan mata beningnya kemudian mengangguk kecil.

Jaehyuk tidak melepaskan genggamannya dari tangan mungil yang terasa sangat pas bertautan dengan tangannya. Menatap Asahi lembut dengan senyum mengembang.

Cinta pertama ternyata benar adanya hm? Tapi bocah 10 tahun tahu apa tentang cinta.

“Asahi, ternyata rumah kita bersebelahan. Lihat! Astaga ternyata kau adalah tetangga baru yang Ibuku ceritakan beberapa hari lalu.”

Asahi tersenyum kecil kemudian menulis beberapa kalimat pada notes kecilnya.

-Ibuku juga menceritakan tentang anak laki-laki yang akan menjadi tetangga baruku. Katanya kita seumuran. Ternyata kau orangnya-

Jaehyuk membaca tulisan rapi pada kertas putih itu.

“Mulai sekarang, kita berteman. Kita bisa bermain bersama setiap hari. Selamanya,” ucap Jaehyuk. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Asahi.

Asahi mengangguk senang. Mengeratkan genggamannya dan mengayun-ayunkan kedua tangan mereka.

Flashback end~

*****

Jaehyuk menatap pemuda manis yang sedang duduk memunggunginya. Tangan kanannya bergerak lincah di atas kanvas sementara tangan kirinya memegang palet yang dengan berbagai warna cat minyak.

Jaehyuk menghampirinya perlahan kemudian memeluk leher pemuda manis itu dari belakang. Asahi sedikit tersentak kemudian dengan cepat membalikkan badannya.

-Jaehyuk tumben sudah pulang kuliah-

Tangan Asahi bergerak-gerak di udara. Karena ia tidak bisa berbicara, Asahi berkomunikasi dengan bahasa isyarat.

Jaehyuk tersenyum mengacak rambut halus itu.

“Hari ini dosen mata kuliah terakhirku tidak masuk jadi aku bisa pulang lebih awal.”

Demi seorang Hamada Asahi, Jaehyuk belajar menggunakan bahasa isyarat agar dirinya bisa mengerti apa yang 'dikatakan' Asahi. Awalnya mereka berkomunikasi dengan notes kecil milik Asahi. Tapi, Jaehyuk ingin masuk ke dalam dunia seorang Asahi. Ia ingin merasakannya. Ia ingin mengerti 'bahasa' yang Asahi ungkapkan dengan tangannya.

-Jaehyuk sudah makan?-

Jaehyuk menggeleng pelan.

“Aku ingin makan bersamamu. Lihat! Aku beli tteokbokki kesukaanmu. Kita makan bersama ya.”

Asahi mengangguk semangat. Menangkupkan kedua tangannya dan bertepuk tangan kecil.

Jaehyuk gemas bukan main melihat pemuda di depannya ini. Tangannya terulur mengacak surai legam Asahi.

“Asahi sedang melukis apa?” Jaehyuk menatap kanvas di depannya penasaran.

“Itu diriku?”

Asahi begerak kikuk berusaha menutupi lukisannya. Wajahnya memerah. Malu.

“Kenapa harus malu? Aku senang ketika kau menjadikanku objek lukisanmu. Lukisanmu selalu indah. Aku menyukainya.”

Asahi semakin menunduk malu. Semburat merah menghiasi pipi putihnya. Asahi menepuk pelan lengan Jaehyuk menyuruhnya berhenti untuk memujinya karena ia merasa malu sekarang.

Jaehyuk terkekeh melihat tingkah Asahi. Mengecup pipi mulus itu lembut.

“Kau sangat menggemaskan, Sahi-ya.”

-Diam. Jangan membuatku semakin malu-

Jaehyuk tertawa keras.

'He's really cute when I tease him hm?' gumamnya dalam hati.

****

Langit malam itu dipenuhi bintang. Asahi menengadah menatap kelip-kelip kecil di atas sana dari beranda kamarnya. Sesekali tersenyum kecil.

“Sahi-ya, kenapa malam-malam begini di luar? Kau bisa sakit karena kedinginan. Lihat apa, sih?” tanya Jaehyuk yang baru saja masuk ke dalam kamar Asahi.

Asahi tersenyum kemudian menunjuk langit malam. Jaehyuk menoleh ke atas dan melihat kelap-kelip bintang kecil di sana.

“Ya sudah kalau kau mau melihat bintang. Tapi pakai sweater dulu ya. Aku tidak mau kau sakit.”

Asahi meraih sweater dari tangan Jaehyuk kemudian memakainya.

-Gomawo, Jaehyukkie-

Jaehyuk memposisikan dirinya di sebelah Asahi. Menarik kepala Asahi untuk bersandar di pundaknya. Mengelus surai hitam itu lembut.

Keduanya terdiam larut dengan pikiran mereka masing-masing.

“Asahi, jika ayah dan ibumu sedang bekerja dan aku pergi kuliah, apakah kau kesepian di rumah sendirian?” tanya Jaehyuk tiba-tiba.

Asahi menatap manik bening Jaenyuk kemudian mengangguk kecil.

-Asahi juga ingin bisa kuliah seperti Jaehyuk. Punya banyak teman-

Jaehyuk menatap Asahi sendu. Sejak kehilangan suaranya, teman-teman Asahi meninggalkannya. Mereka menganggap sulit untuk berkomunikasi dengan Asahi. Oleh karena itu, sejak kecil Asahi mengikuti homeschooling. Ibunya merasa lebih baik bagi Asahi untuk belajar di rumah. Tak tega melihat wajah murung anaknya setiap pulang sekolah karena teman-teman yang semula bermain dengannya justru menjauhi dirinya.

Sungguh Asahi tidak ingin hal ini terjadi padanya. Jika dia bisa memohon, ia ingin Tuhan mengembalikan suaranya. Kecelakaan yang dialaminya ketika usianya 6 tahun mengakibatkan kerusakan pada pita suaranya. Masa itu adalah masa paling kelam untuk Asahi.

“Kau punya aku, Sahi-ya. Aku tidak akan pernah pergi dari sisimu. Kita akan selalu bersama. Aku tidak akan pernah kemana-mana. Maafkan aku yang terkadang sibuk dengan kuliahku sehingga membuatmu kesepian,” kata Jaehyuk lembut.

Asahi menggelengkan kepalanya.

-Jangan meminta maaf. Aku akan lebih sedih jika kau tidak giat belajar dan tidak bisa meraih mimpimu-

Jaehyuk menatap dalam manik Asahi. Pemuda ini sangat peduli akan mimpi-mimpinya. Asahi memang tidak bisa bicara tapi bagi Jaehyuk, Asahi adalah sempurna. Perfectly imperfect. Setiap kata-kata yang Asahi ungkapkan sekalipun hanya dari gerak tangannya jauh lebih berarti dibanding kata-kata yang bisa terucap dengan suara.

Semua orang mengatakan Asahi beruntung memiliki Jaehyuk. Beruntung Jaehyuk mau menjadi temannya. Namun nyatanya, Jaehyuklah yang beruntung memiliki Asahi. Pemuda lembut dan polos dengan hati seperti malaikat ini mau menjadi bagian hidupnya.

“Gomawoyo, Sahi-ya. Aku beruntung memilikimu.”

Asahi tersenyum kecil kemudian menghambur ke dalam pelukan Jaehyuk. Membenamkan wajahnya pada dada bidang Jaehyuk. Jaehyuk merasakan kausnya basah. Melepaskan pelukan itu sebentar.

“Hei kenapa menangis?” tanyanya lembut sambil menghapus jejak air mata yang membasahi kedua pipi Asahi.

-Jaehyuk selalu membuatku merasa bahagia dan berharga. Padahal aku bukan apa-apa-

Jaehyuk memperhatikan gerak tangan Asahi. Bukan apa-apa katanya? Hamada Asahi adalah segalanya baginya.

“Sahi-ya. Jangan pernah mengatakan kau bukan apa-apa. Bagiku, Asahi adalah segalanya. Asahi adalah dunia Yoon Jaehyuk. A-aku.. mencintaimu, Sahi-ya. Aku menjadi pengecut selama 10 tahun ini. Tapi sejak senja itu di tengah hamparan dandelion, aku sudah menyukaimu.”

Jaehyuk mengatakan semuanya. Yang selama ini dipendamnya rapat-rapat. Menatap dalam manik Asahi. Berusaha menyatakan semua perasaan cintanya pada pemuda manis ini.

Asahi menatap Jaehyuk. Matanya membulat karena terkejut mendengar pengakuan Jaehyuk. Jaehyuk mencintainya? Selama 10 tahun? Mencintai dirinya yang kekurangan ini? Asahi bingung setengah mati bagaimana bisa pemuda sesempurna Jaehyuk menyukai dirinya.

-Aku juga mencintaimu. Tapi aku tidak bisa bicara. Kau begitu sempurna sedangkan aku penuh kekurangan. Aku hanya akan menghambat hidupmu-

Hati Jaehyuk mencelos. Apakah selama ini Asahi merasa dirinya tidak pantas?

Jaehyuk menggenggam tangan Asahi.  Erat. Menautkan jari-jari keduanya.

“Bagiku kau adalah sempurna. Lantas mengapa jika kau tidak bisa bicara? Caramu 'berbicara' dengan gerak tanganmu jauh lebih berarti dibanding kata-kata yang mampu diucapkan orang lain. Bagi orang lain, it's just a sign language, tapi bagiku, it's your love language. Bagiku, itulah caramu membahasakan cinta. Meski tanpa suara, tapi terdengar lantang di telingaku. Apapun tentangmu sudah menjadi duniaku. Dari 10 tahun lalu, sekarang dan kuharap selamanya.”

Hati Asahi terasa penuh mendengar satu per satu kata yang Jaehyuk ucapkan. Tidak ada kebohongan atapun kemunafikan. Semuanya tulus disampaikan.

Matanya berkaca-kaca. Perlahan air mata mengalir dari sudut matanya. Jaehyuk menariknya ke dalam pelukan.

“Aku paling tidak suka melihat air mata mengalir dari manik indahmu. Jadi, berhenti menangis eum?” Jaehyuk mengelus surai hitam Asahi dengan sayang, mengecup pucuk kepalanya.

Jaehyuk melepaskan pelukannya kemudian menangkup pipi mulus tanpa cacat itu. Mengecup bibir tipis itu singkat.

“Andai aku hadir di kehidupanmu lebih cepat. Lebih dulu dari teman-temanmu yang meninggalkanmu. Andai aku hadir di masa kelammu, menjadi sandaran dan pelindungmu. Kau tidak akan seterluka ini. Karena itu, selama ada aku, tidak ada yang bisa menyakitimu lagi. Kau... selalu sempurna bagiku. Dengan atau tanpa suara.”

Jaehyuk menatap Asahi tajam. Ia ingin Asahi mengerti bahwa dirinya bersungguh-sungguh. Ia ingin Asahi mengerti Yoon Jaehyuk tidak akan pernah pergi dari kehidupannya. Ia ingin Asahi mengerti seorang Yoon Jaehyuk bukan apa-apa tanpa seorang Hamada Asahi. Asahi adalah dunianya.

Asahi menghambur ke dalam pelukan Jaehyuk. Memeluk pemuda yang dicintainya ini erat. Asahi tidak akan pernah melepaskan malaikat pelindungnya.

Bagi orang lain, gerak tangannya tidak dapat dimengerti. Tapi bagi Asahi itu adalah satu-satunya cara membahasakan cintanya untuk seorang Yoon Jaehyuk.

End.

Kinda songfic? inspired by treasure song “orange”. Lyrics translation are in (~) sign

____________________________________________________________________________

Title: Orange

~I want to see you, even a minute and a second faster 

You always say you're busy, so we spend limited time again

Happy times go by quickly, such a shame 

But I'm fine with that, it's better for us~

Dua pemuda sedang membaringkan tubuh lelah mereka di rooftop YG training center. Jarang sekali mereka mempunyai waktu luang seperti sekarang ini. Pemuda asal Korea bernama Jaehyuk menatap pemuda Jepang dengan wajah tampan yang sedang berbaring di sebelahnya dengan mata tertutup. Angin sore itu meniup kecil surai halus pemuda manis dengan nama lengkap Hamada Asahi. Jaehyuk mengenalnya sebulan yang lalu, saat trainee Jepang pertama kali datang dan diperkenalkan di YG training center di Korea. Jaehyuk tersenyum mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah di sebelahnya ini. Jika bisa, Jaehyuk ingin waktu berhenti. Menikmati setiap hari, setiap jam dan menit bersama Asahi.

Asahi, pemuda yang sedari tadi ditatap membuka pelan matanya. Tangan kanannya menutup sebelah matanya mencoba menghalangi cahaya matahari senja yang berada di atasnya. Senyum kecil menghiasi bibir tipisnya tatkala melihat langit sore itu. Guratan warna oranye mewarnai langit di atasnya. Beberapa burung berterbangan bersiap pulang ke sarangnya. Dirinya tidak sadar sedari tadi Jaehyuk sedang menatapnya dalam.

“Andai setiap hari bisa seperti ini, ya, Jaehyuk-a”, kata Asahi pelan, kemudian menghadapkan kepalanya ke arah Jaehyuk, melihat pemuda tampan di sampingnya.

“Ne.. Andai setiap hari bisa seperti ini. Memandang langit seperti ini. Aku suka matahari. Apalagi matahari senja. Sebelum kau datang ke Korea, aku selalu menghabiskan waktuku di sini ketika punya waktu luang. Dengan melihat langit senja, entah kenapa hatiku menjadi tenang. Ditemani dengan semilir angin, mendengar suara cicit burung yang pulang ke sarangnya, sambil menunggu langit menjadi gelap.”

“Gomawo Jaehyukkie sudah menunjukkanku tempat ini. Aku menyukainya.”

Jaehyuk tersenyum kecil menampakkan deretan giginya yang rapi. Ingin rasanya tangannya membelai surai hitam Asahi, tapi Jaehyuk mana punya nyali. Bagi Jaehyuk, bisa sedekat ini dengan Asahi saja sudah merupakan keberuntungan baginya. Asahi sangatlah pendiam dan pemalu. Butuh usaha ekstra untuk dapat mendekatinya. Jaehyuk tidak meminta lebih. Bisa menghabiskan waktu seperti ini saja sudah cukup untuk sekarang.

“Sebentar lagi latihan team B akan dimulai, Sahi-ya. Aku harus segera kembali ke ruang latihan. Kau langsung pulang ke dorm?” tanya Jaehyuk lembut.

Sebersit rasa kecewa mewarnai wajah Asahi. Asahi melirik jam tangan hitam di pergelangan tangannya. Baru saja mereka 30 menit di sini tapi Jaehyuk harus kembali latihan. Jadwal latihan Asahi memang selesai lebih dulu hari ini dibanding Jaehyuk. Asahi tampak berpikir sebentar. Sebuah ide muncul di kepalanya.

“Apa boleh aku menunggu Jaehyukkie?” tanya Asahi pelan.

Jaehyuk menatap Asahi kemudian menggelengkan kepalanya.

“Aku bisa latihan sampai larut, Sahi-ya. Nanti kau lelah jika menungguku. Bukankah kau juga ada janji dengan Mashi dan Ruto?”

Sepertinya Asahi lupa akan janjinya hari ini.

Asahi membelalakkan matanya menyadari dirinya lupa akan janjinya dengan Mashi dan Ruto. Asahi menepuk jidatnya. 

“Astaga! Aku lupa. Untuk kau mengingatkanku, Jaehyuk-a!”

Mau tidak mau Jaehyuk tertawa melihat betapa menggemaskannya pemuda Jepang di hadapannya ini. 

“Baiklah. Aku turun duluan ya. Asahi mau ikut turun?”

Jaehyuk sudah tahu jawabannya. Pasti Asahi akan berdiam di sini sampai matahari terbenam dan langit berubah menjadi gelap.

“Ani.. Aku mau di sini dulu.”

~I talked a lot with you

When I look at the watch, I suddenly get befuddled

I don't want to send you home now, but I can't

You're the one who's turning orange today

I feel like I'll go home while feeling regretful I want to spend more time with you~

Asahi mendudukkan tubuhnya. Kepalanya menengadah menatap langit yang sedikit demi sedikit mulai bertambah gelap. Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Matanya terpejam. Menikmati setiap detik yang ada. Jaehyuk hanya bisa terpesona dengan pemandangan di sampingnya. Semburat oranye mewarnai wajah Asahi. 

“Sahi-ya....,” panggil Jaehyuk pelan hampir tidak terdengar.

Asahi menoleh menatap Jaehyuk. Matanya bertemu dengan mata bening Jaehyuk. 

Indah.

Satu kata terlintas di otaknya. Warna oranye yang mewarnai wajah Jaehyuk saat ini membuatnya berkali-kali lebih tampan. Tatapan menenangkan itu. Senyum lembut itu. Asahi suka semua itu. 

“Hm? Kenapa Jaehyukie?”

“Ah.. Tidak.. tidak apa-apa. Aku turun sekarang ya. Kau jangan terlalu lama di sini. Udara semakin dingin, nanti kau sakit. Sampai bertemu besok.”

Asahi mengangguk kecil. Menatap punggung Jaehyuk yang mulai berjalan pergi menuruni anak tangga. Asahi menghela napas. 

Jaehyuk. Asahi baru mengenalnya sebulan ini tapi Jaehyuk sudah menjadi bagian harinya. Kesibukan mereka menjadi trainee membuat mereka sulit menghabiskan waktu bersama. Seandainya mereka punya waktu bersama seperti tadi, entah kenapa waktu selalu berjalan lebih cepat dari biasanya. Asahi mengangkat jari telunjuk kanannya ke atas langit. Mengukir hangul Jaehyuk di sana. Asahi melipat lututnya, membenamkan wajah manisnya di antara kedua lututnya. Menikmati keheningan senja hari itu.

~Just like the sun goes down, it will rise again 

I want to see you tomorrow again 

I think I'm going home feeling sad 

Unfortunately, the sunset is starting to appear today~

***

Tidak terasa sudah beberapa bulan Asahi berada di Korea. Berlatih keras dan berjuang agar tidak tersisih dari survival show YG Treasure Box. Jujur, Asahi terkadang merasa tidak percaya diri bersaing dengan trainee lainnya. Mereka semua berbakat sedangkan masih banyak hal yang harus Asahi perbaiki. Asahi larut dalam pikirannya saat seseorang menepuk pundaknya dan merangkulnya. Jaehyuk sudah berdiri di sampingnya dengan senyum cerahnya. Tangan kirinya merangkul pundak Asahi.

“Kenapa melamun? Ada hal yang kau pikirkan?“ 

Jaehyuk mencoba bertanya. Jaehyuk tahu ada yang mengganggu pikiran Asahi. Dahi pemuda di sebelahnya ini selalu berkerut jika sedang ada yang menganggu pikirannya. Menghabiskan waktu setiap hari bersama Asahi membuat Jaehyuk menyadari semua ekspresi-ekspresi Asahi dan Jaehyuk merasa beruntung akan hal itu. Orang-orang bilang Asahi manusia tanpa ekspresi. 

Hm.

Mereka hanya tidak pernah melihat Asahi sedekat ini. Dahinya akan berkerut ketika memikirkan sesuatu. Asahi akan menggembungkan pipinya jika dia kesal akan sesuatu. Ujung bibir kirinya akan terangkat sedikit ketika Asahi berusaha menahan tawa. Jaehyuk melihat semua itu. Selama beberapa bulan ini hanya Asahi yang memenuhi pikirannya.

Pengecut.

Jaehyuk tahu akan hal itu. Jaehyuk tahu desiran di hatinya setiap Asahi menatapnya. Jantungnya yang berdetak lebih cepat ketika Asahi tersenyum padanya. Tapi Jaehyuk terlalu pengecut untuk mengatakan segalanya. Dia takut Asahi akan pergi jika salah satu dari mereka harus ada yang tereliminasi. Jaehyuk takut tidak bisa menahan perih di hatinya ketika mereka berdua harus berpisah.

“Ya! Apakah kau mendengarkanku, Jaehyukie?!”

Lamunan Jaehyuk buyar. Sial. Malah dirinya yang melamun sedari tadi.

“Ah mianhae Sahi-ya. Aku tidak memperhatikan. Kau bilang apa tadi?”

“Tidak jadi! Aku sudah bercerita panjang lebar dan kau malah diam saja.”

Asahi menyentakkan kakinya.

Lucu.

Jaehyuk tertawa melihat Asahi yang menggembungkan pipinya karena kesal.

“Maafkan aku, ne? Sehabis latihan kita jalan-jalan ya? Kau mau?”

Asahi menunduk malu. Tentu saja Asahi mau. Tidak mungkin menolak jika menghabiskan waktu dengan Jaehyuk.

“Kemana?”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Rambut Jaehyuk yang sedikit berantakan karena keringat membuat wajahnya semakin menarik. 

“Bersepeda di tepi Hangang River. Kau mau?”

Asahi mengangguk kecil. Ingin rasanya melompat karena dirinya terlalu senang saat ini.

“Aku tunggu di depan gedung ya nanti sore. Kabari aku jika latihanmu sudah selesai. Aku harus segera pergi. Latihanmu juga akan segera dimulai kan? Jangan sampai terlambat nanti pelatih memarahimu.”

Asahi mengangguk dan menatap punggung Jaehyuk yang berlari kecil di depannya. Asahi tersenyum kecil dan mengarahkan pandangannya ke jendela besar yang berada di sampingnya. Dari sini Asahi bisa melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Asahi tidak bisa membayangkan jika Jaehyuk tidak ada di hidupnya. Jaehyuk yang selalu membantunya selama di Korea. Yoon Jaehyuk. Pemuda itu penting baginya.

***

Langit sore itu sangat indah. Guratan warna oranye dengan percikan warna ungu menghiasi bentangan langit dengan awan-awan kecil.

Jaehyuk mengayuh sepedanya sambil memperhatikan Asahi yang berada di depannya. Asahi sesekali menoleh ke belakang menyuruh Jaehyuk untuk mengayuh lebih cepat. Angin meniup surai hitamnya. Tawa menghiasi bibir tipis itu.

Jaehyuk ingin waktu berhenti saat ini juga. Pemandangan di depannya benar-benar pemandangan terindah di dalam hidupnya. Dengan tawa selepas itu, hati Jaehyuk terasa penuh. Ingin rasanya melihat dan mendengar tawa itu setiap hari.

Lama mereka mengayuh sepeda mereka sebelum akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Keduanya duduk berdampingan di salah satu kursi kayu yang menghadap langsung ke Han River.

Jaehyuk membuka sebotol air mineral kemudian memberikannya kepada Asahi.

“Minum dulu Sahi-ya. Kau sampai berkeringat seperti itu.”

Asahi dengan senang hati menerimanya dan menegak habis air di botol itu. Tenggorokannya terasa kering sedari tadi karena lelah.

Hening. Keduanya menatap Han River yang tenang. Masing-masing dengan pikirannya. Angin bertiup sedikit kencang. Asahi mengusap-usap kedua lengan kurusnya. Berusaha memberikan sedikit kehangatan.

“Asahi kedinginan? Kenapa kau lupa membawa jaketmu hari ini?Nanti kau sakit.”

Jaehyuk melepaskan jaket tebalnya dan memakaikannya di pundak Asahi.

“Ah tidak perlu Jaehyukie. Nanti kau yang kedinginan. Kau bisa sakit juga.”

“Aku tidak apa-apa. Kau lebih penting.”

Asahi sedikit terkejut mendengar perkataan Jaehyuk. Jantungnya berdegup kencang. Ia yakin wajahnya memerah sekarang. Asahi tidak berani menatap Jaehyuk karena ia tahu ia akan malu setengah mati jika melihat wajah Jaehyuk sekarang.

Jaehyuk yang menyadari wajah Asahi yang memerah tertawa kecil di dalam hatinya. Sungguh menggemaskan. Rasanya ingin menarik Asahi ke pelukannya sekarang juga.

Jaehyuk yang menyadari Asahi mulai tidak nyaman berusaha mencari pembicaraan lain.

“Bagaimana harimu Sahi-ya?”

“Hari ini menyebalkan sekali. Pelatih menegurku berkali-kali karena aku melakukan kesalahan terus. Tidak hanya itu! Ruto juga menyebalkan hari ini. Dia bilang akan menungguku untuk turun bersama,tapi dia malah meninggalkanku. Huft! Aku kesal aku sampai harus berlari mengejar langkah panjangnya. Lelah sekali! Maaf aku jadi mengeluh seperti ini.”

Asahi mengeluh panjang lebar kemudian melipat kedua tangannya di depan dadanya. Pipinya digembungkan pertanda Asahi kesal mengingat kejadian tadi.

Jaehyuk hanya tertawa kecil dan entah keberanian darimana Jaehyuk mengacak lembut surai Asahi kemudian membawa kepala pemuda manis itu ke bahunya. Menepuk pundak Asahi pelan bermaksud menenangkan. Tangan kirinya menggenggam tangan Asahi yang sedikit dingin. Berusaha menyalurkan kehangatan di sana.

“Gwaenchana, ceritakan saja semuanya kepadaku. Aku mau mendengar semua cerita Asahi. Dari yang bahagia sampai yang paling sedih sekalipun.”

Asahi terkejut bukan main dengan apa yang dilakukan Jaehyuk. Asahi harap Jaehyuk tidak menyadari betapa gugupnya dirinya sekarang inu.

Well, Asahi menikmatinya. Bersandar pada pundak Jaehyuk sangatlah nyaman. Asahi seperti merasa mempunyai support yang selalu berada di sisinya. Lelah di tubuhnya seketika hilang. Asahi bersyukur mengenal Jaehyuk. Mengejar mimpinya adalah tujuan Asahi ke Korea tapi bertemu Jaehyuk juga anugerah terindah untuknya.

~Orange color, cool wind I narrow the distance and hold your hand Even if I say meaningless words You don’t look at me, you look nervous~

“Sahi-ya....”

Asahi menegakkan kepalanya dan menatap Jaehyuk.

“Hm? Kenapa, Jaehyuk-a?”

“Tetaplah tersenyum dan tertawa seperti tadi ya. Aku tahu hari-hari menjadi trainee tidaklah mudah untuk kita. Terutama untukmu. Kau jauh dari keluargamu tentu kau merindukan mereka setiap hari. Di depan mungkin akan ada rintangan yang berat ditambah kita bersaing untuk bertahan di Treasure Box. Tapi apapun itu, tetaplah tersenyum bahagia seperti tadi. Senyum Asahi menguatkanku. Aku merasa tidak berjuang sendiri. Aku ingin kau selalu bahagia. Seandainya kau harus menangis, katakan semua padaku. Bahuku selalu siap menjadi sandaran untukmu.”

Mata Asahi berkaca-kaca mendengar setiap perkataan tulus dari mulut Jaehyuk. Entah kebaikan apa yang pernah dilakukannya di kehidupan sebelumnya sampai Tuhan dengan baik hatinya mempertemukan dirinya dengan Jaehyuk.

Asahi menghambur ke pelukan Jaehyuk. Tidak peduli dengan beberapa orang yang bingung melihat mereka. Tidak peduli dengan degup jantungnya. Tidak peduli dengan rasa malu dan gugupnya. Asahi hanya ingin memeluk Jaehyuk sekarang.

“Jaehyuk... yang membuat Asahi bahagia.”

Asahi berkata pelan namun Jaehyuk mendengarnya.

Jaehyuk tersenyum sambil mengelus punggung sempit Asahi yang menangis di pelukannya.

“Aku bilang kau harus tetap tertawa. Kenapa malah menangis seperti ini eum? Uljima. Berhenti menangis, ne?”

Asahi melepaskan pelukannya dan menatap dalam mata Jaehyuk.

“Jaehyuk, jika suatu saat aku harus pulang ke Jepang karena tereliminasi, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin berpisah dengan Jaehyuk”

Asahi menangis sesenggukan. Hati Jaehyuk berdenyut. Tentu Jaehyuk juga akan merasa sedih ketika hari itu tiba. Tapi dia tidak ingin Asahi semakin sedih.

“Aku bisa ke Jepang saat liburan. Kita tetap bisa berkomunikasi. Jika aku ke Jepang,kita bisa jalan-jalan bersama. Jangan menangis lagi eum? Selama masih ada kesempatan, mari buat kenangan indah.”

Jaehyuk tersenyum dan menangkup kedua pipi Asahi, menghapus jejak air mata di sana.

Langit mulai gelap. Asahi masih berada di pelukan Jaehyuk. Sesekali masih terdengar isakan. Jaehyuk dengan sabar menenangkan Asahi. Mengelus punggungnya sesekali mengelus surai lembutnya.

“Sudah malam. Besok kita harus latihan lagi. Kita kembali ke dorm ya? Asahi belum makan juga kan? Kita masak ramyeon dan makan bersama di dorm ku ya. Jangan menangis lagi ya.”

Asahi mengangguk kecil kemudian mengikuti Jaehyuk. Berjalan beriringan. Tangan kecilnya terlihat sangat pas di dalam genggaman Jaehyuk. Sesekali melirik Jaehyuk yang terdiam di sampingnya. Matanya beralih menatap langit malam hari itu. Beberapa bintang berkelip di sana. Asahi tersenyum kemudian mengeratkan genggaman tangannya.

'Mari buat kenangan indah'

Asahi mengingat kata-kata itu dalam hatinya.

~When it starts to get dark My face is getting dark too Before you turn around I want to tell you today Like the sunset that shines every day without conditions I hope you smile like that every day always Then I can have you forever Even if it’s dark, you shine the most in my eyes~

***

Dan kalanya setiap pertemuan terkadang harus diiringi dengan perpisahan. Asahi memeluk erat tubuh Jaehyuk. Pengumuman semalam kemarin merupakan ujung bagi Asahi. Asahi harus pergi. Asahi harus pulang. Asahi menangis kencang.

Keduanya berdiri di rooftop gedung dorm mereka. Senja hari itu tidak seperti biasanya. Langit oranye yang membentang menaungi mereka mulai menurunkan tetes-tetes air. Rintik hujan membasahi bumi. Namun keduanya tidak beranjak, membiarkan pakaian yang mereka kenakan basah.

“Sahi-ya. Kita bisa sakit jika berdiam lama-lama di sini. Pakaianmu sudah basah.”

Asahi menggelengkan kepalanya cepat. Asahi tidak peduli. Ia hanya ingin waktu berhenti. Ia ingin memeluk Jaehyuk lebih lama dan berharap hari esok tidak akan pernah datang. Ia berharap matahari tidak tenggelam hari ini sehingga waktu tidak berganti.

“Sahi-ya. Jangan menangis. Ingat, aku selalu ingin melihat senyummu. Kita kembali ke dalam ya? Kau bisa sakit.”

“Aku hanya ingin memeluk Jaehyuk lebih lama. Aku ingin hari esok tidak datang. Aku tidak ingin berpisah denganmu.”

Asahi masih terisak. Dan setiap isakan Asahi adalah cabikan untuk hati Jaehyuk. Air matanya sudah membanjiri wajahnya daritadi. Sungguh jika Jaehyuk bisa, ia juga ingin waktu berhenti di sini.

~Hoping time stops, just like this I wish for the sun to not set~

“Hi-kun..”

Ini pertama kalinya Jaehyuk memanggilnya seperti itu. Hi-kun.

Asahi menatap dalam mata Jaehyuk. Air mata Jaehyuk bercampur dengan titik-titik air hujan yang semakin deras. Asahi sadar dirinya egois. Jaehyuk juga bisa sakit kalau seperti ini.

Asahi menundukkan kepalanya dalam. Membiarkan Jaehyuk meraih tangannya dan membawanya kembali ke dalam. Jaehyuk mengambil handuk kecil yang masih bersih dari dalam tas ransel yang dibawanya. Mengeringkan rambut dan wajah Asahi.

Jaehyuk menangkupkan kedua tangannya pada pipi Asahi. Berusaha membuat Asahi menatapnya.

“Hi-kun... jika kau terus menangis seperti ini, bagaimana aku bisa rela melepas kau pergi? Aku ingin lihat senyummu. Sebelum berpisah, senyummu lah yang ingin aku lihat. Hi-kun.. aku bohong jika aku mengatakan aku baik-baik saja harus berpisah denganmu. Tapi, hidup harus berjalan Hi-kun. Kau akan tetap mengejar mimpimu. Begitupun aku. Mari berjuang bersama sambil berharap garis hidup kita dipertemukan lagi. Dan ingat, aku sudah bilang aku akan mengunjungimu ketika liburan nanti. Kau tidak percaya padaku eum?”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Memeluknya erat sekali lagi. Asahi selalu percaya apa yang dikatakan Jaehyuk. Asahi sadar apa yang dikatakan Jaehyuk adalah benar adanya. Mereka harus tetap berjuang. Meraih mimpi mereka. Berharap Tuhan menggariskan jalan mereka untuk dipertemukan kembali.

“Aku percaya padamu. Jaehyukkie, terima kasih untuk kenangan indahnya. Kau harus terus berjuang dan debut dengan sukses ya. Aku juga akan berjuang dan berdoa.”

Asahi tersenyum kecil.

Senyum itu. Senyum terakhir yang Jaehyuk lihat hari itu. Senyum yang menguatkannya untuk terus berjuang.

“Jaehyuk, tersenyumlah juga untukku. Kau... juga harus bahagia. Aku akan menjadi penggemar nomer satumu jika kau debut nanti.”

Jaehyuk tersenyum manis dan mengecup kening Asahi lembut. Memeluk erat pemuda manis itu utnuk terakhir kalinya.

~Smile for me So I can go home happily That shining sunset is feeling sorry too Go first, I’ll smile for you too and let you go~

***

Korea, early 2020...

Banyak hal yang terjadi beberapa tahun ini. Setelah Asahi tereliminasi dan line up debut juga diumumkan, siapa yang menyangka YG membawa Asahi kembali untuk debut di Korea.

Jika hari itu Asahi berhenti berjuang, mungkin Tuhan tidak akan mempertemukannya lagi dengan pemuda yang duduk di sebelahnya saat ini. Yoon Jaehyuk.

Mereka berada di tempat yang selalu menjadi favorit mereka. Rooftop. Dari sini mereka bisa melihat langit luas. Terutama melihat hal favorit mereka. Langit senja dengan guratan oranye. Matahari yang terbenam. Semilir angin sore yang meniup wajah mereka.

“Jaehyuk-a”

“Hm?”

Jaehyuk masih betah menikmati langit senja sore itu. Kepala Asahi bersandar di bahunya. Jaehyuk mengelus surai halus itu perlahan, sesekali mengusap bahu kecil Asahi.

“Baru-baru ini aku menulis lagu. Kau mau mendengarnya? Jika menurutmu bagus, aku akan menunjukkannya pada Haruto. Aku ingin dia menulis sisa liriknya. Kau tau dia juga sangat suka menulis lagu kan?”

“Tentu aku mau mendengarnya. Karya-karyamu adalah hal yang selalu aku dengar setiap malam sebelum tidur. Jika aku merindukanmu, aku dengar semua rekaman lagu-lagu ciptaanmu.”

Asahi tertawa kecil. Merindukan Asahi? Bahkan mereka bertemu setiap hari sekarang.

“Merindukanku? Kita bertemu setiap hari sekarang, Yoon Jaehyuk.”

Jaehyuk tertawa kecil,mengacak rambut Asahi. Menatap dalam manik indah itu.

“Nyatanya memang seperti itu.”

Wajah Asahi memerah. Apa-apan Yoon Jaehyuk.

“Mana lagunya? Aku mau dengar.”

Asahi mengeluarkan handphonenya, mengenakan earphone di telinga kiri Jaehyuk. Lantunan lagu ballad terdengar. Jaehyuk memejamkan matanya. Menikmati setiap lantunan nada dan lirik yang begitu indah. Potongan-potongan kenangannya bersama Asahi muncul satu per satu bagaikan flashback dalam suatu film. Seluruhnya. Dari kenangan manis sampai yang menyedihkan sekalipun. Dari senjanya yang paling indah sampai yang dipenuhi air mata.

Jaehyuk membuka matanya perlahan ketika rekaman lagu itu habis.

“Indah.. Sama seperti yang menulisnya. Ketika aku mendengarkan dan memejamkan mataku, aku seperti kembali ke masa lalu. Melihat kau dan aku menghabiskan senja bersama. Dari senja yang paling bahagia sampai yang paling menyakitkan. Senja ketika aku melihat wajahmu dipenuhi semburat oranye sampai senja ketika aku melihatmu menangis di pelukanku ketika kau harus pulang ke Jepang saat itu.”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Mendengarkan setiap kata-kata Jaehyuk. Asahi menangkupkan kedua tangannya pada pipi Jaehyuk. Menatap matanya dalam.

“Lagu itu.. memang tentangmu. Kita dan senja.”

Jaehyuk tersenyum.

“Kau sudah memberikan judul untuk lagunya?”

Asahi terdiam sebentar. Matanya menatap langit oranye di atasnya kemudian melihat semburat oranye yang melingkupi wajah Jaehyuk.

“Tadinya belum. Tapi sekarang aku sudah menemukan judulnya... Orange.”

“Orange?“tanya Jaehyuk.

“Eum! Orange. Sama seperti warna langit ketika senja. Dan seperti dirimu yang sekarang yang begitu indah dilingkupi semburat oranye.”

Jaehyuk tersenyum manis. Matanya menatap Asahi lembut. Menarik lembut wajah Asahi dan mengecup bibir tipis itu perlahan.

“Saranghae, Hi-kun.. Setiap hari berakhir, aku selalu ingin waktu berhenti. Menikmati waktu lebih lama untuk bersamamu. Aku selalu berharap untuk melihatmu. Terus seperti itu. Jangan pernah lagi pergi dari pandanganku.”

~You’re the one who’s turning orange today I feel like I’ll go home while feeling regretful I want to spend more time with you Just like the sun goes down, it will rise again I want to see you tomorrow again I think I’m going home feeling sad Unfortunately, the sunset is starting to appear today~

End.

****