asahiiikun

Title: Of bread, ramyeon and striped jacket

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Storyline:

Jaehyuk melangkahkan kakinya menuju ruang latihan. Hari ini mereka akan melakukan latihan dance dengan beberapa trainee dari tim lain. Dengan ransel hitam dan kaus putihnya Jaehyuk membuka pintu ruang latihan perlahan.

Hm.

Sudah ada orang. Tumben sekali. Biasanya Jaehyuk yang pertama kali datang. Di ruangan itu seorang pemuda dengan baju lengan panjang berwarna putih dengan celana hitam duduk di sudut ruangan. Sepertinya ia baru sampai juga. Pemuda yang lebih pendek darinya itu meletakkan ransel hitamnya di lantai kemudian mengeluarkan sebuah notebook kecil dari dalamnya. Mencoret-coret bukunya sambil sesekali menggigit ujung pulpen ketika ia sedang berpikir. Kepalanya yang menunduk membuat Jaehyuk tidak bisa melihat dengan jelas wajah pemuda itu.

“Anyeonghaseyo,“sapa Jaehyuk hati-hati tidak mau mengagetkan pemuda di depannya ini.

Pemuda itu menegakkan kepalanya dan menatap Jaehyuk dengan mata bulatnya. Seketika menjadi kikuk dan tertunduk malu.

Sekarang Jaehyuk bisa melihat dengan jelas wajah pemuda di depannya. Manis. Tampan. Polos. Itulah yang ada di pikiran Jaehyuk. Mata bulatnya yang bening, bibir tipis dan surai hitam legam yang membingkai wajah itu benar-benar membuat pemuda di depannya terlihat sangat manis.

“Ah.. a-an-nyeong”, balasnya terbata dengan pipi sedikit memerah.

Malu hm? Sungguh menggemaskan.

“Maaf jika aku mengganggu. Aku terkejut tadi ada orang yang datang lebih pagi dariku.”

Jaehyuk memberika senyum manisnya.

“Aku Yoon Jaehyuk!” seru Jaehyuk semangat sembari menyodorkan tangan kanannya.

“A-aku Asahi. Hamada Asahi.”

Asahi menjawab dengan suara pelan hampir tak terdengar.

“Ah! Kau trainee dari Jepang rupanya. Senang berkenalan denganmu. Mari berteman baik mulai sekarang.”

Asahi menunduk malu. Sungguh berkenalan dengan orang baru adalah hal yang paling sulit Asahi lakukan. Ia akan merasa canggung dan tidak nyaman. Belum lagi Asahi belum fasih berbahasa Korea.

“Ne.. senang juga berkenalan denganmu,” balas Asahi singkat seadanya berusaha tidak terlibat pembicaraan lebih jauh.

Jaehyuk menatap Asahi. Pemuda ini benar-benar pendiam dan pemalu rupanya. Tidak masalah. Jaehyuk selalu ingin membuat temannya merasa nyaman. Jaehyuk sangat suka berkenalan dengan orang-orang baru. Memiliki banyak teman apalagi jika dari negara yang berbeda membuat wawasan Jaehyuk semakin luas. Mengenal bahasanya. Budayanya. Dan Jaehyuk suka akan hal itu.

Jaehyuk menghampiri Asahi lebih dekat dan duduk di sebelahnya. Tubuh Asahi menegang. Rasanya ingin segera pergi dari sini sekarang juga. Sungguh ini benar-benar keadaan yang sangat canggung.

Jaehyuk menyadari pemuda yang baru dikenalnya ini tidak nyaman. Jaehyuk berusaha mencari cara untuk mencairkan suasana.

“Asahi sudah sarapan?”

Asahi menatap Jaehyuk bingung.

'Mengapa tiba-tiba menanyakan soal sarapan?' tanyanya dalam hati.

Asahi menggeleng.

Jaehyuk tersenyum kecil.

“Bagaimana mau menari dengan semangat jika perutnya tidak diisi? Aku beli beberapa bungkus roti tadi sebelum ke sini. Kau mau?”

Jaehyuk membuka ranselnya dan mengeluarkan beberapa bungkus roti dengan banyak rasa.

“Ambillah! Ini roti kesukaanku. Harus sarapan sebelum latihan supaya ada tenaga.”

Asahi berpikir sebentar. Perkataan Jaehyuk ada benarnya juga.

“Gomawo, Jaehyuk-ssi.”

Asahi mengambil satu bungkus roti dari tangan Jaehyuk.

“Ya! Jangan memanggilku seformal itu. Aku rasa kita seumuran jadi jangan formal begitu. Kita kan sesama trainee. Kita adalah teman jadi santai saja.”

Jaehyuk tersenyum ke arah Asahi. Asahi mengangguk kecil kemudian membuka bungkusan roti dan memakannya dalam diam. Tidak ada lagi pembicaraan di antara mereka.

Selang 30 menit kemudian beberapa trainee mulai berdatangan memenuhi ruang latihan. Jaehyuk dengan cepat berdiri menghampiri beberapa temannya. Sementara Asahi memperhatikan setiap gerak-gerik Jaehyuk. Pemuda itu sedang tertawa lepas bersama teman-temannya. Matanya membulat ketika Jaehyuk membagikan roti yang ia bawa tadi satu per satu ke trainee yang akan latihan hari ini.

'Hm? Apakah dia sebaik itu?' ucap Asahi dalam hati. Jujur jarang sekali Asahi melihat orang sebaik ini. Bahkan jika dipikir-pikir, belum tentu Jaehyuk mengenal dengan baik semua trainee di sini tapi ia bisa berlaku sebaik itu.

Tanpa sadar Asahi tersenyum. Mengagumi pemuda yang baru dikenalnya hari ini. Lamunannya buyar ketika pelatih dance memasuki ruangan. Seketika ruang latihan menjadi sunyi.

Para trainee bersiap di posisinya masing-masing.

“Hari ini kita akan belajar gaya baru. Aku harap kalian semua memperhatikan. Tiap ada yang membuat kesalahan, kalian harus mengulangnya sampai bisa. Mengerti?!” ucap pelatih dengan suara yang lantang dan tegas.

“Ne!!!”

Seluruh trainee serempak menjawab.

Peluh keringat membasahi tubuh mereka semua. Berulang-ulang mengulangi gerakan yang sama. Suara decitan sepatu memenuhi ruang latihan pagi itu.

Asahi paling tidak bisa menari. Ia sadar dirinya lemah jika berurusan dengan menari. Lihat saja dirinya sudah mengulangi gerakan ini puluhan kali dan tetap tidak sempurna. Lelah. Frustasi.

Setelah berjam-jam latihan akhirnya latihan selesai juga. Asahi menjatuhkan tubuhnya ke lantai. Bajunya sudah basah oleh keringat. Napasnya terengah-engah. Asahi memejamkan matanya sebentar berusaha mengumpulkan tenaganya.

Dingin.

Asahi merasa pipinya seperti disentuh oleh benda yang dingin. Asahi membuka matanya dan melihat Jaehyuk berdiri di depannya dengan sebotol air mineral dingin yang ditempelkan ke pipinya.

“Minum dulu. Kau pasti haus.”

“Gomawo, Jaehyuk-ah”

Jaehyuk mengulum senyum. Jaehyuk-ah katanya? Setelah tadi dia memanggilnya dengan ssi sekarang sudah berganti eoh?

Asahi menegak habis air di botol itu. Tenggorokannya yang tadi terasa kering sekarang terasa sejuk.

Yoon Jaehyuk. Asahi harus akui pemuda ini adalah pemuda ajaib. Sulit bagi Asahi untuk cepat nyaman dengan orang baru tapi dengan Jaehyuk entahlah terasa berbeda. Perlakuan Jaehyuk yang baik padanya dan teman-temannya tampaknya bisa menembus tembok tinggi yang dibangun Asahi.

“Aku masih ada kelas lain setelah ini. Aku duluan ya. Sampai berjumpa lagi, Sahi-ya.”

Jaehyuk melaimbaikan tangan dan tersenyum lembut.

“Ne.. sampai berjumpa lagi, Jaehyuk-ah,” balas Asahi dengan senyum tipis.

Sepertinya tidaklah buruk mengenal Yoon Jaehyuk. Pemuda itu adalah teman yang baik.

***

Hari-hari berikutnya Asahi kerap kali berpapasan dengan Jaehyuk. Setiap kali mereka bertemu Jaehyuk pasti menanyakan apakah Asahi sudah sarapan atau belum. Jika jawabannya belum pasti Jaehyuk akan memberikannya roti. Mereka akan duduk di cafetaria dan makan roti bersama.

“Pasti sulit ya menjadi trainee di negeri orang.”

Jaehyuk berkata pelan. Menatap Asahi yang duduk di depannya yang sibuk dengan roti dan cola, minuman kesukaannya.

Asahi mengangguk cepat.

“Sulit. Terkadang aku rindu rumah. Rindu keluargaku. Yang paling sulit adalah bahasanya. Sampai sekarang aku masih sulit untuk berbicara padahal aku sudah belajar setiap hari.”

“Hm,aku tahu. Aku melihat coretan-coretan hangul di buku catatanmu. Kau belajar beberapa kosakata baru setiap hari.”

Asahi menunduk malu sementara Jaehyuk tertawa gemas melihat pipi Asahi yang memerah.

“Kenapa harus malu? Aku suka orang yang rajin dan pekerja keras. Aku salut pada kalian trainee Jepang. Kalian rela meninggalkan tempat kelahiran kalian untuk mengejar mimpi kalian. Meninggalkan keluarga dan teman-teman di sana. Aku rasa itu adalah pilihan yang sulit. Jauh dari rumah, merantau di negeri orang. Harus belajar bahasanya. Pasti sulit sekali. Tapi kalian benar-benar tidak menyerah dan terus berjuang. Aku kagum.”

Hati Asahi menghangat mendengar perkataan Jaehyuk. Perkataan Jaehyuk menumbuhkan semangat di dalam hatinya. Memang sulit menjalani hari di Korea. Perbedaan bahasa. Perbedaan budaya. Adaptasi. Semua itu sulit.

“Sahi-ya. Kau tenang saja. Memang sulit bagimu tapi ada aku. Aku pasti akan membantumu. Kita bisa belajar bersama. Aku akan mengajarimu bahasa Korea sampai kau bisa berkomunikasi dengan baik. Bagaimana? Kau mau kan?”

Asahi mengangguk. Senyum merekah menghiasi bibir tipis itu.

“Gomawo, Jaehyuk-ah. Aku baru mengenalmu tapi kau sudah begitu baik padaku.”

Jaehyuk tersenyum dan mengacak rambut Asahi.

“Karena aku peduli padamu. Berjuang di sini menjadi seorang trainee, bersaing di Treasure Box sudah cukup membuat hidup jadi sulit. Kita semua, termasuk dirimu butuh seseorang yang bisa memberikan dukungan. Baik dalam keadaan senang sampai yang paling sulit.”

Asahi tersenyum. Manis. Beruntung. Kata itu yang muncul di benak Asahi. Dirinya beruntung punya Yoon Jaehyuk.

Jaehyuk balas tersenyum. Maniknya menatap dalam pemuda di depannya. Bersyukur. Kata itu yang muncul di pikiran Jaehyuk. Bersyukur Tuhan mempertemukannya dengan Asahi. Pemuda manis, pendiam juga pemalu tetapi jika kau sudah mengenalnya dengan baik kau akan terpesona dengan kepribadiannya.

“Asahi sehabis latihan ada rencana?”

“Aku mau pergi dengan Mashi. Mashi bilang ingin membeli sepatu baru untuk latihan. Jaehyuk mau ikut?”

Jaehyuk menggeleng.

“Tadinya aku mau mengajakmu pergi mencari buku. Kita bisa cari buki cerita pendek yang mudah dimengerti untuk membuatmu lebih mudah belajar bahasa Korea. Tapi kita bisa melakukannya lain kali.”

“Ah. Mianhae Jaehyuk-ah.” Asahi berkata pelan. Merasa bersalah.

“Hei. Tidak apa-apa. Masih bisa di lain waktu. Tidak perlu merasa tidak enak begitu. Lagipula aku juga yang mendadak mengatakannya. Kita bisa pergi di lain waktu, eum?”

Jaehyuk mengusap pundak kurus Asahi. Berusaha meyakinkan Asahi jika dirinya tidak apa-apa.

“Kau kembalilah ke kelasmu. Kau masih ada jadwal latihan kan hari ini? Jangan sampai terlambat. Aku juga ada janji untuk latihan dengan Jihoon Hyung.”

“Aku duluan ya.”

Asahi beranjak dari duduknya, melambaikan tangannya sebentar kemudian berlari kecil meninggalkan cafetaria.

Jaehyuk menatap punggung Asahi yang semakin jauh. Entah perasaan apa ini. Mereka sesama lelaki. Jaehyuk bingung setengah mati mendeskripsikan perasaan di hatinya. Tapi degup jantungnya, desiran hangat di hatinya, sudah cukup menggambarkan apa yang ia rasakan sekarang. Entahlah. Jaehyuk tidak ingin merusak pertemanannya. Jaehyuk tidak ingin menghancurkan apa yang mereka miliki sekarang.

****

Hujan mengguyur deras Korea sore ini. Langit yang semula cerah berwarna kelabu sekarang. Asahi duduk di salah satu kursi panjang di gedung latihan yang menghadap ke jendela. Memperhatikan hujan deras yang mengguyur di luar. Menggembungkan pipinya dan menghela napas panjang.

Karena hujan lebat, Asahi tidak jadi pergi dengan Mashi. Tidak memungkinkan untuk keluar sekarang. Pulang ke dorm juga tidak bisa. Hujan di luar sana terlalu deras belum lagi angin yang bertiup kencang.

Huft. Asahi bosan.

“Jaehyuk sedang apa ya? Apa aku hubungi dia saja?” Asahi bergumam pelan tampak berpikir.

“Mengapa sendirian di sini Sahi-ya?”

Bahu Asahi berjengit kala mendengar suara berat Jaehyuk. Terkejut tiba-tiba Jaehyuk datang. Apakah bisa seperti itu? Memikirkan seseorang kemudian tiba-tiba orang itu muncul di hadapanmu.

“Hei kenapa diam saja?”

Jaehyuk mengelus surai halus itu.

“Kenapa Jaehyuk bisa di sini?”

Jaehyuk tersenyum kemudian duduk di sebelah Asahi.

“Mashi memberitahuku kalau kalian tidak jadi pergi. Ia memintaku untuk menemanimu. Benar saja. Kau sendirian di sini. Kenapa tidak bilang padaku jika tidak jadi pergi? Aku bisa menemanimu daritadi.”

“Aku tidak mau mengganggu kau,” jawab Asahi singkat. Matanya masih memandang langit mendung di luar.

Jaehyuk merengkuh kedua bahu kurus Asahi, memaksa pemuda di  sampingnya untuk menatapnya.

“Dengarkan baik-baik, Sahi-ya. Kau tidak pernah mengganggu. Jika kau butuh sesuatu atau ada yang ingin kau katakan, jangan segan untuk menghubungiku. Jika aku bisa, aku pasti akan membantumu. Mengerti?”

Jaehyuk menatap Asahi lembut. Sementara yang ditatap tertunduk malu.

Cute.

“Asahi sudah makan?”

Asahi menggelengkan kepalanya.

“Sudah hampir jam 7 malam, Sahi-ya. Perutmu bisa sakit kalau tidak makan. Mau ramyeon? Kau suka itu kan? Kita ke convenience store di seberang,yuk! Hujan sudah tidak sederas tadi.”

Asahi mengarahkan pandangannya ke arah luar. Hujan mulai mereda berubah menjadi titik-titik gerimis. Tanpa menunggu respons Asahi, Jaehyuk menggenggam tangan kurus Asahi dan menariknya. Jaehyuk memandang Asahi lembut kemudian merangkul pundak Asahi.

“Kita ke ruang latihan dulu ya. Aku mau ambil sesuatu,” kata Jaehyuk masih memandang lurus ke depan. Berjalan menyusuri koridor menuju ruang latihannya

Asahi diam mengikuti. Memandang Jaehyuk yang berada sedikit di depannya. Mengagumi wajah Jaehyuk dari samping. Ingin rasanya bersandar di punggung yang terlihat nyaman itu. Asahi menggelengkan kepalanya berusaha membuyarkan pikiran anehnya. Asahi sulit untuk mengakuinya tapi sepertinya Asahi menyukai temannya ini.

“Jaehyuk mau ambil apa?” Asahi memandangi Jaehyuk yang sibuk mencari sesuatu di dalam tasnya.

“Ini!” Jaehyuk mengeluarkan jaket besar berwarna hitam dengan garis putih di bagian lengan.

“Kau bisa sakit jika hanya mengenakan baju lengan panjang seperti ini. Udara di luar pasti dingin. Jadi pakai jaket ini ya,” Jaehyuk berkata lembut kemudian menyuruh Asahi mengenakan jaketnya.

“Ini kebesaran sekali Jaehyuk-ah. Tanganku sampai tenggelam begini.”

Asahi menggerakkan kedua lengannya. Tangannya tenggelam dalam jaket tebal yang kebesaran itu.

“Haha. Tidak apa. Kau lucu mengenakan jaket kebesaran seperti itu. Dan yang terpenting kau akan merasa hangat,” kata Jaehyuk lembut kemudian maju perlahan, mempersempit jarak di antara keduanya. Tangan Jaehyuk merapatkan jaket yang kini dikenakan Asahi. Menarik retsletingnya ke atas agar Asahi tetap hangat.

“Sudah selesai. Kajja! Kita makan ramyeon.”

Jaehyuk menarik tangan Asahi dan berlari kecil. Sementara Asahi tersenyum kecil di belakangnya. Semburat merah menghiasi kedua pipi mulusnya.

'Jika terus seperti ini, aku akan semakin menyukaimu, Jaehyuk-ah,' ucapnya dalam hati.

***

Hari ini hari libur. Mereka tidak latihan hari ini. Jaehyuk bosan berdiam di kamarnya seharian ini. Ia mengeluarkan ponselnya kemudian mengetik beberapa kalimat di sana.

To:Asahi

Hari ini aku tidur di kamarmu ya. Sepi sekali jika sendirian begini.

Send.

Semenit kemudian muncul pesan baru di ponselnya.

From:Asahi

Ani. Tidak boleh. Kau tidur saja di kamarmu.

Di kamarnya, Asahi terkejut bukan main ketika membaca pesan dari Jaehyuk. Apa-apaan ingin tidur di kamarnya. Asahi bisa malu setengah mati sekamar berdua dengan Jaehyuk. Ia pasti akan melakukan tindakan bodoh saking gugupnya. Asahi tidak mau Jaehyuk melihatnya seperti itu.

Lama. 30 menit berlalu. Tidak ada respons apa-apa dari Jaehyuk. Asahi beranjak dari tempat tidurnya untuk menyalakan komputernya. Baru saja ia mendaratkan tubuhnya untuk duduk di kursi meja tulisnya, tiba-tiba pintu kamarnya diketuk.

“Sahi-yaaa. Ini aku Jaehyukkie.”

Asahi membulatkan matanya. Otomatis menoleh dengan cepat ke arah pintu.

'Ya Yoon Jaehyuk! Untuk apa dia ke sini?!' Asahi mengeluh dalam hati. Ini jelas bukan hari keberuntungannya.

Asahi merapikan rambutnya sedikit kemudian membuka pintu kamarnya. Yoon Jaehyuk berdiri di hadapannya dengan sweater putih dan celana biru tua. Hm. Tampan. Jantung Asahi berdetak tidak karuan sekarang. Asahi yakin pipinya memerah sekarang.

“Tidak menyuruhku masuk? Aku kedinginan berdiri di luar seperti ini.”

“K-kau mau apa ke sini?”

Asahi membuka jalan untuk Jaehyuk. Jaehyuk segera masuk kemudian mengusap kedua tangannya yang membeku. Udara dingin sekali hari ini.

“Kenapa kau ke sini, Jaehyuk?” Tanya Asahi lagi.

“Aku kan sudah bilang kalau hari ini tidur di kamarmu.”

“Tapi aku menolaknya, Jaehyukkie.”

“Aku tahu. Tapi aku tetap ingin di sini.”

Jaehyuk menghampiri Asahi yang berdiri di depannya. Mempersempit jarak di antara keduanya. Kemudian tanpa aba-aba memeluk tubuh kecil Asahi.

“Aku rindu.”

Asahi membatu. Rindu? Jaehyuk memeluknya? Kenapa?

“Sahi-ya. Aku bisa gila jika tidak mengatakan ini padamu. Aku rindu padamu. Setiap hari. Setiap kali kita ada latihan bersama, jantungku melompat saking senangnya. Melihatmu latihan. Melihat wajah menggemaskanmu ketika kau lelah karena terlalu banyak berlatih. Melihat wajah frustasimu ketika kau kesulitan dalam satu gerakan. Aku rindu melihat itu semua.

Ketika aku melihatmu di kelas dance practice pertama kita, pandanganku selalu terarah padamu. Kau yang pemalu dan pendiam. Kau yang menyukai duduk di sudut sendirian. I wanna reach you so bad. Aku ingin kau bisa merasa nyaman. Tertawa dengan teman-teman yang lain. Aku ingin kau bisa sedikit lebih terbuka.

Aku selalu ingin menjadi yang pertama membantumu, menjadi tempatmu berkeluh kesah. Sesibuk apapun aku, aku berusaha meluangkan waktuku. Tidak masalah jika kau tidak peduli padaku. Aku akan tetap seperti ini. Akan terus melakukannya sampai aku bisa menjadi yang kau andalkan.

Roti, ramyeon dan jaket hitam itu. Baru itu hal yang bisa aku lakukan untukmu. Itulah yang aku lakukan to take care of your well being. I care about you. A lot. Aku tidak yakin ini perasaan apa. Aku juga tidak mau menjanjikan hal muluk yang tidak bisa aku tepati nantinya. Tapi untuk sekarang, aku ingin terus bersamamu. Kapanpun kau butuh aku.”

Jaehyuk mengucapkan semuanya. Semua yang ia tahan selama ini. Jaehyuk tidak mau cepat-cepat mengatakan ini cinta atau apapun itu. Tapi yang Jaehyuk yakini sekarang. Ia selalu ingin menjaga Asahi.

Asahi masih diam. Bingung harus berkata apa. Ia bukan orang yang pandai merangkai kata. Bukan juga orang yang pandai menunjukkan perasaannya. Tapi Asahi tahu apa yang dirasakannya.

“Tidak perlu dibalas jika k-kau...”

Asahi menghentikan kata-kata Jaehyuk, meletakkan telunjuk kanannya di depan bibir Jaehyuk.

“Biarkan aku bicara juga. Aku... tidak pandai merangkai kata, tidak pandai menunjukkan perasaanku juga. Tapi aku sadar betul apa yang aku rasakan. Aku.. selalu merasa beruntung mengenalmu. Aku tidak memiliki banyak teman tapi kau membuatku terbuka dengan yang lain. Kau membuatku menikmati hari-hariku sebagai trainee di Korea. Kau mengajariku bahasa Korea dengan sabar, memperhatikan apakah aku sudah makan. Kau menyadari setiap hal terkecil yang ada padaku yang mungkin aku pun tidak tahu. Aku sungguh berterima kasih padamu. Aku.. ingin merasakan ini lebih banyak lagi. Lebih banyak lagi waktu bersamamu. Lebih banyak lagi membuat memori indah. Aku juga tidak mau terburu-buru mengatakan perasaan apa yang sebenarnya aku miliki. Semua terasa sangat baru untukku. Tapi yang aku yakini, aku suka menghabiskan waktu denganmu.”

Asahi melepaskan pelukan Jaehyuk. Memberanikan diri menatap kedua mata bening yang sedang menatap tajam ke arahnya.

Jaehyuk menangkupkan kedua tangannya pada pipi Asahi. Memberanikan diri mengecup singkat kening pemuda Jepang yang mencuri perhatiannya belakangan ini.

“Then, let's figure out this feeling together,“ucap Jaehyuk lembut. Matanya tidak lepas menatap Asahi.

Asahi mengangguk kecil dan membenamkan wajahnya yang memanas karena malu ke dalam dada Jaehyuk.

Kau bisa memiliki wajah tampan dan membuat semua orang menyukaimu. Kau bisa memiliki tubuh yang bagus dan membuat semua orang menggilaimu. Tapi Yoon Jaehyuk lebih dari itu. Tak akan Asahi mengenal rasa suka, kagum atau tidak ingin kehilangan jika bukan karena hati baik seorang Yoon Jaehyuk.

End.

Title: Painkiller

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Storyline:

Treasure baru saja menyelesaikan jadwal mereka di SBS Inkigayo. Hari ini penampilan pertama untuk comeback mereka.

Jaehyuk menyandarkan kepalanya pada kaca mobil SUV hitam yang membawa mereka kembali ke dorm. Matanya memandang ke arah luar, memperhatikan titik-titik hujan yang mengalir turun perlahan membasahi kaca mobil. Jaehyuk memejamkan matanya dan menghela napas panjang. Sesekali memijit pelipisnya yang terasa berdenyut, merapatkan jaket hitam tebalnya berusaha mencegah hawa dingin yang menyusup perlahan.

Berkali-kali Jaehyuk menghela napasnya. Pikirannya mengingat penampilannya hari ini. Jaehyuk merasa tidak dirinya tidak maksimal. Padahal Jaehyuk sangat yakin ketika mereka berlatih bahwa Jaehyuk akan melakukan gerakan yang mungkin dianggap risky itu dengan baik. Dirinya juga sudah berlatih ekstra dengan Yedam. Tapi nyatanya, Jaehyuk tidak dapat melakukannya dengan baik dan ia terus menyalahkan dirinya sendiri.

'Bahkan aku bisa membuat Yedam terluka jika aku melakukannya dengan tidak baik seperti tadi. Bagaimana jika Yedam jatuh? Bagaimana jika Yedam terluka? Teume pasti kecewa.'

Jaehyuk terus memikirkan hal ini daritadi. Mengulang-ulangnya di dalam kepalanya yang terasa semakin sakit saat ini. Belum lagi rasa nyeri di punggungnya yang tidak mau diajak berkompromi. Ia yakin punggungnya memar sekarang.

Asahi yang duduk di kursi tengah melirik Jaehyuk dengan ekor matanya. Helaan napas panjang Jaehyuk membuat dirinya semakin khawatir. Asahi ingin bertanya tapi melihat wajah lelah Jaehyuk, sepertinya sekarang bukanlah waktu yang tepat.

Asahi ingat sekali saat memonitor penampilan mereka tadi. Hatinya berdenyut melihat tubuh Jaehyuk yang gemetar saat Yedam berdiri di atas punggungnya. Asahi ingin berteriak rasanya dan menghampiri Jaehyuk untuk melihat keadaannya tapi daritadi Jaehyuk seperti menghindarinya. Ia akan menjaga jarak dan berusaha tidak terlibat pembicaraan dengannya.

Huft. Asahi is feeling helplesss right now. Ia ingin membantu tapi bagaimana caranya jika Yoon Jaehyuk yang keras kepala itu justru menghindarinya. Jadilah Asahi hanya bisa memperhatikan Jaehyuk dari sudut matanya. Ingin rasanya memeluk pemuda tampan itu dan mengatakan semua akan baik-baik saja.

****

BLAM!

Jaehyuk menutup pintu kamarnya dengan keras. Asahi, Yedam dan Junghwan sampai dibuat kaget dengan apa yang Jaehyuk lakukan. Jaehyuk jarang sekali emosi seperti itu. Asahi menghela napas dan memijit tengkuknya yang terasa pegal sekarang. Sedangkan Yedam dan Junghwan hanya terdiam. Mereka tahu perasaan Jaehyuk sedang dalam keadaan tidak baik.

“Sahi Hyung, kau tidak apa-apa?”

Junghwan membantu Asahi memijat tengkuknya. Junghwan mengerti hyungnya ini pasti khawatir setengah mati karena Jaehyuk.

“Mood Jaehyuk Hyung sedang tidak bagus sepertinya. Jangan terlalu khawatir, Hyung. Jaehyuk Hyung pasti akan baik-baik saja,” kata Yedam pelan berusaha menenangkan Asahi.

Asahi hanya melemparkan senyum sekilas sebelum beranjak masuk ke dalam kamarnya.

“Aku masuk ke kamar dulu. Kalian berdua juga istirahat. Kalian pasti lelah juga hari ini. Sampai bertemu besok. Jaljayo.”

Dengan langkah gontai Asahi masuk ke dalam kamarnya dan melempar tasnya ke sembarang tempat. Melempar tubuhnya ke atas tempat tidurnya dan memandang langit-langit kamarnya. Tubuhnya di sini tapi pikirannya melayang memikirkan Jaehyuk.

Asahi mengambil ponselnya, membuka kakao talknya dan mengetik beberapa kalimat tapi dihapusnya lagi. Lebih baik tidak mengganggu Jaehyuk hari ini.

'Apakah Jaehyuk merasa sakit? Apakah punggungnya tidak apa-apa? Apakah flunya sudah lebih baik?' Asahi bertanya dalam hati. Mengacak rambutnya frustasi.

Meskipun pikirannya kalut, namun penat di tubuhnya memaksa dirinya terlelap. Dia hanya bisa berharap Jaehyuk baik-baik saja.

Sementara Asahi terlelap, Jaehyuk terus menggerakkan tubuhnya ke kiri dan kanan,mencoba mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Tubuhnya terasa nyeri. Punggungnya juga sakit untuk digerakkan. Belum lagi rasa bersalah yang terus mengganggunya.

Rasa bersalah pada membernya. Pada fansnya. Dan juga pada Asahi. Pemuda manis paling penting di hidupnya. Jaehyuk ingin menangis mengingat mata sendu Asahi saat dirinya terus menghindar. Sungguh Jaehyuk ingin memeluk Asahi saat itu juga tapi Jaehyuk tahu pertahanan dirinya. Jika ia memeluk pria manis itu, ia akan menangis sejadi-jadinya dan Jaehyuk benci terlihat lemah di hadapan orang lain terutama Asahi. Harusnya dirinya yang melindungi Asahi, menjaga Asahi, yang menjadi sandaran untuknya.

Perlahan air mata mengalir dari pelupuk matanya. Lengan kanannya dibiarkan menutup matanya. Isakan lolos begitu saja dari mulutnya.

Asahi.

Ia butuh pemuda Jepang itu sekarang juga. Ia ingin memeluk tubuh kurus itu. Ia ingin melihat wajah manis itu.

“Jaehyuk-ah...”

Jaehyuk terdiam. Apakah dia berhalusinasi sekarang? Apa dia sebaik itu sehingga Tuhan langsung menjawab harapannya?

“Aku mengetuk pintu daritadi tapi kau tidak membukanya. Pintu kamarmu ternyata tidak dikunci. Bolehkah aku masuk?” lirih Asahi.

Asahi berdiri di ambang pintu. Menatap Jaehyuk yang masih menutup mata dengan lengannya. Asahi mendengar semuanya. Tangisan lirih Jaehyuk. Asahi sudah tertidur namun tiba-tiba terbangun ketika dirinya menangkap suara sayup-sayup dari kamar Jaehyuk yang berada di sebelahnya.

“Aku tidak akan masuk jika kau tidak mengijinkanku.”

Asahi tertunduk, memainkan ujung sweater cokelatnya.

Diam.

“Apakah Jaehyuk mau aku pergi saja? Jaehyuk ingin sendiri?” tanya Asahi lagi ketika Jaehyuk tidak membuka suara sama sekali. Matanya terasa panas. Air mata mendesak keluar dari pelupuk matanya.

Diam.

Asahi menghela napas. Asahi membalikkan tubuhnya ketika sepasang lengan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Jaehyuk membenamkan wajahnya di ceruk leher Asahi. Asahi merasa sweaternya basah. Ia tahu Jaehyuk menangis sekarang.

Asahi menyentuh lengan Jaehyuk perlahan dan menepuk-nepuknya pelan berusaha menenangkan.

“Maafkan aku, Hi-kun...”

“Ssstttt... gwaenchana. Tidak perlu meminta maaf.”

Asahi membalikkan tubuhnya menghadap pria yang masih menangis di hadapannya ini. Menatap wajah pria yang paling disayanginya. Menangkup kedua pipinya dan menghapus jejak air matanya. Asahi ingin menangis juga tapi dirinya harus kuat sekarang. Jaehyuk butuh dirinya.

“Jaehyuk mau bicara?” tanya Asahi hati-hati. Ia tidak akan memaksa jika Jaehyuk tidak mau mengatakan apa-apa.

“Kita ke kamar ya? Jaehyuk bisa bicara dengan leluasa.”

Asahi menarik lembut tangan Jaehyuk. Kemudian menarik satu-satunya kursi yang berada di kamar itu. Asahi menatap dalam Jaehyuk yang duduk di hadapannya. Asahi menyadari gerakan Jaehyuk yang canggung. Ketika Jaehyuk duduk di atas tempat tidurnya, Jaehyuk tampak berhati-hati. Sesekali meringis kala harus menggerakkan punggungnya.

“Jaehyuk-ah.. punggungmu sakit, kan?”

Jaehyuk menggeleng.

“Jaehyukkie... Bisakah jangan berbohong? Kau tau? Aku merasa tidak berguna sekarang. Kau selalu menjadi orang pertama yang selalu menolong dan menghiburku ketika aku kesulitan. Tidak bolehkah aku melakukan hal yang sama untukmu? Bukankah harusnya kita saling melengkapi? Tidak berat sebelah. Aku.... juga ingin menjadi kekuatan untukmu. Menjadi orang yang kau andalkan.”

Asahi menatap dalam manik Jaehyuk. Jaehyuk harus tahu dirinya bersungguh-sungguh.

“Sakit... punggungku sakit. Tubuhku lelah dan terasa nyeri. Tapi yang paling sakit.. di sini,“lirih Jaehyuk pelan sambil menunjuk dadanya. Hatinya yang paling sakit.

Asahi menggengam tangan Jaehyuk. Menyalurkan kekuatan yang ia punya untuk pemuda yang sangat amat ia cintai ini.

Asahi merogoh kantung celananya, mengeluarkan sebotol obat oles pereda nyeri yang ia beli tadi.

“Aku mengerti... Hatimu sakit. Tapi sebelum menyembuhkan yang di sini,” Asahi menunjuk dada Jaehyuk. “Obati dulu punggungnya, eum?”

Asahi mengatakannya selembut mungkin.

Jaehyuk menurut dan membalikkan badannya memunggungi Asahi. Membuka setengah sweaternya. Sungguh Asahi ingin menitikkan air mata saat itu juga. Punggung Jaehyuk memar dan terdapat beberapa luka lecet di sana, sebagai akibat latihan keras mereka. Mungkin sudah puluhan kali Jaehyuk dan Yedam berlatih. Sudah puluhan kali punggung itu harus menanggung beban yang berat. Asahi mengusap air matanya yang perlahan meleleh. Ia harus kuat. Kuat untuk Jaehyuknya.

“Aku obati ya. Mungkin akan terasa perih sedikit. Kau tahan ya.”

Jaehyuk tahu Asahi pasti sedang menahan air matanya saat ini. Inilah salah satu alasan juga mengapa Jaehyuk menghindari Asahi. Ia tidak ingin melihat air mata mengalir dari sepasang mata indah itu.

Jaehyuk menggigit bagian depan sweaternya untuk menahan sakit. Jaehyuk tidak mau Asahi semakin sedih melihatnya kesakitan.

“Sudah selesai.”

Jaehyuk kembali menatap Asahi. Asahi menunjukkan senyum manisnya. Senyum Asahi tidak pernah berubah. Dari dulu sampai sekarang senyum itu selalu memberikan desiran hangat di hati Jaehyuk.

“Sekarang... kita obati luka yang lain hm? Jaehyuk mau bicara?”

Asahi dengan sabar menunggu Jaehyuk membuka pembicaraan. Asahi rela tidak tidur malam ini asalkan itu membuat Jaehyuk merasa lebih baik. Asahi tidak akan beranjak kemana-mana sampai Jaehyuk menceritakan semuanya.

“Aku... mengecewakan Teume. Mengecewakan kalian. Aku sudah berusaha keras untuk menampilkan penampilan sempurna tapi aku mengacaukan segalanya. Sungguh menyedihkan bagi Yedam untuk melakukan gerakan itu bersamaku. Aku tidak melakukannya sebaik Yoshi Hyung. Aku bisa saja melukai Yedammie. Yedam bisa saja jatuh karena aku tidak melakukannya dengan benar.”

Jaehyuk menundukkan kepalanya. Meremas rambutnya untuk menyalurkan rasa frustasi yang dipendamnya sedari tadi.

Asahi meraih kedua tangan Jaehyuk. Menghentikannya agar tidak terus menerus meremas rambutnya.

“Jaehyuk-ah... Kau tau? Kami semua mengkhawatirkanmu. Bukan hanya hari ini. Tapi di setiap latihan kita. Melihat dirimu yang bersikeras untuk melakukannya. Melihatmu latihan berjam-jam untuk menyempurnakan gerakan itu. Kau tau? Hatiku sakit. Rasanya aku ingin berteriak melarangmu. Berteriak pada pelatih agar gerakan itu tidak pernah ada. Tapi aku tidak mau menghancurkan kerja kerasmu. Matamu yang berbinar setiap kali kau berhasil melakukannya. Aku ingin lihat itu lebih banyak lagi. Aku senang ketika kau tertawa puas. Saat kau tertawa lepas bersama Yedammie ketika kalian berhasil melakukannya. Menari. Itu duniamu. Kau suka akan hal itu.

Melihatmu hari ini kesakitan saat tampil menghancurkan hati kami semua. Kau dengan tubuhmu yang sedang lelah dan sakit tetap berusaha memberikan penampilan terbaik. Kau masih bilang akan melukai Yedam? Bagaimana dengan dirimu, Jaehyuk-ah? Kau juga bisa terluka. Kau juga bisa jatuh. Punggungmu bisa saja cedera.

Memar dan luka di punggungmu itu membuatku menyadari betapa banyaknya rasa sakit yang kau simpan selama ini. Kau dengan senyummu dan candaanmu yang seolah mengatakan kau baik-baik saja. Aku tidak menyukai itu, Jaehyuk-ah. Kau bahkan tidak mengatakan apa-apa saat kau sakit kemarin.

Kau... selalu melakukan yang terbaik. Fans khawatir padamu. Fans memujimu karena kau tetap memberikan yang terbaik bahkan ketika kau sedang tidak sehat. Kau tidak pernah mengecewakan. Sekalipun tidak, Jaehyuk-ah.”

Asahi mengatakannya perlahan. Kata per kata. Asahi ingin Jaehyuk sadar bahwa dirinya tidak mengecewakan sama sekali.

Air mata terus menetes dari mata bening Jaehyuk. Asahi selalu tahu cara untuk menenangkannya. Menyalurkan semangat. Betapa bodohnya ia berusaha menghindari Asahi ketika nyatanya Asahilah yang paling ia butuhkan.

“Hatiku sakit ketika kau menghindariku. Aku.. aku juga ingin menjadi kekuatan untukmu.”

Jaehyuk mengalihkan pandangannya ketika melihat air mata perlahan ikut turun dari mata indah Asahi. Jaehyuk paling benci ketika Asahi harus menangis karena dirinya.

Jaehyuk meraih tangan kurus Asahi.

“Jika aku tidak menghindarimu, aku sudah runtuh daritadi, Sahi-yaa.. dan aku tidak suka terlihat lemah di hadapan lainnya. Kau tidak tau betapa aku ingin memelukmu sedari tadi. Betapa sakitnya hatiku melihat mata sendumu. Aku merasa menjadi orang paling jahat. A.aku...”

Asahi membungkam kata-kata Jaehyuk selanjutnya dengan pelukan. Membiarkan wajah Jaehyuk bersandar di dadanya. Mengelus surai hitam Jaehyuk.

“Tidak perlu mengatakan apa-apa lagi. Aku mengerti, Jaehyuk-ah. Aku mengerti..”

Asahi mengusap punggung Jaehyuk pelan.

“Tapi tolong... jangan seperti itu lagi. Aku ingin Jaehyuk menceritakan semuanya. Tidak apa kau tidak ingin terlihat lemah di depan yang lainnya. Tapi tidak denganku. Kau boleh menjadi lemah kau boleh menunjukkan rasa sakitmu. Biar aku yang jadi penawar rasa sakitmu. Let me be your painkiller.”

Asahi menatap Jaehyuk dengan sungguh. Selama ini Jaehyuk yang menjadi pilar hidupnya di kala hidup sedang tidak baik. Tapi malam ini dan seterusnya,biarkan Asahi juga menjadi penawar rasa sakit bagi seorang Yoon Jaehyuk.

Jaehyuk balas menatap pemuda manis di depannya ini. Pemuda yang ia cintai. Dari 2 tahun lalu sampai detik ini.

“Gomawo, Sahi-ya. My Hi-kun.. Maaf membuatmu khawatir dan menangis seperti ini.”

Asahi menggelengkan kepalanya.

“Berhenti meminta maaf. Jaehyuk sudah merasa lebih baik?”

“Sejak melihat kau berdiri di kamarku tadi, aku sudah merasa lebih baik.”

Jaehyuk menunjukkan senyum manisnya. Senyum pertamanya hari ini.

“Aku senang Jaehyuk sudah merasa lebih baik. Sekarang kau istirahat ya? Agar cepat pulih. Aku akan kembali kamar.”

Asahi berdiri dari duduknya dan mengecup dahi Jaehyuk lembut. Asahi membalikkan tubuhnya ketika Jaehyuk menahan lengannya.

“Jangan pergi. Bisakah kau tidur di sini malam ini? Punggungku masih sakit and I need my painkiller.”

Beraninya Jaehyuk menggodanya saat ini. Setelah tangisan tadi sekarang ia kembali menjadi Yoon Jaehyuk yang selalu menggodanya.

Jaehyuk menatapnya dengan tatapan memelas. Asahi tidak akan bisa menolak tatapan Jaehyuk yang seperti ini. Asahi menyerah.

“Ini privilege yang kau dapatkan karena kau sedang sakit sekarang. Hanya untuk malam ini.”

Jaehyuk tertawa kecil kemudian menarik Asahi ke dalam pelukannya. Meletakkan dagunya di atas kepala Asahi. Mencium pucuk kepalanya. Menarik selimut tebal untuk melindungi tubuh mereka dari uda Korea yang semakin dingin.

“Gomawo, Sahi-ya. Aku benci minum obat tapi jika kau obatnya, well, aku rela sakit setiap hari. My painkiller.”

“Diam Jaehyuk-ah. Jangan bicara yang tidak-tidak.”

Asahi memejamkan matanya. Membenamkan wajahnya semakin dalam di pelukan Jaehyuk. Diam-diam mengulum senyum.

End.

Title: Orange (SongFic!AU)

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Song to listen to: Treasure-Orange

-notes - tanda ~ in italic : the song's lyric

_____________________

~I want to see you, even a minute and a second faster 

You always say you're busy, so we spend limited time again

Happy times go by quickly, such a shame 

But I'm fine with that, it's better for us~

Dua pemuda sedang membaringkan tubuh lelah mereka di rooftop YG training center. Jarang sekali mereka mempunyai waktu luang seperti sekarang ini. Pemuda asal Korea bernama Jaehyuk menatap pemuda Jepang dengan wajah tampan yang sedang berbaring di sebelahnya dengan mata tertutup. Angin sore itu meniup kecil surai halus pemuda manis dengan nama lengkap Hamada Asahi. Jaehyuk mengenalnya sebulan yang lalu, saat trainee Jepang pertama kali datang dan diperkenalkan di YG training center di Korea. Jaehyuk tersenyum mengagumi ciptaan Tuhan yang begitu indah di sebelahnya ini. Jika bisa, Jaehyuk ingin waktu berhenti. Menikmati setiap hari, setiap jam dan menit bersama Asahi.

Asahi, pemuda yang sedari tadi ditatap membuka pelan matanya. Tangan kanannya menutup sebelah matanya mencoba menghalangi cahaya matahari senja yang berada di atasnya. Senyum kecil menghiasi bibir tipisnya tatkala melihat langit sore itu. Guratan warna oranye mewarnai langit di atasnya. Beberapa burung berterbangan bersiap pulang ke sarangnya. Dirinya tidak sadar sedari tadi Jaehyuk sedang menatapnya dalam.

“Andai setiap hari bisa seperti ini, ya, Jaehyuk-a”, kata Asahi pelan, kemudian menghadapkan kepalanya ke arah Jaehyuk, melihat pemuda tampan di sampingnya.

“Ne.. Andai setiap hari bisa seperti ini. Memandang langit seperti ini. Aku suka matahari. Apalagi matahari senja. Sebelum kau datang ke Korea, aku selalu menghabiskan waktuku di sini ketika punya waktu luang. Dengan melihat langit senja, entah kenapa hatiku menjadi tenang. Ditemani dengan semilir angin, mendengar suara cicit burung yang pulang ke sarangnya, sambil menunggu langit menjadi gelap.”

“Gomawo Jaehyukkie sudah menunjukkanku tempat ini. Aku menyukainya.”

Jaehyuk tersenyum kecil menampakkan deretan giginya yang rapi. Ingin rasanya tangannya membelai surai hitam Asahi, tapi Jaehyuk mana punya nyali. Bagi Jaehyuk, bisa sedekat ini dengan Asahi saja sudah merupakan keberuntungan baginya. Asahi sangatlah pendiam dan pemalu. Butuh usaha ekstra untuk dapat mendekatinya. Jaehyuk tidak meminta lebih. Bisa menghabiskan waktu seperti ini saja sudah cukup untuk sekarang.

“Sebentar lagi latihan team B akan dimulai, Sahi-ya. Aku harus segera kembali ke ruang latihan. Kau langsung pulang ke dorm?” tanya Jaehyuk lembut.

Sebersit rasa kecewa mewarnai wajah Asahi. Asahi melirik jam tangan hitam di pergelangan tangannya. Baru saja mereka 30 menit di sini tapi Jaehyuk harus kembali latihan. Jadwal latihan Asahi memang selesai lebih dulu hari ini dibanding Jaehyuk. Asahi tampak berpikir sebentar. Sebuah ide muncul di kepalanya.

“Apa boleh aku menunggu Jaehyukkie?” tanya Asahi pelan.

Jaehyuk menatap Asahi kemudian menggelengkan kepalanya.

“Aku bisa latihan sampai larut, Sahi-ya. Nanti kau lelah jika menungguku. Bukankah kau juga ada janji dengan Mashi dan Ruto?”

Sepertinya Asahi lupa akan janjinya hari ini.

Asahi membelalakkan matanya menyadari dirinya lupa akan janjinya dengan Mashi dan Ruto. Asahi menepuk jidatnya. 

“Astaga! Aku lupa. Untuk kau mengingatkanku, Jaehyuk-a!”

Mau tidak mau Jaehyuk tertawa melihat betapa menggemaskannya pemuda Jepang di hadapannya ini. 

“Baiklah. Aku turun duluan ya. Asahi mau ikut turun?”

Jaehyuk sudah tahu jawabannya. Pasti Asahi akan berdiam di sini sampai matahari terbenam dan langit berubah menjadi gelap.

“Ani.. Aku mau di sini dulu.”

~I talked a lot with you

When I look at the watch, I suddenly get befuddled

I don't want to send you home now, but I can't

You're the one who's turning orange today

I feel like I'll go home while feeling regretful I want to spend more time with you~

Asahi mendudukkan tubuhnya. Kepalanya menengadah menatap langit yang sedikit demi sedikit mulai bertambah gelap. Matahari mulai terbenam di ufuk barat. Matanya terpejam. Menikmati setiap detik yang ada. Jaehyuk hanya bisa terpesona dengan pemandangan di sampingnya. Semburat oranye mewarnai wajah Asahi. 

“Sahi-ya....,” panggil Jaehyuk pelan hampir tidak terdengar.

Asahi menoleh menatap Jaehyuk. Matanya bertemu dengan mata bening Jaehyuk. 

Indah.

Satu kata terlintas di otaknya. Warna oranye yang mewarnai wajah Jaehyuk saat ini membuatnya berkali-kali lebih tampan. Tatapan menenangkan itu. Senyum lembut itu. Asahi suka semua itu. 

“Hm? Kenapa Jaehyukie?”

“Ah.. Tidak.. tidak apa-apa. Aku turun sekarang ya. Kau jangan terlalu lama di sini. Udara semakin dingin, nanti kau sakit. Sampai bertemu besok.”

Asahi mengangguk kecil. Menatap punggung Jaehyuk yang mulai berjalan pergi menuruni anak tangga. Asahi menghela napas. 

Jaehyuk. Asahi baru mengenalnya sebulan ini tapi Jaehyuk sudah menjadi bagian harinya. Kesibukan mereka menjadi trainee membuat mereka sulit menghabiskan waktu bersama. Seandainya mereka punya waktu bersama seperti tadi, entah kenapa waktu selalu berjalan lebih cepat dari biasanya. Asahi mengangkat jari telunjuk kanannya ke atas langit. Mengukir hangul Jaehyuk di sana. Asahi melipat lututnya, membenamkan wajah manisnya di antara kedua lututnya. Menikmati keheningan senja hari itu.

~Just like the sun goes down, it will rise again 

I want to see you tomorrow again 

I think I'm going home feeling sad 

Unfortunately, the sunset is starting to appear today~

***

Tidak terasa sudah beberapa bulan Asahi berada di Korea. Berlatih keras dan berjuang agar tidak tersisih dari survival show YG Treasure Box. Jujur, Asahi terkadang merasa tidak percaya diri bersaing dengan trainee lainnya. Mereka semua berbakat sedangkan masih banyak hal yang harus Asahi perbaiki. Asahi larut dalam pikirannya saat seseorang menepuk pundaknya dan merangkulnya. Jaehyuk sudah berdiri di sampingnya dengan senyum cerahnya. Tangan kirinya merangkul pundak Asahi.

“Kenapa melamun? Ada hal yang kau pikirkan?“ 

Jaehyuk mencoba bertanya. Jaehyuk tahu ada yang mengganggu pikiran Asahi. Dahi pemuda di sebelahnya ini selalu berkerut jika sedang ada yang menganggu pikirannya. Menghabiskan waktu setiap hari bersama Asahi membuat Jaehyuk menyadari semua ekspresi-ekspresi Asahi dan Jaehyuk merasa beruntung akan hal itu. Orang-orang bilang Asahi manusia tanpa ekspresi. 

Hm.

Mereka hanya tidak pernah melihat Asahi sedekat ini. Dahinya akan berkerut ketika memikirkan sesuatu. Asahi akan menggembungkan pipinya jika dia kesal akan sesuatu. Ujung bibir kirinya akan terangkat sedikit ketika Asahi berusaha menahan tawa. Jaehyuk melihat semua itu. Selama beberapa bulan ini hanya Asahi yang memenuhi pikirannya.

Pengecut.

Jaehyuk tahu akan hal itu. Jaehyuk tahu desiran di hatinya setiap Asahi menatapnya. Jantungnya yang berdetak lebih cepat ketika Asahi tersenyum padanya. Tapi Jaehyuk terlalu pengecut untuk mengatakan segalanya. Dia takut Asahi akan pergi jika salah satu dari mereka harus ada yang tereliminasi. Jaehyuk takut tidak bisa menahan perih di hatinya ketika mereka berdua harus berpisah.

“Ya! Apakah kau mendengarkanku, Jaehyukie?!”

Lamunan Jaehyuk buyar. Sial. Malah dirinya yang melamun sedari tadi.

“Ah mianhae Sahi-ya. Aku tidak memperhatikan. Kau bilang apa tadi?”

“Tidak jadi! Aku sudah bercerita panjang lebar dan kau malah diam saja.”

Asahi menyentakkan kakinya.

Lucu.

Jaehyuk tertawa melihat Asahi yang menggembungkan pipinya karena kesal.

“Maafkan aku, ne? Sehabis latihan kita jalan-jalan ya? Kau mau?”

Asahi menunduk malu. Tentu saja Asahi mau. Tidak mungkin menolak jika menghabiskan waktu dengan Jaehyuk.

“Kemana?”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Rambut Jaehyuk yang sedikit berantakan karena keringat membuat wajahnya semakin menarik. 

“Bersepeda di tepi Hangang River. Kau mau?”

Asahi mengangguk kecil. Ingin rasanya melompat karena dirinya terlalu senang saat ini.

“Aku tunggu di depan gedung ya nanti sore. Kabari aku jika latihanmu sudah selesai. Aku harus segera pergi. Latihanmu juga akan segera dimulai kan? Jangan sampai terlambat nanti pelatih memarahimu.”

Asahi mengangguk dan menatap punggung Jaehyuk yang berlari kecil di depannya. Asahi tersenyum kecil dan mengarahkan pandangannya ke jendela besar yang berada di sampingnya. Dari sini Asahi bisa melihat pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Asahi tidak bisa membayangkan jika Jaehyuk tidak ada di hidupnya. Jaehyuk yang selalu membantunya selama di Korea. Yoon Jaehyuk. Pemuda itu penting baginya.

***

Langit sore itu sangat indah. Guratan warna oranye dengan percikan warna ungu menghiasi bentangan langit dengan awan-awan kecil.

Jaehyuk mengayuh sepedanya sambil memperhatikan Asahi yang berada di depannya. Asahi sesekali menoleh ke belakang menyuruh Jaehyuk untuk mengayuh lebih cepat. Angin meniup surai hitamnya. Tawa menghiasi bibir tipis itu.

Jaehyuk ingin waktu berhenti saat ini juga. Pemandangan di depannya benar-benar pemandangan terindah di dalam hidupnya. Dengan tawa selepas itu, hati Jaehyuk terasa penuh. Ingin rasanya melihat dan mendengar tawa itu setiap hari.

Lama mereka mengayuh sepeda mereka sebelum akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Keduanya duduk berdampingan di salah satu kursi kayu yang menghadap langsung ke Han River.

Jaehyuk membuka sebotol air mineral kemudian memberikannya kepada Asahi.

“Minum dulu Sahi-ya. Kau sampai berkeringat seperti itu.”

Asahi dengan senang hati menerimanya dan menegak habis air di botol itu. Tenggorokannya terasa kering sedari tadi karena lelah.

Hening. Keduanya menatap Han River yang tenang. Masing-masing dengan pikirannya. Angin bertiup sedikit kencang. Asahi mengusap-usap kedua lengan kurusnya. Berusaha memberikan sedikit kehangatan.

“Asahi kedinginan? Kenapa kau lupa membawa jaketmu hari ini?Nanti kau sakit.”

Jaehyuk melepaskan jaket tebalnya dan memakaikannya di pundak Asahi.

“Ah tidak perlu Jaehyukie. Nanti kau yang kedinginan. Kau bisa sakit juga.”

“Aku tidak apa-apa. Kau lebih penting.”

Asahi sedikit terkejut mendengar perkataan Jaehyuk. Jantungnya berdegup kencang. Ia yakin wajahnya memerah sekarang. Asahi tidak berani menatap Jaehyuk karena ia tahu ia akan malu setengah mati jika melihat wajah Jaehyuk sekarang.

Jaehyuk yang menyadari wajah Asahi yang memerah tertawa kecil di dalam hatinya. Sungguh menggemaskan. Rasanya ingin menarik Asahi ke pelukannya sekarang juga.

Jaehyuk yang menyadari Asahi mulai tidak nyaman berusaha mencari pembicaraan lain.

“Bagaimana harimu Sahi-ya?”

“Hari ini menyebalkan sekali. Pelatih menegurku berkali-kali karena aku melakukan kesalahan terus. Tidak hanya itu! Ruto juga menyebalkan hari ini. Dia bilang akan menungguku untuk turun bersama,tapi dia malah meninggalkanku. Huft! Aku kesal aku sampai harus berlari mengejar langkah panjangnya. Lelah sekali! Maaf aku jadi mengeluh seperti ini.”

Asahi mengeluh panjang lebar kemudian melipat kedua tangannya di depan dadanya. Pipinya digembungkan pertanda Asahi kesal mengingat kejadian tadi.

Jaehyuk hanya tertawa kecil dan entah keberanian darimana Jaehyuk mengacak lembut surai Asahi kemudian membawa kepala pemuda manis itu ke bahunya. Menepuk pundak Asahi pelan bermaksud menenangkan. Tangan kirinya menggenggam tangan Asahi yang sedikit dingin. Berusaha menyalurkan kehangatan di sana.

“Gwaenchana, ceritakan saja semuanya kepadaku. Aku mau mendengar semua cerita Asahi. Dari yang bahagia sampai yang paling sedih sekalipun.”

Asahi terkejut bukan main dengan apa yang dilakukan Jaehyuk. Asahi harap Jaehyuk tidak menyadari betapa gugupnya dirinya sekarang inu.

Well, Asahi menikmatinya. Bersandar pada pundak Jaehyuk sangatlah nyaman. Asahi seperti merasa mempunyai support yang selalu berada di sisinya. Lelah di tubuhnya seketika hilang. Asahi bersyukur mengenal Jaehyuk. Mengejar mimpinya adalah tujuan Asahi ke Korea tapi bertemu Jaehyuk juga anugerah terindah untuknya.

~Orange color, cool wind I narrow the distance and hold your hand

Even if I say meaningless words

You don’t look at me, you look nervous~

“Sahi-ya....”

Asahi menegakkan kepalanya dan menatap Jaehyuk.

“Hm? Kenapa, Jaehyuk-a?”

“Tetaplah tersenyum dan tertawa seperti tadi ya. Aku tahu hari-hari menjadi trainee tidaklah mudah untuk kita. Terutama untukmu. Kau jauh dari keluargamu tentu kau merindukan mereka setiap hari. Di depan mungkin akan ada rintangan yang berat ditambah kita bersaing untuk bertahan di Treasure Box. Tapi apapun itu, tetaplah tersenyum bahagia seperti tadi. Senyum Asahi menguatkanku. Aku merasa tidak berjuang sendiri. Aku ingin kau selalu bahagia. Seandainya kau harus menangis, katakan semua padaku. Bahuku selalu siap menjadi sandaran untukmu.”

Mata Asahi berkaca-kaca mendengar setiap perkataan tulus dari mulut Jaehyuk. Entah kebaikan apa yang pernah dilakukannya di kehidupan sebelumnya sampai Tuhan dengan baik hatinya mempertemukan dirinya dengan Jaehyuk.

Asahi menghambur ke pelukan Jaehyuk. Tidak peduli dengan beberapa orang yang bingung melihat mereka. Tidak peduli dengan degup jantungnya. Tidak peduli dengan rasa malu dan gugupnya. Asahi hanya ingin memeluk Jaehyuk sekarang.

“Jaehyuk... yang membuat Asahi bahagia.”

Asahi berkata pelan namun Jaehyuk mendengarnya.

Jaehyuk tersenyum sambil mengelus punggung sempit Asahi yang menangis di pelukannya.

“Aku bilang kau harus tetap tertawa. Kenapa malah menangis seperti ini eum? Uljima. Berhenti menangis, ne?”

Asahi melepaskan pelukannya dan menatap dalam mata Jaehyuk.

“Jaehyuk, jika suatu saat aku harus pulang ke Jepang karena tereliminasi, apa yang harus aku lakukan? Aku tidak ingin berpisah dengan Jaehyuk”

Asahi menangis sesenggukan. Hati Jaehyuk berdenyut. Tentu Jaehyuk juga akan merasa sedih ketika hari itu tiba. Tapi dia tidak ingin Asahi semakin sedih.

“Aku bisa ke Jepang saat liburan. Kita tetap bisa berkomunikasi. Jika aku ke Jepang,kita bisa jalan-jalan bersama. Jangan menangis lagi eum? Selama masih ada kesempatan, mari buat kenangan indah.”

Jaehyuk tersenyum dan menangkup kedua pipi Asahi, menghapus jejak air mata di sana.

Langit mulai gelap. Asahi masih berada di pelukan Jaehyuk. Sesekali masih terdengar isakan. Jaehyuk dengan sabar menenangkan Asahi. Mengelus punggungnya sesekali mengelus surai lembutnya.

“Sudah malam. Besok kita harus latihan lagi. Kita kembali ke dorm ya? Asahi belum makan juga kan? Kita masak ramyeon dan makan bersama di dorm ku ya. Jangan menangis lagi ya.”

Asahi mengangguk kecil kemudian mengikuti Jaehyuk. Berjalan beriringan. Tangan kecilnya terlihat sangat pas di dalam genggaman Jaehyuk. Sesekali melirik Jaehyuk yang terdiam di sampingnya. Matanya beralih menatap langit malam hari itu. Beberapa bintang berkelip di sana. Asahi tersenyum kemudian mengeratkan genggaman tangannya.

'Mari buat kenangan indah'

Asahi mengingat kata-kata itu dalam hatinya.

~When it starts to get dark

My face is getting dark too

Before you turn around I want to tell you today

Like the sunset that shines every day without conditions

I hope you smile like that every day always

Then I can have you forever

Even if it’s dark, you shine the most in my eyes~

***

Dan kalanya setiap pertemuan terkadang harus diiringi dengan perpisahan. Asahi memeluk erat tubuh Jaehyuk. Pengumuman semalam kemarin merupakan ujung bagi Asahi. Asahi harus pergi. Asahi harus pulang. Asahi menangis kencang.

Keduanya berdiri di rooftop gedung dorm mereka. Senja hari itu tidak seperti biasanya. Langit oranye yang membentang menaungi mereka mulai menurunkan tetes-tetes air. Rintik hujan membasahi bumi. Namun keduanya tidak beranjak, membiarkan pakaian yang mereka kenakan basah.

“Sahi-ya. Kita bisa sakit jika berdiam lama-lama di sini. Pakaianmu sudah basah.”

Asahi menggelengkan kepalanya cepat. Asahi tidak peduli. Ia hanya ingin waktu berhenti. Ia ingin memeluk Jaehyuk lebih lama dan berharap hari esok tidak akan pernah datang. Ia berharap matahari tidak tenggelam hari ini sehingga waktu tidak berganti.

“Sahi-ya. Jangan menangis. Ingat, aku selalu ingin melihat senyummu. Kita kembali ke dalam ya? Kau bisa sakit.”

“Aku hanya ingin memeluk Jaehyuk lebih lama. Aku ingin hari esok tidak datang. Aku tidak ingin berpisah denganmu.”

Asahi masih terisak. Dan setiap isakan Asahi adalah cabikan untuk hati Jaehyuk. Air matanya sudah membanjiri wajahnya daritadi. Sungguh jika Jaehyuk bisa, ia juga ingin waktu berhenti di sini.

~Hoping time stops, just like this

I wish for the sun to not set~

“Hi-kun..”

Ini pertama kalinya Jaehyuk memanggilnya seperti itu. Hi-kun.

Asahi menatap dalam mata Jaehyuk. Air mata Jaehyuk bercampur dengan titik-titik air hujan yang semakin deras. Asahi sadar dirinya egois. Jaehyuk juga bisa sakit kalau seperti ini.

Asahi menundukkan kepalanya dalam. Membiarkan Jaehyuk meraih tangannya dan membawanya kembali ke dalam. Jaehyuk mengambil handuk kecil yang masih bersih dari dalam tas ransel yang dibawanya. Mengeringkan rambut dan wajah Asahi.

Jaehyuk menangkupkan kedua tangannya pada pipi Asahi. Berusaha membuat Asahi menatapnya.

“Hi-kun... jika kau terus menangis seperti ini, bagaimana aku bisa rela melepas kau pergi? Aku ingin lihat senyummu. Sebelum berpisah, senyummu lah yang ingin aku lihat. Hi-kun.. aku bohong jika aku mengatakan aku baik-baik saja harus berpisah denganmu. Tapi, hidup harus berjalan Hi-kun. Kau akan tetap mengejar mimpimu. Begitupun aku. Mari berjuang bersama sambil berharap garis hidup kita dipertemukan lagi. Dan ingat, aku sudah bilang aku akan mengunjungimu ketika liburan nanti. Kau tidak percaya padaku eum?”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Memeluknya erat sekali lagi. Asahi selalu percaya apa yang dikatakan Jaehyuk. Asahi sadar apa yang dikatakan Jaehyuk adalah benar adanya. Mereka harus tetap berjuang. Meraih mimpi mereka. Berharap Tuhan menggariskan jalan mereka untuk dipertemukan kembali.

“Aku percaya padamu. Jaehyukkie, terima kasih untuk kenangan indahnya. Kau harus terus berjuang dan debut dengan sukses ya. Aku juga akan berjuang dan berdoa.”

Asahi tersenyum kecil.

Senyum itu. Senyum terakhir yang Jaehyuk lihat hari itu. Senyum yang menguatkannya untuk terus berjuang.

“Jaehyuk, tersenyumlah juga untukku. Kau... juga harus bahagia. Aku akan menjadi penggemar nomer satumu jika kau debut nanti.”

Jaehyuk tersenyum manis dan mengecup kening Asahi lembut. Memeluk erat pemuda manis itu utnuk terakhir kalinya.

~Smile for me

So I can go home happily That shining sunset is feeling sorry too

Go first, I’ll smile for you too and let you go~

***

Korea, early 2020...

Banyak hal yang terjadi beberapa tahun ini. Setelah Asahi tereliminasi dan line up debut juga diumumkan, siapa yang menyangka YG membawa Asahi kembali untuk debut di Korea.

Jika hari itu Asahi berhenti berjuang, mungkin Tuhan tidak akan mempertemukannya lagi dengan pemuda yang duduk di sebelahnya saat ini. Yoon Jaehyuk.

Mereka berada di tempat yang selalu menjadi favorit mereka. Rooftop. Dari sini mereka bisa melihat langit luas. Terutama melihat hal favorit mereka. Langit senja dengan guratan oranye. Matahari yang terbenam. Semilir angin sore yang meniup wajah mereka.

“Jaehyuk-ah”

“Hm?”

Jaehyuk masih betah menikmati langit senja sore itu. Kepala Asahi bersandar di bahunya. Jaehyuk mengelus surai halus itu perlahan, sesekali mengusap bahu kecil Asahi.

“Baru-baru ini aku menulis lagu. Kau mau mendengarnya? Jika menurutmu bagus, aku akan menunjukkannya pada Haruto. Aku ingin dia menulis sisa liriknya. Kau tau dia juga sangat suka menulis lagu kan?”

“Tentu aku mau mendengarnya. Karya-karyamu adalah hal yang selalu aku dengar setiap malam sebelum tidur. Jika aku merindukanmu, aku dengar semua rekaman lagu-lagu ciptaanmu.”

Asahi tertawa kecil. Merindukan Asahi? Bahkan mereka bertemu setiap hari sekarang.

“Merindukanku? Kita bertemu setiap hari sekarang, Yoon Jaehyuk.”

Jaehyuk tertawa kecil,mengacak rambut Asahi. Menatap dalam manik indah itu.

“Nyatanya memang seperti itu.”

Wajah Asahi memerah. Apa-apan Yoon Jaehyuk.

“Mana lagunya? Aku mau dengar.”

Asahi mengeluarkan handphonenya, mengenakan earphone di telinga kiri Jaehyuk. Lantunan lagu ballad terdengar. Jaehyuk memejamkan matanya. Menikmati setiap lantunan nada dan lirik yang begitu indah. Potongan-potongan kenangannya bersama Asahi muncul satu per satu bagaikan flashback dalam suatu film. Seluruhnya. Dari kenangan manis sampai yang menyedihkan sekalipun. Dari senjanya yang paling indah sampai yang dipenuhi air mata.

Jaehyuk membuka matanya perlahan ketika rekaman lagu itu habis.

“Indah.. Sama seperti yang menulisnya. Ketika aku mendengarkan dan memejamkan mataku, aku seperti kembali ke masa lalu. Melihat kau dan aku menghabiskan senja bersama. Dari senja yang paling bahagia sampai yang paling menyakitkan. Senja ketika aku melihat wajahmu dipenuhi semburat oranye sampai senja ketika aku melihatmu menangis di pelukanku ketika kau harus pulang ke Jepang saat itu.”

Asahi menatap wajah Jaehyuk. Mendengarkan setiap kata-kata Jaehyuk. Asahi menangkupkan kedua tangannya pada pipi Jaehyuk. Menatap matanya dalam.

“Lagu itu.. memang tentangmu. Kita dan senja.”

Jaehyuk tersenyum.

“Kau sudah memberikan judul untuk lagunya?”

Asahi terdiam sebentar. Matanya menatap langit oranye di atasnya kemudian melihat semburat oranye yang melingkupi wajah Jaehyuk.

“Tadinya belum. Tapi sekarang aku sudah menemukan judulnya... Orange.”

“Orange?“tanya Jaehyuk.

“Eum! Orange. Sama seperti warna langit ketika senja. Dan seperti dirimu yang sekarang yang begitu indah dilingkupi semburat oranye.”

Jaehyuk tersenyum manis. Matanya menatap Asahi lembut. Menarik lembut wajah Asahi dan mengecup bibir tipis itu perlahan.

“Saranghae, Hi-kun.. Setiap hari berakhir, aku selalu ingin waktu berhenti. Menikmati waktu lebih lama untuk bersamamu. Aku selalu berharap untuk melihatmu. Terus seperti itu. Jangan pernah lagi pergi dari pandanganku.”

~You’re the one who’s turning orange today

I feel like I’ll go home while feeling regretful

I want to spend more time with you

Just like the sun goes down, it will rise again

I want to see you tomorrow again

I think I’m going home feeling sad

Unfortunately, the sunset is starting to appear today~

End.

Title: Anchor

Pairing: Jaehyuk/Asahi

!Trigger warning: Depression, unhealthy coping mechanism (thought of self harm, not eating, isolation)! __________________________________________ anchor noun [C] (SUPPORT)

“someone or something that gives support when needed” __________________________________________ Storyline:

Asahi pertama kali menyadari ada sesuatu yang terasa “salah” dengan dirinya saat dirinya memulai sekolah menengah ketika ia masih berada di Jepang. Setiap kali dirinya merasa stress, Asahi akan selalu mengurung dirinya di kamar. Tidak keluar kamar dan makan selama berhari-hari. Pernah satu kali Ibunya sampai menangis di depan pintu kamarnya hanya untuk memohon Asahi untuk keluar dan mengisi perutnya. Dan percayalah ada rasa sakit di hatinya saat mendengar tangisan Ibunya. Asahi tidak tahu mengapa dirinya seperti ini. Ini selalu terjadi setiap dia merasa tertekan dan akan baik-baik saja di hari berikutnya.

Awalnya, Asahi merasa semua masih terkendali. But, some days are worse than any days. Asahi ingat saat Ayahnya harus mendobrak pintu kamarnya dan menemukan Asahi menangis, menutup wajahnya di dalam selimut dengan beberapa pil tidur tercecer di meja nakasnya.

Asahi sempat memiliki psikiater. Ayah dan Ibunya memaksanya saat itu untuk berkonsultasi. Dari kunjungannya ke psikiater itulah Asahi mengenal kata depresi. Ya, depresi. Diagnosa akan keadaan mentalnya. Asahi benci saat harus mengkonsumsi obat anti depresan. Pil-pil di dalam botol putih kecil itu membuatnya kehilangan konsentrasi, membuat dirinya selalu merasa kelelahan,belum lagi sakit di kepalanya yang kadang datang sebagai efek samping dari penggunaan obat tersebut. Asahi juga benci saat harus berkonsultasi. Ia akan menghabiskan waktu 2 jam hanya untuk menceritakan hidupnya pada orang yang Asahi anggap asing. Asahi tidak pernah merasa nyaman saat harus terjebak berdua dengan psikiaternya setiap sesi terapinya datang.

Tapi, Asahi harus akui semakin lama keadaannya semakin membaik. Nilai akademisnya yang semula merosot di kala Asahi tidak punya keinginan belajar mulai mengalami perbaikan saat itu. Tidak ada lagi cemoohan tentang Asahi anak pemalas. Tidakkah mereka tahu? Asahi bukan malas. Sungguh Asahi ingin belajar, ingin menjalani harinya tapi karena keadaan mentalnya, bahkan hal untuk makan dan mandi saja menjadi sangat sulit. Untuk bangun dari tempat tidurpun terasa tidak memungkinkan. Tubuhnya selalu lelah. Terlebih pikirannya.

Selama bertahun-tahun semuanya baik-baik saja. Asahi merasa 'normal'. Asahi tidak lagi perlu menyentuh pil anti depresan. Pil itu tetap berada di kamarnya tapi Asahi tak lagi menyentuhnya. Asahi tidak perlu lagi berkonsultasi. Namun Asahi tidak menyangka hanya satu kalimat menyakitkan bisa merusak segalanya. Membuat suara-suara di kepalanya kembali hadir mengusik pikirannya.

Asahi sedang berlatih menari dengan member Treasure untuk persiapan comeback Chapter 3 mereka. Asahi akui dirinya kesulitan untuk beberapa bagian dance meskipun dirinya sudah berlatih dengan Mashiho. Dan rupanya kesalahan yang sedari tadi dibuat Asahi cukup menguras kesabaran pelatih tari mereka.

“ASAHI! BISAKAH KAU MELAKUKANNYA DENGAN BENAR SEKALI SAJA?!! KAU MENGHAMBAT TEAM MEMBERMU! SUDAH PULUHAN KALI KITA MENGULANG DANCE YANG SAMA DAN KAU TERUS MELAKUKAN KESALAHAN!”

Teriakan pelatih menggelegar mengisi ruang latihan mereka. Member lain seketika terdiam. Terkejut dengan teriakan pelatih mereka. Memang Seo Hyung terkenal sangat strict tapi mereka tidak menyangka Seo Hyung akan semarah ini. Pandangan mereka langsung tertuju pada Asahi, member paling pendiam yang paling mereka sayangi. Khawatir melihat Asahi yang menundukkan kepalanya dengan tangan mengepal erat. Buku-buku jarinya terlihat memerah karena dikepal terlalu keras.

“Seo Hyung, maafkan Asahi. Hari ini dia kurang enak badan jadi tidak bisa melakukan dengan baik latihan hari ini.”

Hyunsuk selaku leader menghampiri Seo Hyung dan membungkuk meminta maaf. Ia tidak tega jika Asahi dibentak seperti itu.

“Kenapa kau meminta maaf, Hyunsuk-a? Harusnya yang bersalah yang meminta maaf.”

Seo Hyung melirik Asahi dengan mata tajamnya.

“Apakah kau akan diam saja, Sahi-ya? Kau tega membiarkan leadermu yang melakukan latihan dengan baik justru meminta maaf atas kesalahanmu? Apakah kau tidak malu Sahi-ya?” ucapnya dengan nada menghina.

Tubuh kurus Asahi bergetar hebat. Satu per satu air matanya menetes. Lututnya terasa lemas, namun Asahi berusaha melangkahkan kakinya menghampiri Seo Hyung. Masih dengan kepalanya yang menunduk.

“Mian, Hyung. Maafkan aku yang banyak melakukan kesalahan hari ini. Aku akan berlatih lebih keras lagi,” ucap Asahi dengan lemah. Tenaganya seperti menguap begitu saja. Yang dia inginkan sekarang adalah kembali ke dormnya dan mengurung dirinya di kamar.

“Kau tahu Asahi? Dengan bakatmu yang seadanya, harusnya kau merasa sangat beruntung bisa debut menjadi member Treasure.”

Seo Hyung mengucapkan kalimat menyakitkan itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Wajah angkuh dengan tangan dilipat di depan dada. Matanya terus menatap tajam Asahi yang masih menunduk.

Jihoon yang memperhatikan keduanya mengepalkan tangannya erat. Keterlaluan! Apa-apaan Seo Hyung mengatakan hal seperti itu. Jihoon melangkah cepat kemudian merangkul tubuh mungil Asahi kemudian mengarahkan pandangannya kepada Seo Hyung.

“Mian, Hyung. Aku janji ini tidak akan terulang lagi. Bisakah kau memberi waktu kami istirahat 30 menit?”

“Tidak perlu. Latihan kalian cukup sampai di sini untuk hari ini. Pastikan dia melakukannya dengan benar di latihan berikutnya!” Seo Hyung mengatakannya sambil menunjuk Asahi kemudian melenggang pergi meninggalkan ruang latihan mereka. Menyisakan aura dingin yang menyelimuti suasana keduabelas member Treasure.

“Maafkan aku, semuanya... Mianhae,” ucap Asahi lirih. Sedetik kemudian berlari keluar meninggalkan 11 member lainnya. Menghiraukan teriakan beberapa member yang memanggil namanya.

Jaehyuk yang sedari tadi hanya bisa memperhatikan dan tak berani bersuara secepat kilat mengejar Asahi. Berusaha menyusul Asahi yang sudah menghilang. Mashiho sempat menahannya mengatakan Asahi butuh waktu sendiri. Namun Jaehyuk tau lebih baik daripada itu. Asahi memang pendiam. Lebih menyukai waktu untuk sendiri tapi Jaehyuk tau Asahi terkadang merasa kesepian. Di balik kata-kata ingin sendiri mata Asahi berkata lain. Seakan sepasang mata indah itu meminta pertolongan.

Banyak hal yang Asahi tutup rapat yang Jaehyuk belum bisa membukanya meskipun mereka adalah teman dekat. Well, walaupun Jaehyuk selalu menginginkan lebih dari itu. Jaehyuk berusaha menemukan 'kunci' untuk membuka semua hal yang Asahi tutupi darinya. Jaehyuk adalah pekerja keras. Dirinya tidak akan berhenti sebelum bisa menemukan 'kunci' itu. Jaehyuk tidak akan berhenti sebelum Asahi mau terbuka kepada dirinya.

***

Asahi membanting pintu kamarnya kemudian menguncinya dari dalam. Tubuhnya merosot bersandar di pintu. Lututnya ditekuk wajahnya ia telungkupkan di antara kedua lututnya. Isakan demi isakan keluar dari bibir tipisnya. Asahi meremas baju di bagian dadanya.

Sakit! Rasanya sangat sakit!

Hatinya terasa sakit.

Bakat seadanya... Menghambat tim... Tidak berguna... Tidak pantas.... Bodoh...

Pikirannya dipenuhi kata-kata ini. Asahi menutup telinganya. Bising sekali di dalam kepalanya. Asahi tidak tahan. Asahi meremas lengannya dengan kuku panjangnya, berusaha mengurangi sakit di hatinya dengan memberikan rasa sakit di fisiknya.

“Sahi-ya~~ Hi-kun~~.”

Suara itu. Asahi tersentak mendengar seseorang memanggil namanya.

“Sahi-ya, ini Jaehyuk.”

Asahi melirik sebentar ke arah pintu yang menjadi sandarannya sekarang ini. Suara itu. Suara yang selalu menenangkan Asahi. Asahi diam. Tidak menjawab. Meskipun Asahi tau Jaehyuk khawatir padanya saat ini, tapi sungguh Asahi tidak ingin keluar kamar. Kamarnya menjadi tempat paling aman saat ini. Melindunginya dari dunia luar. Begitu pikirnya.

Sementara di luar pintu kamar Asahi, Jaehyuk terduduk menyandarkan kepalanya, jejak air mata terlihat di pipinya. Sungguh hatinya seperti tercabik-cabik mendengar isakan Asahi. Jaehyuk ingin sekali mendobrak pintu kamar Asahi dan memeluk pemuda manis itu. Tapi Jaehyuk tahu itu bukan cara yang tepat.

“Hi-kun~ Aku di sini. Yoon Jaehyuk selalu di sini. Menangislah sepuasmu. Aku menunggu di sini sampai kau tenang dan mau keluar untuk menemuiku. Take your time,” Jaehyuk mengatakan satu per satu kata itu dengan lembut.

Diam. Tidak ada respons. Jaehyuk tidak menyerah. Dia dengan sabar menunggu di balik pintu kamar Asahi. Jaehyuk tahu Asahi akan mengurung dirinya di kamar. Jaehyuk tahu Asahi ingin 'sendiri' tapi Jaehyuk di sini.

Tangisan masih terdengar di dalam sana. Setiap tangisan keluar dari mulut pemuda yang sangat disayanginya itu, Jaehyuk juga menangis. Frustasi. Jika Jaehyuk bisa, biar dirinya saja yang merasakan sakit. Jangan Asahinya. Jaehyuk rela bertukar tempat asalkan Asahi tidak harus mendengar kata-kata menyakitkan dari pelatihnya tadi. Jaehyuk mengepalkan tangannya erat. Geram. Kata-kata Seo Hyung terngiang di telinganya. Asahi memang salah tapi tidak pantas bagi Seo Hyung untuk mengatakan hal menyakitkan seperti itu.

Jaehyuk menghela napas berusaha menenangkan dirinya. Mengeluarkan ponsel dari kantung celananya kemudian mengetik beberapa kalimat di katalk nya.

To: Yedammie

“Yedammie, mian. Tapi bisakah kau dan Junghwannie pulang ke dorm Jihoon Hyung atau Hyunsuk Hyung terlebih dahulu untuk hari ini saja? Asahi tidak dalam keadaan baik. Bertemu dengan banyak orang akan lebih sulit bagi dirinya. Mian Yedammie

  • Send -

To: Jaehyukkie Hyung

“Hyung, gwenchana. Aku mengerti. Jaga Sahi Hyung ya. Hyung juga harus mengurus diri Hyung sendiri. Jangan lupa untuk makan. Jihoon dan Hyunsuk Hyung sedang berbicara dengan manager. Seo Hyung akan diberi peringatan.”

Jaehyuk membaca balasan Yedam dan tersenyum kecil. Dongsaengnya ini memang sangat perhatian.

Sudah hampir 3 jam Jaehyuk menunggu di depan pintu kamar Asahi tapi sang empunya belum juga keluar dari kamarnya. Suara isakan sudah tidak terdengar lagi. Jaehyuk yakin Asahi tertidur karena terlalu lelah menangis. Baru saja Jaehyuk bangkit dari duduknya tiba-tiba terdengar suara lirih memanggilnya.

“Jaehyukkie~”

“Sahi-ya...”

“Maaf..maafkan aku membuat latihan kalian terhambat hari ini. Maafkan karena aku bodoh dan selalu melakukan kesalahan,“lirih Asahi.

Jaehyuk memejamkan matanya berusaha menahan deru nafasnya yang tidak beraturan karena menahan emosi yang bergejolak di dalam hatinya.

“Hi-kun mau membukakan pintu untukku? Kita bisa bicara di dalam.”

Jaehyuk tidak berharap banyak.

Pintu kamar terbuka. Asahi berdiri dengan kepala tertunduk tidak berani melihat wajah Jaehyuk.

Sret

Jaehyuk menarik Asahi ke dalam pelukannya. Asahi membenamkan wajahnya di ceruk leher Jaehyuk. Jari-jari lentiknya meremas bagian depan sweater yang dikenakan Jaehyuk. Isakan kembali lolos dari bibirnya.

“Apha.. neomu aphayo.. Sakit sekali Jaehyuk-a”

Jaehyuk tahu benar sakit yang dimaksud adalah hatinya.

Jaehyuk mengelus punggung Asahi. Sesekali mengusap surai hitam Asahi sambil membisikkan kata-kata yang menenangkan.

“It's okay. Menangislah. Aku di sini.”

Jaehyuk tidak melepaskan pelukannya dan membawa diri mereka duduk di tempat tidur Asahi. Tangannya masih terus mengelus punggung Asahi. Mengeratkan pelukannya.

Isakan Asahi mulai berhenti tergantikan dengkuran halus. Jaehyuk melepaskan pelukannya dan melihat Asahi tertidur di pelukannya. Asahi pasti sangat lelah menangis seharian. Hidungnya sangat merah. Area matanya membengkak karena terlalu banyak menangis.

Hati Jaehyuk hancur. Seperti dipukul palu. Jaehyuk tau Asahi banyak memendam tapi Jaehyuk tidak menyangka kata-kata menyakitkan itu akan menghancurkan Asahi dengan begitu parahnya.

Jaehyuk membaringkan dan menyelimuti Asahi. Tangannya menyingkirkan rambut Asahi yang menutupi keningnya kemudian mengecup kening itu lembut.

Jaehyuk mengedarkan pandangannya ke kamar Asahi yang tertata rapi. Mereka memang satu dorm tapi Jaehyuk tidak pernah sekalipun masuk ke dalam kamar Asahi. Jaehyuk takut mengganggu privasi Asahi dan namja itu selalu mengunci pintu kamarnya.

Matanya membulat melihat sebuah polaroid ditempel di dinding di sebelah meja tulis Asahi. Itu foto dirinya dan Asahi sewaktu mereka belum debut. Jaehyuk tersenyum kecil melihat tulisan rapi Asahi di bagian bawah polaroid tersebut.

“Yoon Jaehyuk and I”

Jaehyuk melepaskan polaroid itu dari dinding dan membaliknya. Ada tulisan lagi di sana

“Gomawo Jaehyuk-ah”

Dahi Jaehyuk berkerut. Bingung Asahi berterima kasih untuk apa. Jaehyuk menempelkannya kembali kemudian melihat meja tulis Asahi. Matanya tertuju pada botol-botol obat yang sedikit tersembunyi tapi tetap terlihat jika benar-benar memperhatikan.

Anti depressant pills

Sleeping pills

Dan beberapa obat pereda sakit.

Jaehyuk menggenggam botol-botol itu dengan tangan sedikit bergetar.

Shit!

Asahi?

Depresi?

Jaehyuk tidak pernah tau.

***

Setelah kejadian itu, keadaan tampak berangsur membaik. Asahi mulai kembali bercanda dengan Mashi. Sesekali pergi dengan Jihoon dan Jeongwoo untuk membeli makanan. Di hari lain Asahi menulis lagu dengan Haruto. Everything seems fine. Asahi bisa membohongi member lain tapi Jaehyuk tidaklah bodoh. Asahi tersenyum tetapi sedetik kemudian senyumannya hilang setelah member lain tidak melihat. Asahi tertawa tapi his laugh did not reach his eyes. Palsu. Asahi pandai berpura-pura. Member lain tidak tahu dirinya sering memergoki Asahi melamun dan menangis diam-diam setiap malam.

Jaehyuk tidak pernah membahas soal obat-obat yang dia temukan di meja tulis Asahi. Bukan tidak berani tapi Jaehyuk tahu percuma memaksa Asahi. Hal itu akan membuatnya tidak nyaman. Jadi Jaehyuk hanya bisa menjaga Asahi dalam diam. Jaehyuk akan memperhatikan ekspresi dan tingkah Asahi. Jaehyuk akan memperhatikan apakah Asahi makan dengan baik, apakah Asahi terlalu lelah atau sakit. Namun Jaehyuk juga manusia biasa. Kadang ia lelah. Ingin rasanya mengajak Asahi bicara empat mata tapi Jaehyuk tidak tahu bagaimana caranya.

“Ada yang mengganggu pikiranmu, Jaehyukkie?“ 

Yoshi menepuk pundak Jaehyuk dari belakang. 

“Tidak ada apa-apa, Yoshi Hyung,” Jaehyuk tersenyum berusaha menutupi apa yang ada di pikirannya sekarang.

“Kau mengkhawatirkan Asahi bukan?”

Skakmat!

Jaehyuk lupa Yoshi Hyung juga pengamat yang baik. Jaehyuk hanya mengangguk. Matanya memperhatikan Asahi yang sedang tertawa dengan Jeongwoo dan Junkyu di meja makan. Pagi ini Jeongwoo, Junkyu dan Yoshi mengunjungi dorm mereka untuk melihat keadaan Asahi.

“Jaehyukkie, kita semua mengkhawatirkan Asahi. Kita berusaha membuat Asahi tertawa melupakan kejadian beberapa waktu lalu. Tapi, kau dan aku tahu melupakan bukan cara menyelesaikan masalah. Rasa sakit harus dihadapi. Asahi memang banyak memendam. Dia tidak akan bicara sebelum dirinya siap. Karena itu, aku mohon Jaehyuk-a. Sampai saat Asahi siap mengatakan segalanya, please continue to be there for him.”

Yoshi mengusap pundak Jaehyuk.

Jaehyuk mengangguk. 

“I will, Hyung. I will. Aku tidak akan menyerah.”

Yoshi tersenyum lembut. Tidak salah mempercayakan Asahi pada Jaehyuk. Ia tahu Jaehyuk sangat menyayangi Asahi. Yoshi yakin Asahi akan terbuka pada Jaehyuk.

***

Belakangan Jaehyuk sering terbangun dari tidurnya saat dini hari. Pukul 2 pagi. Jaehyuk menyibakkan selimutnya dan keluar mengambil air untuk tenggorokannya yang terasa kering. Jaehyuk berjalan dengan mata setengah tertutup karena masih mengantuk. Jaehyuk menegak habis air di gelasnya. Saat kesadarannya mulai penuh, telinga Jaehyuk menangkap sesuatu. Terdengar suara air mengalir dari kamar mandi.

'Siapa yang mandi pagi-pagi begini?' tanyanya dalam hati.

Sedetik kemudian menyadari suara tangisan samar terdengar dari dalam kamar mandi.

Jantung Jaehyuk berdegup kencang. Lututnya melemas. Jaehyuk tidak ingin berpikir buruk tapi Jaehyuk sudah mengira-ngira dalam kepalanya siapa yang berada di kamar mandi sekarang sambil menangis. Jaehyuk melangkah cepat dan mendobrak pintu kamar mandi. Tidak peduli suara keras akan membangunkan Yedam dan Junghwan.

Shit!

Apa yang dilihatnya benar-benar membuatnya kehabisan kata-kata. Asahi sedang duduk di kloset. Tangan kanannya yang gemetar menggenggam cutter, berusaha mengarahkannya ke pergelangan tangan kirinya.

“ASAHI!”

Jaehyuk dengan cepat membuang cutter dari tangan Asahi. Tidak peduli jarinya terluka karena tergores cutter yang direbutnya paksa. Yang paling penting sekarang adalah Asahinya.

Jaehyuk menarik tangan kiri Asahi, memeriksa apakah ada luka di sana. Jaehyuk melihat Asahi dari atas sampai bawah berusaha mencari apa ada bagian tubuh Asahi yang luka. Asahi hanya menangis. Malu. Tidak berani memandang Jaehyuk. Tubuhnya bergetar hebat.

“Sahi-ya... wae?”

Setelah memastikan tidak ada bagian tubuh Asahi yang luka, Jaehyuk seketika berlutut di depan Asahi yang masih terduduk di kloset dengan tangan menutup wajahnya. Jaehyuk merasa tenaganya habis. Jaehyuk tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Asahi jika Jaehyuk tidak terbangun tadi.

“Wae, Sahi-ya?“ 

Air mata perlahan membasahi pipi Jaehyuk. Sementara yang ditanya hanya diam. Hanya menangis tertahan. Bahunya bergetar hebat.

Jaehyuk mematikan keran wastafel yang sedari tadi terbuka kemudian menarik tubuh Asahi yang masih gemetar. Jaehyuk menjatuhkan tubuh Asahi ke pangkuannya dan memeluknya. Tidak peduli piyama keduanya sekarang basah karena air yang menggenang di kamar mandi mereka.

“Maaf, Jaehyukkie,” lirih Asahi.

“Berhenti meminta maaf. Asahi tidak salah. Bukan mau Asahi menjadi seperti ini. Sahi-ya, ada Jaehyuk di sini. Ijinkan aku masuk ke dalam hatimu. Please, let me in. Aku ingin membantumu tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa jika kau tidak membuka hatimu.”

“I want to get better, Jaehyukkie,” ucap Asahi masih dengan air mata yang mengalir.

“Then, let's face it together from now on.”

Asahi mengangguk lemah. Jaehyuk yang menyadari tubuh keduanya sudah basah menggendong Asahi untuk masuk ke dalam kamar.

“Ganti baju dulu, eum? Kau bisa masuk angin jika basah begini.”

Asahi mengangguk. Menuruti semua perkataan Jaehyuk. Asahi merasa malu akan dirinya. Merasa malu pada Jaehyuk. Merasa lemah.

“Aku tau apa yang kau pikirkan, Sahi-ya. Tidak perlu malu atau merasa bersalah. Kejadian hari ini biarkan hanya kita yang tau. Percayalah padaku. Jika aku bilang akan menghadapi ini bersama, maka aku tidak akan pergi. Aku tidak akan mundur dan menyerah sampai Asahi membaik.”

Asahi menatap mata Jaehyuk. Mencari kebohongan di sana. Jaehyuk mau menghadapinya bersama? Apakah Jaehyuk gila? Bahkan Asahi sendiri takut akan dirinya. Tapi tidak. Tidak ada kebohongan di sana. Yang ada hanya kesungguhan dan tatapan tegas seorang Yoon Jaehyuk.

***

Hari ini hari Minggu. Member Treasure diberi waktu istirahat. Setelah apa yang terjadi pada Asahi, Seo Hyung dipecat oleh agensi mereka. Mereka tidak pernah melihat batang hidungnya lagi.

Member Treasure sedang berkumpul di dorm Hyunsuk Hyung. Malam ini mereka berencana keluar untuk hari ini. Ada restoran tteokbokki yang baru buka di ujung jalan dekat dorm mereka.

” Kau dan Asahi mau ikut dengan kami, Jaehyuk-a?” tanya Hyunsuk pelan. Tangan kanannya mengelus surai Asahi yang sedang tertidur lelap menyandar pada bahu Jaehyuk.

Jaehyuk menggeleng.

“Jika aku bergerak, Sahi akan terbangun, Hyung. Dia sulit tidur belakangan ini. Aku tidak mau membangunkannya.”

Jaehyuk melirik sebentar Asahi yang sedang tidur pulas dengan sweater biru miliknya yang kebesaran.

“Baiklah. Biar kami bungkus saja makanannya untuk kalian. Beritahu aku jika kau dan Asahi butuh sesuatu, okay? Kami pergi dulu. Kau juga beristirahatlah, Jaehyuk-a. Lihat kantong matamu sampai hitam begitu.”

Hyunsuk mengacak rambut Jaehyuk kemudian mengajak member lain untuk pergi. Mereka menjaga langkah mereka. Berusaha untuk tidak berisik dan mengganggu tidur Asahi.

“Jaehyuk Hyung, terima kasih sudah menjaga Asahi.”

Ruto memeluk leher Jaehyuk dari belakang sebelum meninggalkan dorm menyisakan mereka berdua.

Jaehyuk menatap Asahi yang masih betah tidur bersandar di bahunya. Jaehyuk ikut memejamkan matanya. Memijit pelipisnya yang terasa pening karena kelelahan.

Setelah kejadian di kamar mandi waktu itu, Jaehyuk tidak pernah meninggalkan Asahi. Asahi tak pernah luput dari pandangannya. Jika Jaehyuk ada keperluan dan harus pergi, Jaehyuk pasti akan menitipkan Asahi ke salah satu member. Jaehyuk tidak pernah menceritakan apa yang terjadi sesuai dengan janjinya dan member pun tampak mengerti untuk tidak bertanya meskipun Jaehyuk tahu member lain menyadari ada sesuatu terjadi. Jaehyuk bersyukur hyung dan dongsaengnya pengertian dan tidak banyak bertanya macam-macam.

“Jaehyukkie~~”

Jaehyuk membuka matanya yang baru terpejam sebentar.

“Kenapa bangun, Sahi-ya? Mau pindah ke kamar tidurnya?” tanya Jaehyuk lembut.

Asahi menggeleng sambil mengucek matanya. God, he is so cute.

“Kemana yang lain?”

Asahi melihat ke sekeliling dan hanya menemukan Jaehyuk dan dirinya.

“Mereka pergi keluar untuk makan tteokbokki.”

“Jaehyuk tidak ikut? Karena aku ketiduran ya makanya kau tidak ikut?”

Jaehyuk menggeleng dan tersenyum. Menampakkan gigi rapinya.

“Aku ingin menghabiskan waktu dengan Asahi makanya tidak ikut.”

Asahi menundukkan wajahnya malu.

“Jaehyuk aku mau lihat bintang! Seperti kemarin.”

Ya. Beberapa hari ini mereka punya spot favorit yang mereka baru tau ternyata ada di lantai paling atas gedung dorm mereka. Tempat terbuka di bagian paling atas. Ada taman kecil di sana dengan bunga warna warni. Mereka bisa melihat bintang jika langit sedang cerah. Mereka akan mengobrol dengan segelas susu hangat sambil melihat bintang. Setelah Asahi mulai mengantuk, mereka akan kembali ke dorm dan tidur di kamar Asahi. Asahi sulit tidur belakangan ini dan ini satu-satunya cara yang berhasil untuk membuat Asahi tidur lebih mudah.

Jaehyuk menggandeng tangan Asahi. Menuntunnya sampai ke lantai atas. Masing-masing membawa segelas susu coklat hangat. Jaehyuk merapatkan jaket yang dipakai Asahi. Udara di Korea mulai dingin. Jaehyuk takut Asahi kedinginan dan sakit.

“Wah bintangnya banyak sekaliiiiii!“Asahi berseru senang sambil melompat kecil.

Jaehyuk tertawa melihat tingkah Asahi yang kekanakkan. Sungguh Jaehyuk akan melakukan apapun agar senyum itu tidak pernah hilang. Jaehyuk rela menukarnya dengan apapun asal Asahi tetap bahagia seperti ini

Asahi menyandarkan kepalanya ke bahu Jaehyuk. Mereka berdua duduk menekuk lutut sambil menengadah ke atas langit. Bintang-bintang kecil menghiasi langit Seoul malam itu.

Sunyi. Tidak ada satupun yang bersuara. Kesunyian di antara mereka terasa nyaman.

“Aku pertama kali mengetahui mengidap depresi saat sekolah menengah.”

Asahi tiba-tiba membuka suara. Jaehyuk sedikit tersentak ketika Asahi membahas keadaan dirinya yang selama ini ditutupi. Jaehyuk diam. Mendengarkan. Tangan kirinya mengeratkan pelukannya pada bahu Asahi.

“Aku membuat Ayah dan Ibuku sedih dan menangis setiap hari karena tingkah lakuku. Aku akan mengurung diri di kamar. Tidak makan. Aku akan mengkonsumsi pil tidur dengan dosis lebih karena aku selalu tidak bisa tidur. Aku menangis seharian bahkan tidak mandi dan tidak pergi sekolah. Aku ingin belajar tapi tidak bisa. Setiap hari seperti medan perang bagiku. Untuk bangun dari tempat tidur dan melakukan kegiatan sehari-hari yang mudah saja aku tidak bisa. Ayah dan Ibuku membawaku ke psikiater. Seminggu dua kali aku akan berkonsultasi selama 2 jam. Ia memberiku obat anti depresan. Aku benci ketika harus minum obat itu. Aku akan merasa lelah dan ingin tidur. Kepalaku akan sakit dan sulit berkonsentrasi. Terapi dan obat membuatku lebih baik. Aku tidak pernah mengkonsumsi obat itu lagi sampai hari itu.... hari Seo Hyung berteriak dan mengucapkan kata-kata menyakitkan itu. Suara-suara itu kembali memenuhi pikiranku. Suara itu bilang lebih baik aku mati saja karena aku tidak berguna. Aku menyusahkan member lain. Aku bodoh.”

Asahi menghentikan ceritanya kemudian tertawa kecil seolah menghina dirinya sendiri.

“Aku lemah bukan? I hate myself. I was so ready to hurt myself that night tapi aku takut. Aku teringat wajah keluargaku. Aku teringat wajah member. Dan aku teringat kau.”

Asahi menegakkan kepalanya dan menatap wajah Jaehyuk. Mata mereka bertemu. Jaehyuk menatap dalam Asahi dengan air mata yang siap jatuh dari pelupuk matanya.

Huft. Asahi tidak suka melihat Jaehyuk menangis seperti itu karenanya.

Jaehyuk meraih tangan Asahi dan menautkan jari-jari mereka. Meremas pelan tangan dingin itu seakan mencoba menyalurkan kekuatan.

“Asahi. Hi-kun.. Dengarkan aku. Asahi tidak lemah. Semua yang terjadi bukan salah Asahi. Asahi begini karena Asahi sakit. Asahi seperti ini bukan berarti Asahi lemah. Kalau Asahi lemah, kau sudah berhenti berjuang sejak dulu tapi lihat, Asahi masih di sini. Mewujudkan mimpi-mimpimu untuk menjadi penyanyi.

Sahi-ya, terima kasih sudah terbuka denganku. Hari itu saat kau mencoba melukai dirimu rasanya aku ikut hancur. Hari itu juga aku menemukan obat-obatanmu di kamarmu. Aku tidak pernah mau membahas atau bertanya karena aku tidak mau memberatkanmu. Aku selalu menunggu sampai kau mau bercerita padaku. Jadi, terima kasih Sahi-ya. Terima kasih sudah percaya untuk menceritakan semuanya padaku.

Kau harus ingat. Seburuk apapun nanti di depan, aku tidak akan pernah lari ataupun mundur. Aku sudah bilang untuk menghadapinya bersama dan aku tidak main-main. Asahi, aku menyayangimu. Ani.. aku mencintaimu. Tapi, Jaehyuk bukan profesional yang bisa membantu Asahi dengan tepat. Asahi ingin sembuh kan? Begitupun aku dan member lain. Kami ingin melihat Asahi sembuh. Asahi mau berobat lagi?”

Jaehyuk merasakan tangan di dalam genggamannya menjadi tegang. Mungkin ini adalah pertanyaan berat untuk Asahi tapi Jaehyuk harus melakukan ini karena nyatanya Jaehyuk dan lainnya bukan ahli yang bisa membantu Asahi dengan benar.

“Aku... takut... malu...”

“Sahi-ya.. ada aku dan yang lain. Tidak perlu terburu-buru. Pikirkan saja dulu. Jika kau mau, aku akan minta ijin pada manager untuk menemanimu mencari psikiater yang cocok untukmu. Aku mau hadir di setiap proses yang harus kau lalui.”

“Aku akan memikirkannya dan kurasa... aku juga harus berbicara pada member lain mengenai diriku.”

Jaehyuk tersenyum dan mengacak rambut Asahi.

“Aku bangga padamu. Ingat. Asahi tidak lemah. Asahi kuat. Dan aku mohon.. Jangan lakukan hal itu lagi, jangan coba atau berpikir untuk melukai dirimu lagi. Asahi boleh teriak sekencang-kencangnya atau memukulku ketika Asahi merasa sakit tapi jangan lakukan hal menakutkan itu lagi. Jaehyuk tidak bisa hidup tanpa Asahi. Jadi, jangan 'pergi'..”

Perlahan senyum merekah menghiasi bibir tipis Asahi. Asahi mengangguk dan memeluk Jaehyuk.

“Maafkan aku sudah membuatmu takut hari itu.”

Jaehyuk mengelus pucuk kepala Asahi kemudian mengecupnya singkat.

“Tidak apa-apa asalkan jangan diulangi lagi.”

Asahi mengangguk cepat dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jaehyuk.

“Jaehyukkkkkkkie. Nyanyikan lagu untukku.”

“Hm? Kenapa tiba-tiba?”

“Aku mau dengar suara Jaehyuk saat menyanyi. Sama seperti hari itu di saat Jaehyuk menemukanku di kamar mandi dan membawaku ke kamar. Jaehyuk menyanyi sampai aku bisa tertidur. Suara Jaehyuk menenangkan. Pleaseee...”

Hm. Mana mungkin Jaehyuk berani menolak jika Asahi memintanya dengan tatapan seperti itu.

“Baiklah. Tapi sehabis ini kita kembali ke dorm ya. Kau harus makan dan tidur. Oke?”

Asahi mengangguk cepat.

Jaehyuk mulai menyanyikan sebuah lagu. Jaehyuk rasa lagu ini sangat menggambarkan Asahi.

“How can someone stand so damn close And feel like they're worlds away? I can see your sad story eyes So how do you have no words to say?

All I want is to fall in deeper Than I've ever been, why won't you let me? I can handle your heart, so help me

Here you are, next to me So much beauty at my feet All I wanna do is swim But the waves keep crashing in No, I'm not afraid to drown Take me out, take me down I'm so tired of the shore Let me in, baby You're an ocean beautiful and blue I wanna swim in you”

Bagi Jaehyuk, Asahi seperti lautan yang luas. Indah dan biru. Lengkap dengan segala kesedihannya. Lengkap dengan segala rahasia dan sakit yang disimpannya. Ketika kau mengira kau sudah mencapai dasar, ternyata masih banyak hal yang terkubur dalam. Tidak pernah menemukan ujung. Tapi hal itu yang membuat diri Asahi indah.

Asahi boleh saja terombang ambing di lautan luas dan dalam yang tidak memiliki ujung. Asahi boleh saja kehilangan arah dan tidak tau cara kembali ke permukaan. Tapi selama ada Yoon Jaehyuk.. Jaehyuk will always become Asahi's anchor.

End.

Title: Under the Weather

Pairing: Jaehyuk/Asahi

___________________ Under the weather (phrase): “slightly unwell or in low spirits” ___________________

Storyline:

Dari balik jendela terlihat daun-daun berguguran meninggalkan dahannya. Ya, di Korea sedang musim gugur sekarang. Udara menjadi lebih dingin dan hujan semakin sering mengguyur negeri Ginseng tersebut.

Suasana dorm masih sepi dikarenakan para penghuninya masih meringkuk di dalam selimut. Mereka lelah karena sedang mempersiapkan comeback mereka. Setiap hari dari pagi sampai malam mereka akan intens berlatih untuk menari dan menyanyi.

Hari ini latihan akan dimulai jam 9 pagi. Seharusnya mereka sudah harus bersiap-siap. Asahi, pemuda Jepang yang dikenal paling mudah untuk bangun seharusnya mendapat giliran hari ini untuk membangunkan Yedam, Junghwan dan Jaehyuk. Tapi pemuda manis dengan kulit putih dan surai hitam itu masih betah bergelung dalam selimut tebalnya. Seakan lupa akan tugasnya hari ini untuk membangunkan yang lain. Suara alarm yang sedari tadi berbunyi nyaring juga tidak mampu untuk mengganggu tidur lelapnya.

Sementara di kamar sebelah, Jaehyuk justru malah cepat terbangun dari tidurnya tatkala alarm dari handphonenya terus berbunyi tiap 5 menit sekali. Dengan malas Jaehyuk menyibakkan selimut tebalnya dan melirik jam dindind di kamarnya.

Astaga! Sudah jam 8!

Mata Jaehyuk membulat dan segera bangkit dari tidurnya. Dengan cepat ke kamar mandi untuk mencuci mukanya kemudian secepat kilat keluar dari kamarnya untuk membangunkan member lain.

“Aneh sekali. Biasanya Sahi sudah bangun dan akan langsung membangunkan mereka,“gumamnya pelan sembari melangkahkan kakinya menuju kamar Asahi.

Jaehyuk mengetuk pintunya. Sekali. Dua kali. Tidak ada jawaban. Sungguh aneh. Asahi adalah orang yang mudah terbangun.

“Sahi yaaa~Bangunnn~ Kita bisa terlambat latihan.” Jaehyuk sedikit menaikkan suaranya berharap sang empunya kamar akan segera bangun.

Namun nihil. Tetap tidak ada respons dari sang empunya kamar. Jaehyuk menjadi khawatir karena Asahi bukanlah orang yang susah untuk bangun.

Jaehyuk membuka kenop pintu dan perlahan melangkahkan kakinya ke dalam kamar Asahi. Mengguncang pelan bahu kurus Asahi. Jaehyuk menyernyitkan dahinya melihat Asahi berkeringat di suhu yang bisa dibilang cukup dingin. Kebingungan berubah menjadi kepanikan karena Jaehyuk sadar apa yang terjadi.

Asahi sakit!

Jaehyuk langsung meletakkan punggung tangannya ke dahi Asahi.

Damn! Panas sekali.

“Sahi-yaaa kamu demam,” Jaehyuk berkata pelan kemudian berlari keluar kamar.

“YEDAMMIEE JUNGHWANNIEEEE CEPAT BANGUN! SEKARANG!”

Yedam dan Junghwan membuka pintu kamarnya kasar dengan wajah kaget setengah mati.

“Jaehyuk Hyung kenapa sampai berteriak? Aku kaget,” keluh Junghwan mengerucutkan bibirnya.

Jika sekarang keadaan sedang tidak darurat mungkin Jaehyuk akan mencubit gemas maknae kesayangannya itu. Tapi Jaehyuk dalam keadaan panik sekarang.

“Yedammie, Junghwannie, kalian cepat bersiap-siap dan pergi untuk latihan. Asahi sakit. Badannya panas sekali. Aku mau telepon Jihoon Hyung.”

“Mwo?!!!Asahi Hyung sakit? Aku mau ke kamarnya!” Yedam berlari cepat sebelum ditahan oleh Jaehyuk.

“Yedam, pelan-pelan. Jangan berisik, eoh? Kasihan Asahi nanti terbangun,” Jaehyuk berkata lembut sambil mengacak rambut Yedam.

Jaehyuk tahu Junghwan dan Yedam sangat khawatir terhadap Asahi. Sama seperti dirinya saat ini. Wajahnya berusaha tenang tapi jangan tanyakan keadaan hatinya.

Jaehyuk mengisi baskom berisikan air dingin dan handuk kecil kemudian kembali ke kamar Asahi. Mengambil handphonenya yang dia letakkan di meja tulis Asahi kemudian menghubungi Jihoon.

“JIHOON HYUNG!” Tanpa sadar Jaehyuk setengah berteriak saat panggilannya terhubung.

“YA JAEHYUK! Kenapa harus berteriak? Dan kalian dimana?! Kami sudah berada di ruang latihan.”

“Hyung... Asahi sakit Hyung. Demam. Panas sekali. Aku tidak tau harus berbuat apa. Yedam dan Junghwan masih di dorm. Sebentar lagi ke sana.”

Mungkin berlebihan tapi Jaehyuk ingin menangis sekarang. Bagaimana tidak?Asahi-nya sakit.

“DEMAM?!!! Haruskah aku ke sana sekarang?! Astaga. Jae, kau kompres dulu badannya coba untuk menurunkan demamnya. Aku akan ke sana. Cepat suruh Yedam dan Junghwan ke sini atau pelatih akan marah. Aku akan memberitahu pelatih Asahi sakit dan kau tidak akan datang latihan karena harus menjaganya. Tenang, eum? Cobalah untuk tenang. Aku ke sana sekarang. Arraseo?”

“Ne, Hyung. Gomawo”

Jaehyuk mengakhiri panggilan dan menyuruh Yedam dan Junghwan untuk segera pergi latihan.

“Kalian pergi lah latihan sebelum pelatih marah. Aku akan menjaga Asahi.”

Yedam dan Junghwan berat hati utuk meninggalkan Hyung kesayangannya itu tapi huft apa boleh buat.

“Kami pergi, Jaehyuk Hyung. Kabari kami ya jika ada apa-apa, kata Yedam sembari keluar kamar.

“Sahi Hyung cepat sembuh,ne?”

Junghwannie mengelus rambut halus Asahi kemudian beranjak keluar.

***

Asahi melenguh pelan sambil berusaha membuka matanya yang terasa panas.

“Jae....,“panggilnya lirih saat maniknya menangkap Jaehyuk yang dengan raut khawatir duduk di samping tempat tidurnya sekarang. Sedetik kemudian menyadari handuk kecil yang terasa dingin menempel di dahinya.

“Sahi-yaa. Kau demam. Aku sedang mengompresmu sekarang.”

“Jaehyukkie, bukankah kita ada jadwal latihan hari ini? Kita harus bersiap-siap.”

Asahi berusaha bangun dari posisi tidurnya namun lengan Jaehyuk menahannya.

“Sahi-ya, kau sakit. Tidak usah memikirkan latihan, eum? Jihoon Hyung sudah meminta ijin kepada pelatih bahwa kamu tidak bisa ikut latihan karena sakit.”

“Ta..tapi....”

“Asahi. Jangan keras kepala. Badanmu panas sekali. Jantungku hampir berhenti tadi saat memegang keningmu.”

Asahi malah tertawa kecil meskipun lemah.

“Kenapa tertawa, eum? Aku sangat khawatir. Kenapa kau bisa sakit seperti ini? Padahal setiap hari aku selalu memberimu vitamin,” kata Jaehyuk lembut. Tangannya mengelus surai hitam Asahi.

“Aku tidak apa-apa, Jaehyuk-a. Kau tidak seharusnya ikut bolos latihan juga hanya untuk mengurusku.”

Asahi menggenggam tangan Jaehyuk yang sedari tadi mengelus rambutnya.

Hm. Nyaman. Jaehyuk selalu membuatnya nyaman.

“Aku tidak bolos. Sahi-ya, aku memang punya tanggung jawab sebagai seorang idol. Aku harus berlatih. Tapi, aku juga punya tanggung jawab sebagai kekasihmu. Aku sudah berjanji untuk menjagamu dan merawatmu. Aku tidak mungkin ingkar,” ucap Jaehyuk dengan suara lembutnya kemudian mencium kening Asahi.

Pipi Asahi otomatis memerah. Asahi menarik selimutnya menutupi wajahnya.

“Ya Yoon Jaehyuk apa-apaan kau menggombali orang sakit!”

Asahi malu setengah mati namun tersenyum lebar di balik selimut tebalnya.

Jaehyuk tertawa kemudian mengacak rambut Asahi.

“Tunggu di sini. Aku akan membuatkan bubur sehingga Asahi bisa minum obat. Jihoon Hyung akan datang sebentar lagi.”

Asahi menyibakkan selimutnya, berusaha bangun, merengkuh tubuh Jaehyuk kemudian memeluknya erat.

“Thank you for always taking care of me”

Asahi membenamkan wajahnya ke dada bidang Jaehyuk. Jaehyuk mengusap-usap punggung kecil Asahi dan memeluknya erat.

“EHEM! Sepertinya aku sudah tidak dibutuhkan lagi di sini!”

Jihoon berdiri di daun pintu kamar Asahi sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya.

“Jihoonie Hyung.....”

Asahi segera melepaskan pelukan Jaehyuk dan membenamkan wajahnya di kedua tangannya karena malu. Semburat merah kembali menghiasi pipi putihnya.

Jihoon gemas sekali melihat Asahi ketika sedang malu seperti ini.

“Tidak perlu malu Sahi-ya. Semua member juga tahu kalian punya hubungan istimewa. Bahkan Yoon Jaehyuk bertanya setiap hari kepada kami sebelum menyatakan cintanya padamu. Hahaha. Aku tidak bisa melupakan wajah stressnya saat itu. Benar kan, Jaehyuk-a?”

Jihoon bertanya dengan smirk terhias di wajahnya.

Jaehyuk malu setengah mati. Di dalam hati merutuki Hyung nya ini yang tidak pernah bisa menahan mulutnya.

“Ssst.... cukup Hyung!”

Jaehyuk meletakkan telunjukkya ke bibirnya menyuruh Jihoon untuk tidak mengatakan hal-hal lainnya yang akan membuatnya semakin terlihat bodoh di depan Asahi.

Sementara Jihoon puas tertawa melihat kelakuan dongsaeng kesayangannya. Asahi juga ikut tertawa melihat Jaehyuk yang pipinya sekarang memerah.

“Asahi gimana? Masih panas badannya?” Jihoon menyudahi bercandanya dan menyentuh kening Asahi.

“Sudah lebih baik kurasa dibanding pagi tadi.”

“Baguslah. Kau tidak usah khawatir mengenai latihan. Beristirahatlah dan nikmati waktu pacaran kalian. Hahahahahha cuddling timeeeeee~~~~”

Ya Tuhan Park Jihoon! Mulutnya memang tidak punya rem sama sekali. Asahi sampai tidak bisa berkata apa-apa. Pipinya merah padam.

“Ya Hyung!” Jaehyuk menepuk lengan Jihoon kemudian mendorongnya keluar kamar.

“Jangan bicara aneh-aneh! Asahi harus istirahat. Hyung kembali saja latihan.”

“Kau mengusirku, eoh? Ckck keterlaluan. Ini bubur dan obat yang aku beli untuk Asahi. Berterimakasihlah pada Hyung. Kalau tidak, kau akan malu di depan Asahi dengan kemampuan memasakmu.”

Astaga. Di balik maksud baik masih bisa saja menghina dongsaengnya seperti ini.

“Ne~~~ terima kasih Hyungku yang paling baik” kata Jaehyuk sembari mengecup cepat pipi Jihoon. Dia tahu Hyungnya paling tidak suka dicium seperti ini.

“YA YOON JAEHYUK!”

Jaehyuk tertawa keras kemudian berlari ke dalam kamar Asahi. Meninggalkan Jihoon yang berdecak kesal.

***

Malam sudah larut. Yedam dan Junghwan belum kembali. Pasti mereka berlatih sampai dini hari ini.

Jaehyuk menurunkan pandangannya pada pemuda Jepang yang sedang tertidur lelap di pelukannya. Menarik selimut tebal yang membungkus mereka berdua agar Asahi tetap hangat.

Jaehyuk mengelus surai Asahi kemudian memberikan kecupan singkat di puncak kepala Asahi. Jaehyuk meletakkan tanganya di dahi Asahi. Demamnya sudah turun tapi wajah Asahi masih terlihat pucat. Jaehyuk merapikan rambut Asahi yang menghalangi dahinya. Perlahan tangannya turun ke pipi Asahi. Kemudian telunjuknya menyentuh bibir tipis yang terlihat pucat itu.

Cup!

Jaehyuk mengecup lembut bibir Asahi.

Asahi merasa tidurnya terusik. Asahi membuka matanya perlahan dan melihat wajah Jaehyuk yang sangat dekat dengannya saat ini.

“Terbangun, eum?”

Asahi menganggukkan kepalanya.

'Mengapa dia bisa segemas ini meski sedang sakit?' Tanya Jaehyuk dalam hati.

Asahi sungguh menggemaskan.

Asahi masih memperhatikan wajah pemuda tampan di hadapannya saat ini. Pemuda yang menjadi pusat dunianya. Pemuda yang mengubah hidupnya. Pemuda yang selama 2 tahun ini tidak pernah meninggalkannya dan selalu menjaganya.

“Jaehyuk-a, gomawo untuk tidak pernah meninggalkanku dan selalu melindungiku,” ucap Asahi lembut kemudian mengecup singkat bibir Jaehyuk.

Jaehyuk tersenyum lembut. Menatap dalam pemuda manis yang berada dalam pelukannya. Asahi menjadi bagian dari dunianya dan Jaehyuk tidak pernah bisa membayangkan hidupnya tanpa pemuda manis ini.

“Aku tidak akan pernah berhenti menjagamu, Sahi-ya. Meskipun kadang aku tidak bisa selalu menunjukkannya apalagi ketika kamera sedang menyorot kita. Tapi kau harus tau dari jauhpun aku selalu akan menemukan cara untuk memperhatikanmu dan menjagamu.”

Asahi tertunduk malu. Membenamkan wajahnya ke dada Jaehyuk. Asahi tahu betul apa yang dikatakan Jaehyuk bukan main-main atau gombalan. Asahi tahu Jaehyuk memegang teguh kata-katanya.

Jaehyuk gemas melihat Asahi yang tersipu malu seperti itu. Sedikit melepaskan pelukan mereka agar dapat lebih jelas melihat wajah Asahi kemudian mencium bibir tipis Asahi. Cukup lama. Kemudian melepaskan tautannya perlahan.

“Tidurlah lagi. Aku akan memelukmu sampai pagi,” ucap Jaehyuk lembut sambil mengelus rambut Asahi. Perlahan ikut memejamkan matanya.

Asahi membenamkan dirinya semakin dalam dan memeluk erat Jaehyuk. Matanya perlahan terpejam dengan senyum menghiasi bibirnya

'Sakit memang tidak enak. Tetapi jika bisa menghabiskan waktu dengan Jaehyuk seperti ini, sesekali sakit tidaklah masalah' pikir Asahi dalam hati.

End.

Title: Worthy of Love

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Storyline:

2017, Osaka, Jepang

Pemuda bersurai hitam dengan kulit pucat sedang sibuk menggerakkan jari-jari tangannya di atas selembar kertas. Banyak coretan di sana sini. Sesekali dirinya tersenyum melihat guratan yang dia buat di atas kertas tersebut. Sesekali bersenandung kecil diiringi dengan gerakan jari-jari lentiknya di atas tuts keyboard yang berada di hadapannya.

Tak berapa lama pintu kamarnya diketuk seseorang

“Hi-kun?”

“Ah Okaasan,” pemuda dengan nama lengkap Hamada Asahi itu menoleh sebentar melihat Ibunya kemudian melanjutkan kesibukannya.

“Hi-kun tidak makan dulu? Okaasan sudah menyiapkan masakan kesukaanmu.”

“Sebentar lagi. Aku mau menyelesaikan satu lagu ini dulu.”

“Wah, Hi-Kun menulis lagu baru lagi? Sahi, kamu tidak mau jadi musisi? Itu impian kamu sedari dulu. Untuk berkarya di bidang musik.”

Wanita cantik dengan tatapan lembut itu mengelus surai halus Asahi.

Asahi menggelengkan kepalanya cepat.

“Sahi tidak akan bisa berkarir di industri musik. Okaasan tahu Sahi tidak pandai bergaul. Kata orang-orang aku ini orang yang kaku. Orang yang tidak bisa menunjukkan emosinya. Apa jadinya jika aku tampil di TV? Aku pasti hanya akan berdiam diri saja. Aku tidak pantas, okaasan,” jawab Asahi dengan senyum tipis.

Wanita itu memejamkan matanya. Dalam hati mengutuk orang-orang yang berani mengatakan hal menyakitkan seperti terhadap anak laki-lakinya. Asahi memang pendiam dan tidak banyak menunjukkan ekspresi dan perasaannya tetapi bukan berarti Asahi tidak punya emosi. Mereka tidak melihat senyum Asahi ketika dengan bangga membawa pulang hasil lukisannya yang terpilih jadi juara di sekolah menengah. Mereka tidak melihat Asahi yang dengan senang hati dan penuh perhatian menemani adik perempuannya sampai tertidur setiap malam. Mereka tidak pernah melihat semua itu tetapi seakan tahu segalanya tentang Asahi.

“Sahi, jangan biarkan orang-orang itu mematahkan mimpimu. Mereka tidak tahu apa-apa. Ada keluargamu di sini yang akan selalu mendukungmu. Dan ingat perkataan Okaasan, Asahi pantas untuk dicintai orang banyak. Orang yang tepat akan melihat diri Asahi yang sesungguhnya dan mencintai Asahi dengan tulus.”

Asahi meresapi setiap perkataan yang keluar dari mulut Ibunya kemudian memeluk wanita itu dengan erat. Di dalam hati berterima kasih kepada Tuhan mempunyai Ibu yang sangat mengerti dirinya.

***

Seoul, 2020

Asahi berbaring menatap langit-langit kamarnya sambil memutar perkataan Ibunya 3 tahun lalu. Kata-kata yang menguatkannya untuk meraih mimpinya. Dan di sinilah dirinya sekarang. Di Korea, menjadi anggota boyband Treasure di bawah naungan YG Entertainment. Mimpinya tercapai. Debut mereka bisa dibilang cukup sukses. Usahanya selama ini terbayar sudah. Bukan hanya itu. Asahi bertemu dengan 11 orang istimewa yang menjadi bagian hidupnya selama 3 tahun belakangan ini. 11 orang yang menyayangi Asahi dan tidak pernah sekalipun men-judge Asahi. Bagi mereka Asahi unik. Asahi pendiam tapi bisa juga menjadi lucu dengan tingkahnya. Asahi menyayangi mereka dan bersyukur memiliki 11orang istimewa yang sudah dianggapnya saudara sendiri. Namun terlebih lagi, dari kesebelas member tersebut, Asahi benar-benar berterima kasih dengan kehadiran pria lembut nan baik hati yang selalu membantu dan mendengarkan semua cerita Asahi.

Yoon Jaehyuk.

Asahi ingat betul Jaehyuk yang pertama kali menyapanya di dance class 2 tahun lalu. Asahi ingat di saat dirinya kesulitan dengan bahasa Korea, Jaehyuk lah yang dengan sabar mengajarinya setiap hari. Menemaninya membeli buku-buku Korea dan mengajaknya berkeliling Seoul. Jaehyuk juga lah yang setiap hari memberikan sarapan untuk Asahi. Yang selalu mengajak bicara Asahi dan hadir di samping Asahi ketika mereka berada di kerumunan orang banyak. Jaehyuk tahu Asahi terkadang merasa kurang nyaman di tengah keramaian. Oleh karena itu, Jaehyuk selalu berusaha mengajak Asahi untuk berbaur. Ketika Asahi merasa tidak percaya diri dengan kemampuannya, Jaehyuk juga yang memberikan dukungan untuk dirinya di kala Asahi tahu Jaehyuk juga mengalami kesulitan saat itu.

Bagi Asahi, Jaehyuk adalah orang yang spesial. Asahi tidak mengerti apa definisi yang jelas tentang perasaannya karena mereka sesama lelaki, tetapi yang pasti Jaehyuk adalah orang pertama yang akan selalu menjadi tempat berlindung dan berkeluh kesah.

Bagi Asahi, Jaehyuk istimewa tetapi apakah Jaehyuk beranggapan yang sama? Jaehyuk selalu perhatian dengan member lainnya. Jaehyuk perhatian dengan mereka semua. Jaehyuk menjaga dongsaeng nya tetapi juga diam-diam memberikan support untuk hyung-hyung nya. Asahi tidak tahu seberapa spesial dirinya untuk Jaehyuk tetapi itu tidak masalah asalkan Jaehyuk tetap berada di sisinya.

“Sahi-ya,” terdengar suara lembut diiringi ketukan pintu kamar Asahi.

Lamunan Asahi buyar dan segera berdiri untuk membukakan pintu.

“Jaehyukkie.”

Asahi tersenyum kecil melihat Jaehyuk yang berdiri di depan kamarnya dengan tatapan lembutnya.

“Sudah jam 9 malam tapi kamu tidak keluar kamar sama sekali daritadi. Asahi belum makan, kan? Kamu bisa sakit jika seperti ini. Ayo makan dulu. Jangan terus menerus membuatku khawatir, Sahi-ya”

Asahi mengerucutkan bibirnya. Jaehyuk memang selalu seperti ini. Menyuruhnya makan dan berkata jangan membuatnya khawatir.

Jaehyuk menarik lengan Asahi, menuntunnya ke meja makan dan menyendokkan nasi ke mangkuk.

“Habiskan. Lihat, kamu menjadi semakin kurus setelah kita melakukan promosi. Musim dingin akan datang sebentar lagi. Aku tidak mau Asahi sakit.”

Asahi melihat mangkuknya yang terisi penuh nasi dan menghela napas.

“Ini banyak sekali, Jaehyukkie. Aku harus menjaga berat badanku agar terlihat bagus di depan kamera.”

“Sahi-ya, tapi kamu kurus sekali sekarang. Jadi tolong dihabiskan, eum? Aku tidak akan kembali ke kamarku jika kamu tidak menghabiskan makananmu”

Asahi mengerucutkan bibirnya lagi namun akhirnya menuruti kata-kata Jaehyuk.

“Apa Yedam dan Junghwan sudah makan?” tanya Asahi.

“Tanpa disuruh mereka sudah makan. Tapi untukmu, aku harus memberikan perhatian extra untukmu karena kamu suka mengurung diri di kamar dan lupa makan ketika sedang sibuk.”

Asahi menunduk malu.

'Yoon Jaehyuk, apa yang kau lakukan pada hatiku? Mengapa berdebar seperti ini?'

Asahi mengumpat dalam hati.

Jaehyuk tersenyum melihat Asahi yang menundukkan kepalanya. Dia tahu Asahi malu. Kemudian mengacak surai pria manis di depannya ini.

***

Asahi memperhatikan Jaehyuk yang sedang berlatih menari dari sudut ruangan. Jaehyuk terlihat keren ketika sedang menari. Asahi benar-benar kagum pada Jaehyuk. Dulu Jaehyuk kesulitan dalam menari tapi sekarang Jaehyuk menjadi salah satu dancer di Treasure.

Kadang Asahi berkaca pada dirinya. Jika dibanding Jaehyuk, dirinya tidak ada apa-apanya. Asahi bukan vokalis utama juga bukan dancer. Asahi juga tidak pandai berbicara di depan kamera. Asahi bukan pribadi yang menyenangkan.

Manik Asahi kembali berpusat pada Jaehyuk. Jaehyuk sedang bercanda dengan Jeongwoo sambil memeluknya dari belakang. Asahi tersenyum lirih. Asahi tidak seperti Jeongwoo yang lucu yang selalu bisa mengimbangi energi Jaehyuk.

Sesaat kemudian Jaehyuk tampak sedang seru berbicara dengan Jihoon Hyung sambil sesekali tertawa. Asahi juga tidak seperti Jihoon Hyung yang lucu dan pandai berbicara dan punya wibawa.

Asahi melihat Jaehyuk yang duduk bersandar pada bahu Hyunsuk Hyung. Hyunsuk Hyung mengelus surai Jaehyuk dan memberikannya sebotol air mineral.

Hm.

Asahi juga tidak seperti Hyunsuk Hyung yang pandai menjaga dan memberikan perhatian untuk tim membernya.

Asahi menghela napasnya dengan kasar. Semakin menyadari posisinya.

Kalian tahu kenapa Asahi tidak mengharapkan apa-apa dari Jaehyuk? Karena, somehow, Asahi merasa tidak pantas. Jaehyuk sudah mau berada di sisinya saja sudah bagus. Asahi tidak berani berharap lebih.

***

Sementara di seberang sudut ruangan tempat Asahi bersandar, Jaehyuk sesekali mencuri pandangannya untuk menatap Asahi sesekali tersenyum kecil melihat Asahi yang sedang menggembungkan pipinya dan menghela napas.

Jaehyuk tahu pasti ada sesuatu yang mengganggu pikiran Asahi. Jaehyuk tidak akan diam. Dirinya tidak mau Asahi memendam sendirian.

“Jaehyukkie, mau sampai kapan dirimu menahan dan tidak mengatakannya?” Hyunsuk Hyung tiba-tiba membuka suara.

“Apa maksudmu Hyung?”

“Jaehyuk-a, semua orang di ruangan ini tidak buta. Kita semua bisa melihat dengan jelas betapa kau sangat menyukai Asahi.”

Jaehyuk membulatkan matanya dan kehilangan kata-kata. Dirinya tidak menyangka Hyunsuk tiba-tiba berkata seperti itu.

” Tidak usah kaget, Jaehyuk-a. Kau kira aku tidak tahu kau selalu mengajak Asahi keluar setiap malam? Jangan dikira aku tidak tahu juga jika Jeongwoo kau gunakan sebagai tameng untuk dapat mengajak Asahi keluar. Seakan kau dan Asahi bukanlah apa-apa. Tapi sampai kapan Jaehyuk? Tidakkah kau sadar jika Asahi juga menyukaimu?”

Jaehyuk menunduk dalam. Mendengarkan semua perkataan Hyungnya.

“Aku takut, Hyunsuk Hyung. Dengan hidup kita yang seperti sekarang, dengan kamera dimana-mana aku takut jika aku mengatakannya dan punya hubungan istimewa, aku takut akan menghancurkan Treasure jika aku bertindak ceroboh.”

Hyunsuk mendekatkan kepala Jaehyuk untuk bersandar di bahunya.

“Kau punya 10 member lainnya untuk melindungi kau dan Asahi. Kita selalu mendukungmu. Apa yang harus kau takuti? Jika kau tidak pernah mengatakannya, kalian akan sangat menderita karena harus terus menerus menahan perasaan kalian. Jadi, katakanlah dengan jujur kepada Asahi. Tidak perlu takut akan menghancurkan Treasure. Kami akan melindungimu dan Asahi. Aku tidak akan membiarkan media dan perusahaan tahu tentang kalian.”

Jaehyuk segera melingkarkan tangannya ke pinggang Hyunsuk.

” Gomawo, Hyung.”

***

Jam menunjukkan pukul 12 malam. Member Treasure baru saja menyelesaikan latihan mereka. Persiapan untuk comeback mereka mengharuskan mereka untuk berlatih keras.

Jaehyuk,Asahi, Yedam dan Junghwan masuk ke dalam dorm mereka.

“Astaga lelah sekali. Badanku seperti remuk semua,“keluh Junghwan sambil membaringkan tubuh lelahnya di lantai.

Asahi tertawa kecil melihat tingkah cute maknae satu ini. Asahi berlari kecil ke arah dapur dan membawakan segelas air untuk Junghwan.

“Minum ini Junghawannie~”

“Gomawo Asahi Hyung”

Junghwan menegak habis air putih kemudian memeluk tubuh mungil Asahi.

“Hyungggggg aku lapar.”

Asahi terkekeh kemudian mengeluarkan handphonenya.

“Ne~ Hyung pesan makanan ya. Yedammie mau apa?” tanyanya sambil melirik Yedam yang terkapar di sofa.

“Apa saja Hyung. Junghwan yang pilih saja.”

“Jaehyuk mau apa?”

Jaehyuk yang sedang menatap Asahi dari dapur kaget dengan pertanyaan tiba-tiba tersebut dan seketika gelagapan untuk menjawab.

Yedam dan Junghwan tertawa kecil melihat pemandangan di depan mereka.

These two are so head over heels of each other.

“Err. Apa saja deh. A- aku mau mandi dulu,” jawab Jaehyuk salah tingkah dan berlari ke kamar mandi.

Asahi menjadi bingung dengan Jaehyuk. Sementara Yedam dan Junghwan puas tertawa diam-diam melihat kelakuan kedua Hyungnya tersebut.

***

Jam menunjukkan pukul 2 pagi. Yedam dan Junghwan sudah tertidur lelap di kamar mereka masing-masing. Menyisakan Jaehyuk dan Asahi yang sedang membereskan bungkusan makanan bekas mereka makan tadi.

“Asahi tidur saja. Biar aku yang bereskan”

Asahi menggeleng.

“Sehabis ini aku masih mau menulis lagu.”

“Sahi-ya. Ini sudah jam 2. Kamu harus tidur.”

“Aku sedang punya banyak ide. Jadi aku harus menulis sekarang”

“Ani~. Kamu harus tidur.”

Jaehyuk menarik paksa tangan Asahi membawanya ke dalam kamar pria Jepang itu.

“Kamu harus tidur. Istirahat”

Asahi menggeleng cepat.

“Aku belum bisa tidur.”

Jaehyuk menuntun Asahi ke tempat tidurnya dan mendudukkan tubuh Asahi.

“Sahi-ya. Jangan berbohong. Kamu bukannya mau menulis lagu. Kamu tidak bisa tidur karena ada yang kamu pikirkan sekarang. Cerita padaku, hm?”

Asahi menatap dalam Jaehyuk. Jaehyuk memang selalu tahu dirinya. Asahi tidak pernah bisa menyembunyikan apa-apa dari Jaehyuk.

“Masih belum mau cerita hm?”

Jaehyuk mengelus rambut Asahi. Melihat pria manis di depannya ini masih terdiam tampak berpikir keras untuk mengeluarkan isi pikirannya.

Asahi menghela napas panjang. Percuma mengelak karena pada akhirnya Jaehyuk tidak akan menyerah sebelum Asahi mengatakan apa yang mengganggu pikirannya.

“Aku.... Kadang aku melihat diriku dan merasa tidak pantas menjadi salah satu dari kalian. Aku bukan vokalis utama juga bukan dancer yang hebat. Aku tidak lucu seperti Jeongwoo. Aku tidak pandai berbicara seperti Jihoon Hyung. Aku tidak pandai memperhatikan member lain seperti Hyunsuk Hyung dan Doyoungie. Aku tidak pandai rap seperti Ruto dan Yoshi Hyung. Aku tidak pandai menari seperti Mashiho. Aku tidak punya suara seindah Yedam dan Junkyu. Aku tidak pandai menghibur member lain seperti Jaehyukkie. Sometimes,aku merasa unworthy bisa menjadi salah satu member Treasure. Dulu orang-orang bilang aku ini kaku. Tidak pandai menunjukkan ekspresi dan perasaan. Aku tidak pandai bergaul. Aku tidak akan pernah bisa tampil di publik dengan baik karena aku kaku dan tidak pandai berbaur. Namun aku di sini, menjadi seorang idol dengan segala kekuranganku. Aku tidak pantas.”

Asahi meluapkan semua yang ada di pikirannya diiringi tetesan air mata yang perlahan turun membasahi pipi putih mulus Asahi.

Hati Jaehyuk sakit melihat Asahi menangis di depannya. Tidakkah Asahi tahu dirinya begitu istimewa? Tidakkah Asahi tahu dirinya berharga? Bukan hanya untuk Jaehyuk. Tapi untuk member lainnya.

Jaehyuk menarik Asahi ke dalam pelukannya dan mengelus punggung sempit milik Asahi.

“Sahi-ya. Aku tidak pernah mengatakan ini. Dan aku merasa bodoh tidak mengatakan hal ini lebih cepat. Sahi-ya. Asahi itu sangat istimewa dan berharga. Asahi pandai melukis, Asahi pandai menciptakan lagu. Asahi bukan vokalis utama tapi Asahi punya suara yang lembut dan indah. Asahi bukan main dancer tapi Asahi menari dengan baik. Asahi tidak pandai berbicara tapi Asahi berusaha keras untuk belajar berekspresi di depan kamera.

Kata siapa Asahi tidak lucu?Asahi selalu membuat kita tertawa dengan tingkahmu yang tidak terduga. Kata siapa Asahi tidak perhatian? Siapa yang rela berlari secepat mungkin ke apotek untuk membelikan obat Junkyu ketika dia terluka kemarin? Siapa yang rela menghabiskan waktu seharian bersama Ruto,Junkyu dan Yoshi hingga larut malam hanya untuk menemani mereka menulis lirik rap mereka? Siapa yang selalu membelikan makanan untuk Junghwannie ketika dia lapar? Semua Asahi yang lakukan kan? Aku tidak tahu siapa orang-orang yang mengatakan hal buruk padamu dulu. Tapi Asahi pantas dicintai orang banyak.

Dan yang terpenting. Asahi pantas untuk dicintai Yoon Jaehyuk”

Asahi yang masih berada di pelukan Jaehyuk membulatkan matanya. Kaget dengan apa yang baru dikatakan Jaehyuk. Masih berusaha memproses di dalam otaknya. Takut kalau telinganya salah mendengar.

“Kenapa diam, hm? Jaehyuk menyukai Asahi sedari dulu. Lalu perasaan tersebut berubah menjadi sayang dan pada akhirnya aku bisa dengan yakin mengatakannya padamu. Jaehyuk mencintai Asahi. Hi-kun..”

Asahi melepaskan pelukan Jaehyuk dan menatap dalam mata Jaehyuk. Mencari kebohongan di sana. Tapi yang Asahi temukan adalah tatapan tulus.

“Kenapa masih diam hm?”

Jaehyuk menggenggam tangan Asahi.

“A..aku.. aku bingung harus berkata apa. Aku selalu memendam selama ini karena aku tidak mengharapkan apa-apa. Karena aku selalu merasa tidak pantas untuk Jaehyuk. Jaehyuk lebih dalam segalanya dibandingkan Asahi.”

Jaehyuk berdecak kesal. Tidak menyangka kepercayaan diri orang yang paling disayanginya serendah ini. Mengutuk dalam hati terhadap orang-orang yang pernah mengatakan hal buruk pada Asahi.

Jaehyuk menangkupkan kedua tangannya di pipi Asahi. Menatap matanya dalam.

“You are worthy of love, Hi-kun. You are worthy for being loved. Jangan pernah berpikir yang lain selain daripada yang aku katakan sekarang. Asahi pantas untuk dicintai. Terserah orang lain mau berkata apa. Bagi Yoon Jaehyuk, Hamada Asahi berharga.”

Asahi kembali menitikkan air mata.

“Aku mohon berhenti menangis. Please stop crying.”

Jaehyuk menarik Asahi ke dalam pelukannya. Memeluk erat tubuh kurus itu sambil mengelus surai lembut Asahi.

“Aku sangat mencintaimu Asahi. Aku akan selalu berada di sisimu dan melindungimu.”

Jaehyuk melepas sebentar pelukannya dan mencium lembut kening Asahi.

Asahi memejamkan matanya. Lama. Kemudian balas mencium lembut kening Jaehyuk.

“Aku juga mencintaimu Yoon Jaehyuk. Terima kasih selalu berada di sampingku selama ini.”

Asahi sangat bersyukur. Di dalam hatinya Asahi benar-benar bersyukur memiliki Yoon Jaehyuk dan 10 member lainnya di hidupnya.

Teringat dengan perkataan Ibunya. Bahwa orang yang tepat akan melihat diri Asahi yang sesungguhnya dan mencintainya dengan tulus. Bahwa Asahi pantasi dicintai orang banyak. Bahwa Asahi berharga.

End.

Title: Axis

Pairing(s) – Jaehyuk/Asahi – Mentioned members/Asahi and members/Jaehyuk pairing as well but jaesahi for the win – slight!HaJeongwoo – slight!DoDam if you squint lol

There will be another female character mentioned here.

Di sini aku buat Treasure udah debut cukup lama. Around 5 years.

Notes:

Italic:flashback

This story is cross-posted on wattpad as well.

______________________________________

Axis (noun), “an imaginary line about which a body rotates”

______________________________________

●●I saw you in myself You are my orientation on some other axis Now I get it why it hurts when you cry●● ___________________

Apakah kalian pernah mencintai seseorang sampai dada kalian terasa sesak? Apakah pernah mencintai seseorang sampai hati kalian terasa sakit? Dan bodohnya tetap bertahan di satu titik yang sama. Memandang orang yang sama. Merindukan orang yang sama. Mengharapkan orang yang sama. Rela melakukan segalanya, tapi harus kehilangan begitu saja. Terlalu lama sakit hingga dirimu terbiasa.

Mati rasa.

Pemuda Jepang dengan lesung pipit yang membuatnya terlihat manis baru saja menyelesaikan latihan vokalnya. Kakinya melangkah cepat menuju ruang latihan dance yang berjarak dua ruangan dari ruang latihan vokalnya. Senyum terpatri di bibir tipisnya. Tangannya membawa sekotak cokelat yang ia beli sebelum memulai latihan. Sesekali bersenandung kecil membayangkan senyum bahagia yang akan ia lihat dari sang penerima cokelat nanti.

Asahi membuka kenop pintu ruang latihan semangat ketika hatinya mencelos melihat pemandangan yang berada tepat di depannya. Jaehyuk sedang mengusap lembut surai hitam seorang pemuda yang kini tertidur dengan pahanya sebagai sandaran. Jeongwoo tertidur lelap di sana. Jaehyuk menyingkirkan surai Jeongwoo yang menutupi dahinya. Tatapannya menjadi lembut.

Mata Asahi memanas. Berkali-kali Jaehyuk mengatakan Jeongwoo adalah adik kesayangannya. Tidak lebih dari itu. Tapi, Jaehyuk tidak pernah menatapnya seperti itu. Jaehyuk tidak pernah mengelus lembut rambutnya. Jaehyuk tidak pernah melakukan itu semua. Berkali-kali Jaehyuk mengatakan Jeongwoo hanyalah adik yang selalu ingin ia lindungi tapi kenapa hati Asahi tetap terasa sesakit ini?

“Ah Sahi-ya, sedang apa di sini?” tanya Jaehyuk membuat lamunan Asahi buyar.

Asahi menghembuskan napasnya berusaha menetralkan gemuruh di hatinya.

“Ah tidak. Aku mau memberi cokelat ini untukmu. Cokelat kesukaanmu.”

Asahi berjalan mendekat kemudian memposisikan dirinya duduk di samping Jaehyuk. Menatap Jeongwoo yang masih terlelap dari sudut matanya. Hatinya sakit. Kerap kali rasa cemburu mengusik hatinya tapi Asahi tidak akan pernah bisa membenci Jeongwoo. Justru sebaliknya, Asahi sangat menyayangi pemuda yang lebih muda 3 tahun darinya itu. Jeongwoo itu sumber kebahagiaan Jaehyuk. Jadi, seharusnya Asahi harus bahagia melihat Jaehyuk bahagia kan? Begitu kata-kata yang selalu ia dengar di film romansa. Tapi, itu terlalu munafik bukan? Nyatanya dirinya hanyalah manusia biasa. Ketika orang yang kau cintai tidak lagi menjadikan dirimu sumber bahagianya, itu terlalu menyakitkan.

Jaehyuk menatap Asahi yang tampak berpikir keras. Menerawang jauh dengan pandangan kosong. Lagi, Jaehyuk menghiraukannya. Mencoba tak peduli.

“Jeongwoo-yah,” panggil Asahi lembut sambil mengguncang lembut pundak Jeongwoo.

Jaehyuk menatap Asahi bingung.

“Kenapa dibangunkan? Ia kelelahan berlatih seharian.”

Hati Asahi terasa sakit lagi.

Bukan hanya Jeongwoo yang lelah. Bahkan tenggorokannya terasa perih sekarang karena terlalu banyak menggunakan suaranya tadi.

“Jeongwoo juga suka cokelat ini. Aku ingin ia menikmatinya juga. Lagipula, akan lebih baik jika ia beristirahat di dorm. Punggunya bisa sakit jika tidur di lantai keras seperti ini,” jelas Asahi lembut. Berusaha tersenyum manis. Kata orang senyum Asahi manis tapi senyum ini pun tak mampu mengembalikan Jaehyuknya yang dulu.

Ah, Asahi rindu masa-masa itu. Dulu Jaehyuk begitu lembut dan perhatian padanya. Tapi, entah sejak kapan hubungannya menjadi hambar seperti sekarang.

Asahi pernah memberanikan diri bertanya tapi Jaehyuk bilang Asahi terlalu perasa. Katakan Asahi bodoh karena cinta. Biarkan saja terasa hambar asal raga Jaehyuk masih bisa ia miliki. Soal hati, tentu bisa diubah kan? Hal yang hambar bisa memiliki rasa lagi. Mungkin Jaehyuk hanya jenuh? Semua akan baik-baik saja, kan? Jaehyuk seharusnya masih mencintainya juga, kan? Bertanyapun Asahi tak kuasa. Takut akan jawaban yang akan didengarnya.

“Kau kembalilah ke dorm terlebih dahulu. Aku akan menggendong Jeongwoo sampai dormnya. Tidak perlu menungguku. Aku akan kembali larut malam. Aku berjanji untuk mencoba game baru dengan Jeongwoo dan Jihoon Hyung.”

Asahi menatap Jaehyuk sedih. Maniknya berkaca-kaca. Jaehyuk melengos, tidak ingin melihat air mata yang siap jatuh dari sepasang mata indah itu.

“Jangan lupa makan. Jangan pulang terlalu larut. Nanti kau sakit,” ucap Asahi lembut seraya mencoba tersenyum.

Palsu.

Jaehyuk hanya mengangguk pelan kemudian meninggalkan Asahi. Pemuda manis itu memandangi punggung Jaehyuk yang semakin menjauh.

Air mata satu per satu mendesak keluar dari pelupuk matanya. Isakan demi isakan lolos dari bibir mungilnya. Memukul dadanya sendiri berusaha meredakan sakit yang terlalu lama ia pendam. Memeluk tubuh kurusnya berusaha menyalurkan sisa kekuatan yang ia punya.

Sepasang lengan melingkar di pundaknya, mendekapnya dari belakang.

“Ssst... Sahi Hyung, jangan menangis. Haruskah aku memukul Jaehyuk Hyung sampai dirinya sadar? Aku akan melakukannya jika itu meredakan sedikit rasa sakit yang Hyung rasakan.”

Asahi menggelengkan kepalanya.

“Tidak perlu melakukan itu Ruto-yah. Aku baik-baik saja.”

Haruto memandang sendu Asahi. Ia melihat semua. Ia sudah berdiri di balik pintu sejak 30 menit lalu. Kesal setengah mati dengan manusia bernama Yoon Jaehyuk. Bukan ini yang dibayangkannya 5 tahun lalu ketika Jaehyuk berjanji untuk menjaga Asahi. Untuk tidak membuatnya menangis. Kesal juga mengapa Asahi masih bisa diam dengan keadaan yang seperti ini.

Hyung kesayangannya ini bilang semua karena cinta. Haruto memang belum punya banyak pengalaman mengenai cinta tapi dirinya tahu cinta tidak seharusnya begini.

“Kau tidak baik-baik saja, Hyung. Hatiku sakit melihatmu menangis seperti ini. Manusia bernama Yoon Jaehyuk itu pernah berjanji di hadapanku tidak akan membuatmu menangis. Lalu apa yang aku lihat sekarang? Mau sampai kapan seperti ini terus? Kau berhak bahagia.”

“Tapi aku mencintainya, Ruto-yah.”

“Aku mungkin bukan orang yang banyak pengalaman, Hyung. Tapi aku tidak bodoh untuk mengetahui jika cinta tidak mungkin seperti ini.”

Asahi menangis keras. Tangannya menggengam lengan Haruto yang melingkar di lehernya. Dirinya tahu cinta tidak seperti ini. Tapi, Asahi ingin lebih lama lagi memiliki raga Jaehyuk.

Konyol.

Bahkan raganya pun tak teraih sekarang. Nyatanya Jaehyuk selalu menghindar sekarang.

Lantas mengharapkan apa lagi?

“Hari ini kau tidur di dormku saja, Hyung. Kita nonton film bersama Hyunsuk, Junkyu dan Yoshi Hyung.”

Haruto melepaskan dekapannya. Menatap Asahi lembut kemudian menghapus jejak air mata dari wajah manis itu. Mata dan hidung Asahi memerah. Haruto berusaha menahan amarah yang ingin ia luapkan saat ini juga.

“Jaehyuk akan pulang larut hari ini. Aku takut dia kelaparan dan tidak ada makanan. Aku mau membuatkannya sushi.”

Haruto menghembuskan napasnya kasar. Kedua tangannya mengepal erat.

Jaehyuk lagi.

Dasar Yoon Jaehyuk bodoh.

●●●

Asahi tersenyum kecil menatap sushi buatannya. Tidak sempurna tapi rasanya cukup enak. Asahi berharap Jaehyuk menyukainya.

Hatinya kembali berdenyut mengingat nama pemuda Korea itu. Pemuda yang amat dicintainya. Terkadang lucu mengingat masa lalu. Tidak pernah terpikirkan bahwa dirinya dan Jaehyuk bisa berpacaran. Nyatanya dulu keduanya mengagumi dua orang berbeda. Lalu karena ucapan konyol Jaehyuk, mereka terjebak dalam suatu hubungan spesial yang ternyata begitu indah.

Namun ironis. Merekah sempurna kemudian layu begitu saja. Tanpa sebab yang jelas.

Asahi mendudukkan dirinya di kursi meja makan. Mengeluarkan ponselnya dari saku celana, berharap ada 1 pesan di sana. Tapi nihil. Jaehyuk tidak menghubunginya sama sekali. Asahi menghela napas panjang. Potongan kenangan manis terputar di otaknya. Dulu, dirinya pernah begitu bahagia.

Jaehyuk tertawa kecil melihat Asahi yang memandang kagum Junkyu yang sedang bernyanyi di hadapannya. Bukan rahasia lagi bagi Jaehyuk jika Asahi sangat mengagumi Junkyu. Wajah tampan sekaligus menggemaskan. Jangan lupakan suaranya yang juga bagus. Siapa yang tidak menyukainya.

“Kau menatapnya sampai bengong seperti itu. Jika memang menyukainya, katakan saja langsung.”

Asahi melirik tajam kemudian mencubit lengan Jaehyuk keras.

“Astaga sakit, Sahi-ya! Kenapa harus mencubit, sih?”

“Habis kau bicara sembarangan. Memang aku harus mengatakan apa? Aku hanya kagum dengan Junkyu Hyung, kok.”

Jaehyuk menggelengkan kepalanya tanda tak percaya.

“Kenapa? Kau tidak percaya? Lihatlah dirimu sendiri, Yoon Jaehyuk. Bahkan kau tidak berkedip ketika mendengar Yedam bernyanyi. Jika kau menyukainya, katakan saja langsung,” ejek Asahi meniru kata-kata Jaehyuk.

Jaehyuk mencubit pipi Asahi gemas.

“Jangan bicara sembarangan! Aku hanya menyukai suara indah Yedam. Tidak lebih.”

Asahi terkekeh pelan.

Mereka memang bersaing di Treasure Box tapi tidak perlu gengsi untuk mengakui bahwa keduanya mengagumi saingan mereka sendiri.

“Sahi-ya,” panggil Jaehyuk pelan.

“Hm?” sahut Asahi masih dengan matanya yang terfokus pada Junkyu.

“Kita ini seperti orang bodoh ya. Kagum dari jauh. Tak berani mengatakan. Diam-diam memperhatikan. Jika sampai survival show ini kita tidak juga berani mengatakannya, lebih baik kita berdua saja yang bersama,” ucap Jaehyuk asal membuat Asahi hampir menyemburkan air mineral yang sedang ditegaknya.

“Ya Yoon Jaehyuk! Jangan konyol!”

Asahi memukul kepala Jaehyuk.

Jaehyuk tertawa keras.

“Aku hanya bercanda, Sahi-ya. Tidak perlu sampai memukul kepalaku eperti itu,” balas Jaehyuk sambil mengerucutkan bibirnya. Tangannya mengusap kepalanya yang terasa sakit.

“Siapa suruh seenaknya berbicara.”

Jaehyuk terkekeh kemudian mengacak rambut Asahi hingga berantakan mengundang sekali lagi pukulan di kepalanya.

Ucapan konyol.

Namun terkadang hidup memang selucu itu. Tidak akan pernah bisa menduga apa yang terjadi suatu hari nanti.

Malam itu di tahun 2019 ketika daun-daun berguguran dari dahannya. Angin musim gugur bertiup lembut. Dua anak manusia berdiri memandang Sungai Han di hadapannya. Tangan keduanya saling bertautan.

Jaehyuk menatap lembut pemuda Jepang yang tepat berada di dekatnya. Mengagumi lekuk wajah sempurna yang membuatnya gila beberapa bulan belakangan.

Asahi menoleh ke arah Jaehyuk yang menatapnya dengan tatapan lembut. Memberikan senyum manisnya tanpa tahu satu senyuman saja mampu membuat jantung lawan bicaranya berdegup lebih cepat.

“Ingat ucapan konyolmu dulu? Nyatanya hal yang kau pikir paling konyol sedikitpun bisa menjadi senyata dan seindah ini.”

Jaehyuk tersenyum menampakkan barisan giginya. Sejurus kemudian mendekatkan kepala Asahi kemudian mengecup keningnya singkat.

“Aku tidak pernah melupakan hari itu. Di tengah hujan kau rela berlari hanya untuk membeli obat demam untukku. Aku tidak pernah lupa kau rela mencari cokelat kesukaanku hanya untuk membuatku senang setelah pelatih memarahiku kala itu. Kau bahkan kehilangan waktu tidurmu hanya untuk mendengarkan semua keluh kesahku. Kau banyak melakukan hal-hal luar biasa yang tidak pernah aku bayangkan. Sederhana tapi kau melakukannya dengan tepat. Aku mencintaimu, Hi-kun. Sekarang, giliran aku yang melakukan semuanya untukmu. Aku akan menjagamu, melindungimu, membahagiakanmu.”

Asahi menatap Jaehyuk lembut. Matanya berair sekarang. Air mata siap tumpah dari sudut matanya namun Jaehyuk buru-buru menghapusnya.

“Sahi-ya, air mata ini tidak boleh mengalir dari mata indahmu. Aku tidak mau membuatmu menangis.”

Jaehyuk menarik Asahi ke dalam pelukannya, membenamkan wajahnya pada ceruk leher Asahi, menghirup wangi yang sangat ia sukai.

“Jangan pernah pergi dari sisiku, Asahi.

Asahi mengangguk pelan kemudian mengeratkan lingkaran tangannya pada pinggang Jaehyuk. Memeluknya erat merasakan kehangatan yang terpancar dari tubuh tegapnya.

Lamunan Asahi buyar ketika pintu dorm terbuka menampakkan sosok Jaehyuk yang sedang melepas sepatunya. Asahi buru-buru mengusap air mata yang tanpa sadar membasahi pipinya.

“Ah kau sudah kembali,” sambut Asahi dengan senyum lembutnya.

Jaehyuk menatapnya malas menghiraukam Asahi begitu saja.

“Aku membuat sushi untukmu. Kau pasti lapar. Kau selalu lapar ketika pulang larut.”

“Aku sudah bilang tidak perlu menungguku. Jadi untuk apa kau membuat sushi untukku? Sudah larut, yang aku perlukan adalah tidur bukan makanan,” jawab Jaehyuk dingin seraya melangkahkan kakinya menuju kamar. Membanting pintu kamarnya keras menyisakan Asahi yang mematung.

Sakit.

Hatinya benar-benar sakit sekarang. Tanpa bisa dicegah air mata lolos dari maniknya.

''Kau melanggar ucapanmu sendiri, Jaehyuk-ah. Air mata ini justru jatuh karenamu,'' gumam Asahi pelan.

Pelan tapi Jaehyuk mendengarnya. Jaehyuk menjambak rambutnya frustasi. Mengusap wajahnya kasar.

'Berapa banyak lagi air mata yang harus Asahi tumpahkan untuk pria brengsek seperti dirimu, Yoon Jaehyuk?' katanya dalam hati.

Jika memang rasa itu sudah melebur tidak tersisa, lantas mengapa tidak diakhiri saja?

●●●

Tidur Asahi terusik ketika mendengar sayup-sayup suara dari luar kamar. Asahi melihat ponselnya. Sudah jam 8. Asahi menggerakkan tubuhnya yang terasa nyeri. Matanya terasa panas. Asahi mengeratkan selimutnya ketika merasa hawa dingin dari pendingin ruangan menusuk tulangnya. Asahi memegang keningnya.

Demam.

Kepalanya terasa pening. Rasanya ingin kembali tidur. Lelah. Bukan hanya soal fisik tapi juga mental. Memasang senyum palsu setiap hari bukanlah hal mudah. Pura-pura baik-baik saja meskipun hati dan perasaannya tak karuan bentuknya.

Asahi memaksa tubuhnya untuk bangun, merapikan rambutnya dan mencuci muka. Tubuhnya berjengit tatkala air menyentuh lengannya. Sepertinya ia benar-benar demam. Untung saja hari ini tidak ada jadwal latihan. Setidaknya dirinya bisa beristirahat di dorm.

Jika ini terjadi dulu, pasti Jaehyuk akan memarahinya tanpa henti karena dirinya sakit. Jaehyuk akan mengurusnya 24 jam penuh. Tidak beranjak sama sekali dari kamarnya.

Asahi tertawa miris. Itu dulu. Bagaimana sekarang? Asahi tak berharap bahkan semalam Jaehyuk tidak mau memandang wajahnya sama sekali.

Asahi membuka pintu kamarnya. Melihat Jaehyuk yang sedang duduk di meja makan dengan secangkir teh yang masih mengepul. Netranya menatap Asahi ketika mendengar pintu kamarnya terbuka.

“Selamat pagi, Jaehyukkie,” ucap Asahi pelan.

Jaehyuk hanya mengangguk kecil.

“Sahi-ya.. Aku ingin bicara.”

Langkah Asahi terhenti. Jantungnya berdegup kencang. Tubuhnya seperti kehilangan tenaga begitu saja. Bukan hanya karena demamnya tapi perasaannya tidak enak. Lututnya terasa lemas membuat tubuh mungilnya terhuyung namun secepat mungkin meraih pinggiran meja makan untuk menahan tubuhnya.

“Apa yang ingin kau bicarakan?”

Asahi berusaha menahan getaran di pita suaranya. Jelas Asahi sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan Jaehyuk namun dengan beraninya masih bertanya.

Jaehyuk menatap wajah Asahi yang pucat. Bulir keringat terlihat jelas di pelipisnya.

'Apakah Asahi sakit?' tanyanya dalam hati.

Jaehyuk memejamkan matanya. Menghela napas kasar. Katakan sekarang atau tidak sama sekali.

“Aku mau kita mengakhiri hubungan ini.”

Akhirnya kata-kata itu keluar juga dari mulut Jaehyuk.

Satu kalimat namun mampu menghancurkan lawan bicaranya. Pukulan telak baginya.

“Apakah sesulit itu untuk tetap mencintaiku, Jaehyukkie? Apa ada sesuatu yang salah dariku yang membuatmu hilang rasa? Apa ada hal yang membuatmu tidak nyaman? Katakan maka aku akan membuatnya lebih baik lagi,” mohon Asahi dengan nada memelas. Hatinya hancur. Kekuatannya menguap di udara. Tangannya berusaha meraih tangan Jaehyuk yang mengepal kaku di atas meja.

Jaehyuk menunduk tak ingin menatap pemuda manis yang satu setengah tahun ini menjadi poros dunianya. Dirinya tidak ingin melihat manik indah itu mengeluarkan air mata sekarang. Tidak seharusnya Asahi menangisi pemuda brengsek sepertinya.

“Ucapan konyol waktu itu seharusnya tetap menjadi ucapan konyol. Bukan menjadi hubungan istimewa yang pernah kita punya,” tandas Jaehyuk dengan nada dingin.

Asahi melepaskan genggamannya kemudian menegakkan tubuhnya. Memaksa adalah hal percuma. Tangisnya tergantikan tawa miris yang keluar begitu saja dari bibir mungilnya.

“Lebih bodohnya lagi aku percaya pada ucapan seseorang yang kerap kali mengatakan hal konyol dan seenaknya. Terima kasih sudah membuatku terlihat bodoh selama ini, Jaehyuk-ah. Kau benar, kekonyolan harusnya tetap menjadi hal konyol. Betapa gilanya kita berdua menjadikannya sebagai hubungan yang kita kira bisa bertahan lama bahkan membuatnya terjalin selama 5 tahun. Aku mencintai dengan sepenuhnya lalu kau membuangnya. Kau bebas sekarang, Jaehyuk-ah. Maaf sudah menahanmu lebih lama,” ucap Asahi lirih dengan senyum tegar yang dipaksakan.

Asahi mengatakannya. Tak perlu memikirkan perasaanya lagi. Toh, hatinya sudah tidak berbentuk. Asahi membalikkan tubuhnya, melangkah cepat menuju kamarnya sebelum pertahanannya runtuh.

Jaehyuk diam. Menatap nanar punggung Asahi yang menghilang di balik pintu. Sosok itu tidak akan pernah ia gapai lagi.

Tes!

Cairan bening lolos begitu saja dari matanya.

Ini yang dirinya mau kan? Jelas ini keputusan yang ia ambil dengan akal sehatnya. Dengan begini, seharusnya lebih baik, kan? Berhenti saling menyakiti.

Jaehyuk menghela napas panjang kemudian bangkit dari duduknya. Tak berapa lama pintu dorm dibuka kemudian ditutup keras diiringi derap langkah kakinya yang menjauh pergi.

●●●

Peluh membasahi sekujur tubuh Jaehyuk. Decitan sepatunya tidak berhenti sejak pagi tadi. Dirinya butuh sesuatu untuk mengalihkan pikiran kalutnya.

“Sebentar lagi kita akan debut Jaehyuk-ah! Apa kau senang?” tanya pemuda manis dengan surai hitam. Sepasang lesung pipit menghiasi pipinya.

Jaehyuk tersenyum kecil mengacak surai halus Asahi.

“Tentu aku senang. Ini impian kita. Aku tidak pernah membayangkan bisa meraih mimpi bersama dengan orang yang paling aku sayangi. Jangan pernah pergi eum? Selalu bersama denganku. Tetap di sampingku.”

Jaehyuk mengecup bibir tipis Asahi.

Their first kiss.

Jaehyuk memaksakan tubuh lelahnya bergerak. Namun bagian kisah lalunya berputar di kepalanya bagaikan alur mundur dari sebuah film.

“Kau selalu membuatku khawatir. Kenapa bisa sampai sakit begini? Tidak ada latihan hari ini. Tidak ada keluar kamar. Kau harus istirahat!” ucap Jaehyuk tegas melihat Asahi terbaring lemah di sebelahnya. Wajahnya merona karena suhu tubuhnya yang panas.

Asahi mengerucutkan bibirnya. Lengannya melingkar sempurna di pinggang Jaehyuk dan membenamkan wajahnya di dada bidang pemuda Korea itu.

“Maaf membuatmu khawatir.”

Jaehyuk menghela napas pelan lalu mengecup pucuk kepala Asahi.

“Jangan meminta maaf. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat agar merasa lebih baik.”

Jaehyuk terus mengulang gerakan tari yang cukup intens. Tangan dan kakinya terasa kebas tapi ia tak peduli. Asalkan pikiran yang mengganggunya bisa pergi dari otaknya. Semakin dipaksa pergi semakin banyak kenangan itu bermunculan.

“Kau yakin dengan ini? Aku tidak akan melakukannya jika kau belum siap. Tidak perlu terburu-buru. Aku rela menunggu sampai kau siap,” kata Jaehyuk lembut menatap pemuda manis yang berada di bawah dominasinya.

“Aku menanti lama untuk hari ini. Waiting for you to make love with me,” lirih Asahi lembut dengan bibir ranumya yang sudah membengkak.

Their first time.

Tubuh Jaehyuk merosot—membiarkan dirinya terduduk di lantai ruang latihan yang dingin. Menjambak rambutnya frustasi membiarkan isakan lolos dari bibir penuhnya.

Sesak.

Sakit.

Hancur.

Andai saja dirinya bisa ikut mati rasa seperti kedua lengan dan kakinya.

BRAK!

Pintu ruang latihan dibuka kasar. Haruto berjalan cepat dengan tangannya yang terkepal. Sejurus kemudian melayangkan pukulannya pada wajah Jaehyuk yang dalam posisi tidak siap—membuat pemuda yang lebih tua darinya itu tersungkur.

“Kau brengsek, Jaehyuk Hyung! Jika menurutmu hubungan kalian konyol seharusnya kau cepat akhiri, tidak membuatnya sakit terlalu lama! Kau berjanji untuk tidak membuatnya menangis tapi sekarang justru dirimu membuatnya terbaring tak berdaya di kamarnya!”

Mata Jaehyuk membelalak. Tangannya menyeka ujung bibirnya yang sedikit mengeluarkan darah.

“Kenapa?! Terkejut?! Bukankah Hyung sudah tidak peduli?! Bahkan ketika Sahi Hyung sakit tadi pagi kau tetap dengan tega mengatakannya!”

Jaehyuk menetralkan deru napasnya.

“Kau tidak tahu apa-apa, Haruto. Jangan ikut campur,” sahutnya dingin.

Haruto tertawa miris.

“Jangan ikut campur? Semua yang menyakiti Asahi Hyung menjadi urusanku!”

Haruto menatap Jaehyuk tajam. Ingin rasanya memukul Jaehyuk berkali-kali tapi bagaimanapun Jaehyuk lebih tua darinya.

“Begitukah? Kau menyukainya?”

Emosi Haruto bangkit lagi. Tangannya menarik kaus bagian depan Jaehyuk membuat pemuda Korea itu terpaksa mendekat ke arahnya.

“Jangan bicara sembarangan! Asahi itu Hyung yang paling aku sayangi! Siapapun yang menyakitinya menjadi uruskanku. Aku tidak akan membiarkannya!”

Jaehyuk melepas kasar tangan Haruto dari kausnya. Mendorong sedikit tubuh Haruto agar menjauh darinya.

Pikirannya kalut. Asahi sakit. Jaehyuk menertawakan dirinya sendiri. Bahkan menampakkan diri di depan Asahi saja Jaehyuk tak punya nyali. Lebih baik Asahi tidak usah melihatnya lagi. Lebih baik begini.

Jaehyuk menghela napas panjang. Matanya berubah sendu. Jaehyuk meraih pundak Haruto—menepuknya pelan.

“Ruto-yah..kumohon jaga Asahi,” katanya dengan ringisan kecil ketika bibirnya digerakkan. Sedetik kemudian melangkah pergi.

Perih. Tapi lebih perih hatinya.

Haruto mematung di tempatnya. Tatapan sendu itu.. Jaehyuk terlihat menderita juga. Lalu mengapa? Jika keduanya sama-sama sakit lalu kenapa harus berpisah?

●●●

Jeongwoo berlari cepat di koridor gedung latihan. Ia tahu sesuatu telah terjadi ketika Asahi pingsan di dormnya dan terbaring lemah di kamarnya karena demam tinggi. Ia tahu sesuatu yang jauh lebih buruk dari perkiraannya telah terjadi ketika dirinya tidak bisa menemukan Jaehyuk dan Haruto di dorm mereka. Langkah kakinya bergerak semakin cepat melangkah masuk ke dalam ruang latihan yang terlihat gelap.

Jaehyuk tidak ada di sana. Netranya menangkap sosok yang berlutut di sudut ruangan kemudian mendekat perlahan.

“Haruto?” panggilnya ragu.

Haruto mengangkat kepalanya. Maniknya bertemu dengan pemuda yang seumuran dengannya.

“Kenapa kau di sini?” tanya Jeongwoo lagi.

Hening. Tak ada jawaban.

“Apa kau puas merusak hubungan Jaehyuk dan Asahi?”

Maniknya membulat sempurna. Tangannya mengepal.

“A-apa maksudmu, Ruto-yah?”

“Kau dan Jaehyuk memiliki hubungan istimewa tanpa sepengetahuan Sahi Hyung kan? Hanya sebatas kakak beradik. Cih! Mana ada hubungan kakak beradik yang merusak hubungan percintaan kakaknya?!”

Setiap kata menusuk hati Jeongwoo. Menghujam perasaannya—memaksa cairan bening lolos dari pelupuk matanya.

“Kau tidak tahu apa-apa tapi beraninya dengan tanpa rasa bersalah menuduh seperti itu. Aku merusak hubungan mereka? Aku punya hubungan istimewa dengan Jaehyuk Hyung? Menyedihkan sekali diriku ini. Memandang pada satu titik yg sama terus-menerus tapi orangnya sadar saja tidak. Kau bodoh, Ruto-yah,” jawab Jeongwoo sambil menahan isakannya.

Ruto menata Jeongwoo yang masih berdiri di hadapannya. Bodoh katanya? Matanya membulat ketika mengerti dengan benar apa yang dimaksud Jeongwoo. Apa mungkin Jeongwoo menyukai dirinya? Namun dirinya tak pernah sadar. Kepalanya terasa pening sekarang. Terlalu banyak yang terjadi dalam satu hari.

“Aku pergi. Cepatlah kembali ke dorm sebelum Hyunsuk Hyung khawatir. Sudah cukup dirinya khawatir karena Sahi Hyung. Kau jangan menambah bebannya lagi.”

Jeongwoo beranjak pergi ketika Haruto menahan tangannya.

“Aku memukul Jaehyuk Hyung tadi.”

Jeongwoo menghela napasnya kemudian memposisikan dirinya di sebelah Haruto. Memeluk erat pemuda yang sedikit lebih tinggi darinya. Membiarkan pemuda itu menangis di pundaknya.

“Aku benci Jaehyuk Hyung karena menyakiti Sahi Hyung. Aku benci melihat Sahi Hyung menangis setiap hari. They used to be so happy together. Kenapa sekarang seperti ini? Bahkan Jaehyuk Hyung tidak menjelaskan apa-apa. Kau tahu sesuatu kan? Kau pasti tahu kenapa Jaehyuk Hyung berubah. Katakan padaku! Jelaskan padaku!” isak Haruto.

Jeongwoo hanya bisa mengelus punggung tegap Haruto. Tidak bisa mengatakan apa-apa. Semua hanya soal waktu. Waktu yang akan menjawab.

“Mereka sudah dewasa. Setiap keputusan yang diambil akan selalu ada akibatnya. Biar waktu yang menjawabnya.”

Haruto menatap tatapan sayu Jeongwoo. Ada lelah di sana. Pandangan Haruto melembut seketika.

“Tentang kita, juga biar waktu yang menjawabnya. Maafkan aku sudah menyakitimu dengan kata-kataku tadi,” ucap Haruto pelan hampir tak terdengar seraya mengecup kening Jeongwoo singkat.

Jeongwoo menatap Haruto. Terkejut dengan apa yang baru saja terjadi.

“Teruslah memandang pada satu titik itu, Jeongwoo-yah. Titik itu tidak akan lari lagi. Sekarang titik itu sedang menatapmu—menyadari kebodohannya.”

Bibir Jeongwoo terkatup rapat. Tidak ada satu patah katapun keluar dari bibirnya. Tatapan keduanya sudahlah cukup menjawab semuanya.

●●●

Jaehyuk menatap sayu pintu kamar Asahi yang tertutup rapat. Rasa bersalah menghantuinya. Jaehyuk menyentuh ujung kenop pintu bermaksud membukanya namun secepat itu juga mengurungkan niatnya.

Tidak perlu lagi peduli. Asahi bukan siapa-siapanya lagi. Ada member lain yang bisa menjaganya kan? Jaehyuk membalikkan tubuhnya ketika pintu kamar Asahi terbuka menampakkan sosok Junkyu dengan mangkuk dan gelas di tangannya.

“J-junkyu Hyung..”

Junkyu menatap Jaehyuk datar. Melewatinya begitu saja dengan sengaja.

“Besok Asahi tidak akan tinggal di sini lagi. Ia bisa semakin sakit jika terus berada di sini. Ia akan tinggal di dorm-ku. Tentu ini yang kau harapkan juga bukan? Pasti sulit juga bagimu melihat orang yang kau sakiti setiap hari.”

Junkyu mengucapkannya dengan senyum tapi Jaehyuk tahu senyum itu. Senyum mengejek. Ucapannya juga bermaksud menyudutkannya.

“Baguslah jika ia tidak tinggal di sini lagi. Kau benar, Hyung. Berat untukku melihat wajahnya setiap hari yang selalu tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa. Konyol.”

PLAK!

Satu tamparan mendarat di pipinya. Hari ini hari beruntungnya bukan? Mendapat pukulan dan tamparan dari dua orang.

Sesaat Junkyu merasa bersalah sudah menampar keras pipi Jaehyuk yang memerah.

“Kenapa kau melakukannya, Jaehyuk-ah? Kenapa?” tanya Junkyu lirih.

“Aku menyukai orang lain,” jawab Jaehyuk singkat kemudian meninggalkan Junkyu yang masih berdiri di ruang tengah.

Jaehyuk menutup pintu kamarnya kemudian terduduk lemas. Tenaganya habis. Tubuhnya bisa ambruk detik ini juga.

Ponselnya bergetar. Ada 1 pesan masuk dari Manager Hyungnya. Jaehyuk membacanya sekilas kemudian melempar ponselnya kasar ke atas meja. Menjambak rambutnya frustasi.

Jaehyuk melempar tubuhnya ke atas tempat tidurnya. Memejamkan matanya. Jika perlu, tak usah terbangun lagi.

●●●

Dua minggu berlalu sejak kejadian menyedihkan antara dirinya dan Asahi. Jaehyuk menyadari beberapa member berlaku dingin terhadapnya. Bicara seperlunya saja lalu berpura-pura semuanya baik-baik saja di depan kamera.

Jaehyuk memperhatikan Asahi yang sedang berjalan menuju sebuah mobil SUV hitam. Sejak mereka tidak tinggal di dorm yang sama, otomatis mereka tidak pernah berada di 1 mobil yang sama lagi. Matanya tertuju pada Junkyu yang merangkul pundak Asahi. Keduanya tertawa lepas. Entah apa yang sedang dibicarakan.

Matanya beradu tatap dengan Asahi. Jaehyuk segera mengalihkan fokusnya pada Yedam yang berada di sampingnya.

“Kau baik-baik saja Hyung?” tanya Yedam khawatir. Belakangan Jaehyuk lebih banyak diam dan menyendiri. Tawa dan candaannya tak pernah terdengar lagi. Yedam tahu apa yang terjadi di antara kedua hyung-nya yang hanya terpaut 1 tahun darinya.

Jaehyuk tersenyum lembut kemudian mengacak surai Yedam.

“Aku tidak apa-apa. Manager Hyung sudah menunggu lebih baik kita segera ke mobil,” ajak Jaehyuk seraya meraih lengan Yedam.

Asahi memandang dua mantan dormmate-nya yang semakin hari semakin dekat. Tak jarang Asahi melihat mereka pergi bersama. Tatapan dan senyum lembut Jaehyuk selalu muncul ketika bersama sang vokalis utama.

“Aku menyukai orang lain.”

Kata-kata itu terngiang di kepalanya. Asahi mendengar pembicaraan Jaehyuk dengan Junkyu malam itu.

'Jadi Yedam orangnya? Orang yang kau kagumi sejak dulu?' lirihnya dalam hati.

Matanya kembali terasa memanas. Sadar akan posisinya. Mengalahkan Yedam? Yedam yang baik, pintar dan suaranya yang sempurna. Asahi menyadari betapa Jaehyuk semakin jauh untuk digapai.

“Ucapan konyol waktu itu seharusnya tetap menjadi ucapan konyol. Bukan menjadi hubungan istimewa yang pernah kita punya.”

Asahi tertawa miris memutar kembali kata-kata menyakitkan itu di otaknya. Sejak awal memang Yedam-lah yang Jaehyuk selalu kagumi. Bukan dirinya. Bukan seorang Hamada Asahi—yang menjadi kekasih Jaehyuk hanya karena ucapan konyol kala itu.

Junkyu melihat perubahan wajah Asahi. Dirinya tidak perlu bertanya apa alasannya. Ia melihat dengan matanya sendiri.

Yoon Jaehyuk. Pandangannya begitu baik terhadap pemuda tampan itu tapi tidak menyangka Jaehyuk bisa setega ini terhadap Asahi. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat. Seharusnya hubungan mereka memang berlandaskan rasa saling cinta, bukan? Apakah semudah itu bagi Jaehyuk melupakan Asahi?

“Jangan menangis, Sahi-ya. Luka tidak selamanya sakit. Jika kau butuh teman bicara, ada aku.”

Asahi memberikan senyumnya. Dalam hati bersyukur ada Junkyu yang mau mendengar semua ceritanya. Kesedihannya. Tidak hanya Junkyu saja, tapi juga member lainnya. Haruto yang selalu mengajaknya bercanda dan menulis lagu bersama. Asahi bersyukur memiliki member yang selalu mendukungnya.

●●●

Lagi, hati Asahi berdenyut sakit melihat Jaehyuk yang sedang tertawa lepas dengan Yedam dan Jeongwoo di sudut ruang latihan. Jaehyuk terlihat bahagia. Tawa itu terdengar lagi.

Jaehyuk benar-benar hidup lebih baik tanpa dirinya, kan? Jaehyuk tidak membutuhkannya lagi. Betapa bodohnya Asahi masih berharap bisa memperbaiki segalanya. Memulai segalanya dari awal.

Asahi meremas dadanya. Sakit.

Tertawa di depan kamera, tersenyum di depan penggemar, menari dengan semangat di atas panggung. Tapi nyatanya hatinya kosong.

Asahi menekuk lututnya, membenamkan wajahnya di sana. Kali ini saja Asahi tidak ingin menjadi kuat. Kali ini saja biarkan pertahanannya runtuh.

Sepasang lengan melingkari pundaknya membawanya ke dalam sebuah pelukan.

“Tiak boleh menangis sekarang, Sahi-ya. Tidak ketika Jaehyuk melihatmu,” ucap Junkyu pelan sambil mengelus punggung sempitnya berusaha menenangkannya.

“Kita kembali ke dorm eum?”

Asahi mengangguk pasrah membiarkan Junkyu menarik pelan lengan kurusnya.

Sementara Jaehyuk hanya bisa memandangi keduanya.

“Kau menyesal Hyung?” tanya Jeongwoo tiba-tiba.

Hening.

Jaehyuk tidak memberikan jawaban sama sekali.

“Menyesal atau tidak bukanlah hal yang penting lagi sekarang,” jawabnya singkat seraya berdiri meninggalkan ruang latihan.

●●●

Langit berwarna kelabu sore itu sebagai pertanda hujan akan turun sebentar lagi. Bunyi gemuruh terdengar dari langit. Pemuda manis dengan surai hitam masih betah berdiri di tempatnya. Menatap langit abu-abu yang membentang di atas gedung-gedung pencakar langit yang berdiri kokoh. Pemandangan dari atas gedung dorm tidak pernah membuatnya bosan. Setiap kali pikirannya terasa menyesakkan, Asahi akan menghabiskan waktunya di sini. Sunyi dan tenang.

“Bagaimana menurutmu dengan kalimat ini? Apakah cukup bagus untuk dijadikan lirik lagu?”

Jaehyuk membaca deretan kalimat yang ditulis Asahi di notesnya. Sesekali tersenyum lebar.

“Liriknya indah sekali. Bahasa Koreamu semakin baik dari hari ke hari,” puji Jaehyuk.

Asahi tersenyum senang. Kepalanya menengadah melihat langit berwarna biru cerah. Hamparan awan berarak di langit luas.

“Semua berkat kau, Jaehyuk-ah. Ketika pertama kali datang ke Korea, aku tidak tahu apa-apa. Bahkan untuk memesan makanan saja aku kesulitan. Tapi kau selalu membantuku. Kau membantuku ketika aku menulis lirik lagu Korea pertamaku. Kau rela tidak tidur hanya untuk menemaniku. Jika aku bisa menulis lirik seindah ini, semua juga karenamu,” kata Asahi tulus. Pandangannya kini beralih menatap Jaehyuk.

Jaehyuk mempersempit jarak di antara mereka—mendekap erat tubuh yang jauh lebih mungil darinya.

“Aku selalu menunggu saat dirimu menulis lagu untuk kita nyanyikan bersama. Aku ingin dunia tahu Asahi adalah composer yang hebat.”

Asahi meletakkan kepalanya di bahu Jaehyuk.

Nyaman.

Di dalam dekapan Jaehyuk dirinya selalu merasa aman.

Hiruk pikuk dunia dengan segala kerumitannya. Bukanlah masalah jika ada Jaehyuk di hidupnya.

“Aku mencintaimu, Hamada Asahi. Aku berjanji tidak akan pernah meninggalkanmu.”

Setetes air mata mengalir dari maniknya. Kemanapun dirinya pergi, ingatannya tentang Jaehyuk selalu mengikuti. Nyatanya di setiap harinya, Jaehyuk selalu di sana. Di setiap sudut tempat ini, Jaehyuk selalu hadir. Lima tahun menjalin hubungan bukanlah waktu yang sebentar.

Asahi masih tak habis pikir bagaimana di tengah perjalanan, seseorang berhenti mencintai dan memilih pergi. Bagaimana dengan mudahnya mengucap janji lalu melupakannya kemudian.

“Sahi-ya..,” panggil seseorang membuatnya kembali tersadar pada realita.

Suara itu. Asahi kenal betul suara itu.

Asahi menoleh—melihat Jaehyuk yang berdiri tak jauh darinya.

Berapakalipun keduanya berusaha menghindar, tetap bertemu juga. Mereka memang tak bisa lari selamanya.

“J-jaehyuk-ah.”

Jaehyuk mendekat—berdiri di sebelah pemuda manis yang kini tertunduk.

“Kau baik?”

'Baik? Haha. Apakah Jaehyuk gila? Apakah dirinya terlihat baik sekarang?'gumamnya dalam hati.

Asahi mengangguk pelan.

“Bagaimana denganmu?”

“Tidak pernah lebih baik daripada ini.”

Hati Asahi mencelos. Apakah Jaehyuk sebahagia itu?

“Jaehyuk-ah, apa rasa itu sudah benar-benar hilang tak tersisa? Apa tidak ada kesempatan lagi untuk kembali memulai semuanya dari awal?”

Persetan dengan ego dan harga diri. Logikanya kalah oleh perasaannya.

“Maafkan aku, Asahi. Aku tahu aku pria brengsek tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri bawah aku menyukai orang lain. Aku yakin kau tahu siapa orangnya. Orang yang seharusnya dari awal aku perjuangkan. Andai aku punya keberanian waktu itu.”

Asahi tersenyum miris. Menertawakan dirinya yang malang.

“Apakah orang itu Yedam?” tanya Asahi memberanikan diri menatap Jaehyuk.

Jaehyuk melengos. Tidak berani menatap manik teduh yang sudah berkaca-kaca.

Jaehyuk mengangguk.

“Memang dari sisi manapun, aku tidak ada apa-apanya dibanding dirinya. Seharusnya aku sudah menduganya. Rasa kagum yang kau katakan dulu bukan hanya sebatas itu. Aku merasa menjadi idiot. Mengira kau benar-benar mencintaiku selama ini.”

“Bukan salahmu. Aku yang brengsek. Jadi, bencilah aku. Benci aku dengan segala rasa sakitmu yang kau rasakan sekarang. Kau harus melupakanku dan menemukan kebahagiaanmu lagi.”

“Jika kau benar-benar mencintai seseorang, perasaan yang kau punya tidaklah mudah dihilangkan begitu saja. Seberapapun luka yang diberikan, rasa cinta tak semudah itu menguap. Tentu mudah bagi dirimu, Yoon Jaehyuk karena dirimu pembohong. Kau..tidak pernah mencintaiku sama sekali. Akan sulit bagiku untuk melupakanmu, tapi jangan khawatir, rasa cinta juga bisa berubah menjadi benci ketika dirimu disakiti berkali-kali,” jelas Asahi dingin kemudian beranjak pergi meninggalkan Jaehyuk yang mematung di sana.

Hati Asahi hancur. Tidak berbentuk lagi. Tapi, mau sampai kapan begini? Mau sampai kapan mengharapkan seseorang yang memilih pergi?

Langkahnya menjauh diiringi tetes air yang satu per satu tumpah dari langit membahasi bumi. Semakin lama semakin deras. Awan kelabu tebal menutupi langit. Bunyi gemuruh bersahutan.

Meninggalkan Jaehyuk yang terduduk lemas. Tangannya meremas dadanya yang terasa sesak. Derasnya hujan menyamarkan teriakan yang keluar dari bibir penuhnya. Butiran air menyamarkan air mata yang mengalir deras dari matanya.

Jeongwoo berlari kecil dengan payung di tangannya. Jangan tanyakan bagaimana keadaan hatinya sekarang melihat Hyung yang paling disayanginya dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Jeongwoo tak tahan lagi.

Jeongwoo menghampiri Jaehyuk kemudian berjongkok di hadapannya—memayungi tubuhnya yang sudah basah kuyup.

“Sampai kapan mau terus begini, Hyung? Sampai kapan mau menyakiti dirimu sendiri seperti ini?” tanya Jeongwoo prihatin. Mati-matian berusaha menahan tangisnya.

“Sampai dia benar-benar membenciku.”

Tangisnya pecah juga. Mendekap tubuh Hyungnya yang terlihat rapuh. Memeluknya erat membiarkan Hyung kesayangannya menangis di dadanya.

●●●

Hari-hari berikutnya Jaehyuk terus menempel pada Yedam, memperlakukannya dengan manis. Membuat Asahi terus menerus merasakan sakit tatkala melihat pemandangan yang selalu ia jumpai tiap hari.

Doyoung kerap kali memperhatikan gerak-gerik mereka.

Aneh.

Yedam tidak terlihat nyaman ketika Jaehyuk melakukan perlakuan manis. Kepalanya akan tertunduk. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah. Wajah Jaehyuk juga tak luput dari perhatiannya.

Tersenyum tapi palsu. Senyumannya tidak pernah mencapai matanya.

“Yedammie, bisa berbicara sebentar?”

Keningnya berkerut melihat Doyoung yang menatapny serius.

“Hm kenapa?”

“Kau dan Jaehyuk Hyung. Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian berdua?” tanyanya menyelidik.

Mata Yedam membulat namun berusaha menetralkan ekspresinya.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian tapi aku bisa melihat dan merasakan bukan hubungan seperti ini yang kalian inginkan. Kalian berdua terlihat seperti aktor yang sedang bermain peran.”

Yedam hanya bisa diam. Jika ditanya, tentu dirinya tidak mau melakukan ini tapi mau bagaimana lagi?

“Kau hanya diam berarti perkataanku tepat sasaran. Yedammie, setiap perbuatan yang kita lakukan akan selalu ada akibatnya di kemudian hari. Aku harap kau tak menyesalinya.”

Menyesal?

Bahkan saat inipun dirinya sudah menyesal. Membiarkan orang yang benar-benar disukainya sejak dulu memiliki anggapan buruk tentangnya. Tapi, Yedam terikat janji yang harus ditepatinya.

●●●

Seluruh member berkumpul di ruang tengah dorm yang ditempati rapper sekaligus leader mereka. Tidak ada yang berani membuka suara. Headline yang muncul pagi ini di situs berita cukup mengejutkan untuk mereka.

TREASURE member, Yoon Jaehyuk caught dating with idol Kim So Young from GirlGroup A

Hyunsuk dan Jihoon selaku leader menatap tajam Yoon Jaehyuk yang menjadi pusat perhatian. Pemuda tampan itu menunduk dalam. Tatapan kesebelas member cukup mengintimidasinya.

“YOON JAEHYUK! APA KAU GILA?! APA KAU KEHILANGAN AKAL SEHATMU?! teriak Jihoon dengan nada tinggi. Tangannya mengepal berusaha menahan amarahnya yang meluap.

Hyunsuk menghembuskan nafas kasar. Bertanya dengan amarah tifak akan menghasilkan apa-apa.

“Jaehyuk-ah, apa berita ini benar? Aku tahu ini hidup pribadimu. Tapi, kenapa tidak pernah mengatakannya? Kau tahu untuk sementara agensi melarang kita untuk berpacaran. Lagipula kukira kau..Asahi.. Yedam. Ah bagaimana mengatakannya. Kukira wanita bukan prefensimu?”

Diam.

Jaehyuk tak bersuara sama sekali.

“Yoon Jaehyuk. Apakah belum cukup kau membuat masalah beberapa bulan belakangan? Masalahmu dengan Asahi membuat hubunganmu dengan member lain menjadi dingin. Lalu entah apa hubunganmu dengan Yedam sekarang. Lalu tiba-tiba kau berpacaran dengan idol dari grup lain? Apa yang kau pikirkan sebenarnya? Jawab aku Yoon Jaehyuk!”

Jihoon kembali menaikkan suaranya.

“Cukup Hyung!” teriak Jeongwoo tiba-tiba.

Sepuluh pasang mata menatap Jeongwoo dengan kening berkerut. Sementara Jaehyuk menatapnya dengan tatapan memohon sambil menggelengkan kepalanya pelan.

Di sisi lain Yedam menundukkan kepalanya. Memainkan lengan sweaternya yang terlihat lebih menarik sekarang.

Asahi menatap bingung kejadian yang sedang berlangsung di hadapannya. Entah sejak kapan hidupnya jadi sekacau ini.

“Sampai kapan kau akan terus diam dan menyimpan semuanya? Sampai kapan kau mau terus menanggung anggapan buruk member lain terhadapmu? Sampai kapan kau mau menderita sendiri? Dan sampai kapan kau mau membuat Sahi Hyung dan Yedam Hyung terluka karena ini semua? Sampai kapan, Jaehyuk Hyung?”

Jeongwoo mengucapkannya dengan cairan bening yang terus mengalir dari sepasang mata tajamnya.

Dirinya lelah menyimpan rahasia. Dirinya lelah berusaha menepati janji. Mau sampai kapan ditutupi karena nyatanya semakin disembunyikan semakin banyak hati yang harus menanggung luka.

Asahi menatap Jaehyuk yang masih menunduk. Apa lagi ini? Apa hal yang tidak diketahuinya selama ini?

“Haruskah aku yang mengatakannya?” tanya Jeongwoo lagi.

Helaan napas berat terdengar dari mulut Jaehyuk. Kali ini ia menegakkan kepalanya menatap satu per satu member yang sangat amat disayanginya. Fokusnya tertuju pada Asahi. Tatapan keduanya bertemu.

“Biar aku yang menjelaskannya,” ucap Jaehyuk singkat. Suaranya lirih dan terdengar lelah.

“Yoon Jaehyuk! Apa kau gila?! Kau ingin menghancurkan karirmu dan membermu?!”

Manager Hyung menaikkan nada bicaranya. Wajahnya memerah karena luapan emosi yang berusaha ditahannya. Tangannya melempar sembarang beberapa foto ke atas meja.

Mata Jaehyuk membulat sempurna melihat foto-foto tersebut. Foto-fotonya dengan Asahi. Foto-foto mereka ketika berkencan malam yang lalu. Jaehyuk menggenggam tangan Asahi. Satu foto memperlihatkan dirinya yang memegang sisi wajah Asahi kemudian memeluknya.

Jaehyuk menyadari kecerobohannya. Tapi dirinya tak menyangka wartawan mengambil gambar mereka berdua. Jaehyuk sudah berkali-kali memastikan hanya ada dirinya dengan Asahi malam itu. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi dan tempat yang dikunjunginya sangatlah sepi.

“Kau tahu? Jurnalis mengancam untuk merilis foto-foto ini asalkan aku bisa memberikan satu dating news sebagai gantinya. Siapakah yang harus dikorbankan menurutmu, Jaehyuk-ssi? Apakah Asahi?”

Jaehyuk menggertakkan giginya. Tangannya mengepal sempurna.

“Jangan pernah menyentuhnya. Jangan juga menyentuh member lainnya. Ini kesalahanku jadi biarkan aku yang menanggungnya.”

“Kau tahu dengan jelas apa resikonya dating news bagi seorang idol. Reaksi fans dan popularitasmu. Hal yang kau bangun selama ini bisa runtuh begitu saja.”

“Lalu aku harus mengorbankan yang lainnya? Membiarkan lainnya menanggung kesalahanku? Ini salahku jadi jangan membawa yang lain.”

“Tapi Asahi...”

“Sudah kubilang jangan membawanya ke dalam masalah ini. Aku mohon, Hyung, jangan pernah mengatakan hal ini pada Asahi. Aku tidak mau dirinya tahu dan merasa bersalah.”

Manager Hyung menatap iba Jaehyuk. Ia tahu betapa Jaehyuk menyayangi pemuda Jepang itu.

“Agensi akan merilis berita tentangmu besok.”

“Hyung, mungkin ini terdengar kurang ajar. Tapi bolehkah aku meminta waktu? Bisakah kau menyampaikannya pada agensi?”

“Apa permintaanmu? Aku akan coba menyampaikannya.”

“Aku butuh waktu. Jangan rilis berita itu besok. Aku butuh waktu sampai Asahi membenciku. Aku tak mau ia merasakan sakit karena masalah ini.”

“Berita yang muncul hari ini jauh lebih baik daripada berita yang seharusnya dirilis. Dengan berita ini, mungkin hanya karirku saja yang akan terpengaruh tapi tidak dengan kalian. Lebih baik begini bukan?”

Member lain menatap Jaehyuk tak percaya. Tidak pernah sedikitpun terbayang di benak mereka Jaehyuk melakukan semuanya untuk melindungi mereka.

“Maafkan aku... Maafkan aku juga sudah menyeret Jeongwoo dan Yedam ke dalam permainan memuakkan ini. Tapi, seharusnya aku berhasil kan?” ucap Jaehyuk menatap Asahi sendu.

“Kau sudah membenciku, kan, Sahi-ya? Aku sudah berusaha sekuat tenaga agar kau membenciku. Jadi, katakan bahwa usahaku tidak sia-sia. Katakan kau sudah membenciku.” lirihnya dengan air mata yang tidak mau berhenti mengalir.

Isakan lolos dari bibir Asahi. Hatinya terasa remuk. Merasa paling menderita namun ada yang lebih sakit darinya.

Asahi bangkit dari duduknya. Kakinya melangkah menghampiri Jaehyuk yang masih menatapnya dalam. Asahi menggenggam tangan Jaehyuk—mengelus punggung tangannya lembut.

“Kau tahu Jaehyuk-ah? Setiap hari aku berusaha membencimu. Berusaha memikirkan betapa buruknya perlakuanmu dan betapa menyakitkannya kata-katamu. Tapi sekeras apapun aku berusaha, aku tidak bisa membencimu. Nyatanya perasaanku tidak pernah berubah sama sekali sampai detik ini.”

Jaehyuk menatap Asahi tak percaya. Bagaimana bisa? Jika Asahi tidak membencinya lantas dirinya harus bagaimana?

“Yoon Jaehyuk, kau berusaha melindungiku dari rasa sakit tanpa mempedulikan dirimu sendiri. Pada akhirnya justru kita saling menyakiti. Aku tidak mau menjadi takut kemudian pasrah dengan keadaan. Aku tidak mau kau menghadapinya sendiri. Kita pernah berjanji untuk saling mendukung through thick and thin dan janji harus ditepati.”

“Jaehyukkie, kami ada di sini. Kau tidak sendiri,” yakin Hyunsuk seraya merengkuh Jaehyuk ke dalam pelukan eratnya.

Isaknya pecah. Meluapkan semua rasa sakit yang dipendamnya selama ini.

Treasure bukanlah Treasure jika bukan karena 12 member di dalamnya. Layaknya anggota tubuh, jika salah satu terluka, maka yang lainnya akan merasakan sakit juga. Layaknya anggota tubuh, mereka adalah satu kesatuan. Tidak mungkin terpisahkan.

●●●

Jaehyuk menatap langit malam dari atas gedung dorm. Cahaya lampu kota menerangi malam yang sunyi. Jaehyuk menghirup udara malam yang menyejukkan. Mengagumi cahaya lamput yang terhampar indah di batas pandangnya.

“Sudah ratusan kali rasanya melihat pemandangan ini selama lima tahun ini tapi aku tak pernah bosan,” ucap pemuda manis yang entah sejak kapan berdiri di sampingnya.

Jaehyuk menatap lembut Asahi. Mata pemuda manis itu terpejam membiarkan angin malam menerpa wajahnya. Sudah lama Jaehyuk tidak melihat Asahi sedekat ini. Melihat kesempurnaan ciptaan Tuhan yang begitu indah.

“Sahi-ya.”

“Hm?”

“Bolehkah aku mencintaimu lagi? Memulai semuanya dari awal? Aku tahu aku sudah menyakitimu. Jika aku sudah terlambatpun aku tidak akan memaksa.”

Asahi tersenyum lembut. Tangannya menangkup wajah tampan Jaehyuk.

“Memulai semuanya dari awal? Bagiku, kau dan aku tak pernah berakhir, Yoon Jaehyuk. Aku mencintaimu dan akan selalu begitu. Jangan lari lagi dan jangan pernah coba untuk menghadapinya sendiri. Apapun itu.”

Jaehyuk meraih dagu Asahi dan mengecup bibir manis itu lembut. Menciumnya dalam menyalurkan semua rasa rindu dan cintanya di sana.

“Maafkan aku yang bodoh ini yang berlari pergi dari hidupmu dan mengira semua akan menjadi baik untukmu. Seakan bertindak sebagai Tuhan yang mengetahui segala sesuatu. Nyatanya aku menyakitimu lebih dalam. Dan aku menyesali setiap detiknya.”

Jaehyuk memeluk erat pemuda manis yang menjadi poros dunianya.

“Kau adalah poros duniaku. Layaknya poros, duniaku berputar di sekitarmu. You are the axis of my life around which I wanna rotate throughout my lifetime, with your eyes being the center of gravity that constantly pulls me towards you. I love you, Hi-kun.”

End.

●●●

Title: Two Souls

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Storyline:

Asahi mengerutkan dahinya melihat sebuah surat dengan amplop coklat muda yang terselip di laci mejanya. Mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas yang masih tak berpenghuni. Asahi memang selalu datang paling pagi. Ia akan duduk di meja favoritnya di sudut belakang kelas kemudian mendengarkan musik. Jadi, siapa yang menaruh surat ini di lacinya?

Asahi membukanya surat itu perlahan. Deretan tulisan tertera di sana.

“Sinar matahari senja yang masuk melalui jendela kelas membuat surai hitammu berwarna kecoklatan. Hari itu kau tersenyum kecil sambil melihat keluar jendela. Menatap langit oranye kala itu. Aku rasa itu pertama kalinya aku melihatmu benar-benar tersenyum. Tersenyumlah lebih sering lagi, Asahi. Kau tidak akan pernah tahu senyummu mampu mengobati luka seseorang”

Otaknya berpikir keras tatkala membaca deretan kalimat di surat itu. Sudah pasti yang menulisnya satu sekolah bahkan satu kelas dengannya. Tapi siapa? Asahi jarang berinteraksi dengan teman-teman sekelasnya jika memang tidak diperlukan. Mereka mengatakan Asahi pemuda yang dingin. Nyatanya, ia hanya merasa kaku dan bingung untuk memulai percakapan, merasa tak nyaman di tengah keramaian.

Asahi buru-buru melipat surat yang berada di genggamannya tatkala melihat beberapa siswa mulai memenuhi ruang kelas. Memasang earphonenya berusaha menghalau riuh ramai suasana kelasnya yang seketika membuat kepalanya terasa pening. Terlalu berisik.

Ketenangannya kembali terganggu ketika seorang pemuda tampan dengan beberapa tindikan di telinga kanan dan kirinya memasuki ruangan kelas. Wajahnya datar, seragamnya berantakan, dan jangan lupakan memar di tulang pipi dan sudut bibirnya.

Yoon Jaehyuk.

Si pembuat onar. Tukang berkelahi. Berandalan sekolah. Satu-satunya penghuni kelas yang membuat beberapa guru pusing dibuatnya.

Asahi benar-benar jengah melihat tingkah Jaehyuk setiap hari. Tidak pernah satu haripun Jaehyuk tidak membuat masalah. Asahi hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan berusaha menghiraukan Jaehyuk yang sialnya kini berjalan menghampirinya.

“Hai manusia robot!” sapanya dengan smirk yang terbentuk di sudut bibirnya.

Diam.

Asahi tak mau menggubris sama sekali. Asahi memutar bola matanya malas, mengganti fokusnya ke arah lain. Asahi tidak mau buang-buang waktu menanggapi Jaehyuk. Toh Asahi sudah terbiasa kok dengan panggilan itu.

Manusia robot.

Ice prince.

Asahi tak peduli. Yang ia inginkan adalah cepat-cepat lulus dari sekolah kemudian masuk ke universitas favoritnya.

***

Lagi, amplop coklat itu terselip di laci mejanya keesokan harinya. Asahi bingung setengah mati. Merasa konyol karena seakan punya penggemar rahasia seperti di film-film yang biasa ditontonnya.

Dirimu lebih banyak diam. Kau dan kepribadianmu yang kaku. Seakan hanya ada kau dan duniamu sendiri. Aku ingin mengatakan jadilah dirimu sendiri. Mereka hanya tak tahu bagaimana dirimu. Mereka tak pernah melihat perlakuan baikmu ketika menolong guru, tidak juga melihatmu senyummu ketika berusaha menenangkan anak kecil yang menangis di depan sekolah kemarin. Tersenyumlah lebih sering lagi. Senyummu membuatku kuat. Sebentar lagi ujian kelulusan tiba, jika hari terasa semakin berat, kau bisa bicara denganku melalui surat ini.

Dahi Asahi berkerut.

Siapa sebenarnya yang menulis ini? Orang ini pasti sangat dekat dengannya. Bahkan memperhatikan gerak-geriknya.

Stalker? Apakah orang ini penguntit? Jujur Asahi merasa sedikit takut sekarang. Tapi, jika dibaca dari suratnya sepertinya orang ini terlihat baik?

Asahi menggelengkan kepalanya berusaha membuyarkan pikirannya.

“Apa aku balas saja?” gumamnya pelan.

Asahi duduk di kursinya kemudian merobek secarik kertas dari buku tulisnya kemudian mulai menulis di sana.

Kau ini siapa? Jika ingin berbicara denganku, kenapa tidak langsung mengatakannya? Senyumku membuatmu kuat. Begituhkah? Apapun yang kau hadapi, kau harus menjadi kuat. Bukan karena senyumku.

Asahi melipatnya rapi kemudian meletakkannya di laci mejanya. Sedetik kemudian kembali larut dalam dunianya. Menatap langit cerah dari luar jendela dengan earphone di telinganya. Senyum tipis terlukis di bibirnya. Sama sekali tak menyadari ada hati yang terasa hangat ketika melihat senyum itu. Sama sekali tak sadar selalu ada seseorang yang memperhatikannya. Selalu ada seseorang yang fokusnya tak beralih sedikitpun ketika melihat senyum di bibirnya.

***

Begitulah seterusnya setiap hari. Surat-surat itu selalu muncul setiap pagi dan Asahi selalu membalasnya untuk kemudian kembali lagi menemukan balasan suratnya di keesokan paginya.

Asahi tak menyangka dirinya akan sebahagia ini memiliki 'teman bicara'. Meski tidak secara langsung tapi Asahi menyukainya. Ia bisa menuangkan pikiran dan perasaannya. Jujur saja terasa nyaman karena tidak perlu bertatap muka.

Berminggu-minggu berkomunikasi melalui surat membuatnya banyak tahu tentang sosok misterius ini. Sosok ini sangat menyukai susu pisang, suka membaca komik One Piece, anak tunggal di keluarganya. Ironisnya, sosok misterius ini ternyata manusia kesepian. Ia bilang terkadang orang-orang tidak tahu apa-apa tapi dengan mudah menghakimi lantas merasa paling benar karena cara hidupnya tidak sesuai dengan perspektif mereka. Ia bilang sendiri adalah hal yang terbaik untukknya. Sepi adalah dunianya.

Asahi menghela napas panjang ketika pagi ini tidak menemukan surat di laci mejanya. Ada perasaan kecewa di sana sekaligus bingung. Asahi berusaha tak ambil pusing. Bahkan ia tidak tahu siapa penulisnya tapi entah kenapa hatinya terasa khawatir.

Asahi berjalan ke taman belakang sekolah ketika ia melihat sosok familiar di sana. Seorang pemuda duduk meringkuk bersandar pada tembok di belakangnya. Tangannya meremas perut.

Mata Asahi membulat ketika melihat noda darah di pelipis pemuda itu. Pemuda itu mengangkat kepalanya sedikit membuat wajahnya terlihat lebih jelas.

'Yoon Jaehyuk?!' seru Asahi dalam hati.

Bimbang dan ragu memenuhi hatinya. Apakah harus menolongnya? Tapi bagaimana jika orang yang baru saja berkelahi dengan Jaehyuk muncul lagi?

Asahi teringat akan salah satu surat dari sosok misteriusnya. Tentang orang yang tidak tahu apa-apa namun dengan mudah menghakimi. Seharusnya Asahi tidak menjadi seperti itu kan? Menghakimi tanpa bertanya. Bagaimanapun Jaehyuk teman sekelasnya bukan?

Asahi menghampiri Jaehyuk ragu.

“J-jae..,“panggilnya pelan.

Sementara yang dipanggil membatu sekarang. Terkejut melihat siapa yang baru saja memanggilnya.

Hamada Asahi. Si pemuda dingin.

Asahi berjongkok di depannya memperhatikan luka-luka di wajahnya.

“Apa kau baik-baik saja?”

“Apa pedulimu?!” dengus Jaehyuk malas.

Tidak boleh. Asahi tidak boleh terlihat bersamanya. Asahi harus pergi dari sini.

Asahi menatap Jaehyuk malas.

'Kenapa kasar sekali. Dasar tidak tahu terima kasih!' rutuknya dalam hati.

“Kita ke UKS ya. Diobati lukanya.”

Asahi berusaha bersabar. Padahal ingin rasanya memukul kepala pemuda pembuat onar ini.

“Jangan mencampuri urusan orang lain. Lebih baik kau pergi,” balas Jaehyuk dengan nada dingin.

Asahi menatap Jaehyuk tak percaya. Benar-benar menyebalkan. Ini maunya kan? Bukan karena Asahi yang tidak mau menolongnya.

“Dasar tidak tahu terima kasih!” seru Asahi kesal kemudian berlalu meninggalkan Jaehyuk.

Jaehyuk menatap nanar punggung Asahi yang menjauh. Sejurus kemudian air mata mengalir dari kedua matanya. Memeluk dirinya sendiri sambil sesekali meringis kesakitan. Spertinya tulang iganya retak.

“Lebih baik seperti ini kan? Sendiri adalah hal yang baik untuk diriku kan?” ucapnya lirih.

Asahi mendengar lirihan Jaehyuk. Dirinya tidak benar-benar pergi. Terdengar gila tapi Asahi tak tega meninggalkan Jaehyuk sendiri dengan luka-luka seperti itu. Jadilah dirinya memperhatikan Jaehyuk dari sudut taman berjaga-jaga jika tiba-tiba pemuda itu ambruk.

Asahi melihat air mata itu. Mendengar tangis itu. Mendengar lirihan itu. Sendiri adalah hal yang terbaik untuk diri Jaehyuk? Kenapa terasa familiar? Kata-kata yang tertulis di surat itu menari-nari di pikirannya. Entah kenapa hati Asahi berdenyut sakit. Melihat pemuda yang ditakuti seantero sekolah itu meringkuk sendiri dengan luka-luka di wajahnya dan air mata di wajahnya.

Setelah dirinya sedikit tenang, Jaehyuk mengeluarkan sesuatu dari tas ranselnya. Senyum kecil menghiasi bibir penuhnya.

Banana milk!

“Terserah kalau tidak mau ke UKS, tapi diobati,” ucap sesorang tiba-tiba seraya membawa kotak P3K kemudian memposisikan dirinya di samping Jaehyuk.

Mata Jaehyuk membulat. Ia kira Asahi benar-benar pergi. Lantas mengapa kembali? Dan kenapa harus duduk sedekat ini?

Asahi melirik susu pisang di tangan kiri Jaehyuk. Matanya beralih pada tas ransel Jaehyuk yang setengah terbuka. Matanya memicing ketika melihat beberapa amplop coklat yang mirip sekali dengan amplop surat yang diterimanya selama ini.

Ya Tuhan sekarang dirinya benar-benar merasa Jaehyuk mirip seperti sosok misterius yang menulis surat untuknya selama ini. Namun buru-buru Asahi mengusir pikiran itu dari otaknya. Tidak mungkin Jaehyuk melakukannya. Asahi harus ingat bahwa Jaehyuk adalah berandalan sekolah. Menulis surat? Cih, tidak mungkin.

“Diam sebentar dan jangan banyak bicara. Aku akan obati lukamu lalu pergi. Tolong sekali ini saja jangan menjadi orang menyebalkan,” titah Asahi tegas sambil menuang alkohol di kapas untuk membersihkan luka Jaehyuk.

Jaehyuk meringis ketika cairan alkohol menyentuh lukanya. Sakit tapi dirinya sudah terbiasa. Jaehyuk memandangi wajah serius Asahi yang berjarak cukup dekat. Mata teduh itu, bulu mata lentiknya, hidung mancungnya, bibir mungilnya. Jantung Jaehyuk berdebar cepat sekarang.

“Sudah selesai. Aku pergi.”

Asahi merapikan kotak P3K yang ia gunakan kemudian beranjak pergi.

Jika bisa, Jaehyuk ingin menahannya namun ia mengurungkan niatnya. Begini lebih baik.

***

Hari-hari berikutnya surat itu tak pernah datang lagi. Bahkan ketika Asahi yang memulai terlebih dahulu namun nihil. Laci mejanya tetap kosong keesokan paginya. Asahi menghela napas kasar. Kecewa. Namun entah pada siapa. Bahkan Asahi tidak mengenal siapa yang mengirimnya surat.

Asahi melangkahkan kakinya malas menuju sekolah. Sejak surat itu tidak ada lagi, Asahi jadi tidak semangat berangkat sekolah. Katakan dirinya bodoh. Padahal sebelumnya juga surat-surat itu tidak pernah ada.

“Jaehyuk Hyung jangan berkelahi lagi. Jeongwoo tidak apa-apa.”

Langkah kakinya terhenti seketika mendengar nama yang sangat ia kenal. Mengarahkan fokusnya pada dua manusia yang berdiri di depan sebuah gang kecil yang tak terawat. Cukup dekat baginya untuk mendengar percakapan keduanya.

Jaehyuk dan seorang anak kecil berdiri di sana. Jaehyuk yang penuh luka dan pakaian anak kecil itu yang terlihat kotor.

“Mana mungkin Hyung tidak berkelahi? Hyung sudah janji untuk terus melindungimu.”

“Appa Jeongwoo jahat! Jeongwoo sudah biasa dipukul tapi kenapa Appa harus menyakiti Jaehyuk Hyung juga. Hiks...”

Anak kecil dengan nama Jeongwoo itu mulai menangis. Melingkarkan tangannya di leher Jaehyuk. Memeluknya erat.

“Jeongwoo tinggal dengan Hyung saja, ne? Pergi dari rumah itu. Tinggal bersama Hyung. Hyung juga kesepian hidup sendiri.”

Jeongwoo menggeleng.

“Kasihan Appa sendirian. Eomma pergi. Appa sendirian. Appa sedih.”

Jaehyuk hanya bisa memeluk erat anak manis di hadapannya. Kagum akan kebaikan hati Jeongwoo. Disakiti dan dipukuli oleh Appanya sendiri namun tetap menyayangi Appanya.

Andai Jaehyuk memiliki keluarga seperti Jeongwoo. Yang tidak meninggalkannya sendirian. Yang tidak mau melihatnya bersedih.

“Hyung tidak bisa memaksa tapi Hyung akan melindungi Jeongwoo. Selalu. Pegang ponsel ini. Tekan nomor 1 jika Appa Jeongwoo memukuli Jeongwoo lagi eum? Hyung akan segera datang untuk menyelamatkan Jeongwoo.”

Jaehyuk mengacak rambut anak kecil manis yang masih berada di pelukannya.

“Hyung harus pergi sekolah. Nanti sore kita makan es krim bersama eum? Bagaimana? Jeongwoo suka?”

Jeongwoo mengangguk semangat. Matanya berubah sendu melihat wajah Jaehyuk yang penuh lebam.

“Ta-tapi... wajah Hyung.. Obati dulu!”

Jaehyuk terkekeh pelan.

“Hyung tidak apa. Nanti Hyung akan obati. Hyung pergi dulu, ya. Nanti sore Hyung jemput Jeongwoo.”

Jeongwoo melambaikan tangannya semangat. Mencium kening Hyung yang ia sayangi dengan lembut. Sesekali meniup luka di pelipis Hyungnya. Jeongwoo yakin luka itu pasti perih.

Jaehyuk tersenyum lembut. Tidak peduli berapa luka atau lebam yang harus ia dapatkan setiap hari asalkan Jeongwoo tidak terluka sama sekali.

Jaehyuk merapikan seragamnya. Tangannya menyentuh pelipis dan sudut bibirnya yang berdarah. Jaehyuk melangkahkan kakinya ketika maniknya beradu tatap dengan manik teduh milik pemuda manis yang berdiri menatapnya dengan wajah datar.

Asahi.

Berdiri dengan jarak 50cm di depannya. Menatapnya dalam. Sejak kapan Asahi berdiri di situ? Apa Asahi melihat semuanya? Ingin rasanya Jaehyuk lari namun kakinya terpaku di sana.

Asahi mendekat ke arahnya.

“Sendiri adalah hal terbaik untukku kan?”

“Orang-orang mudah menghakimi tanpa tau hal yang sebenarnya.”

“Aku suka susu pisang.”

“Senyummu menguatkanku.”

“Jangan kira aku tidak melihat amplop-amplop cokelat di ranselmu pagi itu ketika aku mengobatimu.”

Semakin lama langkah Asahi semakin dekat. Kata-kata yang diucapkan Asahi membuat Jaehyuk mematung sempurna. Matanya menatap tajam Jaehyuk. Tak beralih sedikitpun.

'Apakah Asahi mengetahuinya sekarang?' kata Jaehyuk dalam hati.

“Kau kan yang menulis semua surat itu?” tanya Asahi yang kini benar-benar tepat berada di hadapannya.

Diam.

Jaehyuk mengatupkan bibirnya. Haruskah ia mengelak?

“Aku kira kau ini berandalan sekolah. Harusnya tidak mungkin menjadi pengecut kan? Jawab aku dengan jujur. Kumohon.”

Jaehyuk menatap Asahi. Suara Asahi berubah lirih. Maniknya berkaca-kaca.

“Jika aku yang menulisnya, lantas kenapa? Tidak penting bukan?”

Jaehyuk mengepalkan tangannya. Menahan degup jantungnya yang berpacu lebih cepat.

Asahi menghambur ke dalam pelukan Jaehyuk. Isakan lolos dari bibirnya.

Jaehyuk kaget setengah mati. Reaksi tiba-tiba Asahi membuatnya semakin tak berkutik. Pemuda manis ini memeluknya. Apakah ini mimpi? Jika iya, Jaehyuk harap Jaehyuk tak usah terbangun lagi.

“Jangan berpura-pura lagi, Jaehyuk-ah. Tidak penting katamu? Surat itu yang selalu aku tunggu setiap pagi. Kenapa tidak pernah mengatakannya secara langsung?”

Jaehyuk menghela napas panjang. Memejamkan matanya sebentar. Kepalanya terasa berdenyut. Entah karena lukanya atau karena kejadian yang terlalu mendadak ini.

“Aku ini berandalan sekolah. Jika aku menghampirimu secara langsung, kau bisa dianggap buruk oleh guru-guru. Aku tidak mau itu.”

“Tapi nyatanya kau bukan berandalan. Luka-luka ini bukan karena kau berkelahi layaknya berandalan. Tapi karena kau melindungi anak itu. Kenapa tidak pernah mengatakan yang sebenarnya?” tanya Asahi sambil melihat lebam dan darah yang mengering di pelipis dan sudut bibir Jaehyuk. Air mata mendesak keluar begitu saja dari maniknya.

Siapa yang sangka? Berandalan sekolah yang ditakuti ini ternyata begitu bodoh? Siapa yang sangka pembuat onar ini ternyata bermain peran? Membuat satu sekolah tertipu. Membuat dirinya dicap buruk begitu saja.

“Mereka tidak pernah bertanya. Mereka langsung berasumsi dan menghakimi. Ingat kataku kan? Menghakimi tanpa tahu yang sebenarnya. Percuma, mereka tidak akan percaya jika aku bilang aku berkelahi karena melindungi seorang anak kecil. Berkelahi berarti pembuat masalah.”

Asahi menatap Jaehyuk sendu. Dalam hati membenarkan apa kata Jaehyuk. Bahkan dirinya sendiri juga ikut menganggapnya berandalan.

“Maafkan aku, Jaehyuk-ah. Aku tidak ada bedanya dengan mereka. Menganggapmu pembuat onar.”

Jaehyuk tersenyum lembut, menghapus jejak air mata di pipi putih Asahi.

“Berhenti menangis. Tersenyumlah. Senyummu yang menguatkanku selama ini. Aku hidup sendiri tapi ketika melihat dirimu yang tersenyum menatap langit senja sore itu hatiku menghangat. Di saat orang lain tidak mau mendengar, kau mau membaca bahkan membalas surat-suratku. Di saat orang lain tak peduli, kau kembali untuk menolongku bahkan ketika aku menyuruhmu pergi saat itu. Asahi tidak sama dengan yang lain.”

Asahi tersenyum kecil melihat Jaehyuk yang menatapnya lembut.

“Jaehyuk juga berbeda dengan yang lain. Jaehyuk tidak sama dengan mereka. Jaehyuk lebih berharga dari itu. Di saat yang lain berkata aku orang yang dingin tapi kau menyuruhku menjadi diri sendiri. Mereka tidak tahu diriku yang sebenarnya.”

Jaehyuk diam. Banyak kata-kata yang di kepalanya sekarang yang ingin ia ungkapkan. Tidak pernah terbayangkan sedikitpun Asahi mengatakan hal indah seperti itu. Jaehyuk berharga.

Jaehyuk tampak berpikir sebentar. Ragu tapi Jaehyuk tak ingin menjadi pengecut. Jaehyuk meraih tangan kurus Asahi. Menghembuskan nafasnya berusaha menetralkan detak jantungnya.

“Aku menyukaimu, Asahi. Aku harap kau tidak perlu keberatan dengan perasaanku. Aku hanya ingin mengatakannya agar tidak ada penyesalan.”

Asahi menatap tangannya yang digenggam Jaehyuk. Jaehyuk menyukainya? Apakah Asahi merasakan yang sama? Jantungnya memang berdegup kencang sekarang tapi apakah perasaan ini benar adanya?

Jaehyuk melihat Asahi yang terdiam. Ia mengerti ini semua terlalu mengejutkan untuk Asahi.

“Hei.. tidak perlu dijawab sekarang, Sahi-ya. Aku sudah bilang tidak perlu terbebani.”

“Beri aku waktu untuk memikirkan dan meyakinkan perasaanku sendiri.”

Jaehyuk menangkup kedua pipi Asahi.

Take your time. Kau punya banyak waktu untuk memikirkannya. Tidak perlu terburu-buru. Biar cinta menemukan jalannya sendiri. Tanpa paksaan.”

Asahi mengangguk pelan.

“Sekarang kita ke rumah sakit.”

“Untuk apa?”

“Lihat wajahmu penuh luka seperti itu. Aku yakin masih lebih banyak lagi luka di tubuhmu. Kita ke rumah sakit. Jangan membantah!”

“Tapi..sekolah..”

“Percuma. Kita sudah telat 1 jam. Lebih baik bolos sekalian,” kata Asahi dengan mudahnya.

Asahi menarik lengan Jaehyuk. Memaksa pemuda itu mengikutinya. Asahi mengulum senyum manisnya. Jaehyuk menatap lengannya yang berada di genggaman pemuda manis yang berjalan sedikit di depannya.

Mereka bagai dua jiwa hilang yang saling menemukan. Masing-masing dengan lukanya. Masing-masing dengan kerapuhannya. Terhubung garis takdir untuk saling menjaga.

End.

Title: Be Your Christmas

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Storyline:

Asahi memandangi salju yang turun dari luar jendela kamarnya. Sesekali menyesap segelas cokelat hangat yang masih mengepul. Beberapa pejalan kaki berlalu-lalang di luar sana. Asahi menghela napas panjang. Matanya mendadak sayu.

Rindu rumah.

Asahi rindu rumah dan keluarganya. Natal kali ini pun dirinya tak bisa pulang ke Jepang karena keadaan yang tidak memungkinkan.

Asahi memejamkan kedua matanya. Mencoba mengingat kebiasaan yang dirinya dan keluarganya lakukan ketika malam Natal. Mereka akan berkumpul dan menikmati masakan rumah Ibunya yang jujur saja sudah lama tidak ia rasakan.

Helaan napas terdengar kembali untuk kesekian kalinya. Bagaimanapun juga Asahi tidak bisa berbuat apa-apa bukan?

“Kau sudah berkali-kali menghela napas. Apa yang mengganggumu, eum?” tanya seseorang yang sedari tadi sudah berada di dalam kamarnya.

Yoon Jaehyuk.

Pemuda asal Korea itu mendudukkan diri di sampingnya. Menatapnya dalam.

“Aku rindu rumah,” jawab Asahi singkat.

Jaehyuk menatap sendu pemuda manis asal Jepang di sebelahnya. Ia tahu betapa Asahi merindukan rumah dan keluarganya. Asahi sering mengatakan itu. Bahkan Jaehyuk ingat harapan terbesarnya di tahun ini adalah pulang ke Jepang.

“Sahi-ya...Mungkin aku dan yang lain tidak dapat menggantikan keluargamu. Aku tahu betapa dirimu, Mashi, Ruto dan Yoshi sangat rindu rumah. Tapi, setidaknya kau tidak sendiri. Ada aku,” ucap Jaehyuk tulus.

“Kau pasti akan pulang ke rumahmu, kan? Menghabiskan waktu dengan keluargamu.”

Jaehyuk menggeleng pelan. Sementara Asahi dibuat kaget dengan reaksi Jaehyuk.

“Kau tidak pulang?” tanya Asahi lagi.

“Tidak untuk hari ini. Aku tidak mau kau kesepian di hari Natal. Aku masih bisa pulang di lain hari. Waktu libur yang diberikan agensi cukup banyak.”

Asahi menatap Jaehyuk tak percaya. Jaehyuk melakukan ini untuknya? Entah berapa banyak lagi kebaikan dari seorang Yoon Jaehyuk yang layak Asahi terima. Kadang Asahi merasa belum berbuat banyak untuk Jaehyuk.

“Gomawo, Jaehyukkie.”

Asahi tersenyum lembut. Lesung pipi muncul di kedua pipinya.

Manis.

Jaehyuk mengacak surai hitam Asahi. Mengelusnya dengan sayang.

“Mau mencoba bungeoppang? Aku janji akan mengajakmu waktu itu.”

Asahi mengangguk semangat. Apapun itu. Asalkan dengan Jaehyuk.

Jaehyuk tertawa kecil melihat tingkah Asahi yang menggemaskan. Hatinya menghangat melihat pemuda manis ini. Jaehyuk akan melakukan apapun asalkan Asahi tetap tersenyum.

***

Jaehyuk tertawa melihat yang makan seperti anak kecil. Isian kacang merah dari bungeoppang yang berada di genggamannya mengotori sudut bibirnya.

“Kau ini makan seperti anak kecil. Apakah kau suka?” tanya Jaehyuk. Tangannya terulur membersihkan sudut bibir Asahi.

Asahi mengangguk kecil dengan senyum lebarnya. Matanya membentuk bulan sabit.

Jaehyuk ingin waktu berhenti sekarang juga. Mengagumi pemandangan yang berada tepat di hadapannya. Senyum itu. Jaehyuk ingin lihat senyum itu lebih banyak lagi.

“Apa yang paling kau rindukan dari Jepang ketika hari Natal?”

“Rindu rumah sudah pasti. Kami akan menghias pohon Natal bersama lalu aku akan bermain dengan adikku semalaman. Yang paling aku rindukan adalah masakan Ibuku.”

Wajah Jaehyuk berubah sendu tatkala melihat manik Asahi yang berkaca-kaca.

Sejurus kemudian menarik Asahi ke dalam pelukannya. Mengelus punggung sempit itu berusaha menenangkan Asahi.

“Jangan menangis. Ada Jaehyuk di sini. Di hari Natal harusnya kau bahagia jadi jangan menangis eum?”

Asahi mengangguk. Masih membenamkan wajahnya di dada bidang Jaehyuk. Semakin mengeratkan pelukannya. Jika tidak ada Jaehyuk, dirinya tidak tahu harus bagaimana. Asahi bukan orang yang mudah terbuka tapi dengan Jaehyuk, Asahi membiarkan tembok pertahanannya runtuh. Membiarkan pemuda Korea itu masuk ke dalam hidupnya. Bahkan hatinya.

***

Asahi melirik jam di kamarnya. Jam 9 malam. Asahi tertidur setelah pergi dengan Jaehyuk tadi. Padatnya aktivitas Treasure belakangan ini membuat tubuhnya terasa lelah. Beruntung ia dan member lainnya diberikan waktu istirahat.

Asahi membuka pintu kamarnya ketika indra penciumannya menangkap aroma yang entah mengapa terasa familiar. Aroma masakan Ibunya. Tapi bagaimana mungkin? Dirinya masih di Korea sekarang dan Ibunya juga tidak mungkin ke sini.

Maniknya menangkap Jaehyuk yang sedang berkutat di dapur dengan apron biru tua melingkar sempurna di pinggangnya.

“Jaehyuk?“panggilnya ragu.

Jaehyuk menoleh dan tersenyum kecil.

“Ah kau sudah bangun. Nyenyak tidurnya? Kau terlihat lelah sekali tadi.”

Jaehyuk masih sibuk berkutat dengan peralatan masaknya. Sesekali mengaduk sup yang berada di dalam panci.

“Apa yang kau lakukan, Jaehyukkie?” tanya Asahi bingung. Kakinya melangkah mendekat ke arah Jaehyuk.

Apa yang dilihatnya membuat matanya membulat sempurna. Grilled mackerel, nikujaga (meat and potato stew), miso soup serta semangkuk nasi tertata rapi di atas pantry.

“Kau membuat semua ini?”

Asahi menatap Jaehyuk tak percaya. Ia yakin dirinya akan menangis sebentar lagi. Terharu dengan apa yang dilakukan Jaehyuk untuknya.

Jaehyuk menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Kepalanya sedikit menunduk karena malu.

“Kau bilang kau paling rindu masakan Ibumu. Aku tahu mungkin apa yang kubuat sekarang jauh dari kata mirip seperti buatan Ibumu. Tapi, setidaknya masakan ini bisa mengobati sedikit rasa rindumu. Aku harap rasanya tidak begitu buruk.”

Asahi menghambur ke dalam pelukan Jaehyuk. Tangannya melingkar di leher Jaehyuk, memeluknya erat. Asahi merasakan matanya memanas. Air mata memaksa menyeruak dari pelupuk matanya.

“Terima kasih, Jaehyukkie. Terima kasih. Aku tidak peduli bagaimanapun rasanya. Aku akan memakannya sampai habis. Apa yang kau lakukan... entah apa yang ada di pikiranmu sampai kau rela menyiapkan semua ini.”

Jaehyuk tersenyum lembut. Ia bisa merasakan apronnya terasa basah. Asahi sedang menangis sekarang. Tangannya mengelus surai halus Asahi kemudian mengecup pucuk kepala pemuda yang lebih pendek darinya.

Jaehyuk melepaskan pelukannya. Memandang wajah Asahi yang memerah karena terlalu banyak menangis. Tangannya terulur menangkup kedua pipi putih itu berusaha menghapus jejak air mata yang tersisa.

“Aku melakukannya karena aku ingin melihat senyummu. Aku sedih melihat tatapan sendumu setiap kali kita membicarakan Jepang dan rumah. Aku hanya ingin membuatmh bahagia, Sahi-ya. Hanya ini yang bisa aku lakukan. Kau tahu kenapa aku selalu menonton video memasak di Youtube? Aku ingin bisa memasak masakan Jepang untukmu. Meski tidak seenak buatan Ibumu, tapi setidaknya bisa membuatmu merasa di 'rumah'. Jadi, jangan menangis lagi eum? Tersenyumlah untukku.”

Asahi menatap dalam manik bening Jaehyuk. Sorot mata lembut dan kata-kata tulus itu membuat hatinya terasa penuh. Sedetik kemudian senyum merekah di bibir tipisnya. Ia ingin tersenyum untuk Jaehyuknya.

“Kita makan bersama, ne?”

Jaehyuk menghidangkan satu per satu hasil masakannya di meja makan kemudian menarik lembut lengan Asahi untuk duduk di sampingnya.

“Makanlah. Aku harap kau menyukainya.”

“Tidak mungkin aku tidak menyukainya.”

Hati Jaehyuk melompat senang. Semua usahanya terbayar ketika senyum manis itu kembali menghiasi wajah Asahi.

***

Jaehyuk dan Asahi menatap pohon natal kecil yang baru saja selesai mereka hias. Kelap kelip lampu warna warni menghiasi pohon kecil itu.

“Hari ini kau benar-benar mengejutkanku, Jaehyukkie. Aku bahkan tidak tahu kapan kau membeli pohon natal ini,” kata Asahi seraya mengalihkan pandangannya pada pemuda di sampingnya.

“Ketika kau tertidur tadi aku buru-buru pergi untuk membeli semuanya,” jawab Jaehyuk. Fokusnya masih tertuju pada pohon Natal yang berdiri kokoh di hadapannya.

Asahi hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sekali lagi dibuat tidak percaya dengan apa yang Jaehyuk lakukan untuknya.

“Sahi-ya...”

“Hm?”

“Ini Natal pertamamu yang kau rayakan denganku. Apa kau senang?”

Asahi menjawabnya dengan anggukan.

“Aku tahu mungkin ini tidak bisa menggantikan malam Natal yang biasa kau rayakan dengan keluargamu. But, at least for this year, let me be your Christmas, Hi-kun.”

Jaehyuk menatap dalam manik Asahi. Menangkup wajah manis itu kemudia menautkan bibir keduanya. Mengecup bibir mungil itu lembut.

I love you and Merry Christmas, Hamada Asahi.”

Jaehyuk hendak melepaskan tautan bibirnya ketika Asahi menahan wajahnya. Pemuda manis itu kembali menciumnya dalam.

Tautan bibirnya terlepas ketika merasakan oksigen yang mulai menipis. Manik Asahi bertemu dengan manik teduh Jaehyuk. Menatap kedua pasang mata itu dalam.

“Ini Natal terindahku karena dirimu. I love you, Yoon Jaehyuk, my Christmas. Tidak hanya untuk tahun ini tapi di tahun-tahun mendatang, aku juga ingin selalu ada Jaehyuk.Merry Christmas, Jaehyukkie.

End.

Title: Picture Perfect

Pairing: Jaehyuk/Asahi

Song to listen to: One Direction – Little Things

Storyline:

Your hand fits in mine like it's made just for me But bear this mind, it was meant to be

Jaehyuk melirikkan matanya ke arah pundaknya. Melihat Asahi yang sedang tertidur lelap di sana. Wajah polos terlihat damai dengan mata terpejam. Bulu mata lentiknya membingkai sempurna kelopak matanya.

Hari ini jadwal mereka hingga larut malam. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 1 pagi sekarang. Wajar jika Asahi sudah terlelap seperti ini. Matanya melirik Yedam dan Junghwan yang sedang sibuk dengan ponsel masing-masing. Sementara Manager Hyung sedang fokus menyetir.

Jaehyuk mengarahkan matanya ke arah jendela mobil. Salju turun perlahan di luar sana. Lampu-lampu kecil yang tergantung di dahan pohon menambah indah malam menuju pagi itu.

Netranya kembali fokus pada pemuda mungil di sampingnya yang tidak bergerak sama sekali. Jaehyuk tersenyum lembut kemudian merapatkan jaket tebal Asahi agar pemuda manis ini tetap hangat.

Fokusnya terarah pada tangan kiri Asahi yang berada di atas pahanya. Pandangannya melembut. Tangan kanannya bergerak menautkan jari-jari keduanya. Menggenggam erat tangan yang jauh lebih mungil darinya yang terasa pas dalam genggamannya. Ibu jarinya mengelus lembut punggung tangan Asahi.

Tangan ini. Tidak akan pernah ia lepaskan.

And I'm joining up the dots with the freckles on your cheeks And it all makes sense to me

Tangan kiri Jaehyuk menyingkirkan surai halus milik Asahi yang menutupi dahinya. Mengagumi kesempurnaan yang ia lihat sekarang. Senyum terlukis di bibir penuhnya ketika melihat bekas kemerahan di pipi Asahi. Jaehyuk ingat betul beberapa hari lalu Asahi mengeluh terus menerus tentang pipinya yang terasa gatal akibat alergi ringan. Bagaimana pemuda itu khawatir akan terlihat jelek di depan kamera.

Tidakkah Asahi tahu? Asahi akan tetap terlihat sempurna di mata seorang Yoon Jaehyuk. Dan Jaehyuk tidak akan pernah bosan meyakinkan Asahi tentang hal itu.

***

I know you've never loved The crinkles by your eyes when you smile You've never loved your stomach or your thighs

Asahi tertawa lepas sambil menepuk kedua tangannya melihat Junghwan yang melalukan tingkah anehnya.

Ruang tengah dorm di akhir pekan memang selalu ribut. Semua member akan berkumpul dan apa yang bisa diharapkan dari 12 laki-laki yang hidup bersama? Ketenangan bukan salah satunya.

Jaehyuk menatap Asahi dari sudut ruang tengah. Telinganya menangkap suara tawa lepas dari pemuda manis itu. Maniknya menangkap sempurna bibir mungil yang terbuka dan ujung matanya yang berkerut. Mata indah itu membentuk bulan sabit.

Jaehyuk menyukai bahagia yang terpancar dari wajah itu. Berapakalipun Asahi mengatakan tidak menyukai kerutan di sudut matanya ketika senyum atau tertawa tapi itu adalah hal yang paling indah untuk Jaehyuk. Karena dengan begitu Jaehyuk tahu Asahi bahagia.

“Asahi..“panggil Jaehyuk lembut.

Asahi menatap Jaehyuk kemudian berlari kecil menghampiri pemuda Korea itu.

“Kenapa kau menyendiri di sudut seperti ini? Tumben sekali. Biasa kau akan membuat keributan dengan Jeongwoo.”

Jaehyuk terkekeh pelan kemudian mengacak rambut Asahi.

“Ada hal yang lebih menarik yang daritadi aku lakukan,” ucapnya pelan sambil menatap lekat manik Asahi.

“Begitukah? Padahal kau hanya berdiam diri.”

Jaehyuk tersenyum kecil. Berdiam diri dan memperhatikan pemuda manis ini adalah hal yang paling Jaehyuk sukai

The dimples in your back at the bottom of your spine But I'll love them endlessly

Jaehyuk menarik pinggang ramping itu mendekat ke arahnya.

“Kau sudah makan siang?” tanya Jaehyuk menyelidik. Jaehyuk tahu benar belakangan Asahi selalu bermalas-malasan jika dirinya menyuruh pemuda manis ini makan. Dan Jaehyuk tahu benar apa alasannya.

Asahi menggelengkan kepalanya.

“Aku sudah sarapan banyak sekali tadi. Masih kenyang.”

“Oh ya? Yang aku lihat sarapanmu hanya sepotong roti dan segelas susu.”

Asahi menunduk. Percuma memang berdalih di depan Jaehyuk. Nyatanya Jaehyuk akan selalu tahu.

“Apakah ini masalah menjaga berat badan lagi?”

“Kau tahu kita harus menjaga tubuh kita agar tetap terlihat bagus di kamera,” jawab Asahi.

“Apa kau sadar dirimu sudah kurus begini? Semakin hari dirimu semakin kurus. Kau tahu? Aku khawatir. Aku takut kau sakit. Menjaga bentuk tubuh bukan berarti tidak makan.”

Asahi menunduk. Jika sudah begini, dirinya akan pasrah mendengarkan setiap perkataan Jaehyuk. Ia tahu Jaehyuk benar tapi terkadang rasa insecure itu muncul. Jika dibanding Jaehyuk, Ruto dan Jeongwoo tubuhnya lebih pendek. Jika dibanding Jihoon dan Mashi, tubuhnya tidak berotot sama sekali.

Jaehyuk mengangkat dagu Asahi, memaksa Asahi menatapnya.

“Pasti berpikir macam-macam lagi. Kau itu sempurna buatku, Hamada Asahi. Kau selalu terlihat indah di mataku. I know about all your insecurities tapi aku tidak akan pernah berhenti meyakinkanmu bahwa kau selalu sempurna bagiku.”

***

Asahi memandang dalam Jaehyuk yang berbaring di sebelahnya. Kepalanya bertumpu pada salah satu tangannya. Tak bosan memandang wajah serius Jaehyuk yang sedang sibuk membaca.

“Jaehyukkie..”

Jaehyuk menoleh. Memusatkan perhatiannya pada pemuda manis yang baru saja memanggil namanya.

“Kenapa hm?” tanyanya lembut. Jemarinya mengelus pipi mulus Asahi.

“Apa yang kau suka dari diriku?”

Dahi Jaehyuk berkerut. Bingung dengan pertanyaan Asahi yang tiba-tiba.

“Yang kusuka darimu? Semuanya.”

Pipi Asahi memanas.

Malu.

“Aku tidak begitu tinggi seperti Jaehyuk. Tidak banyak bicara. Kadang aku tidak peka. Tubuhku tidak sebagus Jihoon Hyung yang memiliki otot yang jelas. Suaraku juga tidak sebagus Jeongwoo dan Yedam. Aku suka merepotkanmu untuk membuatkanku teh setiap hari ketika aku tidak bisa tidur. Aku suka meracau tidak jelas saat tidur sampai kadang kau harus terjaga untuk menenangkanku. Apa kau juga menyukai hal-hal itu? Bahkan banyak hal yang tidak aku sukai dari fisikku sendiri.”

You'll never love yourself half as much as I love you And you'll never treat yourself right darling, but I want you to If I let you know, I'm here for you Maybe you'll love yourself like I love you

Pandangan Jaehyuk melembut. Asahi tidak tahu bahwa Jaehyuk menyukai semua hal tentang dirinya. Jaehyuk menyukai semua sisi Asahi. Kelebihan maupun kekurangannya.

“Tatap aku, Sahi-ya. Dengarkan aku baik-baik. Aku mencintai semua tentang dirimu. Apapun itu. Bahkan yang menurutmu paling buruk sekalipun, aku menyukainya. Karena jika kau mencintai seseorang, tidak hanya kelebihannya yang kau cintai tapi juga kekurangannya. Mungkin kau tidak mencintai dirimu seutuhnya, tapi aku di sini, Asahi. Selalu ada untukmu sampai kau sadar dan mau belajar mencintai dirimu sendiri dengan benar. Bagiku, kau selalu 'sempurna'. Picture perfect.”

Asahi memandang Jaehyuk tak percaya. Bagaimana bisa Jaehyuk selalu memandangnya “sempurna” bahkan dengan segala kekurangannya.

Jaehyuk menarik tubuh mungil itu ke dalam pelukannya. Memeluknya erat.

I love all the things about you, Hamada Asahi. I want to love and treat you right until you love yourself.

Asahi merasakan lelehan air mata yang mengalir dari sudut matanya. Membenamkan wajahnya pada dada bidang Jaehyuk.

Yoon Jaehyuk.

Pilar hidup dan rumah tempat dirinya pulang. Ketika Asahi tak bisa mencintai dirinya sendiri, selalu ada Jaehyuk di sana.

And I've just let these little things slip out of my mouth 'Cause it's you, oh, it's you It's you, they add up to And I'm in love with you And all these little things

End.