aurareyys

🔞🔞🔞

tepat ketika wooyoung membuka pintu kamar kosnya, san lekas melesat masuk tanpa kata, menutup pintu dan menguncinya, lantas mendorong tubuh wooyoung hingga punggung kekasihnya itu menubruk permukaan pintu.

wooyoung terus menunduk, tak mampu menatap wajah dingin sang kekasih, tak mampu pula mengeluarkan barang sepatah kata untuk diucapkan setidaknya memberi penjelasan.

san tidak akan mendengarkannya.

“apa yang kamu lihat? aku ada di depan kamu.”

telunjuk san terulur untuk mengangkat dagu wooyoung, memerintah agar mata itu menatap wajahnya.

jantung wooyoung berdegup kencang melihat jarak wajah yang hampir terkikis hingga ia dapat merasakan hembusan napas san menerpa kulit wajahnya.

“wooyoung..”

san memanggil dengan intonasi rendah, tangan yang berada di dagu wooyoung berpindah untuk menyapu bibir sang kekasih dengan ibu jarinya.

“kamu gak lupa, kan, kalau bibir ini punya siapa?”

wooyoung sangat ingin berlari sekarang, atau setidaknya mengindari tatapan menusuk san yang membuat bulu romanya meremang. tapi ia tidak bisa, sekali lagi tak bisa melawannya.

“p-punya san,” balas wooyoung sedikit tergagap.

wajah san mendekati sisi kepala wooyoung, menempelkan bibirnya di depan telinga sang kekasih.

“harusnya kamu paham, wooyoung.”

“a-ahh, san..”

wooyoung mencengkram bahu san ketika sebelah tangan si lelaki choi menelusup ke dalam kaus kebesarannya, meremat pinggangnya dengan sensual.

“harus berapa kali aku bilang? you mine, i'm yours. aku gak suka ada jejak orang lain selain aku.”

wooyoung menggigit bibir bawahnya ketika merasakan lidah san menyapu bagian belakang telinganya dengan gerakan menggoda. tubuhnya menegang ketika bibir sang kekasih turun menelusuri leher jenjangnya, memberinya kecupan-kecupan ringan hingga berakhir memilih satu spot di perpotongan leher untuk menggigitnya, menghisapnya, lantas meninggalkan ruam merah keunguan yang akan membekas lama di sana.

“jung wooyoung itu punya aku, punya choi san,” bisik si choi untuk kemudian mengecup hickey yang ia tinggalkan di sana lantas menyeringai.

kepala san kembali terangkat, menatap wajah lemah wooyoung yang kini sudah terlihat memerah padam dengan matanya yang kian menyayu.

“oh, god. apa aku nakutin kamu, hm?”

san menyatukan kening keduanya, menangkup sebelah pipi sang kekasih kemudian mengusapnya dengan lembut.

sementara itu wooyoung menggeleng, melepas cengkraman kedua tangannya di atas bahu san untuk beralih melingkari area leher dan memeluk bagian jenjang milik sang dominan dengan erat.

“aku salah, aku minta maaf,” ucap wooyoung, suaranya amat parau, anehnya san menyukai suara itu, suara yang menaikkan birahinya.

“punish me, choi san.”

san menggertakkan giginya ketika wooyoung meminta dengan raut sialan itu, raut polos dengan mata sayu ditambah intonasi rendah yang parau.

tidak ada yang lebih baik dari wooyoung dengan kondisi saat ini.

maka dari itu tanpa berpikir panjang lekas ia raup bibir menggoda dihadapannya, melumatnya penuh nafsu yang dengan senang hati wooyoung balas sebaik mungkin.

jangan pikir tangan kekar itu tak akan tinggal diam karena kini sebelahnya sudah bersemayam untuk menjamah tubuh di balik kaus wooyoung dan satunya lagi meremat pantat sang kekasih hingga erangan frustasi itu menggema dan terendam pangutan bibir yang semakin liar.

merasa tubuh wooyoung semakin melemas selama ia makin liar menjamahnya, san menggendong wooyoung untuk kini berpindah ke atas kasur milik sang kekasih, mengukung tubuh yang tak jauh lebih besar darinya itu.

tangan wooyoung yang melingkar di area leher san turun menyusuri tubuh kekar itu, berhenti di kancing teratas kemeja yang dikenakan sang kekasih untuk kemudian melepaskan satu persatu sampai ke bawah.

san menggeram ketika tangan milik wooyoung mengusap perutnya.

“sayang, aku gak tau sejak kapan kamu jadi seliar ini.”

wooyoung mendengus pelan menganggapinya, “ini karena kamu sering hukum aku.”

san terkekeh kecil, menarik kaus wooyoung hingga terlepas dari tubuh sang empu.

“tapi, kamu masih butuh edukasi. kamu masih amatir. jadi, untuk malam ini, biarin aku yang dominasi lagi.”

“ngahh!”

wooyoung melenguh keras ketika san mulai mengecupi dadanya, kembali melukiskan ruam ruam keunguan dengan mulut dan giginya yang sudah lihai.

ya, choi san tak akan pernah kalah dalam mendominasi, sekeras apapun wooyoung mencoba untuk mengimbangi san, kekasihnya akan tetap menang dan wooyoung akan terus kalah, berakhir dibelenggu dengan bagaimana choi san mengintimidasi setiap lekuk tubuhnya.

“hey..”

san mengusap peluh yang sedikit membanjir di atas kening wooyoung.

“just scream if you want. as long as that's my name, purple.”

setelahnya, kain-kain yang melindungi tubuh masing-masing dilepas tanpa sisa, berserakan di atas lantai dan diabaikan.

tak ada alunan suara yang lebih indah dari desah kenikmatan wooyoung di bawah kendali san yang menggeram frustasi akan wooyoung yang selalu terasa ketat.

keduanya membising penuh gairah di dalam kamar paling ujung dari deretan kamar yang terdapat di gedung kos sepi itu.

dengan dekapan hangat, rengkuhan erat, dan lumat tautan ranum yang tak pernah berhenti untuk bergumul hebat, mereka melakukannya tak cukup sampai satu kali pelepasan.

―fin

©woolilboy, 2020.

sahur with woosan.

pintu bercat coklat itu terus diketuk, beberapa kali sampai rasanya wooyoung ingin menghantamkan kepalanya saja pada permukaan kayu lebar di hadapannya.

menyerah dengan cara mengetuk pintu, wooyoung memilih menarik kenop pintu itu ke bawah, membuka pintu lantas lekas melesat ke dalam kamar gelap dengan remang lampu tidur di atas nakas yang menyala.

wooyoung mendengus, menghampiri san yang masih terlelap dengan shiber dalam pelukannya. si lelaki jung itu menududukkan dirinya di tepi kasur milik san.

“san, bangun.”

wooyoung memulai dengan cara halus seperti menepuk pundak san dengan pelan. sayang sekali cara itu tak ampuh membangunkan si choi yang malas.

“ck, san ayo bangun, sahur.”

kali ini wooyoung menepuk pipi itu, tidak terlalu keras namun cukup untuk menimbulkan bunyi tamparan kecil.

ada sedikit pergerakan dari san, hanya sedikit, merenggang tubuh lantas semakin mengeratkan pelukannya pada shiber.

“ya ampun, san. nanti keburu imsak, aku gak mau denger misuhan kamu ngedrama gak ada yang bangunin, ya!”

wooyoung menarik-narik lengan itu, sedikit merasa kesal mengapa tubuh san sangat menempel dengan kasur yang ditidurinya.

sret!

bruk!

si manis jung berjengit ketika san balik menarik lengannya hingga ia terjatuh ke atas tubuh san.

wooyoung merasakan dua tangan melingkari pinggangnya, cukup erat, dia tak menyadari sejak kapan san melempar shibernya hingga plushie shiba itu sudah tergeletak di atas lantai.

“berisik banget,” gumam san sambil mengelus-elus surai hitam milik wooyoung.

sementara itu wooyoung yang masih terkejut dengan apa yang baru saja san lakukan hanya mengedip-ngedipkan matanya, rona merah sepertinya mulai menghiasi kedua pipinya ketika dirasa panas menjalar di sana.

“san.. ayolah, bangun. nanti keburu imsak, repot yang ada.”

san mengangguk pelan, wajahnya ia telusupkan pada permukaan kepala wooyoung, menghirup aroma buah-buahan dari helaian hitam favoritnya.

“wangi, hehe.”

wooyoung merotasikan bola matanya malas ketika san bergumam. ia lekas bangkit kemudian menarik tangan san, kali ini si choi berhasil bangkit.

“ayo sahur, tidurnya nanti abis subuhan, buruan!”

san menurut, beranjak dari kasur empuknya untuk mengikuti wooyoung yang menarik tangannya keluar dari kamar.

kening san mengkerut melihat betapa sepinya meja makan.

“yang lain udah sahur dari tadi, kamu kelamaan.”

sambil menaruh piring dan lauk di hadapan san, wooyoung bersuara, paham akan raut wajah bingung si lelaki choi.

“kamu sendiri udah?” tanya san.

wooyoung mengangguk, “udah,” balasnya.

san hanya ber-oh ria kemudian mulai melahap makanan sahurnya yang telah wooyoung hidangkan untuknya.

selama san memakan makanannya, ia beberapa kali mengajak wooyoung mengobrol, hanya hal yang tak penting, seperti mengapa bukan seonghwa yang memasak makanan sahur atau kenapa mingi tidak mengganti pakaian dalamnya hari ini.

sementara wooyoung hanya membals dengan jawaban seadanya, karena sepertinya ia lupa menyuruh san untuk mencuci muka. sungguh, sepertinya san masih mengantuk hingga apa yang keluar dari mulutnya hanyalah hal-hal aneh menggelikan sekaligus menyebalkan.

“kalo shiber hidup pasti dia bandel banget, terus dia pasti bakal sering marah-marah soalnya jarang aku perhatiin sampe dia kotor banget. iya, gak, sih, woo?”

san menautkan kedua alisnya, raut wajahnya menunjukkan guratan bingung, lantas kepalanya ia angkat untuk melihat wooyoung di depannya.

ah..

wooyoung tertidur.

si manis jung itu merebahkan kepalanya di atas meja makan sambil mendengkur halus.

menggemaskan.

san tertawa geli melihatnya. ia segera membereskan piring-piring bekas makannya yang sudah kosong kemudian menaruhnya di tempat cucian piring.

si lelaki choi menghampiri wooyoung, duduk di samping si jung hanya untuk memandang wajah tenang itu sebentar.

senyum lembut terulas di bibir san.

“kasian, pasti ngantuk banget.”

san memilih untuk mengangkat tubuh yang mulai mengurus itu, menggendongnya menuju kamar miliknya.

ya, tak apa, kan, jika wooyoung tidur di kamarnya untuk malam ini?

setelah merebahkan tubuh wooyoung di atas kasurnya, san ikut merebahkan diri, tangannya terulur untuk mengusap pipi wooyoung dengan lembut.

“sweet dream, purple.”

setelah memberi kecupan lembut di kening wooyoung, san membawa tubuh itu ke dalam dekapannya.

tidak, san tidak tertidur. dia tidak mengantuk lagi, lebih baik menunggu seonghwa membangunkan semua orang untuk beribadah pagi ini.