aurareyys

pandangan wooyoung tak pernah lepas dari cermin yang mempertontonkan pantulan dirinya dalam balutan kostum pinjaman dari seonghwa saat ini.

pipinya merona malu. maid dress berwarna hitam dengan renda putih yang melekat pada tubuhnya ini sedikit kekecilan. memang tak sampai menyesakkan tubuhnya, tapi bagian roknya benar-benar terlalu pendek, membuat pahanya terekspos. dari bagian setengah paha sampai ujung kaki, stocking putih membalut sepasang kaki pendeknya, bahannya cukup lembut, hanya saja terasa sedikit menimbulkan sensasi geli saat wooyoung mengenakannya.

selain dress yang melekat pada tubuhnya, sebuah maid headdress berwarna putih juga terpasang apik di kepalanya, menambah kesan manis yang melekat pada penampilan si jung.

wooyoung menghela napas, entah ini sudah yang ke berapa kali. pikirannya masih berkecamuk tentang pertengkaran bersana san sore tadi. wajah penuh amarah itu membuatnya merasa amat bersalah.

cklek!

tubuh wooyoung berjengit lantas berbalik ketika telinganya mendengar suara pintu kamar yang terbuka.

di sana, berdiri seorang choi san dengan raut dingin dan sorot tajam, berjalan menghampiri wooyoung yang mematung di depan meja rias.

si pria choi berhenti di hadapan si manis, matanya memicing, menelisik penampilan wooyoung dari atas sampai ke bawah. hal yang dilakukannya tentu membuat wooyoung menunduk malu hingga meremat ujung roknya karena terlalu gugup.

“maksud kamu kaya gini apa, hm, kitten?”

wooyoung menggigit bibir bawahnya, ia juga tak tahu maksudnya begini apa. ia hanya menuruti ide tiga sahabat menyebalkannya itu dengan berpenampilan seperti ini untuk san.

sret!

san menarik dagu wooyoung, mengangkatnya untuk bertemu pandang dengan sepasang netra yang menatapnya sayu.

“aku lagi bicara sama kamu, kitten.”

wooyoung semakin mengeratkan genggamannya pada rok pendeknya sebelum membuka suara.

“aku.. minta maaf.”

setelahnya, hembusan napas lelah memecah hening sebagai balasan ucapan yang baru saja wooyoung lontarkan.

tungkai san berjalan semakin ke depan, terus melangkah hingga wooyoung terpaksa harus memundur, terus memundur hingga pinggangnya terkantuk meja rias di belakangnya.

kitten, you made two big mistake.”

san mendekatkan wajahnya, menyatukan kedua kening mereka untuk mengunci pandangan mata si manis yang tak pernah berhenti bergerak gusar. sebelah tangannya bergerak, memeluk pinggang itu dengan mesra.

“pertama, kamu pergi sama mantan kamu dan gak izin aku dulu. kedua―”

“a-ahh..”

wooyoung mendesah lirih ketika sebelah tangan sang dominan yang bebas menelusup ke dalam rok pendeknya, mengelus kejantanannya dengan sensual.

you're teasing me, kitten.

setelahnya, san menyambar bibir itu dengan rakus, melampiaskan hasrat yang sudah mendidih akibat penampilan menggoda sang kasih. tangannya bergerak menyingkirkan apapun yang ada di atas meja rias, setelahnya mulai bergerak untuk mengangkat tubuh ringan wooyoung dan mendudukkannya di sana.

kedua tangan wooyoung terulur untuk melingkar di area leher san, meremat surai legam itu dengan erat, melampiaskan perasaan membuncah atas apa yang san lakukan dengan memporak-poranda kan bibirnya tak ada ampun.

tangannya yang tak dapat tinggal diam, bergerak menelusup ke dalam rok wooyoung, mengelus dan meremat bongkahan pantat wooyoung di bawah sana.

wooyoung lelah, napasnya sesak, meski begitu ia sama sekali tak meminta untuk berhenti barang memberi sedikit isyarat. san marah, dan woooyung tak ingin membuatnya lebih marah dari ini. lagi pula semuanya ia lakukan atas dasar permintaan maaf untuk sosok yang sangat ia cintai ini.

ciuman terlepas, wooyoung terengah-engah. san tak membiarkannya mengimbangi untuk membalas gerakan bibir liar itu sedikitpun.

i'll punish you.

wooyoung tak peduli apa yang akan san lakukan, lagi pun ia tak akan bisa menolak afeksi yang mampu menaikkan birahi dari seorang choi san yang sering kali membuatnya mabuk kepayang pada tiap sentuhan yang ia terima.

sementara wooyoung sibuk mengatur deru napasnya, san mulai melepaskan dasi yang seakan mencekik lehernya, disusul dengan dua kancing teratas yang ia lepas kaitannya.

kitten..

san menangkup sebelah pipi wooyoung, mengelusnya sementara matanya menatap wajah manis itu penuh puja.

dress ini.. how beautiful you are.”

tangan san bergerak menyelipkan rambut wooyoung ke belakang telinganya.

“tapi―”

wajah san beringsut maju mendekatkan bibirnya ke hadapan telinga wooyoung, menempelkan ranumnya di sana.

“lebih indah lagi kalau kamu gak pakai apapun.”

kepala wooyoung menengadah sementara tangannya dengan erat mencengkram kemeja putih san kala merasakan sesuatu menancap di perpotongan lehernya.

san menggigit kulit lehernya, menghisapnya dengan kuat, untuk tak lama kemudian meninggalkan warna merah keunguan dengan bite mark yang indah.

sementara itu, tangan san yang menelusup ke belakang tubuh wooyoung mulai menarik resleting dress itu sampai ke bawah, lantas menurunkan kainnya sampai sebatas pinggang, mempertontonkan potret nyata tubuh atas wooyoung yang mulus tanpa cacat sedikitpun.

“akh!”

tubuh wooyoung berjengit hingga membuat kepala belakangnya membentur permukaan cermin meja rias. beruntung tak terlalu keras  meski tetap terasa sakit. ini semua karena san yang tiba-tiba meraup putingnya, menggigitnya.

“kamu gak papa?” tanya san, tangannya terangkat untuk memeriksa area belakang kepala wooyoung. si manis sendiri menjawab dengan anggukkan sambil mengulas senyum lemah.

it's okay.

ah, semarah apapun san pada wooyoung, lelaki ini tetaplah kasihnya, tetaplah sosok yang ia puja akan indahnya, tetaplah sosok yang membuatnya rela membagi kasih sayang untuk orang selain keluarganya.

san menarik tengkuk wooyoung, kembali meraup ranum manis itu, kali ini dengan tempo yang sedikit lebih normal hingga wooyoung dapat mengikuti pergerakannya untuk membalas setiap pangutan yang san berikan.

selama bibir sibuk bertempur dan berbagi liur, tangan san kembali memainkan puting kecoklatan milik wooyoung, menggodanya dengan menekan tonjolan itu, menggerakkan jarinya dengan gerakan memutar kemudian mencubitnya sedikit keras, membuat wooyoung tak kuasa menahan lenguhannya dan kembali melemah untuk dikuasai choi san.

san menarik kursi yang ada di samping tubuhnya, mendudukkan diri karena kini ciuman mulai turun ke dada, menambah semakin banyak bite mark yang ditinggalkan di atas kulit bak kanvas itu, sebelum bibirnya berhenti untuk bermain-main dengan puting si manis.

“nghh.. s-san.. le-lebih kua―ngah!”

ini adalah sebuah hukuman untuk wooyoung tapi ia sungguh menikmatinya. sudah ia duga san tidak akan benar-benar menghukumnya untuk memberikan sesuatu yang terasa begitu menyiksa.

kitten.

tubuh wooyoung kembali menegang ketika san mulai menyentuh kemaluan di balik celana dalamnya, menekan-nekan tonjolan keras itu dengan jarinya.

san menengadah sambil tersenyum menatap wooyoung sementara yang ditatap hanya mampu membuang muka dengan pipi merona.

basah. ya, wooyoung sudah basah entah sejak kapan. suatu kebiasaan yang sangat san hafal dari sang kekasih yang tak kuasa menerima sentuhannya.

san menarik celana dalam wooyoung, melepasnya lantas membuangnya ke sembarang arah, kemudian mengangkat kedua kaki itu ke atas meja rias agar lebih melebar, mempertontonkan kejantanan dan lubang berkedut sang submisif.

“nikmatin, hm?”

si choi menggenggam kejantanan yang tak jauh lebih besar darinya itu, menyentuh ujung lubang penis wooyoung yang telah mengeluarkan pre-cumnya.

sebuah benangan cairan putih menjuntai saat san menarik jempolnya dari atas lubang penis wooyoung. sial, wooyoung benar-benar tak bisa menahannya, jelas sekali san terlihat sedang menggodanya.

“s-san..”

yes, kitten?

wooyoung menggigit bibir bawahnya sebentar sambil menatap gugup san yang masih sibuk memainkan pre-cum milik wooyoung, sesekali mengocok kejantanan kecil itu hingga beberapa kali wooyoung dibuat melenguh karenanya.

“b-bisa kita mulai k-ke―mhh! ke inti?”

san memberhentikan hand jobnya pada penis milik wooyoung untuk menengadah menatap si manis yang sudah terlihat berantakan dengan wajah frustasinya.

“ngga.”

“t-tapi―ahh! ch-choi s-san.. ukh!”

gila, dunia wooyoung terasa berputar-putar saat ini hanya karena sensasi mulut hangat san yang meraup dan menghisap penisnya, lantas memaju-mundurkan kepalanya di bawah sana. kegiatan itu diulang san berkali-kali, seolah sedang meledek wooyoung yang sedikit membenci kegiatan foreplay karena cukup menyiksa hasratnya yang dipaksa untuk bertahan sebelum dipuaskan pada inti permainan.

“s-san, please―euhh, p-please..”

“buat?”

dengan susah payah sepasang tangan yang bergetar itu terulur meraih wajah san, menangkup kedua pipi itu dan mengusapnya dengan lembut.

do anything to me, just let me shout your name tonight.

senyum miring kembali terlukis di bibir sang dominan.

“yakin?”

telapak tangan yang bertengger di pipi san itu bergerak membelainya, mungkin wooyoung memang sengaja melakukannya dan ini berarti si manis serius dengan ucapannya.

“ck! as you wish, kitten.”

san lekas bangkit kemudian mengangkat tubuh wooyoung untuk dipindahkan ke atas kasur king size yang kerap kali menjadi bukti pergumulan panas ia dan sang kasih.


waktu sudah menunjukkan pukul tengah malam bahkan lebih, tapi tak sedikitpun menunjukkan tanda-tanda sepasang anak manusia itu berhenti dengan pergumulan panas yang dilakoni sejak beberapa waktu lalu.

keduanya bahkan tak ingat sudah berapa kali putih yang keluar, pun tak ingat pula sudah berapa posisi yang mereka gunakan dalam pergumulan penuh erang dan desah juga teriakan yang terus menggema memenuhi kamar temaram itu.

san menengadahkan kepalanya, mulutnya tak pernah berhenti terbuka dengan pandang mata tak pernah lepas dari sosok wooyoung yang berada di atasnya.

wooyoung riding him. dengan penampilan yang jauh dari kata baik dan terlalu sederhana untuk dikata kacau.

maid dress yang sebelumnya melekat pada tubuh wooyoung sudah san buang entah kemana, pun maid headdress yang terpasang apik di atas kepalanya juga sudah terjatuh, menyisakan wooyoung dengan surai berantakan, wajah memerah, dan stocking putih yang masih membungkus kakinya.

sial, benar-benar menggairahkan dalam pandangnya.

“arghh―yeah, that's great, kitten.

san menggeram, meremat pinggang wooyoung sementara sang kekasih masih sibuk dengan kegiatannya, menumbuk dirinya sendiri dengan penis besar san yang teremat prostatnya.

sesekali wooyoung menjerit, menyerukan nama san tanpa henti, sesekali pula merengek, ketika san mencoba menggodanya, memainkan putingnya atau menahan orgasme yang hendak keluar dari ujung kejantanan kecilnya.

“s-san―ungh! t-touch me, pwease.

wooyoung menatap san dengan raut memohon, mulutnya yang tak pernah berhenti tertutup untuk melantunkan frasa merdunya melontarkan permohonan yang dengan senang hati san kabulkan.

sebelah tangan besar yang bertengger di pinggul itu beralih menggenggam kejantanan wooyoung, lantas mengocoknya.

si choi bangkit dari posisi berbaringnya, beringsut untuk menyambar bibir si jung yang sudah terlihat membengkak, kembali mempertemukannya dalam pangutan penuh gairah.

bunyi kulit yang saling beradu semakin keras terdengar ketika keduanya merasakan sakit pada kejantanan masing-masing, pertanda mereka akan kembali sampai pada putih yang kesekian.

wooyoung melepas pangutan ranumnya dari belenggu bibir san.

“s-san.. i'm c-close.

san mengangguk, semakin menaikkan tempo hand jobnya pada penis wooyoung sementara si manis makin mempercepat tumbukannya di atas pangkuan san.

“shh―kitten, sebentar―”

“d-di dalam, please?

are you sure?

pretty sure.

satu kecupan singkat mendarat di atas ranum kembar wooyoung sebelum san mengembalikan posisi tangannya pada tiap sisi pinggang sang submisif untuk membantu si manis mempercepat tumbukannya.

okay, take this.

beberapa kali tumbukan diberikan sebelum akhirnya wooyoung mengeluarkan cairannya mengenai area perut san dan pahanya, disusul san yang memenuhi senggama hangat wooyoung dengan putih yang tak tertampung hingga sebagian mengalir keluar.

kepala wooyoung ambruk di atas pundak san, napasnya memburu, dadanya naik turun dengan cepat.

san tersenyum melihatnya, wooyoung kelelahan. tangan kekarnya bergerak untuk mendekap tubuh polos itu sementara bibirnya mulai mengecupi puncak kepala si manis penuh kasih sayang.

“tidur apa mandi?” tanya san.

“ung.. capek, tapi lengket, sannie.”

si choi terkekeh, tak dapat menahan rasa gemas ia cubit pipi itu.

“istirahat dulu abis itu kita mandi.”

wooyoung mengangguk lemah, kepalanya terangkat sedikit untuk mengecup rahang tegas san dengan singkat.

i love you, i'm sorry.

san tersenyum lembut, mengusak surai legam itu sebelum kembali untuk mengecupnya.

don't be sorry. i love you too, so much.

diraihnya tangan kiri wooyoung yang menjuntai lemah untuk ia daratkan bibirnya di atas benda berwarna perak yang melingkar di jari manis sang kasih.

my fiance.

−−−

fin

©woolilboy, 2020.

the name.

・・・

hongjoong tersenyum senang melihat sosok dengan surai hitam itu duduk di kursi taman, di bawah pohon maple yang mengingatkannya pada saat pertama kali hongjoong melihat anak itu.

“apa harus gue samperin? ajak kenalan juga jangan?” monolognya pelan.

maniknya masih terfokus pada manusia manis yang kini sedang menatap lurus kedepan seraya bersenandung kecil.

seperti biasanya, manik hazel favoritnya itu selalu terlihat jernih dan berbinar. sungguh lucu.

“tapi gimana caranya?”

matanya menangkap sebuah novel di atas meja belajarnya. hongjoong tersenyum penuh arti.

lantas, ia segera memakai kaus putih dan celana training hitamnya, juga sebuah hoodie berwarna hitam.

setelah meraih novel dengan cover berwarna biru tua itu, hongjoong segera melesat keluar dari kamarnya. menuruni tangga dengan sedikit berhati-hati, kemudian berjalan keluar rumahnya.

sepasang tungkainya melangkah menghampiri sosok manis yang masih duduk di sana. ia ikut mendudukan dirinya di atas kursi taman di samping kursi yang diduduki si manis.

daun pada pohon maple itu cukup rindang, sehingga cukup menaruh dua kursi taman panjang di bawahnya.

hongjoong memakai tudung hoodie tanpa memasang resletingnya. dirinya segera membuka novel di tangannya, kemudian―berlaga―membacanya dengan tenang.

sesekali hongjoong mencuri pandang dengan ekor matanya pada sosok di seberang kursi sana yang masih belum menyadari kehadirannya.

hongjoong mengerutkan keningnya bingung.

kenapa sosok manis itu belum menyadari keberadaannya?

atau, apa sebenarnya sosok itu menyadari namun enggan untuk menoleh?

sepertinya.

jadi, hongjoong memilih untuk kembali pura-pura fokus pada novel di tangannya, meski sesekali lagi ia kembali mencuri pandang.

hening.

suara angin sejuk di pagi hari serta kicauan burung menjadi latar suara keheningan mereka.

lama kelamaan hongjoong merasa jengah.

ayolah, dirinya kemari untuk berkenalan dengan sosok ini, bukannya berpura-pura membaca novel seperti orang bodoh.

maka kali ini hongjoong mulai bangkit, melangkah untuk menghampiri sosok manis di seberang bangku sana, kemudian berdiri di hadapan si manis.

hongjoong kembali mengerutkan keningnya bingung.

kenapa lelaki manis di hadapannya ini masih tak menyadari kehadiran hongjoong?

“ada orang di sana?”

huh?

apa ini sebuah lelucon?

atau memang lelaki manis di hadapannya ini sedang mengajaknya bercanda dengan berpura-pura tak melihatnya?

“kak, itu kamu?” tanya si manis sekali lagi.

hongjoong merendahkan tubuhnya, mensejajarkan wajahnya dengan paras si manis.

si kim menatap dengan intens paras manis itu untuk kemudian tersenyum tipis, dalam jarak sedekat ini dapat ia lihat betapa manisnya sosok ini.

tapi...

ada hal yang janggal.

“hey, yang di sana siapa, sih?”

sosok itu mengangkat tangannya, membuat gestur seperti sedang meraba-raba.

puk!

dapat hongjoong lihat netra indah itu membulat ketika tangannya menyentuh pipi hongjoong.

sosok manis itu refleks menjauhkan tangannya yang dengan tidak sengaja menyenggol sebuah botol kecil berisi beberapa kaplet obat berwarna merah yang ia simpan di samping pahanya, membuat benda itu jatuh ke tanah.

“huft!”

si manis mendengus sebal. tangannya meraba-raba ke bawah, mencari benda yang jatuh itu dengan susah payah.

sementara hongjoong hanya dapat terdiam dengan pandangan yang tidak pernah lepas dari si manis di hadapannya.

tepatnya, hongjoong sedang mencerna situasi saat ini, juga apa yang sosok manis itu lakukan.

apa jangan-jangan lekaki manis ini―

duk!

“aw!/aduh!”

keduanya mengerang hampir bersamaan.

hongjoong melupakan jarak wajah mereka yang masih terbilang cukup dekat, hingga saat lelaki manis itu menunduk tanpa sadar kening keduanya beradu sedikit keras.

“siapapun di sana, tolong ambilin obat aku.”

tersadar akan suara lembut itu, hongjoong segera berlutut mengambil botol obat yang berada di samping kursi.

“ih, kamu denger aku ga―”

sret!

si manis sedikit tersentak kaget ketika hongjoong meraih tangan kanannya, kemudian menaruh botol obat itu pada telapak tangan kecilnya.

sosok itu tersenyum manis, senyum yang mampu membuat hati hongjoong berdesir hangat.

senyum itu, sangat polos nan tulus. senyum layaknya seseorang yang tidak pernah memiliki beban di dalam hidupnya.

hongjoong menatap sendu manik hazel cokelat favoritnya. tidak percaya jika manik seindah itu memiliki sebuah kecacatan.

“makasih banyak,” ucap si manis riang.

tak ada jawaban dari hongjoong, ia masih tak lepas pandang pada manik indah milik si manis.

merasa tak mendapat jawaban, kening itu mengkerut lucu.

“kamu masih di sana? aku tebak kamu pasti bukan kakaku.”

hongjoong tersenyum tipis mendengar suara lembut bak anak kecil itu kemudian mengangguk.

“ih, kenapa diem?!”

astaga, hongjoong lupa.

“ya.”

dan hanya kata singkat itu yang mampu keluar dari bibir merahnya.

sosok itu kembali tersenyum, kemudian mengulurkan tangannya.

“kenalin, namaku―park seonghwa.”

hongjoong menatap paras si manis yang masih terus memandang ke depan.

park seonghwa, ya?

nama yang sangat indah.

sosok yang ia kagumi selama ini, seonghwa namanya.

hongjoong mengalihkan pandangannya kearah lengan kanan seonghwa yang terulur. satu detik kemudian kekehan ringan mengalun dari bibirnya. tangan seonghwa terulur ke atas, sementara hongjoong masih berlutut di hadapannya.

tidak ingin membuat seonghwa menunggu lama, hongjoong lekas menjabat tangan si manis, lantas mengarahkannya ke arah yang benar.

“nama aku, kim hongjoong.”

seonghwa tersenyum riang, senyum lebar yang indah, menularkan rasa bahagianya untuk diri hongjoong sendiri.

“salam kenal, hongjoong!”

“salam kenal juga, sweetheart.”

yang sialnya hanya mampu hongjoong ungkap dalam hati.

―fin.

©woolilboy, 2020.

SIMFONI HITAM

・・・

sosok manis dengan balutan kemeja putih longgar bersama celana bahan berwarna senada dengan kemejanya, berdiri di hadapan sebuah piano hitam.

matanya terpejam, menikmati lantunan suara piano yang diciptakan oleh jari-jari lentiknya sendiri, menari di atas tuts. tanpa kertas partitur, tanpa lirik lagu, ia sudah menghafalnya dengan sangat baik.

“tak bisakah kau sedikit saja dengar aku.”

suara halusnya menggema, begitu merdu bak lullaby pembawa kantuk bagi siapa saja yang mendengarnya.

“dengar simfoniku, simfoni hanya untukmu...”

lilin-lilin merah yang disusun rapi mengelilingi permukaan atas piano menjadi pencahayaan dalam gelapnya ruang dingin itu, terus menetes selama waktu terus berjalan.

“telah ku nyanyikan alunan-alunan senduku, telah ku bisikkan cerita-cerita gelapku.”

“telah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisiku.”

“tapi mengapa ku takkan bisa sentuh hatimu..”

kepala si manis menengadah, senyum indah terukir di bibirnya sementara hidungnya sibuk menarik udara, menikmati aroma pekat yang entah sejak kapan membuatnya candu.

“telah ku abaikan mimpi-mimpi dan ambisiku.”

kepalanya kembali merendah, menunduk dalam, senyum manis meluntur, tergantikan dengan wajah sendu penuh rasa sakit, seiring rasa sakit nyata yang datang menyesakkan dadanya, seiring kristal bening yang menggenang terjun dari pelupuk mata indahnya.

“tapi mengapa ku takkan bisa.. sentuh hatimu...”

intonasi suaranya melirih, bergetar, lantas tak lama kemudian terisak penuh siksa. hatinya sakit, bagai dicengkram kuat, tak dibiarkan bernapas dengan tenang.

kedua tangan kecilnya mengepal di atas tuts piano, kemudian keduanya diangkat untuk menutup wajahnya.

senyumnya kembali merekah, lebih lebar hingga kini deretan gigi ikut menghiasi senyum cerahnya.

aroma tangannya, seperti aroma yang ada di sekitarnya saat ini. ia menghisap kuat aroma di telapaknya, telapak bernoda merah mengering menyeruak bau anyir. ia tertawa.

tubuh kecil itu bangkit dari duduknya, lantas berbalik, untuk menatap pemandangan di bawah lantai dengan raut yang kembali mendatar dan sorot yang lugu.

tungkai kakinya melangkah, mendekati sosok tak bernyawa bersimbah darah, tergeletak di tengah sebuah simbol pentagram yang ia ukir sendiri dengan cairan merah berbau anyir milik sosok sang mayat.

ia berjongkok di samping tubuh tak bernyawa itu, mengulurkan tangannya untuk menangkup sang wajah pucat, memandangnya dengan sorot penuh puja.

bahkan, dalam keadaan tak bernyawa sekalipun, sosok choi san selalu terlihat menawan dalam indra penglihatan jung wooyoung.

“tidak ada yang boleh memilikimu, harusnya kau tahu itu, choi san.”

wooyoung mendekatkan wajahnya pada wajah san yang pucat pasi tanpa napas berhembus.

senyum manis merekah.

“kau milikku.”

satu kecupan mendarat di atas bibir sang mayat, cukup lama menempel hingga akhirnya wooyoung lekas melepaskannya.

lucifer, kau mencintaiku?”

wooyoung mengeluarkan suara bernada tanya dengan mata yang tak luput pandang dari wajah pucat sosok yang sangat ia cintai.

“ya, tentu saja, aku mencintaimu, jung wooyoung.”

lelaki manis itu menengadah, menatap sosok tak lazim yang berdiri di dekat mayat san, yang sedari tadi dengan setia mendengar nyanyian dari suara indah wooyoung yang berdengung di dalam telinganya.

lucifer.

sosok besar bertubuh manusia, dengan kaki dan kepala domba serta mata semerah darah yang kehitaman.

lucifer, simbol dari dosa dunia.

“apa yang kau inginkan, jung wooyoung?”

wooyoung kembali menunduk, menatap sendu wajah san di bawahnya.

“choi san. apa kau dapat mengabulkannya?”

“tentu saja, apapun untukmu.”

wooyoung kembali menengadah, memberikan senyum manisnya untuk sosok menyeramkan yang selalu ia puja.

wooyoung menjauh dari san, kemudian kembali merendahkan tubuhnya dan berlutut di tepi lingkaran pentagram yang mulai mengering.

kedua matanya tertutup, seiring dengan kedua tangannya yang mulai terangkat, menautkan setiap jari, memposisikannya di depan dada.

satan, aku persembahkan sebuah nyawa berharga sebagai pertukaran. terimalah dia, salah satu dari sifatmu dalam tubuh manusia, nyawa yang tak luput dari cela dan dosa.”

tak lama setelah itu, api berkobar mengelilingi mayat san.

wooyoung bangkit, menunduk untuk menatap bagaimana tubuh sang kasih dilahap api sang lucifer hingga setelah beberapa lama, hanya abu yang menjadi satu-satunya prasasti jika dirinya pernah ada.

“sungguh, nyawa yang lezat.”

wooyoung kembali mengalihkan pandangannya pada sang lucifer yang kini telah mengubah wujudnya.

kaki dan kepala domba itu berubah wujud menjadi anggota tubuh manusia sempurna.

dia berjalan menghampiri wooyoung, merangkul pinggang itu dengan mesra lantas menariknya.

“aku mencintaimu, jung wooyoung.”

kedua tangan wooyoung terangkat, menangkup tiap sisi pipi itu dengan sorot penuh damba.

“tapi aku mencintai choi san, lucifer.”

wajah tampan di hadapannya itu tersenyum, wooyoung menatap penuh kagum pahatan bak sosok dewa menawan di hadapannya.

“tidak apa-apa.”

pria tampan itu menarik tubuh wooyoung, menghempaskannya ke atas kasur, mengukung tubuh yang lebih kecil di bawahnya.

“karena mulai saat ini, aku adalah choi san-mu.”

setelahnya, sepasang ranum saling bertemu, memangut mesra plum manis yang mulai saat ini akan menjadi candu sang lucifer, untuk selamanya.

jika dengan cara seperti ini ia bisa mendapatkan choi san, tak begitu masalah baginya untuk menerima sosok sang lucifer dalam wujud choi san yang mendominasinya saat ini.

jung wooyoung mencintai choi san, jung wooyoung menginginkan choi san.

apapun akan ia lakukan sekalipun harus terikat dengan raja dosa yang dibenci tuhan dan malaikat.

asalkan itu choi san, ia dengan senang hati bergelung, bersetubuh, berteriak keras dalam siksa kewarasan diri atas setiap pergerakan sang lucifer yang menguasai seluruh tubuhnya.

apapun untuk choi san, ia rela menelan darah yang diterimanya dari sang raja satan melalui ciuman menuntut hingga tak lama, sebuah simbol pentagram tercipta di area lehernya.

wooyoung berhasil mewujudkan impiannya. bersanding bersama sang raja dosa yang kini berada dalam wujud dan jiwa choi san yang sangat wooyoung dambakan.

―fin

©woolilboy, 2020.

marah

・・・

san memarkirkan mobilnya di garasi rumah luas sebagai tempat tujuannya. yang disebut rumah sendiri adalah tempat tinggalnya bersama ketujuh anggota groupnya.

setelah beranjak keluar dari dalam mobil yang dipinjamkan sang manager padanya, san lekas berlari masuk ke dalam. hatinya benar-benar tak tenang dan terus diisi oleh satu nama yang sedang ia khawatirkan saat ini.

saat membuka pintu, dirinya di hadapkan dengan sosok sang tertua, seonghwa, yang terlihat hendak pergi keluar.

“cari wooyoung pasti?” tebak si park, lantas dibalas anggukkan oleh si lelaki choi.

“beberapa menit yang lalu baru aja sampe,” kata seonghwa, ia bersedekap dada. “kalian berantem?” tanyanya.

“dia bilang?” san bertanya balik.

seonghwa menggeleng, san sendiri sudah menduga. wooyoung bukan tipikal manusia yang mudah berbagi kesedihan meski kondisi emosinya sedang dilihat oleh mata para sahabatnya.

“dia nangis, terus lari ke kamar,” ucap seonghwa, lelaki berparas rupawan itu menghela napas.

“hari ini moodnya buruk banget. dia kebagian bersih-bersih rumah, tapi dikacauin sama yunho dan mingi. sebelum diusilin mereka berdua juga moodnya udah jelek, sih. kangen kamu, kayaknya.”

seonghwa mengangkat kepala dengan jari telunjuk berada di atas dagu, membuat raut dan gestur berpikir.

“dia keluar sendirian, pamitnya cuma ke aku aja. gak bilang mau kemana, sih, tapi kayaknya lagi mau betulin suasana hati,” tutur seonghwa.

mata san menyendu, hatinya terasa semakin tak tenang. wooyoung berniat menata suasana hati tapi san malah semakin mengacaukannya.

“kalo gitu, aku samperin dulu, ya, kak.”

san baru akan beranjak dari hadapan seonghwa, sebelum pergelangan tangannya ditahan oleh sang tertua.

si choi menautkan alisnya bingung ketika seonghwa menatapnya dengan sendu.

“hongjoong kapan pulang?”

san terkekeh kecil melihat raut sedih dan bibir melengkung ke bawah itu.

“tadi, kak joong pesen katanya kalo kak hwa nanyain, samperin aja kak joong ke gedung agensi.”

raut redup seonghwa kian mencerah, ia mengangguk cepat lantas segera beranjak pergi dari hadapan san.

“duluan, san! titip wooyoung, ya!”

san mengangguk sambil mengacungkan jempolnya sebelum berjalan menuju salah satu kamar yang pintunya terletak di ujung kiri.

si choi itu menarik napas banyak kemudian menghembuskannya secara perlahan. ia agak ragu untuk bertemu wooyoung di saat kekasihnya itu mungkin sedang dalam ruang penata hati. namun, ia juga tak bisa menunggu lebih lama, ia harus bertemu wooyoung sekarang.

dibukanya pintu kayu bercat cokelat itu dengan pelan kemudian ditutup kembali setelah dirinya melesat masuk ke dalam.

dari posisinya, dapat san lihat sebuah gundukan di atas kasur, di balik selimut, meringkuk dengan getar kecil dan suara isakan lirih yang terendam balutan selimut tebal itu.

san menatap cemas sosok dalam selimut yang ia yakini adalah diri sang kekasih. tungkainya berjalan pelan menghampiri dan duduk di tepi kasur.

tangan san terulur, mengusap surai hitam yang menyembul di balik selimut.

“young-ah..”

san memanggilnya dengan intonasi yang begitu lembut. meski begitu, wooyoung tak menyahut, sesuai dugaan san pula. wooyoung tahu itu suaranya dan ia tak akan dengan mudah menyahut.

“kamu mau nangis dulu? aku tungguin, abis itu kita bica―”

wooyoung menepis tangan san yang saat itu masih dengan setiap mengusap lembut kepalanya.

ini tidak akan menjadi hal yang mudah untuk san, tapi usahanya tak boleh sampai sini.

“kamu boleh marah. tapi bukannya lebih baik dengerin aku dulu?”

san berbicara sehalus mungkin, tak ingin salah menggunakan intonasi yang bisa saja menyinggung hati rapuh si manis.

“gak papa kalo kamu ngga percaya. aku hanya butuh ngejelasin semuanya, sisanya tinggal kamu yang pikirin,” lanjutnya.

“pergi.”

san menghela napas, “gak bisa, kamu harus de―”

“pergi, kamu harusnya sibuk.”

si choi berdecak mendengar suara lirih di balik selimut itu. ia lekas melepas sepatu yang masih membungkus kedua kakinya, sebelum sepasang tungkainya ia naikkan ke atas kasur, tubuhnya mulai mengambil posisi berbaring menghadap wooyoung yang membelakanginya. sepasang tangannya terulur untuk merengkuh tubuh yang terlihat masih sedikit bergetar itu, memeluknya dari belakang.

memang, sempat ada rontaan kecil dari wooyoung tapi san tak pernah menyerah untuk melepas tautan jari-jarinya di atas perut si manis.

san mendekatkan wajahnya, menyandarkan keningnya di atas puncuk kepala wooyoung, mengusakkan keningnya pada helaian gelap itu dengan pelan.

“aku gak bohong kalo bilang aku kerja. kamu juga gak salah lihat aku yang di cafe tadi,” san mulai membuka suara, persetan dengan wooyoung yang sempat menolak secara tak langsung niat menjelaskannya.

“aku di sana juga sambil kerja. kamu tau? gedung agensi rasanya sumpek banget sampe rasanya aku mau ngerjain lirikku di luar aja.”

san beralih untuk mengusap-usap pinggang tertutup selimut itu dengan lembut.

“manager ngebolehin, tapi katanya gak boleh sendiri. jadi dia nyuruh salah satu staff yang lagi kosong buat nemenin aku.”

sebuah senyum tipis terulas di bibir san ketika merasakan getaran pada tubuh si manis berhenti.

sepertinya, wooyoung mengerti apa yang san maksud.

“kamu pasti gak liat mukanya, makannya salah paham―oh, atau kamu mau aku ajak ke gedung agensi sekarang buat mastiin?”

san mengalunkan tawa kecil yang terdengar manis dan berterima dengan nyaman ke dalam indra pendengar wooyoung.

harusnya wooyoung kesal, tapi hatinya malah menghangat, entah karena tawa san atau penjelasan yang telah sang kekasih serukan.

atau mungkin dua-duanya?

entahlah, yang pasti sekarang hati wooyoung terasa lega.

“wooyoung, mau liat muka kamu, boleh?”

wooyoung mengeratkan selimutnya dengan tangan menggenggam ujung selimut di atas keningnya kemudian menggeleng keras.

ah, wooyoung sangat malu. selain salah paham yang terjadi, ia juga malu jika san melihat kondisi wajahnya saat ini.

“gak usah malu, cuma ada aku.”

“j-justru karena itu san,” cicit wooyoung.

san tertawa, kali ini lebih keras namun tak membising.

dengan mudah kedua tangannya membalikkan tubuh yang lebih kecil untuk menghadapnya, lantas menarik pelan selimut yang menutupi wajah favoritnya itu.

sorot san meneduh, melihat mata dan hidung wooyoung yang memerah juga jejak air mata yang mengotori pipi sedikit berisi itu.

san tak tahu harus merasa iba atau gemas melihatnya.

ditangkupnya pipi si jung dengan kedua tangannya untuk kemudian ia sapu jejak air mata itu dengan ibu jarinya.

“san..”

“iya?”

wooyoung membuang pandang dari mata san yang terus menatapnya.

“m-malu.”

san tersenyum lebar dengan deretan giginya yang ikut menyembul manis, menciptakan sebuah lesung pipit pada area pipi bawahnya.

wajahnya mendekat, menyatukan kedua kening mereka untuk kemudian ia usak dua pipi itu dengan tangannya penuh rasa gemas.

“mau kamu senyum, mau kamu abis nangis, jung wooyoung itu selalu keliatan manis, aku heran.”

cup!

satu kecupan singkat mendarat di atas bibir kering wooyoung.

“tapi kalo bisa aku pengen liat manisnya kamu pas senyum aja. aku gak mau liat kamu nangis. aku minta maaf, ya?”

wooyoung menunduk lantas menggeleng.

“aku yang harus minta naaf sama san, aku salah paham.”

san mendengus geli, sebelah kakinya terangkat untuk ia topangkan di atas kaki si manis, perlakuan yang sering ia lakukan pada bantal gulingnya.

astaga, wooyoung yang tubuhnya sedikit lebih kecil dari tubuh san benar-benar terasa begitu pas dalam pelukan san.

“engga, kamu ngga salah, kok. aku suka liat kamu cemburu, walau sempet deg-degan juga. takut kamu ngamuk.”

kedua tangan wooyoung yang bertengger di atas dada san meremat kaus depan sang kekasih dengan erat.

“san?”

“kenapa lagi, hm?”

wooyoung menggigit bibir bawahnya, bola matanya terangkat, memberanikan diri untuk kembali bersitatap dengan netra jernih di hadapannya.

i miss you.

san tersenyum lembut lantas mengusap pipi itu tak kalah lembut.

bohong jika san tak merindukan wooyoung. dari kemarin ia sangat sibuk dengan urusannya di gedung agensi hingga waktu bertemu dengan wooyoung sedikit terganggu.

i miss you more, young-ah,” bisiknya, tepat di hadapan bibir si manis.

“eum.. can i get a kith?”

san menggeram dalam hati melihat betapa manis wooyoung yang lugu meminta dengan malu-malu.

tidak ada yang jauh lebih manis dari seorang jung wooyoung di mata choi san.

sure, you can!

setelahnya, dua pasang ranum itu saling beradu kontak, bertaut dengan lumatan-lumatan lembut yang membuat hati terasa hangat.

san menarik tubuh wooyoung ke atas tubuhnya, kemudian memeluk pinggang itu dengan erat sementara sebelah tangannya yang bebas beranjak untuk mengusap-usap lembut kepala si manis. wooyoung sendiri sibuk membalas dan mengimbangi gerakan bibir san, dengan kedua tangan yang begitu erat melingkar di leher sang dominan.

sore itu, kedua insan manis sibuk melepas rindu, berbagi afeksi dengan pelukan hangat dan ciuman mesra.

―fin.

©woolilboy, 2020.

miss🔞

・・・

derap langkah sepasang sepatu pantofel yang terpasang apik di kedua kaki itu menggema di sepanjang lorong sepi sebuah gedung apartemen.

sebelah tangan menjinjing tas kerjanya sementara sebelah tangan yang bebas menenteng jas hitam yang tak tertarik untuk ia kenakan lagi setelah perjalanan pulangnya menuju tempat tinggal yang ia rindukan.

ralat, bukan tempat tinggalnya, melainkan sosok yang tinggal bersamanya.

choi san, menekan beberapa digit angka di samping pintu sebelum permukaan itu ia buka dan dirinya lekas melesat masuk ke dalam.

waktu sudah menunjukkan hampir pukul 12 malam. namun, lampu ruang tv yang tak jauh dari pintu masuk itu masih menyiratkan cahayanya yang belum dimatikan seperti biasa sebelum sang penghuni terlelap.

san menyernyitkan keningnya, “wooyoung belum tidur, ya?” monolognya.

ia lekas membuka sepatu pantofel yang dikenakannya untuk diganti dengan sepasang sandal rumah dengan bahan bulu berwarna putih yang lucu. pilihan sang pujaan hati, siapa lagi memang yang membuat san sanggup memakai benda lucu seperti itu?

ia melangkahkan tungkainya menuju ruang tv, di mana ia melihat sebuah helaian rambut hitam sedikit menyembul dari balik sisi sofa.

seulas senyum teduh terlukis di bibirnya ketika mendapati sosok manis dengan sweater biru kebesaran dan celana longgar selutut berbaring di atas sofa. kedua mata tertutup serta napas berhembus teratur, menandakan si manis sedang terlelap.

yang membuat san merasa gemas sekaligus senang adalah wooyoung dengan balutan sweater kebesaran itu sebenarnya adalah milik san. aroma khasnya menguar dari kain berbahan lembut itu.

san mendudukkan dirinya pada spot tersisa di tepi sofa, tangannya terulur untuk mengelus surai selembut sutera wooyoung dengan perlahan, tak ingin membangunkan pangeran manisnya.

apa wooyoung menunggunya pulang?

memang, sejak siang kekasihnya itu tak pernah absen untuk mengirimnya pesan dengan berbagai isi yang tak begitu penting namun tetap membuat san merasa gemas dan semakin rindu.

wooyoung yang mengirim pesan tentang dirinya yang berbelanja banyak cemilan hari ini, tentang perjalanan pulang nya bertemu anak kucing di atas pohon dan dengan bangga bercerita pada san jika ia menolong sang kitten, tentang ia yang digoda anak-anak berseragam sekolah menengah dan diserui dengan panggilan ‘dek’ yang menbuat wooyoung sangat marah, kemudian berlanjut dengan wooyoung yang menghubungi san lewat panggilan telepon ketika si choi mendapatkan waktu istirahatnya untuk ia manfaatkan bertukar suara dengan sang kasih.

wooyoung tak akan bisa berbohong jika dia sangat merindukan san. proyek yang dikerjakan san kali ini mengharuskan si choi tak jarang untuk lembur dan meninggalkan wooyoung yang merasa kesepian di apartemen.

jangankan wooyoung, san saja sangat merindukan eksistensi nyata wooyoung dalam pandangnya.

sebuah usapan san berikan pula pada pipi sedikit berisi wooyoung, matanya tak pernah berhenti menatap pahatan wajah si manis yang terlelap damai.

poni yang sedikit menutup mata, hidung bangir, pipi dengan sedikit semu merah muda, juga bibir kecilnya yang sedikit terbuka. semuanya hampir sempurna di mata san. merasa gemas, ia merangkak ke atas tubuh wooyoung, menumpu kedua tangannya di tiap sisi tubuh sang kekasih sebelum mencondongkan tubuhnya untuk mendekatkan wajahnya.

“ung.. san?”

bibir itu hampir bersentuhan ketika suara parau mengintrupsi pergerakan san untuk mengambang di atas jarak hampir terkikis.

“san udah pulang?”

san mengulas senyum lembut ketika wooyoung bergegas mengucek matanya sambil menggeliat kecil.

“hu'um. kamu nungguin aku?” tanya san.

wooyoung mengangguk kecil, “aku kangen san,” ucapnya.

san tak dapat menahan rasa gemas untuk beralih memeluk pinggang wooyoung dan beringsut menjatuhkan kepalanya dengan pelan di atas perut wooyoung, mengusakkan hidungnya pada bermukaan berbalut sweater kebesaran itu.

“san.. geli, tau.”

si choi mengangkat kepalanya, melempar senyum―tidak, sebuah seringai untuk si manis yang menatap ke arahnya.

“geli?” tanya san.

“uhm! makannya di―uhh.. s-san..”

tubuh wooyoung berjengit ketika san malah menyingkap sweaternya untuk kemudian menciumi perutnya dengan ciuman lembut terkesan menggoda.

bulu roma wooyoung meremang tak tertahankan ketika san menyusuri area perut ratanya dengan bibir basahnya.

“s-san, ma-mau―eung.. mau ngapain?” tanya wooyoung, tangannya terulur untuk meremat lembut helaian surai hitam san.

“aku kangen kamu, wooyoung.”

si manis tersenyum sambil mengangguk, “aku juga kangen banget sama san.”

san mengangkat kepalanya untuk melemparkan senyum lembut pada si manis.

“kalo gitu boleh, ya?”

pipi wooyoung merona, pandangannya ia buang ke arah lain untuk memutuskan kontak mata dengan san yang menatapnya penuh afeksi.

ia menunduk, lantas mengangguk malu-malu dengan sebelah tangan bergerak untuk mengusap kepala san.

mendapatkan lampu hijaunya, san kembali melanjutkan kegiatannya, menciumi perut wooyoung, kali ini juga ikut menyapukan lidahnya di atas permukaan kulit lembut favoritnya itu hingga membuat sang empu mengerang dengan sedikit jengitan terkejut pada tubuhnya.

san semakin memajukan tubuhnya, juga kepalanya untuk bergerak lebih ke atas, masuk ke dalam sweater keberasan itu untuk menjamah bagian tubuh atas si manis dengan mulutnya.

“angh.. s-sani―akh!”

wooyoung mencengkram lengan san yang melingkar di dadanya ketika merasakan putingnya diraup dan sedikit digigit oleh san di dalam sana.

cengkraman wooyoung pada tangan san semakin mengerat ketika sebelah tangan besar sang dominan turun ke bawah, mengelus gundukan di area selangkang wooyoung yang masih terbungkus rapi dengan celana pendeknya. meski begitu, san tetap bisa dengan mudah memasukkan tangannya ke dalam celana wooyoung dari bawah karena sungguh, celana itu begitu longgar dengan lubang masuk kaki yang besar, membuat san kini dengan mudah menyentuh kejantanan wooyoung yang terbungkus celana dalamnya.

basah, san menyeringai di sela kegiatan mulutnya yang menjamah dua puting wooyoung secara bergantian.

wooyoung ini mudah sekali terangsang, basah dengan cepat bahkan jika diingatkan ini hanyalah sebuah foreplay yang biasa mereka lakukan.

“sayang,” panggil san, setelah mengeluarkan kepalanya dari dalam sweater yang wooyoung kenakan untuk kini ia hadapkan wajahnya dengan wajah sang kekasih.

“eung.. i-iya, san?”

tangan san membelai pipi itu dengan lembut, rasanya gairah semakin mendidih ketika mendapati potret nyata wajah merah padam dengan mata sayu itu menatapnya penuh damba.

i love you, choi wooyoung.”

entah sudah berapa kali tubuh wooyoung dibuat berjengit oleh sang kekasih dengan segala perlakuan yang dilakukan pada bagian-bagian tubuhnya.

kedua tangan wooyoung merambat naik, mengalung di area leher san lantas menariknya hingga kening dan ujung hidung masing-masing saling beradu kontak.

wooyoung tersenyum, bukan senyum manis menggemaskan seperti biasa. melainkan senyuman menggoda yang lebih terlihat seperti senyum jenaka anak kecil.

si manis mendekatkan bibirnya hingga menempel dengan sepasang bibir sang dominan sebelum berbisik.

i love you more, daddy choi.”

san menggeram ketika lutut si manis di bawahnya dengan sengaja bergerak untuk mengusak kejantanan yang masih terbungkus celana kerjanya.

“kamu tahu kalau anak nakal butuh diedukasi dengan hukuman, sayang?”

wooyoung terkekeh manis lantas mengangguk, “no problem, punish me, i'm a brat, daddy choi.”

san mendesis, mencengkram lembut kedua pipi wooyoung dengan sebelah tangannya sambil menatap remeh anak nakal di bawahnya.

you're in trouble, woo.”

“aw, i'm afraid'.”

tak tahan, san lekas menyambar bibir manis itu dengan ritme yang langsung menuntut, menggigit, melesakkan lidahnya ke dalam, menghancurkan isi rongga mulut wooyoung dengan lidahnya tanpa memberi kesempatan si manis untuk mengimbanginya.

wooyoung meruntuk dalam hati, sedikit menyesal karena telah menggoda san hingga membuatnya tak memiliki kesempatan untuk  mengikuti alur permainan yang san bawa dan berakhir dikuasai.

baru saja lututnya hendak beranjak untuk kembali menggoda milik sang kekasih di bawah sana yang masih terbungkus rapi, wooyoung melenguh di sela pangutan bibir san ketika merasakan sebuah tangan meremat lembut kejantanannya.

tangan san yang sedang tadi terus bertengger di dalam celana wooyoung sampai sang empu melupakan eksistensinya bergerak untuk menggoda benda yang semakin basah itu. meremat, mengelus, dan menekan-nekannya dengan telunjuk, ia lakukan berulang kali, membuat wooyoung menggeliat frustasi akan sentuhan san yang membuat nafsunya semakin memburu.

rasa frustasi wooyoung semakin meningkat ketika san mulai melepaskan celana si manis hingga tak ada kain tersisa yang membungkus area bawahnya, untuk kemudian menggenggam kejantanan yang tak begitu besar itu untuk ia berikan handjobnya di sana.

“eumph―ahh.. d-daddy!

wooyoung melepaskan pangutan mereka ketika napasnya terasa tercekat untuk menerima pangutan liar san sementara ia butuh bernapas lebih banyak akibat pergerakan tangan san yang kini sedang mengocok kejantanannya.

“hm? wanna more?

i-i want―ngah..”

“apa? bilang yang jelas, sayang.”

wooyoung mendesis dalam hati, bagaimana ia bisa berseru dengan normal sementara gerakan tangan di kejantanannya itu semakin cepat.

y-your dick, d-daddy. p-pwease?

san menyeringai atas memohonnya wooyoung dengan wajah manis itu dan keluarnya cairan putih yang kini sudah mengotori kemeja dan celana hitamnya.

segera ia lepas celana yang sudah begitu menyesakkan baginya kemudian ia lempar ke segala arah.

“tapi daddy ngga ada pengaman strawberry favorit kamu, gimana?”

wajah wooyoung merengut sementara tangannya semakin erat memeluk leher sang dominan.

“hari ini ngga mau pake kondom! gak enak, ngeganjel!”

san terbahak mendengar pengakuan lucu itu lantas menghujami wajah wooyoung dengan kecupan-kecupan gemas.

jung wooyoung benar-benar anak nakalnya yang menggemaskan.

shower?

wooyoung memajukan bibirnya, menatap san dengan raut merajuk.

“pegel―”

plak!

“akh―dad!”

san menampar pantatnya, lantas meremasnya dengan gemas.

“kamu ini banyak protes. aku tambah hukuman kamu, ya, sayang?”

ia mengecup bibir wooyoung sekilas, lantas bangkit dengan wooyoung di gendongannya untuk ia bawa menuju kamar mandi.

―fin

©woolilboy, 2020.

terciduk membawa berkah (apa banget judulnya tau dah gak ada ide)

・・・

wooyoung panik, ia hendak beranjak pergi dan berlari sekencang mungkin. namun, sayang posisinya yang saat itu sangat dekat dengan pintu toilet membuat san dengan mudah menariknya untuk masuk ke dalam.

bruk!

didorongnya tubuh wooyoung hingga punggung itu membentur pintu kemudian dua tangan kekar menyusul untuk mengukung si manis yang kelabakan.

“jung wooyoung.”

wooyoung benar-benar tak tahu harus bagaimana, jangankan untuk kabur, hanya untuk menelan air liurnya saja ia kesusahan. sepasang netra di hadapannya menyorot wooyoung dengan tajam, penuh intimidasi.

“p-pak.. m-maaf, maafin saya.. saya gak tau, saya janji bakal diem, tolong jangan pecat saya.”

san itu menyeramkan, sehari-harinya wooyoung yang menjadi pekerja dengan jabatan biasa di perusahaan milik san kerap kali mendapati san yang kalau tidak marah-marah, ya, bersikap dingin sampai wooyoung tak berani mengajak bicara selain menyapa dengan sopan santun yang tinggi.

wooyoung pernah kena marah san, mendapati bentakan menyakitkan yang membuatnya sampai menangis. setelah itu, wooyoung tak berani lagi membuat kesalahan dan berhati-hati dalam bekerja.

dan sekarang, wooyoung di sini, menjadi saksi kegiatan memalukan san di dalam kamar mandi.

apa yang dapat wooyoung harapkan dari kata selamat? dia tak akan selamat.

“apa kamu denger semuanya?”

sialan, nada tegas dengan intonasi rendah itu membuat tubuh wooyoung menegang.

“jawab.”

“y-ya, pak.”

“termasuk nama kamu?”

tubuh wooyoung terasa amat kaku saat itu, kepalanya tiba-tiba pusing sampai rasanya ingin meledak mendengar pertanyaan san.

tentu saja, wooyoung mendengar semuanya, mendengar bagaimana suara desah samar yang terdengar rendah dan seksi itu masuk ke dalam telinganya. bahkan, wooyoung juga mendengar.. mendengar samar ketika namanya terselip dalam desahan rendah itu.

wooyoung pikir jika ia salah dengar, tentang san yang menyerukan namanya dalam hembusan napas tercekat akibat kegiatan memuaskan diri sendiri yang san lakukan.

tapi, mendengar pertanyaan itu, wooyoung sekarang yakin, jika ia tak salah dengar.

“jung wooyoung kamu dengar saya bicara?”

wooyoung menunduk, menggigit bibir bawahnya lantas mengangguk, membuat san mendengus sebal sebagai respon.

“s-saya bakal diem, saya j-janji, pak.”

san menyeringai melihat bagaimana gelagat wooyoung yang terlihat gugup sekaligus ketakutan di depannya.

manis,’ batin san.

san mengulurkan tangannya untuk mengangkat dagu karyawan manisnya itu.

“buka mata kamu, jung wooyoung. saya gak akan nonjok kamu, tenang aja.”

tak ingin banyak tingkah apalagi membantah, wooyoung lekas menurut untuk membuka matanya.

bertemunya sepasang maniknya dengan kelereng jernih di hadapannya membuat pipi wooyoung tiba-tiba memanas.

jujur saja, wooyoung mengagumi atasannya ini, sedari lama, dalam diam. san tampan, san menawan, san yang sangat berwibawa.

ya, meski saat ini wibawanya sedikit turun karena tertangkap basah wooyoung sedang melakukan masturbasi di toilet kantor yang sepi.

tapi, wooyoung masih bingung akan satu hal. kenapa san menyebut namanya? apa maksudnya?

“ini memalukan tapi karena kamu denger, lebih baik saya jujur dari pada gantungin perasaan kamu yang penasaran kenapa saya sebut nama kamu.”

bagai cenayang, san merespon isi hati wooyoung yang dilanda rasa bimbang.

“s-saya gak papa kalo bapak ngga jujur. ta-tapi jangan pecat saya.”

san terkekeh. manis, hanya itu yang dapat wooyoung simpulkan atas pandangan pertamanya melihat san terkekeh ringan seperti ini.

“saya gak mungkin pecat kamu, jung wooyoung. never.”

san semakin merapatkan tubuhnya sementara wooyoung kembali menelan ludahnya dengan susah payah. jantungnya berdebar tak karuan, rasanya mau meledak.

“jung wooyoung,” panggil san, tepat di samping telinganya.

“i-iya, pak?”

sebelah tangan san terulur ke belakang, melingkar di area pinggang wooyoung dengan erat.

“saya suka kamu.”

wooyoung membulatkan matanya, kakinya melemas mendengar pernyataan dengan nada tegas khas choi san, meski, kali ini sedikit dibumbui dengan nada lembut yang hangat.

“s-suka saya?”

san mengangguk, rasanya ingin menyerang wooyoung melihat bagaimana lucunya anak itu mengedip-ngedipkan matanya dengan raut polos.

“ya, sejak saya marahin kamu sampai nangis waktu itu.”

wooyoung tak tahu bagaimana ia harus merespon, meski begitu hatinya terasa hangat, berbunga, diiringi sensasi menggelitik di perut.

gila, benar-benar gila. bos yang ia kagumi sedari lama itu juga menyukainya.

“tapi, jung wooyoung.”

wooyoung tersadar dari lamunannya ketika san mengembalikan nada dinginnya sambil menatap wooyoung penuh intimidasi, lagi.

“saya agak kesal sama kamu. kamu ganggu kegiatan saya, darl.

entah sudah berapa kali liur yang telah wooyoung telan dengan susah payah, namun rasa gugupnya tak pernah berkurang selama ia dalam kungkungan choi san.

“s-saya minta ma-maaf, pak. sa-saya harus apa?”

senyum miring san kembali tercetak di bibirnya, ia mendekatkan wajahnya pada wajah si manis di hadapannya, sangat dekat hingga hembusan napas hangat itu menerpa wajah wooyoung.

“dalam 28 tahun hidupmu, kamu pernah nonton video porno?”

wooyoung menggigit bibir bawahnya, lantas mengangguk kaku.

do you know oral sex?

lagi-lagi wooyoung mengangguk, tubuhnya terasa begitu panas entah sejak kapan selama ia dalam belenggu san dan atasannya itu mulai membicarakan hal yang intim seperti ini.

would you like to help me solve this?

san menarik tangan wooyoung, mengarahkannya ke area selatan yang sempat san bungkus kembali dengan celananya kala menarik wooyoung ke dalam.

with your mouth,” lanjut san.

wooyoung menunduk, menatap gundukan di area selangkangan san yang terlihat mengembung dengan jelas.

sial, wooyoung pasti benar-benar mengganggu kegiatan san tadi.

“kalau gak mau juga gak pa―”

i'll do it.

kali ini san yang membulatkan matanya, dikejutkan dengan tubuh wooyoung yang tiba-tiba merendah untuk berlutut di hadapan san dengan wajah menghadap ke area selangkangan san.

wooyoung menengadahkan kepalanya―sial, tatapan itu benar-benar menggoda san.

right now?” tanya wooyoung.

san mendesis, “do it!” titahnya.

wooyoung mengangguk patuh lantas melepas kancing dan menurunkan resleting celana bahan yang san kenakan sebelum melepas belenggunya dari bagian bawah san untuk menyisakan celana dalam yang juga ikut wooyoung turunkan hingga tak menyisakan apapun selain kejantanan san yang berada di hadapannya saat ini.

should i?

san menggeram menahan rasa kesal melihat raut wajah menggoda wooyoung yang kini sedang menggenggam kejantanannya.

“masukin sekarang atau saya yang masukin?”

“oke.”

“anghh―jung wooyoung!”

hangat, mulut kecil wooyoung yang sedang bersusah payah menampung penisnya itu terasa begitu hangat hingga membuat tubuh san meremang.

san tak tahu wooyoung akan melakukannya sebaik ini mengingat betapa lugunya anak itu sehari-hari walau agak berisik.

wooyoung melakukan kegiatannya dengan sangat lihai, memaju-mundurkan kepalanya untuk melahap kejantanan milik san, sesekali mengocok dan menjilatnya sampai membuat san merasa frustasi dengan libido yang semakin meningkat atas perlakuan wooyoung pada kejantannya.

“shh.. jung wooyoung, can be faster?

si manis jung tersenyum lantas mengangguk patuh.

of course, pak.”

san memejamkan matanya dengan erat merasakan hisapan mulut wooyoung pada kejantanannya semakin cepat dan kuat. nafsu kian mebelenggunya hingga membuatnya semakin bersemangat, memegangi tiap sisi kepala wooyoung untuk menggerakkan kepala si manis di bawahnya.

wooyoung tak masalah dengan itu meski beberapa kali hampir tersedak dengan penuhnya penis san yang semakin mengembung, menandakan san sudah semakin dekat dengan pelepasannya.

“arghh, your milk will coming, j-jung wooyoung―ahh..”

san menumpahkan putihnya, memenuhi rongga mulut wooyoung. sedikitnya yang tak dapat tertampung itu merembes ke tiap sisi mulut si manis.

rasanya aneh, tapi wooyoung menyukainya.

si lelaki choi merendah, berjongkok di hadapan wooyoung, memangut bibir itu untuk menikmati cairannya sendiri bersama wooyoung.

bunyi kecipak bibir yang basah menggema kala san melepaskan tautan bibir keduanya. senyuman manis terulas diiring usapan lembut pada pipi wooyoung yang telah memerah padam.

get a room?

・・・

kepala wooyoung menengadah ke atas, mulutnya tak bisa tertutup dan berhenti mengalunkan desah keras yang semakin menaikkan nafsu san untuk terus menggempurnya lebih cepat di belakang sana.

kaki wooyoung amat lemas, meski begitu bersyukur tak sampai jatuh karena san memegangi pinggangnya. kedua tangannya yang bertengger pada kaca di hadapannya mengepal kuat hingga buku jarinya memutih, hampir tak bisa menopang tubuhnya, dan sekali lagi san ada untuk menopangnya, menggenggam erat dua pergelangan tangan yang terikat dasi di atas kepala wooyoung.

“eungh.. p-pak s-san―akh!”

wooyoung berjengit dengan leher semakin menjenjang ketika sebelah tangan san yang bertengger di pinggangnya beralih untuk meremat kejantanan wooyoung yang tak jauh lebih besar.

choi san, baby. not pak san, ya?”

wooyoung merengek, menggeliat atas genggaman tangan san pada kejantanannya lantas mengangguk.

yes, ch-choi san―ngah!”

san mengecup pipi wooyoung lantas tersenyum puas.

i love good boy.

si lelaki choi kembali menggerakkan pinggulnya, semakin cepat sesekali menampar pantat wooyoung yang sudah memerah atas perbuatannya.

san tak tahu jika bercinta dengan wooyoung di hadapan kaca ruangannya yang gelap akan semenakjubkan ini. menumbuk wooyoung sambil memperhatikan raut wajah penuh nafsu si manis yang terpantul dari permukaan kaca hitam itu.

“akh―wooyoung, j-jangan diketatin, sayang.”

wooyiung menggeleng lemah, “i'm sorry, gak s-sengaja―nyah!”

san menggigit bahu telanjang wooyoung lantas menghisapnya untuk menambah ruam-ruam merah keunguan yang sudah membekas banyak di sana.

it's okay. because you're a good boy, i forgive you.

wooyoung mengerang, “thank you, choi san.”

ah, jung wooyoung yang menawan. dia bahkan terlihat begitu indah meski dalam belenggu kuasanya. san tak bisa memindahkan atensi matanya dari raut wooyoung yang terpantul pada permukaan kaca di hadapannya.

“wooyoung.”

“ya, choi san?”

san mengulurkan tangannya, meraih dagu wooyoung untuk sedikit merendahkan kepala si manis.

open your eyes and look ahead.

wooyoung menurut, perlahan membuka matanya. hal yang ia lihat pertama kali adalah wajahnya yang terpantul di permukaan kaca hitam, di hadapannya. wajah kacau dengan mata sayu yang membuatnya malu sendiri, kemudian bergulir pada wajah tampan san yang juga terpantul di sana, sedang bertopang dagu di atas bahunya.

look, how beautiful you are, jung wooyoung.”

kalimat manis dengan napas yang berhembus di depan telinganya itu kembali membuat pipi wooyoung memanas lantas dirinya beralih untuk menunduk dalam, merasa malu.

ia tak percaya akan hal ini, rasanya seperti mimpi. wooyoung, bercinta bersama atasannya sendiri, choi san, di ruang kerja yang luas, di samping kaca ruangan yang memantulkan potret nyata tubuh full naked keduanya sebagai spot terpilih karena nafsu sudah di ujung tanduk.

“jung wooyoung.”

“i-iya, pa―choi san?”

san tersenyum manis, menarik pelan kepala wooyoung ke samping agar menghadap wajahnya, lantas memangut bibir yang sudah terlihat membengkak itu dengan lembut.

“saya tau rasanya gak romantis banget curahin hal ini di kondisi yang sekarang. tapi..”

si lelaki choi menggantungkan kalimatnya untuk beringsut mengecup kening wooyoung, menciumnya dengan lembut, sedikit lama sebelum kembali melepasnya.

“saya suka kamu―ah, engga. saya cinta kamu. be mine?

wooyoung mengedip-ngedipkan matanya. padahal, san sudah membukanya dengan kalimat jika tak romantis rasanya mencurahkan hal seperti ini dalam kondisi mereka yang sekarang, tapi tetap saja ini benar-benar memalukan ketika tubuh wooyoung melemas dan hampir terjatuh jika tak ada san yang selalu setia menopangnya.

“hey.. saya ngangetin kamu?”

tolong jangan pake saya, dong anjir! lo bisa, gak, cukup ganteng muka aja?!

wooyoung menjerit dalam hati. ini memang sangat jauh dari kata romantis tapi sudah cukup membuat hati wooyoung berantakan.

“saya gak minta kamu jawab sekarang, kok, saya―”

“choi san..”

san mengangkat kedua alisnya, “hm?”

i do.

san mengulas senyum cerah setelah mendengarnya, senyum cerah yang jarang sekali dilihat baik oleh wooyoung maupun seluruh karyawan yang bekerja di bawah kendali san.

rasanya hangat, senyum itu secerah matahari dan sehangat belenggu senja. mulai saat ini, wooyoung akan sangat mencintai senyum berharga itu.

“tapi, san..”

“iya?”

wooyoung menunduk, diam-diam menggigit kecil pipi dalamnya.

can we continue all this? punyamu makin penuh.”

selanjutnya san terkekeh menanggapi ucapan penuh rasa gugup wooyoung sebelum mengusakkan hidungnya pada pipi sedikit berisi si manis dengan gemas lantas kembali melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda.

ruangan itu kembali diisi oleh suara kulit yang saling beradu, diiringi seruan nama masing-masing yang terselip dalam desah penuh nafsu hingga keduanya berhasil mencapai putih yang ditunggu-tunggu untuk melanjutkan kegiatan yang lebih panas di tempat selanjutnya.

sepertinya meja kerja san adalah ide yang cukup bagus, kan?

―fin

©woolilboy, 2020.

kiss

・・・

kicau burung membising diiringi cahaya yang menerpa dari sela gorden kamar gelap adalah dua hal yang cukup untuk membangunkan sosok wooyoung dari tidur lelapnya.

tubuhnya menggeliat, bergerak tak nyaman sebelum terduduk di atas kasur sambil mengucek matanya.

dirasa kesadarannya sudah terkumpul sempurna, kepalanya menoleh pada satu sosok yang menemaninya tidur semalaman.

choi san, kekasihnya, masih terlelap nyenyak dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

wooyoung tersenyum melihat wajah tampan yang damai dengan hembusan napas teratur itu. san pasti lelah setelah lembur semalaman hingga apartemen wooyoung yang jaraknya cukup dekat dengan kantor tempatnya bekerja adalah tujuan pulangnya.

si manis jung melirik jam digital di atas nakas, pukul 06.15.

ia harus bergegas cuci muka dan gosok gigi untuk kemudian menyiapkan sarapan sebelum san bangun.

maka, lekaslah wooyoung beranjak dari kasur, memunguti pakaian yang berserakan di atas lantas untuk ia bawa ke dalam ruang laundry.

ya, meski tubuh dan wajahnya terlihat lelah, wooyoung sempat merasa heran kenapa san bisa menyerang dan mengjajarnya semalam dengan tenaga penuh seperti tak ada aktivitas melelahkan yang menguras energinya seharian.

・・・

wooyoung menyusun hidangan untuk ia santap bersama san sebagai menu sarapan di atas meja.

tidak begitu mewah, hanya dua mangkuk oatmeal dengan topping blueberry, satu gelas susu untuknya dan satu gelas kopi untuk san.

“tinggal bangunin san.”

kaki kecilnya berjalan pelan menuju kamar satu-satunya yang ada di apartemen miliknya, membuka pintu lantas menghampiri san yang masih terlelap.

wooyoung mendudukkan dirinya di tepi kasur.

tak ada yang wooyoung lakukan selain menatap wajah tampan san dari jarak matanya. entah, ia ingat niat membangunkan san, tapi sekarang rasanya enggan.

akhir-akhir ini kekasihnya itu sangat sibuk dengan proyek yang dia kerjakan hingga menghambat waktu bertemu mereka. panggilan telepon, panggilan video, serta aplikasi pesan adalah keterpaksaan berkomunikasi demi melepas rindu.

wooyoung itu agak tak menyukai komunikasi jarak jauh, tak bisa menahan rindu meski dengan sebuah panggilan video. ia lebih suka bertemu langsung dengan san, memeluknya seharian, menceritakan banyak hal yang akan dengan senang hati san dengarkan, sampai berdiam diri tak melakukan apapun asalkan itu ada san.

tangannya terulur untuk mengusap surai kelam san yang sedikit kusut, mengulas senyum hangat ketika san sedikit bergerak untuk menyamankan posisinya.

melihat itu, entah dapat keberanian dari mana kepala wooyoung bergerak turun ke bawah, mendekatkan wajahnya pada pahatan sempurna san yang banyak dikagumi khalayak umum.

napas hangat san menerpa kulit wajahnya, membuat pipi wooyoung memanas ketika merasakan betapa sempit jarak antara wajah keduanya.

meski sudah terbiasa dengan mengikis jarak kontak tubuh, sesekali wooyoung sering dilanda gugup hingga jantungnya hampir meledak.

dengan jarak sedekat ini, wooyoung dapat bergerak untuk sedikit lebih maju dan menemukan kontak bibir dengan san di bawahnya. namun, ia agaknya sedikit ragu, ia takut membangunkan san dan tertangkap basah.

posisi wooyoung sebagai pihak penerima jarang sekali mengawali semua hal, sekali lagi ia gugup hingga wajahnya hanya menggantung di atas wajah san tanpa melakukan apapun.

well, if you won't do it, i will.

wooyoung terdiam, mengerjapkan matanya beberapa kali, terpaku pada sepasang manik mata yang menatap di bawahnya.

sampai pada akhirnya wooyoung sadar jika san terbangun, ia panik dan lekas beranjak, tapi―

sret!

san menarik tengkuknya, lantas mempertemukan dua pasang ranum untuk saling bertaut.

bruk!

tangan wooyoung ditarik hingga tubuhnya jatuh di atas tubuh shirtless san dengan tautan bibir yang tak sengaja terlepas.

“kamu lama banget, aku nungguin morning kiss,” ucap san.

wajah wooyoung merengut sebal, “kamu udah bangun dari tadi, ya?”

san terkekeh kecil lantas mengangguk, “kan, sayang banget kalo aku lewatin jatah morning kiss-ku dari kamu, apalagi kamu yang mulai duluan.”

pipi wooyoung bersemu lantas segera membuang muka, merasa malu dengan apa yang hendak ia lakukan barusan.

“wooyoung.”

“hm?”

“mau cium.”

wooyoung mendengus, “kan tadi udah?”

san membangkitkan tubuhnya, mengubah posisnya menjadi duduk dengan wooyoung yang kini berada di atas pangkuannya.

“tadi aku yang kasih. sekarang kamu, dong, kasih aku.”

“aku kira sekali cukup?”

san merengutkan wajahnya, membuat raut merajuk yang dibuat-buat.

“ngga cukup, wooyang~”

“san, jangan gitu, geli, ih!”

si choi tertawa melihat wajah kesal wooyoung lantas mengusakkan hidungnya pada pipi menggemaskan si manis.

“san..”

“apa, sayang?”

wooyoung menunduk, tangannya yang melingkar pada leher san memainkan jari-jarinya satu sama lain.

“eum.. can i kiss you?

san terbahak mendengar permintaan dari suara lirih sang kekasih. astaga, kekasihnya benar-benar manis. tiga tahun menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bahkan tak jarang tidur bersama tapi ingin cium saja dia masih meminta.

tak ada yang lebih manis dari seorang jung wooyoung bagi choi san.

of course, who would refuse?

wooyoung mengangkat kepalanya kemudian mengulas senyum manis, sebelum kepalanya mulai bergerak mendekati wajah sang kekasih.

dipertemukannya kembali dua bilah bibir dalam tautan lembut. awalnya hanya saling menempel, sebelum wooyoung berinisiatif untuk menggerakkan bibirnya, melumat bibir san seperti apa yang sering san lakukan saat menciumnya.

bibir san terasa sedikit kasar, mungkin karena dia baru bangun tidur dan bibirnya belum menyentuh apapun selain bibir wooyoung, maka dari itu si manis jung lekas membasahinya.

san terkekeh di sela ciumannya, membuat kening wooyoung mengkerut lantas melepas tautan bibir mereka.

“kok ketawa?!”

si lelaki choi menggeleng, “kamu gemes banget, aku gak kuat,” ucapnya sambil mengusak pipi wooyoung, menguyelnya penuh rasa gemas kemudian mengecupnya di kedua sisi.

wooyoung berdecak sebal, “ayo sarapan.”

baru saja tubuh yang lebih kecil hendak beranjak dari pangkuan sang kekasih, sepasang tangan menahan pinggangnya.

“nanti dulu, tadi ciumannya belum selesai, kan?”

“udah selesai, kok!”

san mendengus sebal, “belum tau!”

“dih, udah! bibir kita udah nempel, liat! bibirmu basah abis aku cium. udah selesai, emang apa lagi yang kur―eumph!”

san lekas melahap bibir yang entah kapan akan berhenti mengoceh itu, memangut dan melumatnya dengan sedikit lebih liar dari yang wooyoung lakukan padanya.

“eump―ah! san―eumh!”

san kembali menarik tengkuk wooyoung, tak membiarkan sang kekasih berbicara dan kembali membungkam bibirnya.

wooyoung hanya bisa pasrah, menerima segala afeksi yang san berikan melalui lumatan intens pada bibirnya hingga berakhir wooyoung terlena dan membalasnya.

tubuh wooyoung berjengit dengan lenguhan terendam ciuman menyusul ketika san menggigit bibirnya untuk kemudian melesakkan lidahnya masuk ke dalam mulut wooyoung, menarik atensi lidah sang kekasih untuk bergumul bersamanya.

kedua tangan wooyoung yang bertengger pada leher san merambat ke atas untuk mencengkram surai hitam sang kekasih dengan erat, melampiaskan sensasi menyengat pada tubuhnya ketika lidah san sibuk memporak-poranda mulutnya sementara kedua tangan san mulai beringsut masuk ke dalam kaus kebesaran wooyoung, memberi sentuhan-sentuhan lembut pada kulit halus si manis.

pada akhirnya, pagi yang seharusnya ia lakukan untuk membangunkan san dan mengajak sang kekasih sarapan, berakhir dengan wooyoung yang menjadi hidangan sarapan.

©woolilboy, 2020.

🔞

・・・

hongjoong membuka pintu kamar yang ditempatinya bersama seonghwa itu dengan sedikit tergesa, merasa cemas ketika seonghwa bilang jika dia tak enak badan. tungkainya berjalan terburu menghampiri sang kekasih yang meringkuk di atas kasur miliknya.

“hwa?”

tubuh seonghwa bermandi keringat, meski pencahayaan minim dengan bermodal lampu nakas yang menyala, masih dapat hongjoong lihat warna merah padam pada wajah seonghwa yang terlihat gusar.

“j-joong.. hiks..”

hongjoong berjongkok di tepi kasur, mensejajarkan wajahnya dengan wajah seonghwa lantas menangkup pipi itu. dapat dirasa keringat seonghwa yang dingin di telapak tangannya.

“kenapa? apa yang sakit, hm?”

seonghwa memejamkan matanya ketika hongjoong mengusap lembut pipinya, ada getaran tak lazim dalam tubuhnya untuk ingin disentuh lebih dari pipi.

“p-panas.. panas, joong.”

“kamu demam?”

seonghwa menggeleng, mengulurkan kedua tangannya untuk melingkar pada leher milik sang kekasih. kedua mata si lelaki manis memejam erat sementara hidungnya mulai menghirup aroma favorit yang sangat ia rindukan dari ceruk leher hongjoong.

“h-hwa?”

“tolong.”

hongjoong mengerutkan keningnya, balas memeluk seonghwa.

“nghh!”

kedua mata si surai biru mengedip-ngedip ketika mendengar suara yang keluar dari mulut seonghwa.

apa seonghwa baru saja.. mendesah?

itu bahkan hanya sebuah usapan tangan hongjoong di punggung lelaki manis itu.

“joong.. t-tolong aku. pa-panas, shh..”

sebelah tangan seonghwa yang melingkar di leher hongjoong turun untuk mengusap leher sang dominan. tak bermaksud menggoda namun gerakannya berhasil menggoda hongjoong hingga menggeram.

“hwa, kamu kenapa?”

seonghwa menggeleng, “aku g-gak ta-u aku k-kenapa, joong. tapi.. hiks, tolong.”

sebelah tangan si lelaki park yang masih melingkar di leher hongjoong mengeratkan pelukannya.

“aku butuh joongie.”

seonghwa berbisik tepat di depan telinga hongjoong, hembusan napas hangatnya yang memburu menerpa daun telinga hongjoong hingga membuat bulu roma si lelaki kim meremang.

“kamu butuh aku buat apa, hm?”

sebelah tangan seonghwa semakin turun menyusuri lekuk tubuh bagian depan hongjong, hingga berhenti tepat di area selangkangan sang dominan yang terasa mulai mengeras.

“ahh.. se-seonghwa.”

hongjoong menengadahkan kepalanya, mendesah sambil mengumpat dalam hati atas perlakuan seonghwa.

kekasihnya yang manis ini baru saja meremat lembut miliknya, sangat menggoda dan menantang.

hongjoong menangkup sebelah pipi seonghwa, menatap wajah lemah dengan mata sayu menggoda itu penuh intimidasi.

you started all this, park seonghwa.”

wajah seonghwa mendekat, menempelkan keningnya pada kening sang kekasih.

yes. i don't mind if you hit me right now, kim hongjoong.”

tak ada sepatah kata selanjutnya setelah hongjoong beranjak untuk mengukung seonghwa di bawahnya, meraup bibir menggoda itu, dibalas dengan gerakan berantakan seonghwa yang tergesa karena nafsu semakin menggerogoti tubuhnya.

“eungh.. joongi―akh!”

seonghwa refleks menengadahkan kepalanya ketika ciuman hongjoong turun menyusuri lehernya, menghujaminya dengan ciuman-ciuman lembut untuk kemudian menandainya di area yang tak bisa dilihat oleh khalayak umum.

“seonghwa..”

hongjoong menangkup sebelah pipi seonghwa, menuntun wajah sang kekasih untuk menghadapnya, untuk bersitatap dengan mata sayu si manis di bawahnya.

beg for your wish.”

kedua tangan seonghwa kembali melingkari leher hongjoong, menarik sang dominan untuk lebih dekat pada wajahnya.

break me to pieces, let me keep screaming your name tonight. i'm yours, kim hongjoong.”

as your wish, kim seonghwa.”

・・・

udara malam yang seharusnya semakin mendingin selama waktu terus berjalan kini melakukan sebuah kebalikan, hanya di kamar itu, di kamar dengan suhu air conditioner rendah yang seharusnya terasa dingin, nyatanya tak memberi efek apapun.

baik hongjoong maupun seonghwa keduanya merasa terbakar dalam belenggu panas akan nafsu. tak dipungkiri sudah berapa kali putih yang keluar, tak bisa dijelaskan secara gamblang pula sudah berapa kali seonghwa meminta lagi dan lagi sementara hongjoong dengan senang hati menuruti.

seonghwa frustasi dengan panas di tubuhnya, sedangkan hongjoong frustasi dengan seonghwa yang terus menggodanya. seonghwa tak pernah se-erotis ini ketika keduanya bercinta, dia selalu menggairahkan tapi berbeda dengan malam ini, menggairahkan bukan level seonghwa untuk malam ini.

hongjoong semi gila hanya karena seonghwa.

“joong, ahh! ahh! p-please.. hiks!”

seonghwa bahkan terus memohon, bagaimana hongjoong tak menuruti?

ia tahu ada yang tak beres dengan seonghwa tapi pikiran itu ia kesampingkan dulu. lagi pula, sesuatu yang tak beres ini membawa sebuah keuntungan baginya.

“shh.. hwa―akh! do-don't do tha-thhh. ukh.. j-jangan diketatin, sa-sayang..”

hongjoong menggeram, keningnya mengkerut frustasi merasakan dinding senggama seonghwa mengapitnya dengan erat.

“e-engga.. euhh! gak b-bis―ngah!”

seonghwa mengeratkan pelukannya pada leher hongjoong, menunduk, menggigit bahu sang dominan sebagai pelampiasan rasa sakit yang menghantam area bawahnya.

tubuh seonghwa terus terhentak seiring gerakan hongjoong yang kian cepat menumbuknya.

“j-joongh!”

hongjoong mengangguk, “together, baby.”

keduanya mendesah lega ketika sampai pada putih yang entah sudah ke berapa. hongjoong mencondongkan wajahnya pada pahatan manis bermandi keringat di bawahnya, mengecupi tiap inci raut lelah itu dengan lembut.

“masih mau lagi?”

seonghwa menggeleng, menarik leher hongjoong lantas memeluknya erat.

“capek, joong.”

si lelaki kim menoleh ke arah jam digital di atas meja nakas.

pukul 02.15 malam dan adik-adiknya belum pulang. ya, sepertinya mereka benar-benar tertidur di ruang latihan.

hongjoong merebahkan tubuhnya di samping seonghwa, mengusap peluh yang ada di kening dan pipi sang kekasih.

“tapi ngga mungkin gak mandi, kan?”

seonghwa memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap kebersihan, sekalipun itu tengah malam dan ia merasa dirinya kotor, seonghwa akan melesat ke kamar mandi untuk membasuh tubunya sampai bersih.

“istirahat dulu, sepuluh menit.”

hongjoong terkekeh, mengusakkan hidungnya pada hidung seonghwa dengan gemas kemudian mendekap tubuh itu amat erat.

―fin

©woolilboy, 2020.

jalan keluar (without joonghwa)

・・・

san mutusin buat balik lagi ke gedung agensi setelah baru aja dia sampe di dorm hanya untuk memeriksa isi botol minum yang udah tandas diminum seonghwa.

iya, san panik waktu baru inget dia nyimpen minuman laknatnya di kulkas dorm, mana ingetnya pas seonghwa pulang duluan. rasanya sia-sia san ngebut ke dorm pake mobil managernya sedangkan pas udah sampe dorm dia telat banget.

waktu buka pintu ruang latihan, san langsung dihadiahi lemparan jaket tepat kena mukanya. siapa lagi pelakunya kalau bukan wooyoung? makannya san gak marah dan diem aja.

“yang, bisa aku jelasin.”

“diem, asu!”

san mau minta pertolongan member lain, tapi setelah dilihat kembali gak memungkinkan.

mingi lagi sibuk ngajak ngomong yunho yang diem aja sedangkan yeosang lagi enak rebahan dengan paha jongho yang menjadi bantalan. si bungsu sendiri lagi diem, kelihatannya, sih, lagi mikir, terbukti dari kerutan di dahinya yang menunjukkan kalau choi muda sedang serius.

“lagian lo, san. wooyoung, tuh, gak usah diobatin begitu juga gak bakal nolak kali kalo diajak ke ranjang,” celetuk yeosang dari tempatnya

“beda sama yunho yang emang kudu nafsu banget baru mau,” lanjutnya.

“ya, kan, gue juga mau tau efeknya pas mingi bilang bisa bikin wooyoung makin liar―aduh! ampun, ayang!”

san dipukul wooyoung, bukan pukulan manja gak ada tenaga kaya biasa, pukulannya serius, sakitnya juga serius.

“jongho, lo bener-bener lagi mikir, gak, sih?” tanya mingi yang udah mulai nyerah ngajak ngomong yunho.

“mikir, kok. mikirin biar kak mingi sama kak san gak dikebiri kak seonghwa nanti.”

mingi dan san menelan ludahnya dengan susah payah.

“jangan nakutin, sih, jong,” seru san lesu.

“makannya kelakuan tuh gak usah aneh-aneh.”

“a-aduh.. iya, iya, ya tuhan maafin napa, yang!”

wooyoung ini apa ngga puas udah mukulin san sekarang malah jewer telinga si choi itu?

jawabannya engga.

kalo bisa, sih, wooyoung harap telinganya san bisa sampe lepas sekarang juga, dia kesel banget.

“kalian kenapa, deh? kaya lagi ditimpa musibah gede aja.”

yunho yang tadinya diem akhirnya ngeluarin suara. mingi udah mau seneng tapi muka yunho jutek banget, dia gak berani ngajak ngomong lagi.

“kak seonghwa, tuh, punya pacar. biarin aja bang hongjoong yang urus,” lanjut yunho tak acuh, masih bad mood ceritanya.

“iya juga.”

jongho menjentikkan jarinya.

“malem ini, biarin mereka latihan bulan madu di dorm!” seru jongho penuh semangat.

yeosang mengangkat sebelah alisnya heran.

“terus kita gimana?”

“tidur di sini ajalah. udah lama gak tidur bareng,” balas jongho.

“kesannya kaya ngajak kumpul kebo,” celetuk san.

“san, lo apa gak takut ditonjok wooyoung? liat mukanya.”

iya, muka wooyoung udah asem banget, san cuma cengengesan terus meluk badan kecil si lucu.

“mau es krim, gak, yang?”

“5 scoop!”

“apa aja buat ayangku.”

mingi menatap melas woosan yang dengan mudahnya baikan cuma karena kata es krim. dia balik noleh ke yunho, pacarnya itu lagi sibuk main hp. dia nengok ke arah yeosang dan jongho, mereka lagi sibuk mesra-mesraan.

ya tuhan, apa salah mingi?

dating 🔞

・・・

beberapa jam yang lalu, san dan wooyoung menghabiskan malam mereka dengan berjalan-jalan mengelilingi ibu kota, berpijak dari satu tempat ke tempat lain demi membunuh waktu sebelum datangnya malam. hingga waktu menunjukkan pukul sebelas malam, lekaslah mereka pulang dengan motor besar milik san yang menjadi kendaraan kencan mereka malam ini.

rumah wooyoung adalah destinasi untuk mereka singgahi karena jaraknya cukup dekat dari posisi mereka saat itu.

sudah satu minggu lebih lamanya wooyoung tinggal sendiri, kedua orang tuanya sedang ada urusan di kampung halaman, meninggalkan wooyoung yang tak bisa ikut karena kuliahnya belum mendapat libur panjang.

karena wooyoung pikir san merasa cukup lelah, maka ia meminta kekasihnya itu untuk menginap di rumahnya saja malam ini. san meng-iya-kan dan di sinilah mereka saat ini. duduk berdampingan di atas sofa dengan kepala san yang bersandar di atas bahu wooyoung sementara kedua tangannya melingkar pada pinggang si manis jung.

cukup lama mereka di posisi itu, berniat untuk istirahat sebentar sebelum mandi dan lekas tidur. hanya saja mereka tak kunjung beranjak, terlalu nyaman di posisi itu.

“aa―!! s-san..”

terlalu lama dalam posisi itu tentu tak membuat san diam saja. bahkan sedari tadi tangannya tak ada henti mengelus-elus pinggang wooyoung, menggerayangi tubuh sang submisif dengan sentuhan sensual.

sementara itu bibirnya tak ada henti memberi sentuhan pada fisik wooyoung. mencium kepala, mengusakkan hidungnya pada helaian hitam beraroma cherry itu, kemudian turun untuk menciumi leher wooyoung. hal itu ia lakukan berulang kali dan wooyoung hanya diam menikmati walau ada sedikit rasa frustasi.

“woo..”

san berbisik di depan telinga wooyoung dengan intonasi rendah, membuat tubuh wooyoung makin menegang dengan segala afeksi yang san berikan.

“iya, san?”

“mau itu.”

wooyoung menutup erat matanya ketika san menjilat area belakang telinganya.

“m-mau apa?”

san mendengus, “gak mungkin kalo kamu ngga ngerti, sayang.”

“aahh.. san..”

wooyoung membuka mulut, mengalunkan desahannya ketika san mengelus kejantanan di balik celana ketat yang wooyoung kenakan.

“t-tapi, san. aku pikir.. k-ahh..ka-mu capek.. nghh..”

wooyoung berbicara dengan susah payah ketika sebelah tangan san yang terbebas masuk ke dalam kaus kebesarannya, mengelus tiap inci tubuh wooyoung, sementara sebelah tangannya lagi masih betah mengelus-elus kejantanan milik wooyoung yang mulai terbangun dari tidurnya.

“aku ngga capek, kok,” bisik san.

wooyoung berjengit ketika tangan san mencubit puting wooyoung, memainkannya di balik kaus itu.

“aku gak akan capek, asal kamu ada di bawahku. made you cry when i hit your hole with my cock.”

even though it hurts, i'm sure you'll beg me to keep hitting you harder.”

wooyoung mengerang ketika bibir san turun pada lehernya, menciumi bagian jenjang itu penuh apresiasi, menggigit, menghisap, meninggalkan jejak-jejak keunguan yang sangat kontras.

“mau tau apa yang bisa aja kamu bilang nanti, gak?”

san menurunkan resleting celana ketat wooyoung yang terlihat menyesakkan untuk little woo di dalam sana, memasukkan tangannya ke dalam celana dalam itu untuk menggoda sang little yang semakin mengeras.

benar, sangat keras, sekeras milik san saat ini.

“choi san, ‘please, be faster, fuck me harder, don't stop.’ you scream like there's no day for tomorrow.”

next you―”

“aahh..”

oops!

san mengangkat kedua alisnya terkejut, tak lama sebelum ia menyeringai. ini hanya sebuah foreplay dan wooyoung orgasme dengan sangat mudah, mengotori tangan san yang masih bersemayam di dalam celana dalam sang kekasih.

si choi terkekeh geli melihat kedua pipi yang merona, merasa malu karena hanya dengan beberapa kata sialan yang keluar dari mulut sang dominan ia keluar dengan mudahnya.

“lemah banget.”

wooyoung menggertakkan giginya kesal, beranjak untuk berpindah duduk ke atas pangkuan san, menatap kekasihnya itu dengan tajam―walau tak terlihat seram sama sekali di mata san.

damn, choi san!”

si jung menyambar bibir san dengan penuh nafsu, membuat yang lebih tua tersenyum penuh kemenangan untuk kemudian membalas ciuman berantakan sang kekasih dan mendominasinya.

tangan san bergerak menurunkan celana dalam wooyoung, lantas membuangnya ke sembarang arah.

“angh.. jung wooyoung..”

san menengadahkan kepalanya ketika bibir wooyoung turun untuk menciumi lehernya, membalas perlakuan san pada beberapa tanda yang ditinggalkan di leher wooyoung beberapa menit lalu.

sementara wooyoung sibuk dengan kegiatannya, tangan san yang sudah sejak saat wooyoung orgasme dilumuri oleh cairan putih milik sang kekasih, bergerak ke area belahan pantat penuh itu, mencari sesuatu di sana.

“akh―shh.. san!”

wooyoung berjengit ketika jari san menerobos lubangnya, refleks memeluk leher san dengan erat sambil meringis pelan. tidak terlalu sakit, hanya sedikit, itu pun karena san tiba-tiba memasukkan tiga jarinya sekaligus.

so tight, kaya biasa.”

san terkekeh kecil sementara wooyoung mendesis kesal lantas menjambak rambut hitam san tak bertenaga.

“bacot, i can't wait long just for this shit, choi!”

san mengangkat sebelah alisnya, “sange?”

“anjing!”

sure, you'll get little san after this, wooyoung.”

sambil menciumi leher jenjang sang kekasih untuk melukiskan lebih banyak hickey di lehernya, san memaju-mundurkan jarinya yang bersemayam di dalam lubang ketat wooyoung.

“san―eung! aku ngga tahan!”

sungguh, wooyoung benar-benar tak tahan, ia tak suka foreplay, benar-benar membencinya ketika nafsunya harus dipermainkan untuk menahan diri sebelum dituntaskan.

maka dari itu, kedua tangan wooyoung lekas turun ke bawah, membuka resleting celana san dengan terburu-buru, menurunkan kain yang melindungi kejantanan milik sang kekasih untuk membebaskannya segera.

san bahkan rela menahan nafsunya demi mengerjai wooyoung dengan foreplay sialan ini. rasanya ingin mengejek kekasihnya kala kejantanan besar yang tak sengaja disentuhnya itu terasa sangat keras.

“masukin sendiri.”

“huh?”

san menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa, menatap wooyoung dengan raut arogannya.

“masukin sendiri, kamu udah gak tahan, kan?”

wooyoung meruntuki choi san dengan segala kata kasar di dalam hatinya sebelum menuruti ucapan sang kekasih. ia sebal mengakui jika apa yang san ucapkan benar, ia sudah tak tahan. maka dari itu, wooyoung mengangkat sedikit tubuhnya dari pangkuan san, sementara sebelah tangannya menggenggam kejantanan si lelaki choi untuk ia arahkan pada lubangnya.

sulit, sangat sulit, wooyoung mengerang kesal hingga membuat san tertawa melihatnya.

“butuh bantuan?”

“g-gak us-usah―AKH!! BAJINGAN!!”

wooyoung berteriak kesakitan saat san memegangi kedua pinggangnya untuk menghentakkan tubuh wooyoung ke bawah, meneroboskan kejantanan san ke dalam senggama hangatnya.

“shh.. san―eungh.. sakit..”

san mendekat untuk memangut bibir wooyoung, mengeratkan pegangannya pada kedua sisi pinggang sang submisif sebelum beringsut untuk menggerakkan tubuh kecil di atasnya itu dengan pelan.

memang rasanya cukup sakit meski ini kali ketiga mereka berhubungan intim, tapi wooyoung juga ikut menggerakkan tubuhnya naik-turun di atas pangkuan sang kekasih.

“uhh.. san, f-faster please―ngah!”

san menurutinya, menggerakkan tubuh wooyoung di atasnya sedikit lebih cepat atas permintaan sang kekasih.

bruk!

merasa kesulitan dengan posisi mereka saat itu, san menghempaskan tubuh wooyoung ke atas sofa, membuatnya menjadi lebih leluasa untuk menghentak senggama hangat itu semakin keras.

“akhh.. wooyoung, j-jangan―errhh..”

san menggeram, menutup matanya dengan frustasi ketika lubang milik wooyoung meremat miliknya. si jung tak sengaja, sungguh, ia hanya terkejut.

“sshh, ah!”

wooyoung menengadahkan kepalanya, makin mendesah keenakan ketika san beralih memompa kejantanan yang tak jauh lebih besar itu.

keduanya bergumul dengan nafsu tinggi yang menguasai diri masing-masing, semakin panas ketika tanda-tanda orgasme semakin mendekat, terbukti dengan lenguhan wooyoung yang semakin mengeras.

“s-sanhh..”

yes, wooyoung. together..”

san memegang kedua pinggang wooyoung, lantas mempercepat pergerakannya di bawah sana. hingga akhirnya, klimaks yang ditunggu-tunggu telah sampai.

keduanya mendesah lega secara bersamaan. san merendahkan wajahnya untuk mengecupi wajah sang kekasih dengan kecupan-kecupan lembut sebelum mengangkat tubuh itu dan bergegas menuju kamar mandi.

tentu saja untuk mandi.

tapi sebelum itu, san pikir satu atau dua ronde lagi tidak terlalu buruk.

―fin

©woolilboy, 2020