Dimsum Mentai
Abis dapet pesan kayak gitu dari Mark, Aubrey somehow panik. Dia takut tiba-tiba Mark dateng sekeluarga ternyata mau lamar dia gitu. Ga, becanda.
Jadi Aubrey turun dari kasur lalu jalan menuju dapur rumahnya. Di rumahnya saat ini cuma ada dia dan Kale, karena Keanu sedang, biasa lah, nongki-nongki, dan mama sedang pilates.
Di minum, Aubrey mengambil satu gelas air putih lalu meminumnya, sambil memikirkan siapa yang akan datang nanti.
Sementara itu di rumah keluarga Alveraile, ada Mark yang baru keluar garasi dengan motor hitamnya.
“NGAPAIN MARK KOK TIBA-TIBA PERGI BILANGIN BUNDA YA!” teriak adiknya, yang hanya dibalas dengan jari tengah oleh Mark.
Setelah menutup pagar, Mark langsung menuju toko mentai kesukaannya. Sebenarnya toko tersebut punya teman Bundanya, makanya sering pesen.
Membuka gagang pintu toko, Mark disambut oleh Tante Floren, pemilik toko mentai tersebut, “Maark si gantengg dateng lagi kamuu ih seneng banget tante.”
“Hehe iya tante,” jawabnya.
“Mau pesen apa Mark? Dimsum kah?”
“Iya hehe, dua ya tan.”
“Okedeeh, buat siapa sih? Dari kemaren beli dimsum mulu biasanya bunda kamu sukanya yang shirataki.”
“Buaaat temen Maark, dia suka banget katanya jadi mau aku beliin.” Jawabnya.
“Kelewatan baik emang ya kebiasaan sama kayak bundamu, bingung tante. Tapi yaudah deh, tunggu ya ganteng.”
Setelah nunggu sekitar 12 menit, dimsum pun sudah jadi. Mark langsung segera bayar lalu meninggalkan toko.
Kalau ada yang nanya Mark tau alamat Aubrey dimana, tanya aja ke dompet Mark. Kemana tuh duitnya kalau bukan menyogok sang adik bernisial K.
Melihat alamat rumah dari hp, akhirnya ia menemukan ruma tersebut. Rumah yang tidak begitu besar, tapi terlihat rapi dan baru. Lalu ia menekan tombol bell yang berada di sebelah kanan pintu, “permisii.”
Sementara itu Aubrey, yang sedang membaca gossip lambe turah pun jalan menuju pintu. Aubrey kira yang menekan bell antara Keanu atau Mama, namun ternyata..
“Loh, Mark?”
“Here’s your dimsum,” katanya sambil memberikan plastik berisi dimsum.
“Hah—Oh, thank you!” kata Aubrey lalu menerima plastik tersebut. “By the way, kenapa ga bilang yang mau kirim lo siih, kan gue nya lagi kumel bangeeet.”
“Naaah I’ve told you, you’re pretty as always. Even when sleeping, even when belom mandi, even wh— SORRY KECEPLOSAN.”
Aubrey udah mesem-mesem tapi sok cuek aja.
“Masuk sini, Mark.” Ajaknya.
“Boleh, Brey?” Tanyanya.
“Boleh lah! Just leave your shoes outside.”
Lalu mereka berdua masuk, Aubrey mengajak Mark untuk pergi ke balkon rumahnya yang lumayan luas. Ada dua kursi dan satu meja, serta satu sofa kecil.
“Sit here, Mark.”
Lalu mereka berdua duduk di kursi.
“What takes you here?” Tanya Aubrey.
“Kan mau nganter dimsum, sekalian ketemu hehe.” Jawabnya.
“About the playlist—“
“About the playlist—“
Ucapnya barengan.
“Kamu dulu,” kata Mark. “Eh, maksudnya lo dulu.”
“About the playlist, I like songs. Kebanyakan lagu-lagu favorit gue ada disitu. Thanks,” kata Aubrey.
“Beneran? I was really scared you would call me a freak gitu sorry ya.”
“Why are you being sorry? Isn’t making a playlist for someone a sweet behavior?” Tanya Aubrey, “well it is at least for me.”
“Hahahaha, okay okay.” Mark tertawa, “nih makan dimsumnya.”
“Wait, gue ambil sendok dulu ya,” kata Aubrey lalu pergi ke dapur meninggalkan Mark sendiri di balkon.
Tiba-tiba, “lah ada adeknya Jef.”
Mark nengok kearah suara, ternyata kakaknya Aubrey. Gugup? Iya. Takut? Banget. Rasanya mau kabur tapi di kakinya kayak dirantai.
“Eh iya bang kale hehe,” sapanya.
“Ngapain disini?”
“Main sama Aubrey hehe.”
“Demen ya lu?” Tanya Kale.
“Hah?”
“Lo demen sama adek gue?”
“Ya kalo Keanu sih ngga bang,” jawabnya.
“Nanya serius gue jir. Demen ga lo sama adek gue?”
“Iya.. hehe. Izin ya bang,” jawabnya.
“Izin ngapaen? Lo mau lamar dia? Ih jangan sekarang atuhlah adek gue masih kecil masih polos masih pengen gue peluk peluk masi—“
“Kaaak ngapainsiih,” tiba-tiba Aubrey dateng.
“Nggak, nih cuma ngobrol sama Mark. Ya kan, Mark?”
“Iya hehe,” katanya sambil tersenyum kikuk.
“Ya udah sana pergi kak, shoo shoo,” usir Aubrey.
Lalu mereka berdua duduk lagi di kursi.
“Lo kenapa suka banget sama dimsum mentai deh?” Tanya Mark.
“I don’t know. Kalo mentai rice terlalu kenyang, kalo yang shirataki ga kenyang, kalo yang dimsum pas gitu hehehe,” jawabnya.
“Lo biasanya beli dimsum dimana?”
“Di Tante Floren,” jawabnya.
“Loh? Sama dong. Ini gue beli juga di Tante Floren.” Kata Mark.
“Lah iya? Tante Floren siapa nya lo?”
“Temen bunda gue aja sih, tapi deket banget,” jawab Mark.
“Ooh, sama dong.”
Melihat ada dua gitar di ujung sofa, Mark pun berinisiatif untuk memainkannya.
“Brey itu gitar punya siapa?”
“Punya Kakak, pinjem aja kalo mau.”
“Boleh kan bener?”
“Iyaa boleh Maark.”
“Hehe okay,” katanya lalu mengambil gitar tersebut.
Setelah mengambil gitar dan memposisikan gitarnya, Mark bertanya, “nyanyi apa ya?”
Mark berpikir, “ah I’m gonna sing a song that reminds me of you.”
“Beautiful girls, all over the world,” nyanyinya sambil memainkan gitarnya, “I could be chasing but my time would be wasted. They got nothin’ on you, baby.”
Lalu ia menatap mata Aubrey sambil tersenyum, “*nothin’ on you baby.”
“They might say hi and I might say hey, but you shouldn’t worry about what they say,” lanjutnya. “Cause they got nothin’ on you baby.”
Melihat senyuman Aubrey merekah, senyuman Mark semakin melebar, “nothin’ on you baby, yeaaah.”
Dari dalam rumah ada laki-laki berumur 24 tahun yang biasa dipanggil Kale oleh teman dan keluarganya, memandang adik tersayang bersama lelaki bernama Mark tersebut. “The way he looks into her eyes, it’s different.”