7 Tricked

1k words

Minho merogoh sakunya, berniat untuk kembali mengabari Jungwoo bahwa ia sudah dekat dan menyuruhnya untuk menunggu. Tapi laki-laki manis itu baru teringat, bahwa ponselnya tertinggal di saku hoodie yang sebelumnya digunakan sebagai bayaran untuk mendapati petunjuk ke mana ia harus pergi ke tempat tujuannya kepada seorang laki-laki berpenampilan lusuh yang baru beberapa menit lalu berpisah dengannya.

Bagus.

Mungkin sekiranya Minho memutuskan bahwa pengorbanannya setidaknya sepadan. dan saat ia menoleh, sebuah mobil hitam mengkilat berjalan di ujung jalan kecil ini. lalu berhenti secara tiba-tiba.

Secara naluri, Minho menyingkir ke tempat gelap.

dari tempatnya ia dapat melihat pintu mobil yang terbuka dan terdengar bunyi senjata dikokang, disusul dengan dua kali tembakan. pintu mobil dibanting dan mobil hitam itu berderit menjauh. Minho mengigit bagian dalam bibirnya, begitu merasakan degup jantungnya yang keras bercampur dengan suara kaki berlari. sejenak kemudian ia tersadar, bahwa itu adalah suara kakinya. ia berlari kembali ke tempat yang tak jauh dari tempat awal ia bertemu dengan laki-laki lusuh itu.

dan ia menemukan tubuhnya kemudian tergeletak di trotoar.

Minho bergegas menghampiri dan berlutut di sampingnya. “Apakah anda baik-baik saja?” Tanyanya panik, sambil membalik tubuhnya. Mulutnya menganga dan matanya kosong. Cairan pekat mengalir ke hoodie yang dikenakannya beberapa menit lalu.

Ia merasakan dorongan untuk berlari dari tempatnya, tapi memaksakan diri untuk merogoh saku hoodienya. mencari ponselnya, walaupun ia tidak menemukannya sama sekali.

Terlihat sebuah kotak telepon umum di ujung seberang jalan. Minho berlari ke sana dan menghubungi kontak bantuan darurat. sembari menunggu operator mengangkat telepon, Minho mendapati jasad laki-laki itu tidak ada. dan saat itulah, semburan adrenalin dingin mengalir di tubuhnya.

dengan tangan gemetar Minho memilih untuk menutup telepon. Ia merasakan ada bunyi langkah kaki yang mendekat, tapi ia tidak bisa memastikan apakah langkah itu mendekat atau menjauh.

Tak tak tak

“Dia ada disini.” Gumam Minho pelan. “Laki-laki bertopeng ski itu.”

Minho kembali memasukan koin ke telepon dan menggenggam gagang telpon dengan erat. berusaha mengingat berapa nomor ponsel Chris. sembari memejamkan mata erat-erat, Minho mengingat urutan nomor yang ditulis Chris dengan pena merah di tangannya pada hari pertama mereka bertemu. sebelum benar-benar memastikan, ia menekan angka-angka itu.

“Siapa?” Tanya Chris dari seberang panggilan.

Minho nyaris membenturkan kepalanya ke depan karena merasakan sebagian dirinya siap untuk mengeluarkan air mata. Bisa didengar bunyi bola biliar meluncur di atas meja, dan Minho mengetahui bawha ia berada di tempatnya. Dan itu artinya Chris bisa menghampirinya sekitar dua puluh sampai tiga puluh menit lagi.

“Ini gue.”

“Minho?”

“Gue ada di daerah timur pinggir kota. Lo bisa jemput gue gak? ini urgent banget.”

Minho sedang meringkuk di pojokan bilik telepon umum, menggumamkan lagu-lagu yang sering di dengarnya, berusaha tetap tenang, ketika sebuah jip Commander hitam meluncur ke sudut jalan. Chris membuka pintu telepon umum dan berjongkok di ambangnya.

Ia melepaskan baju luarannya—T-shirt hitam lengan panjang dan hanya mengenakan kaus dalam warna hitam. Chris memasukan T-shirt ke kepala Minho dan tak lama kemudian menarik tangannya keluar dari lengan baju. kaus itu entah mengapa malah membuat Minho terlihat semakin mungil, lengan bajunya terlalu panjang, melewati ujung jarinya. ada aroma rokok, air soda, dan sabun mint. semua itu mengisi ruang kosong dalam diri Minho dengan rasa aman seketika.

“Ayo, kita ke mobil.” Ucap Chris. Dia membantu laki-laki dihadapannya untuk berdiri, dan tiba-tiba Minho merengkuhkan tangan ke lehernya dan membenamkan wajah ke bagian ceruk lehernya.

“Rasanya gue udah bener-bener gak enak badan,” cicit Minho. Dunianya seolah berputar, termasuk saat melihat Chris barusan. “Gue harus minum pil zat besi.”

“sshh,” Chris mengelus pelan bagian punggung dan mendekap Minho lembut. “Semuanya bakal baik-baik aja. Gue ada disini.”

Minho berusaha mengangguk.

“Ayo kita pergi.”

“Lo gak mau nyeritain kejadian apa yang nimpa lo beberapa waktu lalu?” Tanya Chris setelah beberapa saat keheningan melingkupi keduanya.

Minho masih menimbang-nimbang apakah akan menceritakan kepada Chris atau tidak. ia bisa mengatakan kepadanya bahwa setelah ada sosok laki-laki yang ditemui sebelumnya mengambil hoodienya, orang itu ditembak. Minho bisa mengatakan kepadanya kalau pelurunya ditunjukan kepadanya. kemudian ia bisa berusaha menjelaskan kepadanya bahwa jasad laki-laki itu lenyap di telan angin secara misterius.

Tapi sekiranya Minho sedang malas dipelototi dan ditertawakan. tidak oleh Chris. tidak sekarang.

“Gue kesesat, dan ada laki-laki gelandangan yang ngajak gue ngobrol,” Jelasnya. “Dia ngebuat gue ngelepas hoodie...” Menyeka hidung dengan punggung tangan dan bersin. “Orang itu ngambil topi gue juga.”

“Emangnya lo ngapain sampe jauh-jauh kesini?”

“Pengen nyusulin Jungwoo, katanya diajak ke pesta gitu.”

Mereka berdua sudah berada di separuh jalan kembali ke pusat kota, di jalan raya yang sepi dengan rimbunnya pepohonan. mendadak asap mengepul dari kap jip. membuat Chris menginjak rem dan menepikan kendaraannya.

“Tunggu bentar.” Katanya, beranjak keluar. membuka kap jip, dan menghilang dari pandangan.

Semenit kemudian ia menurunkan kap. dengan tangan digosokan ke celana, dia menghampiri jendela yang berada di sebelah Minho, memberi isyarat untuk menurunkannya.

“Ada kabar buruk,” Kata Chris lagi. “Mesinnya ada yang rusak.”

Minho berusaha terlihat maklum dan memahami. Tapi rasanya ekspresinya kosong.

Chris mengangkat sebelah alis dan berkata, “Semoga dia mati dengan tenang.”

“Gak bisa buat dijalanin?”

“Enggak, kecuali kalo mau di dorong. mungkin.”

Dari sekian banyaknya mobil, Minho tidak menyangka kalau yah mobil Chris akan memiliki yang ternyata cukup butut.

“Ponsel lo deh coba mana?”

“Ilang.”

“Biar gue tebak. Pasti ada di saku hoodie kan. laki-laki itu beneran beruntung.”

keluar dari mobil Jip, Minho menutup pintu dengan gerakan yang cukup keras. sebelah kakinya menendang ban kanan mobil. berusaha mengeluarkan kemarahan untuk menutupi ketakutan akan kejadian yang dialaminya hari ini. begitu sendirian, ia yakin ia akan menangis seperti bayangan yang paling dibencinya.

“Kayanya ada penginapan di dekat tembusan berikutnya gak sih. gue bakal c-coba nele-pon taksi.” Kata Minho, giginya berkeletuk semakin keras. “T-tunggu di jip.”

Chris memberikan senyuman kecil, tapi tidak tampak senang. “Gue gak bakal ngebiarin lo pergi jauh. lo keliatan agak pucat, angel. kita pergi sama-sama.”

Sembari menyilangkan tangan di dada, Minho berdiri tepat di depannya. “Gue gak bakal pergi ke sana bareng lo.”

“Menurut lo kita berdua dan penginapan pinggir kota bakal ngebuat suatu hal berbahaya?”

Menurut Minho dalam hati, tentu saja.

laki-laki berbadan lebih besar dari Minho itu bersandar pada jipnya. “Kita berdua bisa duduk di sini dan asik debat.” Ia menyipit ke langit yang bergemuruh. “Tapi bentar lagi badai bakal dateng.”

Seolah memberikan persetujuan akan ucapan terakhir Chris, langit kemudian menunjukan gumpalan awan tebal dan mulai mengucurkan hujan.

Minho menatap tajam ke arah Chris, dan menghela napas kasar.

seperti biasanya, sosok di hadapannya ini berkata benar.