6 Play Date

1k Word

“Gue belom pernah main pool.” Kata Minho mengaku.

“Ambil tongkatnya.” Chris menunjuk ke rak tongkat biliar yang berderet di dinding. Membuat Minho berjalan untuk mengambil satu dan membawanya ke meja.

Chris menutup mulut untuk menahan senyum.

“Apa?” Minho memincingkan sedikit matanya kepada Chris.

“Dalam permainan gak ada home run.”

Minho mengangguk sebagai jawaban. “Gak ada home run. Paham.”

Senyum laki-laki dihadapannya mengembang. “Lo megang tongkat kaya megang raket.”

Ia menunduk untuk melihat tangannya. Apa yang dikatakan Chris memang benar adanya . “Nyaman aja kalo megangnya kaya gini.”

Chris melangkah ke belakang Minho, meletakan tangan pada pinggulnya dan memosisikan diri di depan meja biliar. Lalu tangannya diselipkan kesamping tubuhnya yang lain untuk memegang tongkat biliar.

“Kaya gini,” Katanya, menggeser posisi tangan kanan Minho beberapa inci. “Dan... ini,” Chris melanjutkan, meraih tangan kiri laki-laki yang berada dalam rengkuhannya untuk membentuk lingkaran dengan ibu jari dan telunjuknya. Kemudian ia menempatkan tangan kiri Minho di meja biliar, seperti tripod. Didorongnya tongkat biliar melewati lingkaran itu dan melewati ruas jari telunjuk. “Tekuk pinggang lo.”

Minho mencondongkan badan ke meja biliar, dengan napas hangat Chris yang berada tepat di belakang lehernya. Ia menarik tongkat kembali, kemudian diluncurkan melewati lingkaran.

“Lo mau bola yang mana?” Tanya Chris, menunjuk segitiga berisi bola yang sudah tersusun di meja. “Yang kuning di depan itu keliatan bagus.”

“Gue suka warna merah.”

“Okelah.”

Chris mendorong tongkat maju-mundur melewati lingkaran jari Minho, membidik bola pendorong, dan melatih untuk mengayunkan tongkat.

Minho menyipitkan mata ke bola pendorong, lalu ke segitiga bola di ujung meja. “Meleset sedikit,” Ucapnya.

dapat Minho rasakan senyuman dari sosok di belakangnya. “Berani taruhan berapa?”

“seratus ribu.”

Chris menggelengkan kepalanya. “Jaket lo.”

“Lo pengen jaket gue?”

“Gue pengen jaketnya dilepas.”

Tangan Minho terdorong ke depan, dan tongkat biliar melewati jarinya, menabrak bola pendorong. Bola pendorong itu melaju, menabrak bola merah, dan membuat bola-bola dalam segitiga tercerai ke segala arah.

“Oke,” Kata Minho segera membebaskan diri dari rengkuhan Chris, melepas jaket jins yang dikenakannya. “Gue agak terkesan.”

Chris memperhatikan setelan kemeja baby blue yang dikenakan Minho. Ekspresinya terlihat serius. “Manis.” Lalu ia memutari meja, memperhatikan bola-bola biliar yang bertebaran.

“Taruhan seratus lima puluh ribu, lo gabisa masukin bola biru strip satu.” Minho jelas memilih targetnya dengan sengaja, bola itu terhalang dari bola pendorong putih oleh sekumpulan bola warna-warni.

“Gue gak pengen uang lo,” Balas Chris santai. Mata mereka terkunci satu sama lain, dan Minho dapat melihat lesung pipit kecil tampak di pipinya.

Dan Minho berani taruhan, suhu tubuhnya tiba-tiba naik beberapa derajat.

“Lo pengen apa?” Tanyanya berusaha terlihat biasa.

Chris menurunkan tongkat biliarnya ke meja, berlatih satu pukulan, dan memukul bola pendorong. lalu bola itu menyentuh ke bola hijau, dan menabrak bola delapan, yang berakhir mendorong bola berstrip ke lobang.

Minho tertawa gugup dan berusaha menutupinya dengan sedikit mengigit jari, kebiasaan buruk yang sepertinya belum bisa ia hilangkan. “Oke, mungkin gue lebih terkesan dari sebelumnya.”

Chris masih membungkuk di atas meja, mengangkat wajahnya untuk menatap Minho yang berada di sebrang. tatapannya itu membuat kulit Minho semakin panas.

“Kita gak pernah akur kalo urusannya taruhan.” Kata Minho, menahan desahan untuk mengubah posisi tubuh. Tongkat di tangannya terasa lengket akibat tangannya yang basah, dan diam-diam menyeka tangannya ke paha.

Seolah belum cukup banyak keringat yang mengucur di tubuhnya, Chris berkata, “Lo utang sama gue. gue nanti pasti bakalan minta.”

Minho tertawa, dan terdengar sumbang. “Apaan, enak aja.”

Tiba-tiba terdengar langkah kaki seseorang menuruni tangga dengan keras. Seorang laki-laki berbadan kekar namun lebih pendek dari Chris dengan rambut under cut berwarna hitam. pertama ia menatap Chris, lalu menatap Minho. Ia menyeringai, melangkah mendekat dan mengambil bir milik Minho yang ia letakan di pinggir meja.

“Maaf banget nih, tapi itu—,” Ucapan Minho terputus.

“Lo ga bilang kalo matanya beneran selembut itu,” Ucapnya kepada Chris, ia menyeka mulut dengan punggung tangan. Suaranya berat dan terdengar cukup gelap.

“Gue juga gak bilang ke dia kalo lo itu tergila-gila sama tipe mata yang kaya gitu,” balas Chris dengan mulut membentuk cengiran.

laki-laki yang berdiri tak jauh dari sebelah Minho itu bersandar pada meja biliar dan ia mengulurkan tangan. “Gue Changbin, tapi kalo lo mau bisa di panggil sayang.”

Dengan malas Minho menerima jabatan tangannya. “Minho.”

“Apa gue ganggu?” Tanya Changbin, menatap Minho dan Chris bergantian.

“Enggak.”

“Ya.”

Jawab Minho dan Chris bersamaan.

Mendadak Changbin pura-pura maju menantang Chris dan mereka berdua terhempas ke lantai, berguling dan saling menonjok. Lalu terdengar suara tawa yang cukup keras, bunyi tinju yang saling dilayangkan, dan robekan baju, seketika membuat Minho dapat melihat punggung Chris yang telanjang. Ada dua goresan yang dalam dan tampak panjang mulai dari dekat ginjal dan berakhir di tulang belikat. Goresan itu melebar hingga membentuk Huruf V terbalik. Luka yang sangat mencengangkan hingga membuat Minho nyaris berteriak kaget.

“Oke oke udah ah, lepasin gak.” Pinta Changbin.

Chris melepaskannya, dan ketika berdiri ia melepas kausnya yang robek. dilemparkannya kaus itu ke keranjang sampah yang ada di sudut ruangan. “kaos lo siniin.” Pintanya pada Changbin.

Changbin mengedikan bahu, melirik ke arah Minho sambil mengedipkan matanya. “Gimana Minho? apa harus gue kasih?”

Chris sekali lagi berpura-pura menantang maju, dan tangan Changbin refleks menahan bahunya.

“Kalem kalem.” Celetuknya, melangkah mundur. ia melepas sweater yang dikenakannya dan melemparkannya kepada Chris. sekarang Changbin hanya menggunakan kaus putih yang menempel terlalu pas di badannya.

Saat Chirs menurunkan sweater itu ke perutnya, hal itu cukup untuk membuat jantung Minho berpacu lebih cepat, Changbin kembali bersuara kepada Minho. “Dia ngasih tau ga kalo dia punya nama julukan?”

“Apa?”

“Ah bukan hal penting sih. Tapi sebelum sobat kita Chris ini tergila-gila sama permainan biliar, dia itu salah satu fans berat tinju tangan kosong di daerah sini.”

Chris menatap Minho dan menebar senyum seperti orang yang baru saja memenangkan perkelahian di bar. Seringaiannya itu sudah cukup menakutkan. Tapi entah mengapa, minho dapat melihat di balik penampilan luarnya yang kasar, tersimpan pesan keinginan. malah bisa lebih dari sekedar pesan.

Chris mengayunkan kepalanya ke tangga dan meraih tangan Minho. “Ayo kita pergi.”

“Ke mana?” Tanya Minho yang merasa perutnya seperti turun ke lutut.

“Liat aja entar.”

Saat mereka menaiki tangga, Changbin berteriak kepada Minho, “Semoga beruntung sama si bajingan itu, Kitten.”