Chanthusiast

Paginya hyunjin beneran datang cepat ke kantor. Masuk ruangan dan langsung hidupin komputer.

“Laper..”

Memang kalau hyunjin bawaannya laper terus. Apalagi dia kesini buru-buru takut ketinggalan bus pertama. Namun, ada satu hal yang dia takutinㅡ

“Ada cctv ga ya?” Lirik ke sudut ruangan, “oh? Gaada.”

Senyumnya mengembang. Saatnya mengeluarkan minuman keramat untuk kaum-kaum haus darah sepertinya. Dengan satu tegukan, maka rasa hausnya bisa hilang!

“Hwang?”

“Eh! Pak- pak chris.”

Hyunjin mengumpat dalam hati. Kenapa disaat seperti ini, bos nya malah masuk sih? Apa dia tidak tau kalau aromanya itu mampu bikin hyunjin pusing?

Tapi ga mungkin hyunjin jujur. Kan serba salah..

“Hehe, bapak ngapain ke sini?” Tanya hyunjin berusaha terlihat tak mencurigakan. Letakin botol minum yang isinya darah kembali di bawah meja.

“Saya bawain cheesecake.”

Sekotak kue keju mendarat tepat di hadapan hyunjin. Disodorkan chan dengan sekotak jus nanas juga.

“Pak, sebenernya ga perlu repot-repot,” rasanya hyunjin ingin menendang pak chris keluar dari ruangannya karenaㅡ

Dia tidak tahan lagi, perutnya makin keroncongan kalau pak bosnya itu makin berlama-lama disini.

“Si- silahkan keluar kalau sudah selesai, pak. Saya ingin bekerja.”

Kepala hyunjin makin pusing.

“Da- darah,”

“Apa yang kamu katakan?”

Sialan, akal sehatnya hampir menghilang. “Tidak ada, pak.” Senyumnya tipis. Berusaha sebisa mungkin terlihat baik-baik saja. Padahal, insting hyunjin berkata lain.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya chan, “wajah kamu pucat.”

𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪!, “saya baik-baik saja, pak.”

Namun chan tak percaya begitu saja dengan perkataan hyunjin.

Paginya hyunjin beneran datang cepat ke kantor. Masuk ruangan dan langsung hidupin komputer.

“Laper..”

Memang kalau hyunjin bawaannya laper terus. Apalagi dia kesini buru-buru takut ketinggalan bus pertama. Namun, ada satu hal yang dia takutinㅡ

“Ada cctv ga ya?” Lirik ke sudut ruangan, “oh? Gaada.”

Senyumnya mengembang. Saatnya mengeluarkan minuman keramat untuk kaum-kaum haus darah sepertinya. Dengan satu tegukan, maka rasa hausnya bisa hilang!

“Hwang?”

“Eh! Pak- pak chris.”

Hyunjin mengumpat dalam hati. Kenapa disaat seperti ini, bos nya malah masuk sih? Apa dia tidak tau kalau aromanya itu mampu bikin hyunjin pusing?

Tapi ga mungkin hyunjin jujur. Kan serba salah..

“Hehe, bapak ngapain ke sini?” Tanya hyunjin berusaha terlihat tak mencurigakan. Letakin botol minum yang isinya darah kembali di bawah meja.

“Saya bawain cheesecake.”

Sekotak kue keju mendarat tepat di hadapan hyunjin. Disodorkan chan dengan sekotak jus nanas juga.

“Pak, sebenernya ga perlu repot-repot,” rasanya hyunjin ingin menendang pak chris keluar dari ruangannya karenaㅡ

Dia tidak tahan lagi, perutnya makin keroncongan kalau pak bosnya itu makin berlama-lama disini.

“Si- silahkan keluar kalau sudah selesai, pak. Saya ingin bekerja.”

Kepala hyunjin makin pusing.

“Da- darah,”

“Apa yang kamu katakan?”

Sialan, akal sehatnya hampir menghilang. “Tidak ada, pak.” Senyumnya tipis. Berusaha sebisa mungkin terlihat baik-baik saja. Padahal, insting hyunjin berkata lain.

“Kamu baik-baik saja?” Tanya chan, “wajah kamu pucat.”

𝘗𝘦𝘳𝘨𝘪!, “saya baik-baik saja, pak.”

Namun wajah chan tak percaya begitu saja dengan perkataan hyunjin.

Hyunjin sudah mempersiapkan semua kebutuhannya. Menurut surat kontrak yang sudah tertera, kebutuhannya sudah dipenuhi semua oleh pihak perusahaan di ruangannya sendiri tepat di samping ruangan bos.

Sebelum itu, alangkah baiknya hyunjin sapa atasannya itu sebagai tanda hormat. Dia mengetuk pintu tersebut dan membuka.

“Permisi,”

Sepatu pantofel yang semakin kuat seiring dengan langkah hyunjin yang mendekat bikin kepala chan mendongak.

Tatap hyunjin tepat di retina, menelisik turun hingga ke kaki kemudian naik lagi ke mata. Hyunjin cukup sadar kalau atasannya itu tengah menilai penampilannya, maka senyum manis tak luntur sejak tadi.

“Hwang hyunjin, kan?”

“Iya, Pak Chris.”

“Hm,” lanjut mengetik di komputer di hadapannya, “ruangan kamu di sebelah saya. Semua berkas akan saya kirim lewat email, jadi kamu bisa ke sini kalau saya panggil saja.”

“Paham?”

Tak ada sahutan yang chan harapkan. Sungguh aneh. Mata lirik lagi ke pemuda yang akan memjabat sebagai sekretarisnya itu, wajah manisnya hanya terdiam dengan pandangan kosong.

“Hyunjin? Kamu tidak dengerin saya?”

Emosinya perlahan naik hanya karena hyunjin yang tak menjawab kalimat yang terlontar dari bibirnya. Cuma satu kalimat singkat yang chan inginkan dari pemuda itu, kalau begini eksistensi nya serasa tidak dihargai.

“Hyunjin!”

BRUK!

si rambut coklat malah jatuh tak sadarkan diri.

Kekehan kecil keluar dari mulut hyunjin karena kembarannya itu. Ponsel langsung disimpan ke kantong jaket dan turun dari motor sport nya.

Ketika hyunjin membuka helm, bak di iklan shampo, rambut itu seaakan bersinar. Bagi siapa saja yang melihatnya pasti terpana.

Tak jauh dari titiknya, mata hyunjin tangkap sosok yang sedang berdiri di dekat pagar pembatas sirkuit. Hanya diam memandang arena yang kosong karena hari ini memang tak ada jadwal tanding.

Namun bukan itu fokusnya. Bukan lelaki yang sudah lama ga berjumpa dengannya itu, melainkan rambut yang disemir merah memberikan kesan yang begitu mencolok.

Beberapa kali hyunjin bisikin hatinya untuk tetap tenang, namun ga bisa. Setelah mengumpulkan cukup keberanian, hyunjin berdiri tepat di samping chris.

Yang berambut merah cukup sadar akan kehadiran orang di sampingnya, langsung toleh dan ketemu tepat ke hyunjin yang tengah memandang arena kosong.

Wajah yang semakin tegas namun tak melunturkan kesan cantiknya. Padahal tepat setahun yang lalu, hyunjin itu seperti anak kecil yang nyasar di pasar malam. Namun sekarang, si manis kelihatan lebih percaya diri dengan penampilan yang luar biasa apik.

Jika saja akal sehatnya sudah hilang, chris pasti akan langsung terjang hyunjin tepat di tubuhnya. Beri pelukan rindu dan kecupan-kecupan manis di wajah susunya.

“Bagaimana kabarmu?”

“Gue baik.”

Chris mengulum bibirnya sendiri, “maaf.”

Satu kata yang langsung bikin hyunjin kaget. Atensinya teralih sempurna ke yang rambut merah. Rambut terangnya menari bahagia di antara langit malam, namun tidak dengan wajah itu.

“Buat?”

“Kali ini tolong dengerin aku, ya? Jangan seperti terakhir kali. Kamu ga dengerin aku.”

“Apa kita mau bahas masalah itu?” Decih hyunjin tak suka, “bukannya sudah jelas, chris? Lo yang duluan mulai, kan?”

“Lagian hubungan kita ga berarti apa-apa. Ini semua terjadi karena gue kalah taruhan.”

“Selesai marahnya?” Timpal si rambut merah. Kikis jarak di antara mereka buat pandang hyunjin tepat di retina. Maniknya turun tepat ke bibir delima yang muda, namun kembali lagi ke mata.

“I never do that.”

“Gimana gue bisa percaya? Sementara gue yang lihat dengan mata kepala sendiri?”

“Iya, yang kamu lihat itu memang benar. Namun tentang pendapat kamu kalau aku yang memulai, salah besar.”

Dagu hyunjin sedikit ditarik mendekat, “kamu tau kan? Kalau aku tidak suka bermain-main dalam berkata? Lantas kenapa kamu tidak percaya juga?”

Bungkam. Mulut hyunjin benar-benar terkatup rapat dibuatnya. Chris seperti menyalahkan hyunjin, tapi sepertinya “salah” itu memang benar untuknya.

Hyunjin yang selama ini menghindar. Saat itu chris sudah berusaha untuk menjelaskan namun hyunjin tutup telinga. Dia termakan rasa sakit hati sehingga tidak mementingkan sisi rasional.

“Tapi tetap, i'm sorry.” Senyumnya tulus, “sudah bikin kamu sakit hati.”

“No, i'm sorry, chris.” Gumam hyunjin sembari memilin ujung kaos milik chris. Bibirnya mengerucut lucu sambil menunduk dalam. Chris rasanya ingin meremas pipi bulatnya itu.

“It's okay. Kamu juga udah punya yang baru kan?”

“Kata siapa?”

“Jeongin.”

Hanya suara binatang-binatang malam yang menemani mereka kala itu. Pernyataan dibiarkan mengambang begitu saja, setelahnya hyunjin menutup mulutnya menahan tawa.

“Pfft, mau aja dibohongin.” Wajah chan masih termangu bingung, tatap hyunjin minta penjelasan. Namun hyunjin menarik tangannya untuk pergi ke area parkiri dimana ada motor mereka berdua.

“Ayo balapan, satu ronde. Siapa yang menang, traktir.” Ujarnya sembari mengedipkan satu mata.

Chris menyeringai senang.

Hyunjin menggigit bibir bawahnya pelan kala membaca pesan terakhir dari chris.

Ponsel di genggaman di remat kuat sebelum di letakkan di atas nakas. Hyunjin masih memiliki waktu tiga jam untuk bersiap-siap sebelum ke sirkuit.

Jujur, sebenarnya dia ingin menolak saja tadi. Namun entah kenapa, ada sesuatu di dalam dirinya yang maksa untuk mengikuti ajakan chris. Juga, hyunjin itu ga suka di remehin, apalagi chris yang terang-terangan bilang kalau hyunjin takut.

“Makan tuh takut.” Sinisnya.

Tubuhnya dihempas kasar ke kasur. Tangan yang nganggur digunain untuk nutupin mata, menghalau sinar matahari yang masuk lewat jendela.

“Kalau lo ga balik, semuanya bakal jadi lebih mudah buat gue.”

Ingatannya jadi kembali ke waktu dimana mereka bertemu di sirkuit setahun silam.

Hyunjin yang mengenakan jaket kebanggaan dan motor sport hitamnya terparkir apik di dekat pepohonan. Rokok yang terselip di belah bibir merahnya memberikan perpaduan rasa manis dan mint yang memanjakan lidah.

Semua netra tertuju padanya. Bagaimana bisa ada sosok yang wajahnya kelihatan lugu namun dengan style yang sangat kontras dengan wajahnya. Banyak dari mereka yang curi-curi pandang ke hyunjin karena si manis sangatlah menarik.

Baru saja dia akan berbalik, tiba-tiba rokok yang terselip di bibir lepas begitu saja. Hyunjin mengernyit heran kala memandangi seseorang memakai jaket kulit hitam dengan dalam kaos tanpa lengan.

Rokok yang jelas-jelas bekas bibirnya itu dihisap oleh lelaki dengan rambut pirang kekuningan, matanya pandang hyunjin dengan senyuman yang sangat tipis.

“Orang sepertimu harusnya memakan permen, bukan ini.” Tunjuknya ke rokok yang terselip di antara dua jari.

Sejak saat itu hyunjin malah dibuat penasaran dengan lelaki ini.