Chanthusiast

Chan masih berusaha untuk menghubungi hyunjin yang tak satu pun panggilannya diangkat. Dari dalam mobil, chan memandang ke rumah yang didominasi warna putih. Lampu halamannya hanya satu yang hidup, sementara dibalik tirai tipis jendela depan, terdapat cahaya yang temaranㅡ bisa di pastikan kalau hyunjin berada di rumah.

Pintu mobil akhirnya dibuka. Angin langsung menyapa kulitnya seiring dengan langkah kaki beradu dengan aspal. Satu tangga, dua tangga, hingga sampai tepat di depan pintu rumah sekretarisnya tersebut.

Tok, tok, tok!

Tak ada sahutan.

Sekali lagi,

Tok, tok, tok!

Cklek!

”..oh my..”

Begitu terdapat celah sedikit, chan langsung membuka pintu tersebut dan menguncinya dari dalam. Hyunjin masih termagu kaget kala bos nya itu dengan sigap menahannya di dekat dinding. Bibir pucatnya menjadi titik fokus utama chan, balik tatap mata yang warnanya mulai berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu.

“Kamu sakit?”

“Pak, saya mohonㅡ Pergilah.”

“Kalau saya tidak ingin?”

Hyunjin memejamkan matanya. Aroma itu, aroma yang membuatnya cinta namun di salah satu sisi membenci mati-matian. Ketika chan mengikis jarak wajah mereka, hyunjin sebaliknya. Berusaha menghindar sekuat mungkin walau tubuhnya lemah.

Jemarinya gemetar mendorong pelan dada chan, “saya mohon.”

“Kenapa kamu menyembunyikan semua ini, hah? Apa gunanya berbohong kepada saya?”

Aura yang sangat mengintimidasi dapat hyunjin rasakan, buat kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran buruk. “Saya ada alasan tersendiri..”

“Kalau begitu apㅡ”

“Anda pikir mudah hidup sebagai vampir di dunia ini?!”

“Saya sudah berusaha sekuat mungkin untuk bertahan, hiksㅡ”

Lelehan kristal itu membuat chan sedikit iba. Coba untuk taruh simpati ke hyunjin, akhirnya tubuhnya menjauh dan hyunjin langsung terduduk lemas di lantai.

“Maaf karena sudah lancang mencicipi darah anda, sekarang saya menyesal. Tubuh saya sakit, butuh waktu untuk sembuh.”

Helaan napas kasar terdengar dari belah bibir chan. Ambil sebuah gelas yang tak jauh darinya dan menuangkan sebuah air mineral di sana.

“Awalnya aku datang untuk membunuhmu.”

“Apa?”

Tak dapat dipungkiri kalau hyunjin kaget. Bahkan berusaha untuk melindungi dirinya walau tak mempan. Minuman di genggaman chan ditenggak habis tak tersisa.

“Aku membenci kaum kalian. Untung saja tidak sepenuhnya aku berketurunan vampir. Hanya seperempat dibanding keseluruhan.” Timpalnya lagi, tatap hyunjin yang masih terdiam.

Tanganya meraih tangan hyunjin yang dingin. Menariknya perlahan dan mengarahkan ke dadanya sendiri. Hyunjin bisa merasakan dentuman kehidupan di sana, berkumandang seperti menyebut-nyebut namanya.

Suara yang sudah sangat lama tidak dirinya dengar, membuatnya berkaca-kaca.

“Dengar itu, dia menginginkanmu.”

Pupil mata yang kian menggelap itu berada dalam satu garis lurus dengan mata lawannya. Si rambut pirang pelan mengusap pipi tembam si manis sebelum melayangkan kecupan di bibir yang terdapat sisa darah manusia di sana.

“Bawa aku.”

Chan masih berusaha untuk mendial hyunjin yang tak satu pun panggilannya diangkat. Dari dalam mobil, chan memandang ke rumah yang didominasi warna putih. Lampu halamannya hanya satu yang hidup, sementara dibalik tirai tipis jendela depan, terdapat cahaya yang temaranㅡ bisa di pastikan kalau hyunjin berada di rumah.

Pintu mobil akhirnya dibuka. Angin langsung menyapa kulitnya seiring dengan langkah kaki beradu dengan aspal. Satu tangga, dua tangga, hingga sampai tepat di depan pintu rumah sekretarisnya tersebut.

Tok, tok, tok!

Tak ada sahutan.

Sekali lagi,

Tok, tok, tok!

Cklek!

”..oh my..”

Begitu terdapat celah sedikit, chan langsung membuka pintu tersebut dan menguncinya dari dalam. Hyunjin masih termagu kaget kala bos nya itu dengan sigap menahannya di dekat dinding. Bibir pucatnya menjadi titik fokus utama chan, balik tatap mata yang warnanya mulai berbeda sejak terakhir kali mereka bertemu.

“Kamu sakit?”

“Pak, saya mohonㅡ Pergilah.”

“Kalau saya tidak ingin?”

Hyunjin memejamkan matanya. Aroma itu, aroma yang membuatnya cinta namun di salah satu sisi membenci mati-matian. Ketika chan mengikis jarak wajah mereka, hyunjin sebaliknya. Berusaha menghindar sekuat mungkin walau tubuhnya lemah.

Jemarinya gemetar mendorong pelan dada chan, “saya mohon.”

“Kenapa kamu menyembunyikan semua ini, hah? Apa gunanya berbohong kepada saya?”

Aura yang sangat mengintimidasi dapat hyunjin rasakan, buat kepalanya penuh dengan pikiran-pikiran buruk. “Saya ada alasan tersendiri..”

“Kalau begitu apㅡ”

“Anda pikir mudah hidup sebagai vampir di dunia ini?!”

“Saya sudah berusaha sekuat mungkin untuk bertahan, hiksㅡ”

Lelehan kristal itu membuat chan sedikit iba. Coba untuk taruh simpati ke hyunjin, akhirnya tubuhnya menjauh dan hyunjin langsung terduduk lemas di lantai.

“Maaf karena sudah lancang mencicipi darah anda, sekarang saya menyesal. Tubuh saya sakit, butuh waktu untuk sembuh.”

Helaan napas kasar terdengar dari belah bibir chan. Ambil sebuah gelas yang tak jauh darinya dan menuangkan sebuah air mineral di sana.

“Awalnya aku datang untuk membunuhmu.”

“Apa?”

Tak dapat dipungkiri kalau hyunjin kaget. Bahkan berusaha untuk melindungi dirinya walau tak mempan. Minuman di genggaman chan ditenggak habis tak tersisa.

“Aku membenci kaum kalian. Untung saja tidak sepenuhnya aku berketurunan vampir. Hanya seperempat dibanding keseluruhan.” Timpalnya lagi, tatap hyunjin yang masih terdiam.

Tanganya meraih tangan hyunjin yang dingin. Menariknya perlahan dan mengarahkan ke dadanya sendiri. Hyunjin bisa merasakan dentuman kehidupan di sana, berkumandang seperti menyebut-nyebut namanya.

Suara yang sudah sangat lama tidak dirinya dengar, membuatnya berkaca-kaca.

“Dengar itu, dia menginginkanmu.”

Pupil mata yang kian menggelap itu berada dalam satu garis lurus dengan mata lawannya. Si rambut pirang pelan mengusap pipi tembam si manis sebelum melayangkan kecupan di bibir yang terdapat sisa darah manusia di sana.

“Bawa aku.”

Kernyitan di dahinya muncul kala mendengar suara yang perlahan menginterupsi ke telinga.

Dering ponsel, pikirnya.

Matanya yang sangat berat dipaksa buat kebuka, kedip pelan untuk nyesuain pencahayaan.

“Aduh,” kepalanya seperti habis dihantam batu yang sangat besar. Pusing dan sedikit sakit.

Kemeja kantornya sudah lepas, hanya nyisain celana bahan balut kaki dan tali pinggang yang udah melonggar.

“Gue tidur di kantor?”

Iya, ini ruangan kecil yang sengaja di desain kalau chan lembur di kantor. Tapi, bagaimana dia bisa disini, bukannya beberapa detik yang lalu dia bersamaㅡ

Hyunjin.

Langsung saja chan sambar ponsel dan sekarang sudah pukul 23.00, “udah larut.” Akhirnya kurung niat buat menghubungi sekretarisnya tersebut.

Merenung, chan mikirin apa yang bikin dirinya berakhir terbaring di kasur dengan keadaan tubuh yang luar biasa lelah.

Chan menggaruk tengkuknya, lanjut usap leher, malah merasakan sesuatu yang lengket menempel di dekat lekukan antara bahu dan leher.

Spontan si rambut pirang berdiri dan bercermin di kaca panjang tepat di depan, “plester?”

“Ssh,” tangannya pelan menarik plester yang menempel di kulit putihnya, dan menemukan sebuah luka yang sangat kecil. Masih terlihat merah, namun tak terlalu nyeri. Seolah mati rasa.

Jemarinya usap pelan luka yang dirasa sedikit timbul itu. Seperti ditusuk sebuah benda kemudian di cabut.

“Jadi selama ini dia bohong?”

Hyunjin ga bisa tidur sama sekali. Penyebabnya apa lagi kalau bukan insiden salah kirim foto, yang mana harusnya dilihat oleh anak grupㅡ malah nyasar ke pak chris.

Kalau kalian di posisi hyunjin sekarang, apa yang akan kalian lakukan?

“ARRGHH!”

Geraman frustasi terdengar di ruangannya. Hyunjin cakar-cakar meja berlapis kaca di hadapannya sekarang. Ada keinginan banting laptop, tapi baru sadar kalau harga benda persegi itu semahal ginjalnya.

“Baru beberapa hari, tapi udah bikin ulah.” Cicitnya yang ditunjukin untuk diri sendiri.

Setelah ini, hyunjin harap pak chris tidak membahas perihal foto tersebut. Dia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang baru berumur sebiji jagung.

“Hwang.”

Sialan, baru aja diomongin. Orangnya masuk.

Oke, hyunjin sudah siap lahir batin dengan segala konsekuensi yang akan diberikan oleh pak chris. Kalau pun misalnya dia disuruh angkat kaki dari perusahaan ini, dengan berat hati akan hyunjin lakukan.

“Ikut ke ruangan saya.”

Pintu ditutup. Nyisain hyunjin yang ingin menangis. Entah karena pekerjaan yang hidupnya di ujung tanduk atau wangi pak chris yang sangat semerbak membuat hyunjin pusing.

”..padahal cuma buka pintu..”

“Para leluhur vampir, tolong selamatkan aku.” Gumamnya merapalkan doa seraya mengepalkan tangan.

Tarik napas, buang, tarik napas, buang. Pintu dibuka, nampakin bos yang aura nya sangat gelap itu tengah duduk di sofa yang memang tersedia untuk para kolega penting.

“Pak,”

Demi cacing besar alaska, kenapa pak chris dengan sedikit paduan smoky eyes tipis itu malah nambah kesan menyeramkan di mata hyunjin. Rasanya dia seperti sebuah mangsa yang siap untuk dimakan.

“Duduk.” Titahnya.

Kesepuluh jarinya mengepal guna nahan kegugupan. Jantung yang berdegup, namun tubuhnya ikutan berdentum. Duduk tepat di hadapan pak chris yang menatap gerak-geriknya intens.

“Saya mau bahas ini,” di atas meja, ponselnya disodorkan ke hyunjin. Mata si rambut coklat spontan terpejam, “ma- maaf, pak.”

“Buka dulu matanya.”

“Sa- saya tidak akan mengulangi kesalahan yang sama. Saya janji, pak. Tolong jangan pecat saya.”

“Yang mau pecat kamu siapa?”

“Lah?”

Lantas hyunjin buka lebar mata sipitnya untuk lihat gambar di ponsel tersebut.

“Menurut kamu bagusan bed cover yang mana? Hitam atau abu-abu? Saya bosan dengan warna putih.”

DUAR!

Ini sangat kontras dengan pikiran buruk yang tengah bermain di otaknya. Tidak ada yang mampu mengekspresikan wajah hyunjin yang pandang bos nya itu.

“Ba- bagusan abu-abu, pak.”

“Oh, saya juga naksir yang abu-abu sih.” Setelah itu ponsel di ambil lagi.

“Saya boleh keluar?”

“Hm.” Ujar chan

Merasa dapat persetujuan dari bos nya, hyunjin berdiri. Namun, seketika rasanya gelap dan berkunang-kunang bikin dirinya sedikit terhuyung.

“Hyunjin?”

Chan menahan tubuh sekretarisnya yang hampir jatuh. Sialan, kenapa dia bisa menghirup aroma yang sangat harum dalam jarak sedekat ini.

Semakin chan menyentuh hyunjin, semakin aneh dirasa tubuhnya. Semacam ada sengatan-sengatan kecil kala jemari chan menyentuh wajahnya.

Mata hyunjin terbuka. Kali ini, bukan pupil matanya yang berwarna coklat. Melainkan pupil mata yang perlahan berubah menjadi warna merah gelap.

Lengannya memeluk erat punggung kokoh chris dan kepalannya bersandar tepat di bahu bos nya itu.

Persetan dengan title bos dan sekretaris, hyunjin ingin darahnya.

Hyunjin ga bisa tidur sama sekali. Penyebabnya apa lagi kalau bukan insiden salah kirim foto, yang mana harusnya dilihat oleh anak grupㅡ malah nyasar ke pak chris.

Kalau kalian di posisi hyunjin sekarang, apa yang akan kalian lakukan?

“ARRGHH!”

Geraman frustasi terdengar di ruangannya. Hyunjin cakar-cakar meja berlapis kaca di hadapannya sekarang. Ada keinginan banting laptop, tapi baru sadar kalau harga benda persegi itu semahal ginjalnya.

“Baru beberapa hari, tapi udah bikin ulah.” Cicitnya yang ditunjukin untuk diri sendiri.

Setelah ini, hyunjin harap pak chris tidak membahas perihal foto tersebut. Dia tidak ingin kehilangan pekerjaan yang baru berumur sebiji jagung.

“Hwang.”

Sialan, baru aja diomongin. Orangnya masuk.

Oke, hyunjin sudah siap lahir batin dengan segala konsekuensi yang akan diberikan oleh pak chris. Kalau pun misalnya dia disuruh angkat kaki dari perusahaan ini, dengan berat hati akan hyunjin lakukan.

“Ikut ke ruangan saya.”

Pintu ditutup. Nyisain hyunjin yang ingin menangis. Entah karena pekerjaan yang hidupnya di ujung tanduk atau wangi pak chris yang sangat semerbak membuat hyunjin pusing.

”..padahal cuma buka pintu..” gumamnya.

Setelah berguling-guling kesana kemari hanya karena sang pujaan hati yang akhirnya memberikan lampu hijau, beberapa menit kemudianㅡ hyunjin berhenti untuk ambil pasokan oksigen.

“After a long fucking time, finally!” Ujarnya. Teriak-teriak ga jelas sambil lompat-lompat kecil kesenangan.

Lagian, siapa sih yang ga bahagia ketika berada di posisi hyunjin? Udah menanti dengan sangat lama, pada akhirnya di notice juga!

Kecuali di notice bias, itu lain cerita.

Jantungnya terasa berdebar hingga ingin lepas dari tempatnya. Perutnya geli, hingga terkekeh terus menerus. Hyunjin menarik napas, “jangan norak deh.”

“Ku harus berterimakasih kepada magic mushroom, ehek.”

Saat si rambut coklat masih sibuk berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba bel rumah berbunyi.

Hyunjin terdiam, “siapa?” Pikirnya. Ga mungkin geng gabut, mereka kan kalo ke rumah hyunjin berasa rumah sendiriㅡ alias, main masuk saja.

Tanpa ada rasa curiga sama sekali, kakinya enteng pergi ke depan. Dengan muka yang masih kucel dan baju rumahan, “ganggu kebahagiaan orang aja.”

Ceklek!

“Hai, dek.”

Itu Chan. Pria dengan sejuta talent yang identik dengan rambut pirang.

Hyunjin langsung mundur selangkah karna tidak percaya, “eh?” Loh, otaknya mendadak lama dalam memproses apa yang tengah terjadi.

“Ini saya, dek. Hehe. Maaf ganggu, saya bawa cemilan nih.” Ujar chan sambil menunjukkan dua tas sedang berisi cemilan.

“I- iya, masuk dulu kak.”

Pintu dibuka agar chan bisa masuk. Sementara dalam hati hyunjin masih merapal 'SERIUSAN INI KAK CHAN?' sampai akhirnya sang tamu duduk di sofa.

“Ga duduk dek?”

“Ehehe, saya ganti baju dulu ya kak.”

Aduh! Kenapa bicara hyunjin mendadak formal? Biasanya juga bablas aja.

Saat yang muda hendak berbalik, tangannya tiba-tiba di tahan oleh chan. Kepala spontan menoleh, cuma dihadiahi senyuman manis yang mampu bikin hyunjin pengen jingkrak-jingkrak.

“Udah cantik kok.”

𝘚𝘪𝘢𝘭𝘢𝘢𝘢𝘢𝘢𝘯, “oh, oke deh kak.”

Jadinya hyunjin ikut duduk di samping chan. Berusaha sekuat mungkin untuk ga permaluin diri sendiri atau salah tingkah. Karena, harus kasih 𝘍𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘪𝘮𝘱𝘳𝘦𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯 yang baik!

“Err, anuㅡ maksud aku, ada apa kak kesini? Hehe.” Cicitnya, kalem.

Snack di robek ujungnya, dibarengi dengan kekehan tampan dari chan. “Takutnya kamu ga percaya, saya mau ngasih bukti aja.”

“Oh, maaf ya kak. Saya memang susah percaya orangnya,” alibi hyunjin. Halah, sebenernya untuk nutupin tingkah bodohnya waktu di chat.

“Gausah formal, aku-kamu aja gimana?”

Senyum hyunjin samar tercipta sebelum mengangguk kecil.

“Kakak denger dari felix, katanya kamu naksir kakak sejak tahun lalu, ya?”

“Eum, gimana ya kakㅡ iya sih.”

“Kamu lucu banget, kakak gemes lihatnya.”

Bukan, bukan kalimat yang keluar dari mulut chan yang jadi letak masalah. Melainkan jarak wajah yang sedekat itu, mampu bikin pipi hyunjin semerah udah rebus.

“Jangan deket-deket, kak. Kasian jantung saya.”

Setelah mengamati sosok wajah mungil itu, chan memberi jarak lagi diantara mereka. Tawanya mengalun pelan, “tuh kan, lucu. Pengen saya bawa pulang.”

“Jangan dong kak, kasian anjing saya sendirian nanti.”

“Hahaha.”

Begitulah sekiranya obrolan mereka di rumah hyunjin. Malam-malam, ditemani sinar rembulan, dan snack. Sederhana namun sangat bermakna, apalagi untuk hyunjin sendiri.

“Kakak tau ini mungkin bakal bikin kamu kaget, tapiㅡ kakak boleh minta sesuatu?” Ujar chan. Menatap netra hyunjin dalam.

“Apa?”

“Kalau masih ada ruang kosong di hati dek hyunjin, apa boleh kakak yang menempati?”

Rasanya hyunjin ingin mengumpat detik itu juga, namun bibirnya malah diam, lidah juga seaakan kelu untuk bergerak. Apalagi ketika telapak tangan serta ibu jarinya mengusap pipi hangat hyunjin.

Senyuman manis yang mampu buat hyunjin pusing, kini dia rekam baik-baik di ingatan.

Hyunjin membalas dengan senyuman juga. Kurva yang spontan muncul cukup untuk membalas pertanyaan dari yang tua. Kemudian hyunjin terkekeh geli, “udah confess nya?”

“Kakak sih pengennya sekalian lamaran, dek.”

“Aku masih muda tau!” Sungut hyunjin main-main. Mengerucutkan bibirnya lucu.

Chan menyuapi 𝘚𝘸𝘦𝘦𝘵𝘺 𝘱𝘦𝘢𝘤𝘩 nya dengan gummy bear. Ekspresi bahagia hyunjin bikin hatinya menghangat, seperti ada sesuatu yang mampu memenuhi relung hati yang selama ini kosong.

“Oh iya, katanya kamu makan magic mushroom, ya?”

𝘏𝘢𝘩, 𝘵𝘢𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢?!

“Hehe, kata siapa, kak?”

Chan diam sebentar, “kata jisung, dek. Kan dia rekan kerja kakak. Nah, dia bilang hal itu waktu kita lagi project bikin lagu bareng. Changbin juga bilang hal yang sama, tau dari felix katanya.”

Setelah mendengar penuturan chan, hyunjin langsung terdiam. Dalam hati meruntuki anak-anak gabut yang doyan banget buka kartu!

“Hehe, kulit manggis kini ada ekstraknya loh kak.”

Setelah berguling-guling kesana kemari hanya karena sang pujaan hati yang akhirnya memberikan lampu hijau.

“After a long fucking time, finally!” Ujarnya. Teriak-teriak ga jelas sambil lompat-lompat kecil kesenangan.

Lagian, siapa sih yang ga bahagia ketika berada di posisi hyunjin? Udah menanti dengan sangat lama, pada akhirnya di notice juga!

Kecuali di notice bias, itu lain cerita.

Jantungnya terasa berdebar hingga ingin lepas dari tempatnya. Perutnya geli, hingga terkekeh terus menerus. Hyunjin menarik napas, “jangan norak deh.”

“Ku harus berterimakasih kepada magic mushroom, ehek.”

Saat si rambut coklat masih sibuk berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba bel rumah berbunyi.

Hyunjin terdiam, “siapa?” Pikirnya. Ga mungkin geng gabut, mereka kan kalo ke rumah hyunjin berasa rumah sendiriㅡ alias, main masuk saja.

Tanpa ada rasa curiga sama sekali, kakinya enteng pergi ke depan. Dengan muka yang masih kucel dan baju rumahan, “ganggu kebahagiaan orang aja.”

Ceklek!

“Hai, dek.”

Itu Chan. Pria dengan sejuta talent yang identik dengan rambut pirang.

Hyunjin langsung mundur selangkah karna tidak percaya, “eh?” Loh, otaknya mendadak lama dalam memproses apa yang tengah terjadi.

“Ini saya, dek. Hehe. Maaf ganggu, saya bawa cemilan nih.” Ujar chan sambil menunjukkan dua tas sedang berisi cemilan.

“I- iya, masuk dulu kak.”

Pintu dibuka agar chan bisa masuk. Sementara dalam hati hyunjin masih merapal 'SERIUSAN INI KAK CHAN?' sampai akhirnya sang tamu duduk di sofa.

“Ga duduk dek?”

“Ehehe, saya ganti baju dulu ya kak.”

Aduh! Kenapa bicara hyunjin mendadak formal? Biasanya juga bablas aja.

Saat yang muda hendak berbalik, tangannya tiba-tiba di tahan oleh chan. Kepala spontan menoleh, cuma dihadiahi senyuman manis yang mampu bikin hyunjin pengen jingkrak-jingkrak.

“Udah cantik kok.”

𝘚𝘪𝘢𝘭𝘢𝘢𝘢𝘢𝘢𝘯, “oh, oke deh kak.”

Jadinya hyunjin ikut duduk di samping chan. Berusaha sekuat mungkin untuk ga permaluin diri sendiri atau salah tingkah. Karena, harus kasih 𝘍𝘪𝘳𝘴𝘵 𝘪𝘮𝘱𝘳𝘦𝘴𝘴𝘪𝘰𝘯 yang baik!

“Err, anuㅡ maksud aku, ada apa kak kesini? Hehe.” Cicitnya, kalem.

Snack di robek ujungnya, dibarengi dengan kekehan tampan dari chan. “Takutnya kamu ga percaya, saya mau ngasih bukti aja.”

“Oh, maaf ya kak. Saya memang susah percaya orangnya,” alibi hyunjin. Halah, sebenernya untuk nutupin tingkah bodohnya waktu di chat.

“Gausah formal, aku-kamu aja gimana?”

Senyum hyunjin samar tercipta sebelum mengangguk kecil.

“Kakak denger dari felix, katanya kamu naksir kakak sejak tahun lalu, ya?”

“Eum, gimana ya kakㅡ iya sih.”

“Kamu lucu banget, kakak gemes lihatnya.”

Bukan, bukan kalimat yang keluar dari mulut chan yang jadi letak masalah. Melainkan jarak wajah yang sedekat itu, mampu bikin pipi hyunjin semerah udah rebus.

“Jangan deket-deket, kak. Kasian jantung saya.”

Setelah mengamati sosok wajah mungil itu, chan memberi jarak lagi diantara mereka. Tawanya mengalun pelan, “tuh kan, lucu. Pengen saya bawa pulang.”

“Jangan dong kak, kasian anjing saya sendirian nanti.”

“Hahaha.”

Begitulah sekiranya obrolan mereka di rumah hyunjin. Malam-malam, ditemani sinar rembulan, dan snack. Sederhana namun sangat bermakna, apalagi untuk hyunjin sendiri.

“Kakak tau ini mungkin bakal bikin kamu kaget, tapiㅡ kakak boleh minta sesuatu?” Ujar chan. Menatap netra hyunjin dalam.

“Apa?”

“Kalau masih ada ruang kosong di hati dek hyunjin, apa boleh kakak yang menempati?”

Rasanya hyunjin ingin mengumpat detik itu juga, namun bibirnya malah diam, lidah juga seaakan kelu untuk bergerak. Apalagi ketika telapak tangan serta ibu jarinya mengusap pipi hangat hyunjin.

Senyuman manis yang mampu buat hyunjin pusing, kini dia rekam baik-baik di ingatan.

Hyunjin membalas dengan senyuman juga. Kurva yang spontan muncul cukup untuk membalas pertanyaan dari yang tua. Kemudian hyunjin terkekeh geli, “udah confess nya?”

“Kakak sih pengennya sekalian lamaran, dek.”

“Aku masih muda tau!” Sungut hyunjin main-main. Mengerucutkan bibirnya lucu.

Chan menyuapi 𝘚𝘸𝘦𝘦𝘵𝘺 𝘱𝘦𝘢𝘤𝘩 nya dengan gummy bear. Ekspresi bahagia hyunjin bikin hatinya menghangat, seperti ada sesuatu yang mampu memenuhi relung hati yang selama ini kosong.

“Oh iya, katanya kamu makan magic mushroom, ya?”

𝘏𝘢𝘩, 𝘵𝘢𝘶 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘮𝘢𝘯𝘢?!

“Hehe, kata siapa, kak?”

Chan diam sebentar, “kata jisung, dek. Kan dia rekan kerja kakak. Nah, dia bilang hal itu waktu kita lagi project bikin lagu bareng. Changbin juga bilang hal yang sama, tau dari felix katanya.”

Setelah mendengar penuturan chan, hyunjin langsung terdiam. Dalam hati meruntuki anak-anak gabut yang doyan banget buka kartu!

“Hehe, kulit manggis kini ada ekstraknya loh kak.”

“Oh shit,”

Setelah ribut di grup into the anjay, buru-buru felix ambil jaketnya asal dari lemari. Turun ke bawah dengan ekspresi gatau harus panik atau ngakak.

Sangking buru-burunya, dia ga sadar kalau baju yang dipakai bisa dibilang kurang bahan. Cuma celana rumahan yang super pendek balut kaki kurusnya sekarang dan kaos putih pendek, tapi lanjut aja demi tetangganya itu!

Saat gagang pintu sudah di pegangan, tiba-tiba pintu di dorong dari luar. Felix kaget dengan mulut sedikit terbukaㅡ

Itu Seo Changbin alias cowo yang sering dijuluki preman kaya karena koleksi mobil sport yang berjejer alias ITU TUNANGANNYA!

“Mau kemana baju sependek itu?”

“Itu mas changbin, ituㅡ”

“Itu itu apa dek?” Ucap changbin selidik, “mau berapa kali mas bilang? Jangan pakai celana sependek ini.”

“Maaaaas, sebentar doang!”

“Engga-engga,” changbin larang felix mutlak. Udah deh kalau yang begini keluar dari mulut changbin, felix cuma bisa dengus kasar.

“Haduh, gimana si hyunjin.”

Sementara di lain tempat..

“AAAAAAAAAAA!”

“Udah-udah jangan bilangin gue cupu!”

“Iya-iya, nanti gue nyatain perasaan gue ke kak chan! Udah dong.” Teriak hyunjin sambil merem, tutup kedua telinga karena denger perabotan rumahnya ngejek dia.

“Cupu, cupu, cupu!”

“Ngomong doang!”

“Buktiin dong!”

“Iya-iya, balik aja jadi lampu sana, jangan ngomong sama gue!” Balas hyunjin ke lemari, meja, dan standing lamp yang lagi ngomong ke dia.

“PANTAT GUE GA BISA MATI!”

Frustasi sekali rasanya! Belum lagi pantatnya mengeluarkan pola-pola layaknya bola disko, ingin menangis.

Dengan segala kekuatan yang dikumpulin, hyunjin lari keluar sambil pakai tudung hoodie hingga lingkarannya mengkerut. Jalannya pelan-pelan, karena di mata hyunjin, jalan di depan rumahnya seaakan bergelombang.

Dari jauh, hyunjin seperti menangkap figur seseorang yang tengah membawa kantong belanjaan, “H- hah, kak chan?”

Kenapa pujaan hatinya lewat di waktu yang tidak tepat begini!

Butuh beberapa detik hingga hyunjin sadar, “K- kok, JANGAN AMBIL KAK CHAN KU!”

Tiba-tiba ada seorang yang bersayap mengulurkan tangan ke chan. Bodoh, malah diterima oleh lelaki pirang itu! Hyunjin lari sekuat tenaga kemudian menarik kaki lelaki yang tubuhnya sudah melayang.

“Kak chaaaaaan, jangan terbang! Jangan tinggalin hyunjin!” Tangisnya mulai muncul dengan kedua tangan sibuk tarik kaki pujaan hatinya, berharap orang yang mempunyai sayap itu melepaskan.

Di lain sudut pandang.

“Loh, kamu ngapain narik-narik kaki saya!”

“Oh shit,”

Setelah ribut di grup into the anjay, buru-buru felix ambil jaketnya asal dari lemari. Turun ke bawah dengan ekspresi gatau harus panik atau ngakak.

Sangking buru-burunya, dia ga sadar kalau baju yang dipakai bisa dibilang kurang bahan. Cuma celana rumahan yang super pendek balut kaki kurusnya sekarang dan kaos putih pendek, tapi lanjut aja demi tetangganya itu!

Saat gagang pintu sudah di pegangan, tiba-tiba pintu di dorong dari luar. Felix kaget dengan mulut sedikit terbukaㅡ

Itu Seo Changbin alias cowo yang sering dijuluki preman kaya karena koleksi mobil sport yang berjejer alias ITU TUNANGANNYA!

“Mau kemana baju sependek itu?”

“Itu mas changbin, ituㅡ”

“Itu itu apa dek?” Ucap changbin selidik, “mau berapa kali mas bilang? Jangan pakai celana sependek ini.”

“Maaaaas, sebentar doang!”

“Engga-engga,” changbin larang felix mutlak. Udah deh kalau yang begini keluar dari mulut changbin, felix cuma bisa dengus kasar.

“Haduh, gimana si hyunjin.”

Sementara di lain tempat..

“AAAAAAAAAAA!”

“Udah-udah jangan bilangin gue cupu!”

“Iya-iya, nanti gue nyatain perasaan gue ke kak chan! Udah dong.” Teriak hyunjin sambil merem, tutup kedua telinga karena denger perabotan rumahnya ngejek dia.

“Cupu, cupu, cupu!”

“Ngomong doang!”

“Buktiin dong!”

“Iya-iya, balik aja jadi lampu sana, jangan ngomong sama gue!” Balas hyunjin ke lemari, meja, dan standing lamp yang lagi ngomong ke dia.

“PANTAT GUE GA BISA MATI!”

Frustasi sekali rasanya! Belum lagi pantatnya mengeluarkan pola-pola layaknya bola disko, ingin menangis.

Dengan segala kekuatan yang dikumpulin, hyunjin lari keluar sambil pakai tudung hoodie hingga lingkarannya mengkerut. Jalannya pelan-pelan, karena di mata hyunjin, jalan di depan rumahnya seaakan bergelombang.

“H- hah, kak chan?”

Kenapa pujaan hatinya lewat di waktu yang tidak tepat begini!

“K- kok, JANGAN AMBIL KAK CHAN KU!”

Ada seorang yang bersayap mengulurkan tangan ke chan, malah diterima oleh lelaki pirang itu! Hyunjin lari sekuat tenaga kemudian menarik kaki lelaki yang tubuhnya sudah melayang.

“Kak chaaaaaan, jangan terbang! Jangan tinggalin hyunjin!” Tangisnya mulai muncul sementara tangan sibuk tarik kaki pujaan hatinya, berharap orang yang mempunyai sayap itu melepaskan.

Di lain sudut pandang.

“Loh, kamu ngapain narik-narik kaki saya!”

Walaupun hari-hari sudah berlalu, kecurigaan chan seperti tak berujung. Matanya selalu awas terhadap hyunjin. Padahal lelaki manis itu sudah pernah bilang kepadanya kalau dia bukanlah mahluk penghisap darah yang ditakuti manusia, namun tetap sajaㅡ

Sementara ini, dalam jangka waktu tertentu, chan harus tetap teguh pada pendiriannya untuk mengawasi hyunjin.

“Pak, ga dimakan?”

Lamunan chan buyar detik itu juga ketika suara selembut kapas itu menyapa telinganya. Di depannya hyunjin berkedip bingung sambil pandang chan yang bergeming, sama sekali tak menyentuh steak sapinya.

“Oh, iyaㅡ” timpalnya, “maaf, saya kepikiran sesuatu.”

Pisau dan garpu diambil untuk potong steak yang masih utuh. Tapi, untuk pertama kalinya, memotong steak kenapa harus sesusah ini, hah? Rasanya piring putih itu ingin chan banting hingga pecah.

“Pak, izinkan sayaㅡ” perlahan piring di hadapannya berpindah ke hadapan hyunjin. Pisau dan garpu dipinjam untuk memotong daging steak matang itu menjadi kecil-kecil.

“Bapak sepertinya lagi banyak pikiran. Kalau begitu, nanti sebagian tugas biar saya yang kerjakan.” Hyunjin mengulum bibirnya. Ah, kenapa dia harus repot-repot menawarkan bantuan? Dia sangat tidak suka aroma daging matang.

Ditambah lagi dengan jarak sedekat ini. Dibalik wajah tenang hyunjin, sebenarnya dia meraung ingin diasup. Oke, tahan hyunjin. Sebentar lagi sesi makan siang ini akan berakhir.

Tenggorokannya sangat kering. Salad buah sebagai menu makan siangnya guna mengganjal lapar. Sebenernya bisa aja hyunjin makan steak, tapi chan kelihatan lebih lezat dibanding daging panggang itu.

Astaga! Apa yang hyunjin pikirkan? Jangan bilang dia memiliki niat untuk mencicip darah chan suatu hari?

Yah, walaupun memang sempat kepikiran.

“Ini, pak chris.” Piring disodorkan, “selamat makan.” Senyum hyunjin manis.

“Hwang,”

Satu panggilan atas nama marganya menarik atensi hyunjin. Pria yang menjabat sebagai bos nya itu belum pernah memanggil dengan nama 'hyunjin', kalaupun iyaㅡ pasti lengkap dengan marga. Kadang hyunjin dibuat mendengus. Hal kecil seperti itu mampu membuatnya kesal.

“Iya, pak?”

“Seumur hidup, belum pernah ada orang yang motongin saya steak,” ucapnya tanpa ekspresi, bikin hyunjin tertegun karenanya.

“Kamu yang pertama.”

Tepat di kalimat terakhir, netra sehitam jelaga itu menatap manik secerah galaksi di hadapannya.

Rasanya detik itu hati dan perut hyunjin tidak dapat bekerja sama.