Benar kata Juna, Jeano lebih dulu sampai kerumah. Disusul Juna, Raffa dan juga Tara.
Setelah semuanya selesai mandi, barulah mereka menyantap makanan yang tersedia. Termasuk Jeano, remaja itu juga ada disana.
Aruna menunggu semuanya selesai makan.
“Piringnya taro aja, nanti kakak yang cuci. Kakak mau ngomong sesuatu dulu sama kalian,”
“Apa nih?” tanya Raffa curiga. Juna dan Jeano hanya mengamati. Sedangkan Tara menunggu reaksi adik-adiknya.
“Besok kakak ngga kerja disini lagi. Ma—”
“Alesannya apa?” potong Raffa.
“Kakak mau fokus kuliah aja. Tugas semester ini makin banyak, praktek juga. Kakak takut ngga bisa bantu ngurus kalian lagi,”
“Kita udah mandiri. Rumah ini juga sertifikatnya atas nama Mama, jadi—”
“Ngga bisa Raffa. Kakak ngga bisa disini lagi, kalian juga udah ada Pak Tara yang siap bantu kalian dua puluh empat jam,”
“Karena Jean?” tanya Raffa dingin dan menusuk.
“Gue diem aja bangsat,” sahut Jeanl tak suka.
“Kakak inget Ekal terus, kakak ngga bisa. Jadi tolong ya?” mohon Aruna.
“Tapi sering-sering main kesini ya kak,” suruh Juna, Aruna mengangguk antusias.
“Jun—”
“Kita punya kehidupan masing-masing Raf, walau ga ada Ekal sama kakak, hidup pasti selalu jalan,”
“Kalo nyesel jangan misuh ke gue!”
Besoknya
Aruna memastikan sekali lagi bahwa barang-barangnya tidak ada yang tertinggal.
Tok tok
“Aruna saya masuk ya,”
“Iya,”
“Udah siap semua?”
“Mau saya anter?”
“Ngga usah mas, saya dijemput Jevan sama Hendra,” tolak Aruna halus.
“Runa,”
“Iya?”
“Kamu beneran ngga mau nerima saya?”
Aruna terdiam sebentar, pertanyaan ini lagi. Ingin rasanya Aruna menjawab ia mau menerima Tara, tapi sesuatu didalam dirinya selalu menahan itu.
“Ngga,” jawab Aruna pelan.
“Yaudah,”
Aruna menatap Tara aneh, hanya itu? Biasanya pria ini akan langsung bicara panjang lebar mengenai isi hatinya.
“Saya biasanya nawarin ini ke Raffa, tapi sekali ini aja nawarin ini buat kamu,”
“Apa?”
“Mau peluk saya?”
“Ngga,” sahut Tara mantap.
“Kenapa?”
“Saya yakin kita berjodoh dan bakal ketemu lagi meski kamu pergi ke tempat terjauh sekalipun.”
***
“Kakak pamit ya,”
“Iya kak, hati-hati,” jawab Juna.
Aruna memberikan senyum manisnya pada Raffa, Raffa membalas dengan sedikit terpaksa. Sedangkan Jeano, remaja satu itu memilih diam dikamarnya. Enggan memberikan salam perpisahan, tak apa. Aruna sudah mengiriminya chat meski tidak mendapat balasan apapun.
“Kak hati-hati,” ucap Raffa.
“Hati-hati Runa,” ujar Tara.
“Iya. Kakak pergi dulu ya, mas saya pamit.”
Setelah mendapat balasan, Aruna menarik kopernya dengan yakin. Aruna bahkan enggan menoleh kebelakang, ia tidak ingin keputusannya berubah kala melihat Raffa ataupun Juna.
Karena saat Aruna keluar dari gerbang rumah ini, Aruna tidak akan pernah kembali lagi kedalamnya, bahkan untuk sekedar mampir. Sama sekali, tidak akan pernah.
End