46
Meski hari sudah lumayan gelap, Aruna tetap memacu motor kesayangannya ke study cafe.
Setelah sampai, Aruna langsung menarik Hendra keluar dari cafe tersebut. Karena ada dua kemungkinan jika Hendra menjelaskannya disana, antara emosi atau menangis. Yang Aruna yakini, akan sedikit berisik dan menganggu pengunjung lain yang sedang belajar.
Aruna dan Hendra berada ditaman, tidak jauh dari study cafe.
“Jingga cerita sama gue Hen,”
“Lo mau gue gimana Na?” tanya Hendra murung.
“Tanpa gue suruh pun lo pasti tau lo harus apa Hen. Tanggung jawab,”
“Gue mau Na. Tapi ayah minta gue buat nikahin Jingga nanti, setelah anaknya lahir,”
“Hen, Jingga cuma tinggal sama kakek neneknya, seenggaknya biarin Jingga tinggal dirumah lo biar—”
“Ayah pasti nolak Na. Dia kecewa sama gue,” sesal Hendra.
“Orangtua mana yang ngga kecewa Hen? Jingga kuliah pake beasiswa, Jingga bisa kehilangan itu kalo sampai dia ambil cuti kuliah buat ngelahirin. Ayah pasti mikirin nasibnya Jingga juga,” ucap Aruna.
“Ayah ngga akan mau Na,”
“Gue lupa nanya Jingga, dia udah berapa bulan?” tanya Aruna.
“Tiga bulan,”
“Ayo pulang. Biar gue yang bantu ngomong ke ayah.”
***
“Assalamualaikum,”
“Waalaikumsalam, ayah kedatangan anak cantik yang udah jarang main kesini nih,” gurau Ayah Hendra atau biasa dipanggil Pak Kusuma.
“Hehe, maaf yah,” ucap Aruna.
“Iya gapapa. Ada apa Runa kesini? Hendra ngadu apa sama kamu nak?”
“Ini soal Jingga yah,” ucap Aruna pelan.
Kusuma menghembuskan nafasnya kasar. Menatap tajam kearah Hendra yang hanya tertunduk pasrah.
“Ayah ngga pernah ajarin dia jadi laki-laki brengsek kayak sekarang ini nak,”
“Tapi Hendra mau tanggung jawab yah, ayah mau Hendra jadi lebih brengsek dengan kabur gitu aja?”
“Ayah memang pengen punya cucu, tapi tidak secepat ini juga. Rambut ayah masih banyak hitamnya dari pada ubannya,”
Perlahan, Hendra menegakkan kepalanya. Menatap Sang Ayah dengan mata yang sudah berkaca-kaca.
“Besok ayah kerumah kakek neneknya Jingga. Kamu ikut ya nak?” ajak Kusuma pada Aruna.
“Iya Runa ikut,”
“Tanggal berapa usia kandungan Jingga mencapai empat bulan?” tanya Kusuma pada Hendra.
“Tanggal tujuh bulan depan,”
“Kamu mau pernikahan yang seperti apa?” tanya Kusuma lagi.
“Sederhana yah, undang orang-orang terdekat aja,”
“Kenapa ngga undang banyak orang?” tanya Kusuma bingung.
“Ayah ngga malu?”
Aruna menoyor kepala Hendra gemas.
“Kalo ayah malu, lo udah diusir dari kemarin!”