Happiness

Aubree berbaring diatas kasurnya sembari memikirkan pakaian apa yang harus ia pakai untuk hang out sore nanti. Karena ini kali pertamanya, dia ingin meninggalkan kesan yang positif dan menyenangkan.

Gadis itu mulai bangun dari tidurnya, kemudian membuka lemari di hadapannya.

Dia tidak ingin memakai dress yang terlalu terang atau mencolok, tapi Aubree hanya melihat baju dan dress dengan warna hitam atau putih.

Aubree menghelas napas, “Huh, masa gue harus pake *black dress *ini? Keliatan mau ke kuburan ngga sih?” tanyanya sembari berkaca.

Butuh cukup waktu yang terbilang tidak sebentar, Aubree akhirnya memilih mengenakan black top dan blue jeans.

I need to keep it simple,” kata Aubree.

Setelah selesai mandi dan bersiap-siap, agar tak tampak terlalu pucat karena dia tidak memakai make up, Aubree mengoleskan sedikit lip gloss di bibir cantiknya.

Done,”

Dia menuruni anak tangga satu per satu, di dengarnya suara klakson mobil dari luar.

dengan segera Aubree berlari kecil ke depan gerbang.

Kael membuka kaca mobil, “Masuk,”

Aubree membuka pintu belakang, namun Kael menyalakan klakson lagi.

“Loh, kenapa El?”

“Lo mau duduk sama orang gila?”

“Mana? Ngga ada,”

“Bego, duduk di depan.” perintah Kael yang langsung di patuhi oleh gadis cantik itu.

Sementara itu, ketiga manusia di kursi belakang sibuk menertawai kedua insan yang menurut mereka sangat lucu.

Kael menjalankan mobil secara tiba-tiba sehingga membuat ketiga cowok itu terkejut hingga hampir terjungkal ke depan.

“ANJIR,” pekik Lian.

Dengan refleks Ian berkata, “ASU! kaget bego,”

“ASTAGFIRULLAH, gue kira mau mati.” timpal Marcell.

Di sisi lain, satu-satunya gadis di antara mereka terlihat sangat terhibur oleh respons mereka saat terkejut. Kael melirik dari kaca, kemudian tersenyum miring.

Aubree menoleh ke belakang, “Eh, gue belum kenalan secara langsung kan sama kalian?”

“Waduh, sini neng, gue Ian, cowok tertampan di antara cowok-cowok tampan ini,” Hainan mengulurkan tangannya dengan bangga.

Gadis itu menerima dengan sangat baik hari, “Hoksi! kita harus sering ngobrol bareng nih, Yan!”

Aubree melepas tangannya, beralih ke Lian.

“Hai, Lian! Gue ngga tau kita satu sekolah lagi, haha. But nice to meet you again! Lo masih ganteng aja dari dulu,”

“WOWWWW!” teriak Ian dan Marcell bersamaan, tidak percaya.

Marcell menepuk keras pundak Lian, “Lo kok ngga pernah cerita, anjing.”

“Sialan lo ya,” lanjut Ian.

“Lo aja ngga nanya bego!” jawab Lian sambil menepuk pundak mereka.

“Wah.... gue kaget,” heran Aubree.

“Gue kan udah bilang mereka ngga waras,” sahut Kael yang dari tadi hanya diam menyimak.

“Jiakh, bilang aja lo iri, ya ngga?” goda Lian.

“Mana ada yang mau iri sama orang kayak lo, ngaca.” balas Kael pedas.

Ian mendengus, “Yee, santai kali.”

Tak terasa mereka sudah sampai di Central Park Mall. Setelah selesai parkir, mereka berlima memasuki mall bersama-sama.

Hadirnya mereka benar-benar mengundang perhatian banyak mata. Semua orang seakan tertarik oleh pesona mereka yang begitu menakjubkan. Bak bertemu artis ditengah jalan secara tidak terduga, lucky.

“Ceweknya cantik banget,”

“Mimpi ngga sih liat orang setampan mereka?”

“Sebelah kanan paling ganteng!”

“Ah, andai gue cewek itu.”

Berbagai komentar mengelilingi setiap langkah mereka.

“Baru pertama kali gue ke mall banyak orang yang liatin anjirr,” bisik Ian.

Lian menjitak kepala Ian, “Mereka bukan liatin lo bego! Kepedean,”

Ian mengelus kepalanya, dia menatap Lian dengan penuh dendam.

“Sirik aja lo!”

Marcell membungkam mulut Ian dan berbisik, “Jangan bikin malu atau gue lempar lo dari lantai dua?”

Lelaki itu menepuk-nepuk tangan Marcell, mencoba untuk melepaskannya.

“Heh lepawsyn toungan lo!” teriak Ian tidak jelas.

Marcell masih belum melepaskan tanggannya, berlagak seakan tidak mendengar apapun.

Tentu saja Ian tidak akan menyerah, asal kalian tahu, dia punya ribuan ide di dalam otaknya yang dangkal itu.

Marcell menendang bokong Ian tiba-tiba, sedangkan sang korban tampak baik-baik saja, bahkan sampai tertawa terbahak-bahak.

“Mampus, makanya jangan sok iye sama mas Ian!” sinisnya.

“Sialan, bau jigong anjing!” protes Marcell.

Lian berakting memuntahkan sesuatu, dia sangat jijik melihat banyaknya air liur di tangan Marcell.

“Jangan deket-deket gue! Parfum gue mahal,” Lian mencoba berwaspada.

“Diem,”

Satu kata yang mampu membuat mulut mereka langsung membisu kaku.

“Lanjutin aja, lumayan hiburan gratis. Liat tuh anak kecil pada ketawa,” sambung Aubree tertawa kecil.

Mereka memasuki area funworld yang rata-rata di penuhi oleh anak-anak kecil. Aubree tampak sangat bahagia, timing yang sangat pas!

“Kalian mau main apa?” tanya Aubree tapi tidak ada respon dari mereka.

Aubree menoleh, kosong.

Dia mencari disekelilingnya, dan ternyata mereka tengah berdebat siapa yang harus top up kartu fun world untuk mereka.

“Mbak, top up kartunya lima ya, kasih juga ke mereka berempat.”

Mendengar perkataan itu, sontak mereka kompak menoleh ke arah Aubree dengan mulut yang terbuka lebar.

Gadis itu mundur satu langkah, “Kenapa? Kok kalian liatin gue kayak gitu?” tanyanya dengan polos.

Mulut mereka semakin menganga lebar, tidak percaya.

“Boleh minta kartu kredit atau uang cash-nya kak?” Suara kasir itu membuat mereka tersadar.

Aubree membuka dompetnya dan mengeluarkan black card miliknya sendiri.

“Ini mba, silahkan.”

Mereka kembali kompak menggelengkan kepala.

“Emak gue aja ngasih uang jajan sehari lima puluh ribu anjir,” Ian-lah yang paling syok di antara mereka semua.

“Bapak gue juga ngga ngizinin, kok dia bisa-bisanya?” sahut Marcell.

“Wah, bapak dia Jokowi jangan-jangan.” timpal Lian, curiga.

Kael menonyor Lian, “Goblok! ngga ada mirip-miripnya bego.”

Setelah selesai melakukan pembayaran, Aubree bingung memilih game apa yang akan ia mainkan. Jujur, ia tidak pandai dalam hal seperti ini.

Kael, Ian, Lian, dan Marcell mengambil kartu masing-masing lalu berlari menuju permainan yang mereka pilih.

Aubree hanya terkekeh menyaksikan keseruan persahabatan mereka. Dia sangat iri, Aubree tidak pernah sebahagia itu saat hang out bersama Sassy dan Serena yang suka berbelanja di bandingkan bermain-main.

Mereka mencoba semua permainan yang ada, mulai dari basket, bumper car, claw machine, hingga danz base.

Mereka berlima sangat menikmati waktu bermain sampai-sampai tidak sadar bulan purnama sudah menyapa. Sesudah melakukan danz base battle sebagai permainan terakhir, saatnya memutuskan untuk pulang.

Karena Lian kalah, besok dia harus mentraktir mereka berempat.

“Seru banget ngga sih? Lain kali kita harus kesini lagi! Atau mau ke Dufan sekalian? Gue yang bayarin!” seru Aubree yang masih bersemangat.

“Ahhh, gue suka banget sama yang namanya gratisan.” Ian memberikan flying kiss kepada Aubree kemudian ia langsung membuang muka saat mendapati Kael yang menatapnya tajam.

“Gue juga,”

“Apalagi gue,”

“Syukur deh, gue ikutan seneng! Thank you ya udah mau seru-seruan bareng gue,” ucap Aubree.

No needed, bri.” jawab Marcell.

Ian mengangguk, “Hooh, setuju!”

Thanks ya bri,” ujar Lian sebelum mereka masuk ke dalam mobil.

To be Continued....