cassiyopeia

JohnRen – Love Me Back!

Reno ke luar dari lift setelah lift itu berhenti di lantai yang akan di tujunya, betapa terkejutnya ia melihat Johan berdiri seraya bersandar di dinding apartement.

“Eh, kenapa om nunggu di sini? Biasanya juga nunggu di dalem?” Tanya Reno dengan raut wajah kebingungannya.

“Gapapa, aslinya aku mau nunggu di bawah tapi gataunya kamu dah naik ke atas.” Jawaban Johan membuat Reno terperangah, jujur ia sangat terkejut mendengarnya.

Sangat tidak Johan sekali.

Reno hanya diam, lalu setelahnya mengekori Johan menuju rumah yang dihapal olehnya.

Password ditekan, sebuah perpaduan ulang tahun Johan dengan Reno.

Itu Reno sendiri yang menggantinya dulu, tapi sampai saat ini Johan tidak melayangkan protes apapun dan hanya menerima semua tindakan Reno.

“Passwordnya ga diganti om? Takut nanti pacar om cemburu kalo ga diganti.” Reno bertanya dengan nada penuh kehati-hatian.

“Buat apa diganti? Dia orangnya ga cemburuan kok lagipula angkanya bagus.” Jelas Johan seraya melangkahkan kakinya masuk yang diikuti oleh Reno.

Design rumah Johan tidak banyak berubah, tapi ada sebuah mug yang menyita perhatian Reno.

Itu hadiah darinya yang diberikan secara iseng, tersimpan rapi di dalam lemari yang berisi foto-foto Johan bersama teman-temannya dan keluarganya.

“Oh berarti om Johan dah punya pacar ya?” Reno meremat ujung kemejanya, ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa jika laki-laki di depannya berkata 'iya'

Johan berbalik dan menatap Reno dengan seksama. “Harusnya iya kalo aku ga abai ke dia yang perlahan mulai mundur.”

Eh.

Kepala Reno yang awalnya tertunduk itu terangkat secara perlahan, dari sorot matanya menandakan sebuah penjelasan.

“Duduk dulu.” Johan mempersilakan Reno agar duduk di sofa, Reno terlihat ragu namun tetap mendudukkan pantatnya di sofa empuk itu.

“Reno, kamu akhir-akhir ini ngehindar dari aku ya?” Johan duduk di sebelah Reno dan menatap side profil Reno.

“I-Iya. Soalnya aku merasa Om Johan mungkin bakal risih sama aku.” Jawaban gamblang terucap dari kedua belah bibir Reno.

“Kalo gitu, izinkan aku mulai sekarang untuk selalu ngejar kamu. Maaf kalo prinsip hidupku bikin kamu susah dan kebingungan.” Johan berkata dengan mengeluarkan cincin dari kotaknya dan menyematkannya di jari manis milik Reno.

Reno terlihat sangat terkejut menerima perlakuan Johan yang diluar bayangannya.

Namun, setelah itu Reno memajukan bibirnya, “Om Johan curang, ngejar akunya dah sambil diikat begini, kalo kayak gini siapa yang mau deketin aku.”

Johan terkekeh mendengar si manis itu merajuk dari nada bicaranya.

“Padahal aku juga mau tebar pesona sama cowok-cowok ganteng di luar sana. Kayak ke Kak Juno, atau Kak Zennar.” Lanjut Reno dengan ocehannya sambil membayangkan kedua mantan seniornya dulu yang ternyata satu tempat kerja dengan Johan.

“Tanpa kamu tebar pesona gitu juga udah banyak yang kegaet. Termasuk aku dari awal ketemu kamu.”

Kejujuran dari Johan membuat Reno terkejut hingga tanpa sadar ia membuka mulutnya.

“Iya seriusan, cuma karna prinsipku ngejar dan bukan dikejar jadi aku nunggu kamu capek dulu baru aku gerak.”

“Huuuu sebel, aku dah ngejar 6 bulan lebih. Rasanya capek banget.” Reno mencibir lalu menunduk, ia melihat sebuah cincin tersemat di jarinya begitu indah. Lalu sebuah senyum simpul tercipta di bibir kissable milik Reno.

Johan tersenyum tipis lalu merangkul pundak sempit itu dan menuntun agar kepala submisif bersandar di dadanya lalu merengkuh tubuh yang begitu tenggelam di dalam pelukannya.

Reno menerima dan menyamankan tubuhnya di pelukan hangat Johan.

“Maaf ya sayang, tapi kali ini aku serius kok, oh iya setelah wisuda aku bakal lamar kamu semua hal udah disiapkan termasuk hitungan weton. Pacar kamu ini udah berkepala 3 dan alangkah baiknya kamu mulai manggil aku mas atau pet name.”

Lagi dan lagi Reno kembali terperangah. Siapa yang akan menyangka jika usaha Reno berakhir begitu baik?

Tidak ada yang tahu akan takdir di masa depan. Begitupula kisah cinta Johan dengan Reno.

Doyren – Back to You

Renjun melihat ke arah smartwatchnya yang sudah menunjukkan pukul 3 sore hari, kepala kecilnya menoleh ke kanan dan ke kiri guna memastikan bahwa cafe di hadapannya adalah tujuannya.

Setelah yakin bahwa tujuannya tidak salah ia langkahkan kedua kaki jenjangnya untuk masuk ke dalam cafe.

“Selamat datang, apa kakak datang sendiri?” Sapa seorang pelayan wanita dengan ramah.

“Iya, aku sendiri.” Balas Renjun dengan sedikit gugup karna langsung diserbu pertanyaan.

“Silakan pesan makanan terlebih dahulu.” Pelayan itu mempersilakan Renjun menuju arah kasir dan memberikan sebuah menu.

Netra rubah itu meniti tiap deretan huruf di sana, pilihannya jatuh kepada makanan khas Jepang. Nasi kare porsi sedang dengan ebi goreng sebagai tambahan menu dan juga air mineral.

Setelah membayarnya, Renjun di antar menuju sebuah meja yang menurutnya aneh, ada sebuah smartphone di sebelah kirinya selain itu meja satu dengan yang lainnya terpisah oleh dinding tipis.

Entah untuk apa. Tapi layar smarthphone menyala bersamaan dengan suara sapaan pelayan kepada pelanggan yang baru saja datang.

“Apa anda ingin ditemani?”

Kurang lebih begitu isi layarnya membuat Renjun tersenyum remeh lalu menekan kata 'ya' di sana.

Lagipula siapa yang akan datang kalau bukan Yangyang.

Renjun mendengar derap langkah pelayan menuju ke arah mejanya, betapa terkejutnya Renjun saat melihat seorang wira yang sangat ingin dihindarinya saat ini.

Doyoung.

Renjun tersenyum canggung, berbeda dengan Doyoung yang tersenyum begitu lebar.

Doyoung duduk di hadapan Renjun dan kedua netra kelamnya tak lepas dari paras Renjun.

“Kamu diet? Kok sekarang kurusan?” Tanya Doyoung secara langsung, ia melihat pipi tirus Renjun dan netra rubah itu terlihat sedikit menghitam daerah lingkar matanya.

“Ah engga kak, cuma karna sibuk kuliah jadi aku ga teratur makannya.”

“Tidurnya?”

Renjun terdiam, ia bingung harus menjawab apa karena selama beberapa hari terakhir rekor waktu terlama yang dipegangnya hanya 5 jam dalam sehari.

Setelah memberikan kado tak utuhnya, membuat pola hidup Renjun begitu kacau, rasa cemas dan takut yang berlebihan kerap kali menghantuinya.

Beberapa kali Renjun meminum obat tidur tapi tidak bisa terlelap dengan begitu nyenyak, hanya tidur sampai 5 jam saja membuatnya bersyukur.

“Kamu sakit ya?” Pertanyaan dengan nada khawatir tersirat dari bibir Doyoung.

Renjun menggeleng, ia tidak sakit. Tubuhnya baik-baik saja.

“Maaf mengganggu, ini pesanannya ya kak.” Ucap seorang pelayan yang membawa nampan, setelah menyajikan makanan di atas meja, pelayan itu pergi.

Renjun melihat ke arah makanannya dengan tak berselera, nafsu makannya hilang entah ke mana.

“Kamu beneran sakit ya? Mau pulang? Aku anterin.” Doyoung kembali bertanya untuk menyadarkan Renjun yang tengah menatap kosong ke arah meja.

“Ah engga kak, aku ke kamar mandi bentar ya.” Pamit Renjun yang kemudian beranjak ke kamar mandi ia mencoba menghubungi nomor Yangyang beberapa kali untuk meminta penjelasan.

5 kali Renjun menelepon namun, tidak ada jawaban dari Yangyang. Renjun memilih untuk kembali ke mejanya setelah membasuh muka dan mencoba memantapkan diri dengan sedikit motivasi saat di depan cermin.

Saat kembali, kedua makanan di atas meja itu masih penuh. Doyoung belum menyentuh makanannya sama sekali.

Renjun tersenyum tipis.

“Makan kak, nanti keburu dingin.” Perintah Renjun, ia sendiri juga mulai mencoba untuk menikmati nasi kare dan ebi goreng. Rasanya enak, namun ketika dimakan bersama orang yang tidak tepat membuat perutmu ingin melakukan refluks agar ke luar kembali.

Renjun berhenti disuapan kelimanya, ia tidak bisa memaksa lambungnya. Jika ia melakukannya sudah pasti akan memuntahkan segalanya.

“Padahal aku pesan porsi biasa, tapi rasanya kayak ukuran besar.” Keluh Renjun tanpa sadar membuat kedua ujung bibir Doyoung terbit.

“Mau dibungkus aja?” Doyoung menawarkan diri untuk memanggil pelayan yang langsung disetujui oleh Renjun.

Pelayan datang membungkus makanan sisa milik Renjun, jangan tanya milik Doyoung. Orang itu hanya memesan pancake dan segelas americano.

“Setelah ini mau ke mana?” Tanya Doyoung.

“Aku mau ke toko buku, ada yang harus kubeli.” Renjun merapikan barang bawaannya, ia memasukkan ponsel ke dalam sling bag nya dan beranjak dari tempat duduk.

“Kalau gitu aku temenin ya?” Doyoung ikut beranjak mengikuti Renjun yang jalan ke luar terlebih dahulu.

“Ah itu-” Renjun menggantungkan kalimatnya, ia berfikir bagaimana cara yang halus untuk mengusir Doyoung.

“Kamu ada janji sama orang?” Doyoung mencoba membaca mimik wajah Renjun.

“Mau pergi sama Jaemin ya? Kalian akhir-akhir ini dekat. Pacaran?”

Renjun tersedak liurnya saat mendengar pertanyaan Doyoung yang terakhir.

Bagaimana bisa Renjun berkencan dengan yang lain kalau cuma orang ini yang selalu ada di pikirannya.

Renjun menggelengkan kepalanya dengan cepat membuat Doyoung sedikit bernafas lega.

“Masih belum bisa move on ya?”

Eh. Renjun menoleh dengan cepat ke arah Doyoung.

“Bukan, cuma terlalu sibuk buat pacaran.” Renjun mengelak lalu berjalan mendahului Doyoung menuju sebuah toko buku.

Bunyi bel di pintu masuk berbunyi saat Renjun melangkah ke dalam. Kakinya langsung bergerak menuju peralatan menggambar, ia meraih sebuah buku drawing book, lalu beberapa alat mewarnai dan membawanya menuju meja kasir.

Ia ingin segera mengakhiri pertemuan tak terduga ini dengan Doyoung secepatnya.

Renjun kembali membuka ponselnya, ia akan menghubungi Jaemin untuk minta dijemput namun, dengan cepat Doyoung merebutnya.

“Aku akan mengembalikannya nanti. Ada sebuah tempat yang ingin aku kunjungi.” Doyoung memasukkan ponsel Renjun ke dalam sakunya dan menggenggam jemari tangan si manis lalu mengajaknya berlari.

Renjun mengikuti kecepatan Doyoung, kepalanya menatap ke arah Doyoung, rambut hitam itu diterpa angin, dan senyuman tak pernah luntur dari wajah rupawan Doyoung membuat Renjun kembali jatuh ke dalam pesona Doyoung.

Tanpa Renjun sadari, Doyoung melihat Renjun dari ujung matanya.

Renjun melepas genggaman Doyoung secara paksa, ia membungkuk dan menopang tangannya di atas lutut, nafasnya terengah. Padahal jaraknya tidak lebih dari 500m namun, nafasnya sudah tak beraturan. Salahkan dirinya yang seringkali beralasan saat Jaemin atau Jeno mengajaknya olahraga.

Doyoung berhenti dan berbalik saat genggaman tangan itu dilepas oleh Renjun.

Raut wajah panik tak dapat disembunyikan, ia menatap cemas wajah Renjun yang begitu pucat.

“Kamu beneran sakit ya?” Tanya Doyoung lagi.

Renjun menggeleng lalu mencoba untuk kembali berdiri tegak, tubuhnya sedikit oleng tapi dengan cepat ditangkap oleh Doyoung.

“Ke rumah sakit ya? Renjun pucet banget.” Doyoung menangkup pipi tirus Renjun dan mengusapnya perlahan.

“Engga papa, aku cuma ga pernah olahraga aja.” Setelah kekuatan dan nafasnya kembali normal, Renjun melepaskan pelukan secara tidak langsung yang dilakukan oleh Doyoung.

“Ah ternyata bener, Renjun belum bisa move on ya?”

Saat Renjun akan membantah, Doyoung lebih dulu mendorongnya ke sebuah dinding dan memerangkapnya.

Untung saja saat ini mereka berada di sebuah gang sempit yang jarang dilalui oleh penduduk. Jadi, tidak akan menjadi bahan tontonan.

“Jangan bohong, Ren. Mata kamu itu gabisa bohong.” Lanjut Doyoung membuat Renjun terdiam.

“Tolong tunggu sebentar lagi ya? Aku mau ngelurusin semuanya ke Jungwoo, dia selama ini selalu minta kepastian dan selalu bilang kalo dia tertarik sama aku, tapi aku si brengsek yang manfaatin kesempatan di saat putus asa ditolak sama kamu.” Jelas Doyoung.

“Kak Doyoung jangan terlalu percaya diri, aku udah move on kok. Dan kak Doyoung ga perlu jelasin sampai sedetail ini.” Sanggah Renjun, ia mencoba melepaskan dirinya dari kukungan pria yang lebih besar darinya.

Tapi nihil, kedua pergelangan tangannya malah digenggam semakin erat oleh Doyoung.

“Kak, sakit.” Ringis Renjun.

“Mau sampai kapan kamu bohongin diri sendiri Ren? Mau sampai kapan kamu nyakitin diri kamu sendiri? Renjun, aku lebih suka Renjun yang selalu ngomong apa adanya.” Jelas Doyoung membuat Renjun menunduk lesu.

Doyoung melepas cengkraman di kedua pergelangan tangan Renjun dan sedikit memberi ruang untuknya.

“Aku yang salah kak, jadi aku ga berhak. Kak Jungwoo yang lebih berhak.” Renjun berkata dengan kepala yang masih tertunduk dengan kedua tangannya mengusap pergelangan tangannya secara bergantian.

Doyoung merasa bersalah melihat pergelangan tangan Renjun yang memerah karenanya.

“Renjun, kalaupun Jungwoo yang berhak, aku malah makin nyakitin dia, aku cuma bakal terus-terusan bohong sama dia. Kamu mau dia dapat kebahagiaan palsu sama aku?” Pertanyaan Doyoung mendapat jawaban sebuah gelengan lemah dari Renjun.

“Kalau begitu tunggu sebentar lagi ya?” Ucap Doyoung penuh dengan ketulusan.

Renjun mengangguk yang sedetik kemudian tubuhnya sudah berada di dalam rengkuhan Doyoung.

Renjun mencium aroma maskulin yang sangat dirindukannya selama beberapa tahun belakangan ini dan tanpa sadar kedua kuasanya merengkuh tubuh kokoh itu membuat senyum Doyoung semakin terkembang.

Hello Future – Jaeren

Renjun terbangun karena mencium wangi masakan dari dapur, dilihatnya ranjang sebelah ia tidur telah kosong.

Pikirannya merujuk kepada Jaehyun.

Renjun mencuci muka dan menggosok gigi terlebih dahulu sebelum berjalan menuju dapur.

“Oh Ren, udah bangun?” Tanya Jaehyun saat melihat sosok Renjun mendekati meja makan.

“Udah kak.” Jawab Renjun kalem karena masih mengantuk.

“Kak Jaehyun sering masak sendiri?” Renjun bertanya dengan nada pelan, padahal kemarin malam ia sudah berencana akan memarahi Jaehyun. Tapi, wangi masakan membuatnya mengurungkan niat.

“Iya, kamu juga kan? Karna kita dituntut tinggal sendiri.” Jelas Jaehyun yang diangguki oleh Renjun.

“Oh iya, aku pinjem baju kamu, sama maaf aku ga sopan tau-tau malah masak di rumahmu.”

“Aku semalem pasti ngerepotin kamu.” Sesal Jaehyun seraya menata makanannya di meja.

“Gapapa ka, tapi baju kak Jaehyun belum dicuci soalnya kena muntah.”

Renjun menatap berbinar ke arah makanan yang baru saja dimasak oleh Jaehyun. Tidak mewah, hanya berupa roti bakar, ham, sunny side up dan sosis.

Jaehyun tersenyum dan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Ia merasa malu dengan Renjun.

“Sini kak, duduk.” Ucap Renjun karena Jaehyun hanya berdiri di depannya yang langsung dituruti oleh Jaehyun.

Sarapan pagi berlangsung dengan tenang, dilanjut membersihkan ruang tamu Renjun yang terkena muntahan Jaehyun.

“Maaf ya.” Ucap Jaehyun lagi, Renjun hanya mengangguk.

“Gapapa kak.”

Jaehyun mulai membuka ponselnya dan menghubungi seseorang di sana.

“Bang, pesenin sofa satu yang baru. Model sama alamatnya nyusul ya. Makasih.” Panggilan terputus sedangkan Renjun hanya melotot.

“Orang kaya tuh suka buang-buang uang ya.”

“Halah, kayak kamu engga.”

“Engga kok, kan masih uang baba sama mama, aku mah masih miskin kak. Pantes aja diselingkuhin Shua.” Miris Renjun.

“Ya, wanita mah sukanya sama harta.” Disetujui oleh Jaehyun.

“Ngomong-ngomong aku ga jadi tunangan sama dia.” Ungkap Jaehyun yang berjalan menuju ruang cuci di apartemen milik Renjun.

Renjun hanya mengintil dari belakang.

“Kak, maafin aku yang kemarin ya? Aku jelek banget balas dendamnya malah ke Kak Jaehyun, padahal kakak juga sama korbannya kayak aku.”

Jaehyun yang sedang mencuci baju miliknya dan juga milik Renjun dengan menggunakan mesin cuci menoleh ke arah yang lebih muda.

“Gapapa, pas itu... jujur aja... agak aneh tapi aku juga suka. Entah.”

“Kita aneh ya kak?”

“Iya.”

Setelah mengatakan itu keduanya tertawa bersama, tidak. Mereka tidak sedih, mereka benar-benar merasa konyol dengan hal ini.

“Kalo Shua macem-macem gimana kak? Misal ngadu ke ortu kakak?”

“Aku bodo amat sih, toh orang tuaku juga aslinya ga setuju anak gantengnya nikah sama betina kayak dia.”

“Ganteng katanya.” Nyinyir Renjun.

“Napa? Ga seneng?” Lirik Jaehyun.

“Hehehe tapi emang ganteng kok.” Sejak awal juga Renjun sudah mengakui kalo Jaehyun ganteng.

“Tapi kak Taeyong paling ganteng sih dulu, sayang banget aku gak di ospek kak Taeyong.” Renjun mencoba mengingat wajah rupawan Taeyong membuat Jaehyun tanpa sadar merengut.

“Gantengan aku lah. Taeyong bukan apa-apa.” Sinis Jaehyun lalu memasukkan baju yang basah itu ke mesin pengering.

“Biar adil, aku aja yang ganteng. Gimana kak?”

“Kamu sih cantik Ren, Shua aja kalah cantik.” Bisik Jaehyun membuat Renjun reflek mencubit lengan berotot itu.

“Ren, kalo misal kita pacaran aja gimana?” Entah keberanian dari mana Jaehyun mengutarakan isi pikirannya.

Renjun menggaruk pipi gembilnya, “aku belum pernah pacaran sama cowok kak, padahal temen-temenku kebanyakan homo.”

“Aku juga belum pernah. Terus kamu gimana caranya waktu godain aku kemarin?” Jaehyun tersenyum jahil dan menaik turunkan alisnya.

“Kak .... aduh itu .... insting aja....” Renjun merengut karena digoda oleh Jaehyun.

“Yaudah, ulangi lagi gimana? Kali ini aku yang mulai?” Jaehyun memepetkan Renjun di dinding dan merapatkan tubuhnya, dari dekat ia dapat mencium harum tubuh Renjun yang memikat, padahal anak itu belum mandi.

“K-kak....” Renjun menatap kedua manik Jaehyun.

“Ren, ayo kita main game.” Ajak Jaehyun secara tiba-tiba.

“Game apa kak?”

“Game namanya cinta, pemainnya cuma ada kamu dan aku. Aku hampir gila selama 5 hari ini aku mikirin kamu terus, mikirin bibir kamu yang masih terasa manis, mikirin gimana desahan kamu waktu itu, mikirin hangat dan sempitnya lubang kamu. Mungkin saat itu aku lagi di bawah kendali obat, tapi aku juga sadar Ren.” Tutur Jaehyun membuat Renjun menunduk malu.

“Kita mulai pelan-pelan karena kita masih terluka satu sama lain. Tapi aku bakal mulai menata masa depan buat hidup sama kamu.” Lanjutnya membuat kedua manik rubah itu berbinar menatap Jaehyun.

“Ya kak, kita mulai dari penyesuaian diri aja masing-masing.” Usul Renjun yang disetujui oleh Jaehyun.

Pagi hari menjadi saksi sepasang anak adam yang memutuskan untuk saling mengikat satu sama lain.


End

First Snow

Renjun mengutuk dirinya yang tak memakai baju hangat berlebih. Suhu malam di bulan Desember wilayah Seoul sangatlah dingin membuat tubuhnya menggigil.

Renjun sangat benci musim dingin, akan tetapi ia juga sangat membenci musim yang panas.

Kesimpulannya ia tidak menyukai cuaca yang terlalu dingin dan terlalu panas, ia lebih senang cuaca yang sejuk terlebih setelah hujan turun membasahi bumi.

Langkahnya berjalan gontai mengikuti insting yang terus membawanya pergi.

Bibirnya bersenandung menyanyikan sebuah lagi dari senior kesukaannya, Exo – The First Snow, berharap lagu itu menghangatkan badannya walau hanya sedikit.

Hatinya sedikit lebih baik dikala bibirnya selesai merampungkan 1 lagu.

Perasaan kalut akan rasa khawatir terus menggerogoti relung hatinya.

Berbagai macam pertanyaan terus bermunculan dalam angannya.

'Apakah aku cukup baik?'

'Apakah aku tidak memiliki hal yang bagus dalam diriku?'

'Apakah di mata orang lain aku memiliki cacat dalam kemampuan?'

Semua pertanyaan itu terus berputar dalam pikirannya. Terlebih di saat ia selesai menonton pertunjukan konser nct127.

'Bisakah sosok sempurna seperti Taeyong dan Jaehyun cocok bersanding dengannya yang tidak memiliki kemampuan apapun?'

Helaan nafas terdengar, Renjun memilih untuk duduk di tepi trotoar, tangannya dengan erat meremas hot pack yang tersimpan di kedua saku jaketnya.

Seketika ia merindukan kampung halamannya, kampung yang akan berubah menjadi fairyland ketika musim datang.

Renjun hanya mampu melihatnya dari layar kaca, itupun fans yang sengaja merekamnya.

Terhitung sejak 2 tahun lamanya, Renjun tidak dapat pulang karena pandemi.

Ia merindukan rumahnya.

Helaan nafas kembali terdengar, kali ini disertai geraman rendah.

Acara akhir tahun sudah pasti banyak yang menunggunya, dan kemungkinan fans akan kecewa karena dirinya tidak mendapatkan special stage di panggung acara.

Ya, hanya dirinya. Ketika ke 6 member dream lain mendapatkannya.

'Sepertinya kemampuanku kurang, jadi aku tidak berhak mendapatkan kesempatan untuk tampil di special stage.' Pikir Renjun.

Otaknya memutar apa yang harus dilakukan untuk meredam kekecewaan fans.

“Aku kira hantu yang tengah duduk di malam dingin seperti ini. Ternyata Renjunnie.” Sebuah suara dengan nada hangat menyambut indra pendengaran Renjun.

Renjun mendongak, ia menatap ada seseorang yang mengulurkan sebuah payung ke arah tubuhnya.

Eh, payung?

Renjun menatap sekitar dan terlihat butiran putih halus turun ke bumi.

“Salju.” Gumam Renjun, terlalu asik dengan pikiran dan rasa tidak percaya diri membuatnya tidak sadar bahwa salju turun.

Senyuman di bibir Renjun mengembang, meski tertutup masker namun terlihat dari manik rubah itu yang menyipit dengan sorot mata yang lebih bersemangat.

“Selamat malam, senior.” Sapa Renjun dengan ramah.

“Kenapa kamu di sini sendirian? Apalagi pakai baju yang ga terlalu tebal. Gak dingin?” Rentetan pertanyaan dilontarkan.

“Sunbae juga sendiri, barusan pergi kencan ya?” Goda Renjun, yang kemudian bangkit dari duduknya.

Sang wira yang digoda itu hanya tertawa.

“Tidak, tapi sekarang iya. Aku sedang berkencan dengan salah satu member NCT Dream.” Balasnya dengan gurauan.

“Eh? Siapa?” Renjun mengerjapkan matanya, ia terkejut jika salah satu member NCT berkencan dengan salah satu member monsta X.

“Dia pria yang aku sapa di saat acara akhir salah satu stasiun tv di tahun sebelum pandemi.”

Renjun menautkan kedua alisnya.

Jeno? Atau Jaemin?

“Sudah jangan dipikirkan, nanti Renjunnie pingsan jika terlalu keras berfikir dan malah aku bawa pulang ke rumah.”

“Tidak mau, nanti manajer hyung dimarahin karna aku hilang. Apalagi aku pergi tanpa pamit.” Jelas Renjun.

“Apa kamu masih dengan kedua kekasihmu?” Sosok itu membuka topik pembicaraan yang baru.

Renjun terdiam sebentar, ia tidak tahu harus menjawab apa. Namun, beberapa saat setelahnya sebuah anggukan dengan ragu menjadi jawabannya.

Sosok di depannya hanya menatap dengan sarat mata kekecewaan.

“Enak banget ya punya 2 pacar sekaligus yang sempurna, boleh gabung gak?” Pertanyaan menohok itu kembali membuat Renjun terdiam.

“Kalau aku boleh jujur. Sebenarnya tidak. Mereka terlalu sempurna bagiku yang banyak memiliki kekurangan. Aku gak cukup baik untuk mereka.” Tanpa sadar Renjun mengutarakan isi pikirannya. Membuat wira yang lebih tua itu mengangguk paham kenapa Renjun hanya terdiam untuk melamun di pinggir jalan seorang diri bahkan salju turunpun ia tidak sadar.

“Menurutku kalau aku jadi mereka, aku bakal seneng sih punya pacar kayak kamu. Kamu punya wajah yang cantik, suara yang indah dan menenangkan layaknya aku berjalan-jalan di sebuah negeri dongeng saat mendengarnya.”

“Renjun juga punya kepribadian yang hangat, senyum yang sangat cantik, terlebih manik mata yang begitu memikat.”

Sosok itu terus berbicara tentang indahnya Renjun.

“Tapi aku ga sempurna, sering melakukan kesalahan.” Renjun meringis saat mengingat dirinya pernah beberapa kali melakukan voice crack saat acara di music show.

“Kalo kamu sempurna dan ga pernah ngelakuin kesalahan, aku pasti nganggap kamu beneran malaikat deh. Serius.”

“Minhyuk sunbae bisa aja.” Renjun tersipu malu mendengarnya. Namun, perasaannya sudah lebih baik saat mendengar penuturan seniornya.

“Huang Renjun!” Sebuah teriakan dengan nada berat terdengar menginterupsi percakapan diantara keduanya. Renjun melongok memunculkan kepalanya ke arah sumber suara.

Itu Jaehyun dan ada Taeyong di sana, mereka tengah mencari Renjun.

“Ah, aku pulang duluan ya Hyung. Selamat malam.” Jawab Renjun memberi salam perpisahan yang dibalas anggukan oleh Minhyuk.

Renjun berlari kecil menuju Jaehyun dan Taeyong. Hanya tertinggal Minhyuk yang masih berdiri di tempat yang sama.

“Masih ga kapok aja.” Sapa suara berat dari arah belakang.

“Ga bakal kapok.”

“Pawangnya dua tuh. Dah, mundur aja.”

“Iya, nanti pikir-pikir dulu.”


Renjun menatap kedua kekasihnya dengan tatapan ragu. Jaehyun dan Taeyong terlihat begitu marah.

“Hyung jangan mendiamkanku.” Rengek Renjun menggoyangkan lengan Jaehyun dan Taeyong secara bergantian.

Saat ini mereka telah berada di kamar Renjun yang begitu hangat.

“Hyunggggg.” Renjun kembali merengek dengan tatapan memelasnya.

“Aku minta maaf.” Cicit Renjun.

“Emang kamu tahu apa kesalahanmu?” Kali ini Jaehyun bersuara dengan nada tegas.

“Aku pergi tanpa pamit.”

“Lalu?”

“Memutuskan kalian secara sepihak.”

“Masih ada lagi.”

“Yang terakhir apa?” Renjun menatap polos ke arah Taeyong.

“Bertemu dengan Minhyuk.”

“Itu tidak sengaja.” Sanggahnya jujur.

Memang betul Renjun tidak sengaja bertemu dengan Minhyuk, berbeda dengan Minhyuk yang sengaja menyapa Renjun di jalan ketika akan pulang ke dorm bersama member lain.

Jaehyun menghela nafas, “Yasudah yang penting kamu udah pulang.”

“Tapi, soal putus aku serius.” Renjun meremat ujung kemejanya. Kepalanya tertunduk dalam semakin memperlihatkan tubuhnya yang lebih kecil dari Jaehyun dan Taeyong.

“Kasih tahu kami alasan yang logis.” Taeyong menatap datar Renjun dan membuat nyali Renjun semakin ciut.

Renjun menggeleng.

“Kamu jatuh cinta sama orang lain?” Jaehyun berkata dengan nada rendah.

“I-iya.” Renjun berkata dengan nada pelan dan penuh keraguan.

“Katakan dengan jelas dan menatap wajah kami satu persatu.” Perintah Taeyong dengan sorot mata menyipit, tanda ia tengah curiga.

“Aku menyukai orang lain.” Renjun menatap Jaehyun dan Taeyong satu persatu.

Jaehyun menyandarkan tubuhnya di atas ranjang milik Renjun.

Sedangkan Taeyong malah mengusap wajah Renjun.

“Aku dan Jaehyun tau, kamu bohong. Berhentilah berpura-pura.” Tutur Taeyong.

“Minhyuk hyung berkata semuanya melalui pesan singkat yang dikirimkan ke Jaehyun.”

Renjun terperangah tidak percaya lantas menatap Jaehyun yang hanya berbaring di atas kasur

“Kamu sempurna di mata kita sayang. Kamu menyempurnakan hidupku dan Jaehyun. Jangan pernah berfikir apapun.”

“Justru kami yang tidak sempurna, maka dari itu kami membutuhkan kehadiranmu untuk menyempurnakannya.” Lanjut Taeyong membuat netra rubah Renjun berkaca-kaca.

Hatinya sangat sensitif.

Setetes liquid bening turun dari netra indah itu.

“Maaf hyung, maafin aku.” Sesal Renjun lalu menghambur ke pelukan Taeyong yang dengan senang hati diterimanya.

“Ya baby. Kekuranganmu hanya 1, tidak jujur dengan apa yang selalu mengganggu pikiranmu.” Kali ini Jaehyun berucap seraya duduk dan memeluk kedua kekasihnya bersamaan.

End.

Gone with the wind – Jaeren

Jaehyun menerima telfon dari Anne untuk memperjelas hubungan mereka yang tidak akan berlanjut ke jenjang manapun.

Jaehyun baru tersadar selama 8 bulan ini kehadiran Renjun mulai memasuki hatinya dan menggantikan tahta Anne di sana.

Anne menerima semua keputusan Jaehyun dengan lapang dada. Sudah seharusnya Jaehyun melupakannya dan menerima kehadiran orang lain.

Telfon itu hanya berlangsung 10 menit dan saat Jaehyun sudah kembali ke kamarnya suasana kosong melanda.

Ia panik.

Renjun tidak ada di sana. Lalu semenit kemudian sebuah pesan masuk diterimanya.

Renjun mengiriminya pesan, Jaehyun membalasnya namun, tidak mendapat balasan apapun.

Untuk kali ini biarkan Jaehyun yang mengejar Renjun karena Renjun telah kelelahan mengejarnya.

Jaehyun nekat menggunakan ponselnya untuk melacak keberadaan Huang Renjun.

Kali ini biarkan ia menjadi stalker setelah sebelumnya pekerjaan itu selalu dilakukan oleh Renjun.

Titik di ponsel itu berhenti di sebuah tempat yang Jaehyun kenal.

Apartement Renjun.

Jaehyun segera bergerak menuju apartemen Renjun yang hanya membutuhkan waktu 15 menit.

Ketika lampu merah menghadangnya digunakan untuk mengirim pesan ke Renjun. Berharap pemuda manis itu membalasnya.

Namun, nihil. Tidak ada balasan apapun.

Jaehyun segera memarkirkan mobilnya dan berlari menuju kamar Renjun.

Ia menekan password yang dihapal di luar kepalanya.

Langkahnya terus berjalan mencari pemuda manis itu.

Terlihat Renjun tengah berada di balkon, bersandar di pintu kaca kamar miliknya. Hanya cahaya bulan yang menerangi paras cantik milik Renjun.

Jaehyun kemudian berlutut untuk mengusap surai kelam milik Renjun.

Dahinya mengernyit di saat tangan Renjun menggenggam sebuah botol kaca.

Jantung Jaehyun berdegup kencang tak karuan. Ia segera meraih dan melihatnya.

Sebuah obat penurun gula darah.

Jaehyun membelalakan matanya lalu melihat Renjun yang sudah mulai merasa kesakitan.

Obat penurun gula darah ini adalah teman bagi pengidap penyakit diabetes. Namun, jika orang dengan tingkat gula darah normal meminum satu pil saja bisa langsung membuat drop tubuh bahkan menyebabkan kematian.

Jaehyun segera menelfon ambulan, di tengah paniknya. Ia meraih tempat gula dan mulai memaksa Renjun yang masih kesakitan untuk menelan gula-gula itu.

Ambulans dan tim paramedis datang untuk menolong, dengan segera Renjun dilarikan di rumah sakit.

Tangan Jaehyun selalu menggenggam jemari Renjun yang terlihat sangat lemah. Bibirnya tak luput untuk terus merapalkan doa dan memanggil nama Renjun agar ia tahu bahwa pemuda kesayangannya masih bisa mendengarnya.

Semua berjalan begitu saja, terjadi dengan cepat.

Renjun telah tertidur setelah mendapat pertolongan pertamanya. Membuat Jaehyun bernafas sedikit lega.


Sinar matahari pagi menginterupsi nyenyaknya tidur Renjun.

Kelopak matanya terbuka, kepalanya masih sakit.

Renjun bertanya dalam hatinya, kenapa ia masih hidup?

“Renjun? Udah bangun?” Sapa suara serak khas bangun tidur milik seseorang.

Renjun hanya mengangguk karena masih merasa lemas dan pusing.

“Syukurlah.” Ucapnya tulus.

“Renjun, tolong jangan berbuat seperti kemarin lagi. Saya takut, saya takut kehilangan kamu.” Tutur suara itu dengan nada parau menahan tangis.

Renjun menatap ke dalam manik mata elang milik Jaehyun yang saat ini telah berair.

“Maafkan saya yang bodoh karena telah menyia-nyiakanmu.” Lanjutnya

“Maaf saya baru menyadari kalo saya jatuh cinta sama kamu, dan saya gamau kehilangan kamu.”

“Tolong maafkan kebodohan saya. Dan tolong berikan saya kesempatan untuk memulai lembaran baru.”

Renjun diam ketika Jaehyun memeluknya dengan suara bergetar karena menangis.

“Prof. Jeje gausah maksain diri buat suka sama Renjun. Gapapa kok kalo emang mau nikah sama Kak Anne.” Tutur Renjun pelan.

Jaehyun menggeleng, ia tidak mau. Saat ini hanya Renjun yang diinginkan untuk selalu disampingnya.

“Maafin saya ya Ren. Maafin saya.”

Seperti kaset rusak, Jaehyun berulang kali berkata maaf. Hingga membuat Renjun iba dan memutuskan untuk mengusap surai hitam milik Jaehyun.

“Iya. Tapi aku mohon kali ini titip hatiku, jangan disakitin lagi.” Jawab Renjun yang disambut Jaehyun dengan senyuman.

Ia menghujani wajah manis Renjun dengan kecupan yang dibalas senyuman oleh Renjun.


End.

O3 – Narasi

Haechan menumpuk balok-balok itu hingga menjadi susunan lalu mengacak-acaknya lagi. Ia masih merasa kesal karena Renjun dapat dengan mudah berhasil melewati jebakannya dan dengan mudah mengambil hati saudara-saudaranya.

Sebuah pikiran jahil terlintas di otaknya. Ia bangkit lalu mendekati Renjun yang masih terlihat mengusap-usap sebuah karakter yang berbentuk, errr sapi? Atau kudanil? Entahlah dia tidak tahu yang jelas Haechan tidak pernah melihatnya.

“Kak, buatin aku macaroni skuter dong.” Pinta Haechan.

Renjun mengalihkan atensinya dari gantungan ponsel itu ke arah Haechan yang tengah menatapnya dengan tatapan memelas.

“Macaroni schotel maksudmu?” Koreksi Renjun membuat pipi gembil Haechan bersemu malu.

“Iya itu.” Lirih Haechan.

“Yaudah, kakak buatin ya, kalian di sini duduk aja.” Renjun menurunkan Jisung dan mendudukkannya di karpet bersama Jaemin dan Jeno yang asik dengan leggonya.

“Jeno, Jaemin, adeknya dijagain ya jangan sampe makan mainan.” Perintah Renjun yang hanya dibalas anggukan oleh keduanya.

Renjun berjalan menuju dapur dan mulai memasak bahan-bahan yang dibutuhkan.

Ketika Renjun sibuk di dapur, Haechan meraih sebuah palu lalu membenturkannya di ponsel milik Renjun.

Jaemin tahu.

“Haechy! Jangan! Jangan dirusak ponselnya kak Renjun! Seru Jaemin mencoba merebut palu yang berat itu, namun tetap saja ponsel Renjun sudah retak layarnya.

“Jangan, ayah nanti marah! Kita ga boleh ngerusak barang-barang yang bukan milik kita!” Teriak Jaemin lagi.

“Ga mau, aku benci kakak itu! Nanti papa direbut sama dia! Kalian juga mulai nyaman sama dia!” Balas Haechan dengan teriakan.

Jeno bingung, ia tidak tahu harus berbuat apa, namun, saat tatapannya menuju ke arah Jisung ia segera bangkit lalu mengajak Jisung ke dapur.

“Hiks~” sebuah isakan lolos dari bibir Jisung. Si kecil tidak bisa melihat kakaknya berkelahi.

“Kak Renjun, baby J menangis.” Ucap Jeno kepada Renjun yang tengah memasukkan makaroni ke dalam microwave untuk melelehkan kejunya.

Renjun segera berbalik dan benar saja, Jisung sudah mengeluarkan air mata dengan wajah yang tampak memerah menahan air mata agar tidak turun.

“Ya Tuhan.” Ucap Renjun lalu membawa Jisung ke dalam gendongannya.

“Ichung kenapa nangis? Lagi sedih ya? Apa laper?” Tanya Renjun beruntun seraya menepuk punggung balita itu dengan lembut.

“Itu, Haechan sama Jaemin berantem kak, Haechan nyoba ngerusak hp kak Njun, tapi Jaemin ngelarang.” Jelas Jeno dengan nada ragu. Ia bingung harus membela Haechan atau Renjun untuk saat ini.

Renjun membulatkan matanya, itu ponsel satu-satunya, dengan segera Renjun menuju ruang tengah dan benar saja, Jaemin masih berebut palu dengan Haechan.

Di sisi kedua anak itu ada sebuah ponsel dengan layar yang sudah retak. Renjun hanya bisa tersenyum pedih.

“Ayo, kalian jangan berantem.” Bujuk Renjun mencoba memisahkan Jaemin dengan Haechan yang masih berebut palu.

“Sesama keluarga jangan berantem, nanti ayah kalian sedih loh.” Renjun masih mencoba membujuk keduanya.

Haechan yang mengingat papanya akan sedih seketika memberikan palu itu kepada Jaemin.

“Nah, gini dong. Yuk sekarang makan macaroninya. Tadi katanya Haechan mau kan?” Ajak Renjun yang kemudian dibalas anggukan.

Renjun yang masih menggendong Jisung berjalan memimpin dengan Jeno, Jaemin dan Haechan di belakangnya.

Mereka bertiga masing-masing duduk di kursi meja makan sesuai kebiasaan yang diajarkan Jaehyun dengan urutan Jeno, Jaemin, Haechan.

Renjun mendudukkan Jisung di kursi, ia akan menyuapi Jisung nantinya.

Suara microwave terdengar menandakan makaroni mereka sudah matang.

Renjun segera menyajikan dengan saos tomat di atas meja.

“Hati-hati, masih panas.” Peringat Renjun.

Renjun tersenyum, melihat ke-4 anak itu makan dengan lahap tak lupa dengan bibir belepotan karena saos tomat membuat Renjun tertawa, ia lupa akan ponselnya yang entah masih bisa digunakan atau tidak.

2 – 0

Dengan rasa tegang dan cemas, Renjun menekan bel rumah itu dan tak perlu menunggu lama seorang wanita paruh baya membuka pintu.

“Selamat pagi, saya Renjun yang akan menjadi babysitter Jeno, Jaemin, Haechan dan Jisung mulai hari ini.” Tutur Renjun memperkenalkan diri dengan bahasa formal.

“Oh, Nak Renjun sudah datang. Saya biasa dipanggil bibi An, bertugas membersihkan rumah di pagi hari. Pak Jaehyun udah berangkat, beliau menitipkan ini tadi.” Jawab bibi An dengan ramah lalu memberikan selembar kertas yang dilipat jadi dua bagian.

“Ayo masuk nak Renjun, kamar anak-anak ada di atas, mereka udah bangun kok.” Lanjut bibi An seraya mempersilakan Renjun untuk masuk ke dalam.

Renjun tersenyum lalu melepas alas kakinya.

“Bi, kalo pagi, anak-anak tuh biasa makan apa ya?” Tanya Renjun.

“Ada chef yang masak kok. Jadi, kalo nak Renjun gabisa masak gapapa, hehehehe.” Sebuah suara tawa terdengar membuat Renjun lebih rileks.

“Kalo gitu saya ke kamar anak-anak dulu ya.” Pamit Renjun.

“Oh iya nak Renjun, hati-hati ya. Mereka anak ajaib tapi sebenarnya baik kok.”

Renjun berjalan meninggalkan bibi An seraya mengerutkan keningnya.

Apa maksudnya berhati-hati? Ia kan hanya menjadi babysitter?

Dan apa yang dimaksud dengan penyebutan anak ajaib? Mereka memiliki kemampuan sihir seperti harry kah?

Renjun asik dengan pikirannya sampai ia tak sadar sudah sampai di sebuah kusen coklat.

Saat akan menyentuh knop pintu, Renjun melihat sebuah benang halus, kedua netra rubahnya mengikuti jalur benang itu dan berakhir dengan sebuah ember di atas kepalanya.

Renjun tersenyum, akhirnya ia mengerti maksud ucapan bibi An.

Diputarnya knop pintu itu dan dengan gesit Renjun menghindarinya.

Sebuah bunyi benda jatuh terdengar, isi ember itu adalah tepung yang dicampur air.

Lalu sedetik kemudian suara sorak kegirangan muncul dari balik pintu.

“Selamat pagi anak-anak.” Sapa Renjun setelah menghindari lantai kotor dari tumpahan tepung.

Ke-3 anak di dalam sana melongo melihat Renjun masih dengan pakaian yang rapi dan bersihnya.

“Perkenalkan, saya Renjun yang mulai saat ini akan menjadi baby sitter kalian.” Lanjut Renjun memperkenalkan diri.

“Aku Haechan, besok pas gede aku pengen jadi penyanyi terkenal. Soalnya kata Papa suaraku bagus.” Seorang anak dengan rambut sedikit ikal dan kulit yang lebih tan dari yang lain berbicara untuk memperkenalkan diri.

“Aku Jeno, ini Jaemin.”

“Ini baby J.” Lanjut seorang anak laki-laki dengan mata yang ikut tersenyum.

“Salam kenal Jeno, Haechan, Jaemin dam baby J. Ayo sekarang kalian bertiga selain baby J ambil perlengkapan pel dan kain basah. Kalian ga kasihan sama bibi An yang udah beresin rumah?” Tanya Renjun dengan mata yang menunjuk ke arah tumpahan tepung basah di atas lantai.

Haechan meringis, Jeno dan Jaemin hanya mengangguk lesu. Mereka merasa kalah saat ini.

“Baby J, ayo kita ambil kain basah ya.” Ajak Renjun lalu meraih balita berumur 3 tahun dalam gendongannya.

“Kain pelnya ada di gudang, aku gamau ke sana. Ada tikus, hantu, kecoa, ular.” Ujar Haechan menakuti membuat Jisung yang berada di gendongan Renjun merapatkan tubuhnya lebih masuk.

“Kalau kalian ga bersih-bersih, jatah es krim siang ini buat kakak Renjun semua aja.” Ejek Renjun.

“Eth kliiiimm, ichung mau eth kliimm.” Rengek Jisung dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

'Aduh!' Batin ketiga anak yang lebih tua.

“Yasudah, ayo Kak Renjun temenin kita.” Jeno menarik baju Renjun lalu tersenyum penuh kemenangan.

“Ayo kita bersihin setelah itu mandi dan kalian akan dapat es krim.” Balas Renjun lalu menggandeng tangan kecil Jeno.

Jaemin menyeret Haechan untuk mengikuti Renjun dan Jeno yang sudah di depan.

Skor sementara adalah 2 : 0, 2 untuk Renjun dan 0 untuk 4 kurcaci.

2 – 0

Dengan rasa tegang dan cemas, Renjun menekan bel rumah itu dan tak perlu menunggu lama seorang wanita paruh baya membuka pintu.

“Selamat pagi, saya Renjun yang akan menjadi babysitter Jeno, Jaemin, Haechan dan Jisung mulai hari ini.” Tutur Renjun memperkenalkan diri dengan bahasa formal.

“Oh, Nak Renjun sudah datang. Saya biasa dipanggil bibi An, bertugas membersihkan rumah di pagi hari. Pak Jaehyun udah berangkat, beliau menitipkan ini tadi.” Jawab bibi An dengan ramah lalu memberikan selembar kertas yang dilipat jadi dua bagian.

“Ayo masuk nak Renjun, kamar anak-anak ada di atas, mereka udah bangun kok.” Lanjut bibi An seraya mempersilakan Renjun untuk masuk ke dalam.

Renjun tersenyum lalu melepas alas kakinya.

“Bi, kalo pagi, anak-anak tuh biasa makan apa ya?” Tanya Renjun.

“Ada chef yang masak kok. Jadi, kalo nak Renjun gabisa masak gapapa, hehehehe.” Sebuah suara tawa terdengar membuat Renjun lebih rileks.

“Kalo gitu saya ke kamar anak-anak dulu ya.” Pamit Renjun.

“Oh iya nak Renjun, hati-hati ya. Mereka anak ajaib tapi sebenarnya baik kok.”

Renjun berjalan meninggalkan bibi An seraya mengerutkan keningnya.

Apa maksudnya berhati-hati? Ia kan hanya menjadi babysitter?

Dan apa yang dimaksud dengan penyebutan anak ajaib? Mereka memiliki kemampuan sihir seperti harry kah?

Renjun asik dengan pikirannya sampai ia tak sadar sudah sampai di sebuah kusen coklat.

Saat akan menyentuh knop pintu, Renjun melihat sebuah benang halus, kedua netra rubahnya mengikuti jalur benang itu dan berakhir dengan sebuah ember di atas kepalanya.

Renjun tersenyum, akhirnya ia mengerti maksud ucapan bibi An.

Diputarnya knop pintu itu dan dengan gesit Renjun menghindarinya.

Sebuah bunyi benda jatuh terdengar, isi ember itu adalah tepung yang dicampur air.

Lalu sedetik kemudian suara sorak kegirangan muncul dari balik pintu.

“Selamat pagi anak-anak.” Sapa Renjun setelah menghindari lantai kotor dari tumpahan tepung.

Ke-3 anak di dalam sana melongo melihat Renjun masih dengan pakaian yang rapi dan bersihnya.

“Perkenalkan, saya Renjun yang mulai saat ini akan menjadi baby sitter kalian.” Lanjut Renjun memperkenalkan diri.

“Aku Haechan, besok pas gede aku pengen jadi penyanyi terkenal. Soalnya kata Papa suaraku bagus.” Seorang anak dengan rambut sedikit ikal dan kulit yang lebih tan dari yang lain berbicara untuk memperkenalkan diri.

“Aku Jeno, ini Jaemin.”

“Ini baby J.” Lanjut seorang anak laki-laki dengan mata yang ikut tersenyum.

“Salam kenal Jeno, Haechan, Jaemin dam baby J. Ayo sekarang kalian bertiga selain baby J ambil perlengkapan pel dan kain basah. Kalian ga kasihan sama bibi An yang udah beresin rumah?” Tanya Renjun dengan mata yang menunjuk ke arah tumpahan tepung basah di atas lantai.

Haechan meringis, Jeno dan Jaemin hanya mengangguk lesu. Mereka merasa kalah saat ini.

“Baby J, ayo kita ambil kain basah ya.” Ajak Renjun lalu meraih balita berumur 3 tahun dalam gendongannya.

“Kain pelnya ada di gudang, aku gamau ke sana. Ada tikus, hantu, kecoa, ular.” Ujar Haechan menakuti membuat Jisung yang berada di gendongan Renjun merapatkan tubuhnya lebih masuk.

“Kalau kalian ga bersih-bersih, jatah es krim siang ini buat kakak Renjun semua aja.” Ejek Renjun.

“Eth kliiiimm, ichung mau eth kliimm.” Rengek Jisung dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

'Aduh!' Batin ketiga anak yang lebih tua.

“Yasudah, ayo Kak Renjun temenin kita.” Jeno menarik baju Renjun lalu tersenyum penuh kemenangan.

“Ayo kita bersihin setelah itu mandi dan kalian akan dapat es krim.” Balas Renjun lalu menggandeng tangan kecil Jeno.

Jaemin menyeret Haechan untuk mengikuti Renjun dan Jeno yang sudah di depan.

Skor sementara adalah 2 untuk Renjun dan 0 untuk 4 kurcaci.

O1

Jaehyun adalah seorang pewaris tunggal keluarga Jeong, diusiajya yang ke 27 tahun, ia memutuskan untuk mengadopsi 4 orang anak laki-laki setelah melihat mereka saat berkunjung ke salah satu panti asuhan.

Sudah setengah tahun ini ia mencoba mencari babysitter untuk mengasuh anak-anaknya selama dirinya bekerja. Namun, nihil. Semuanya berakhir dipecat dikarena ke – 4 anak yang diadopsinya memiliki tingkah yang sangat ajaib.

“Kamu, saya pecat!” Tegas Jaehyun menatap rumah mewahnya yang berantakan dengan seorang wanita yang berpenampilan acak-acakan.

Setelah mengatakan itu, wanita asing itu segera pergi dari mansion keluarga Jeong.

“Appiiih~ Ndoooongg~” Seru Jisung dengan kaki kecilnya berlari ketika melihat Jaehyun sudah di ambang pintu, disusul ketiga anaknya yang lain di belakang.

Jaehyun sedikit melunak dan berjongkok untuk menyambut Jisung dan menggendongnya.

“Ini sudah babysitter yang ke 20 selama sebulan terakhir.” Keluh Jaehyun menatap tiga anaknya yang berbaris rapi dengan kepala tertunduk.

“Kali ini apa yang terjadi?” Lanjut Jaehyun mencoba bertanya.

“Nenek sihir itu membuat baby J menangis Ayah!” Seru Jaemin

“Dia juga mencubit Jeno karena tidak mau tidur siang.” Lanjut Jaemin dengan semakin bersemangat.

Jaehyun menoleh ke arah Jeno dengan tatapan seakan bertanya, 'apa-itu-benar?– yang kemudian dijawab anggukan dan sebuah senyuman dengan eyesmile dari Jeno.

“Baby J memakan permenku Pa!” Kali ini Haechan berseru membuat Jaemin menyikut dan melempar tatapan tajam membuat nyali Haechan menciut.

“Hah....” Jaehyun mendesah lelah.

“Yasudah, lebih baik sekarang kalian mandi.” Ajak Jaehyun menggiring ke 3 anaknya menuju kamar mandi.

Setelah ini mungkin ia akan meminta Taeyong untuk membantu mencarikan babysitter lagi.

Finale – Jaeren

Saat ini sudah 5 menit waktu berlalu, Renjun dan Jaehyun tengah duduk saling berhadapan dan hanya diam dengan pikiran yang saling berkecamuk masing-masing.

“Pak, kalau ga ada yang dijelasin saya mau lanjut untuk memasukkan barang-barang.” Renjun mencoba membuka suara.

Jaehyun terperangah, ia merasa sedikit terkejut dengan ucapan pria manis di hadapannya.

“Ren, mau pergi?” Tanyanya dengan nada suara tertahan.

Jaehyun menginginkan sebuah gelengan atau jawaban tidak dari bibir semerah cherry itu, namun yang didapatkannya hanya anggukan, membuatnya menghela nafas.

“Saya ingin pulang ke China lalu membuka usaha milik saya sendiri.”

“Terus kamu ga ke sini lagi?” Jaehyun kembali berharap sebuah kata tidak dari Renjun namun nyatanya Renjun hanya mengangkat kepalanya dan menatap wajahnya.

“Kemungkinan tidak. Kenapa?” Sebuah pertanyaan terlontar.

“Renjun, tidak bisakah kamu untuk tetap di sini?” Jaehyun tidak bertanya, ia memohon kepada pemuda kelahiran China itu.

“Untuk apa saya di sini, Pak? Lagipula saya sudah resign.”

“Aku bisa berikan kamu pekerjaan kembali.”

Renjun menggenggam erat kedua tangannya, bukan itu jawaban yang ingin ia dengar.

Renjun tersenyum miris.

Haruskah ia yang memulai? Sedangkan Jaehyun datang dengan niat ingin menjelaskan sesuatu. Namun, bibir kissable milik Jaehyun tidak menjelaskan apapun.

“Pak, kalau sudah selesai lebih baik bapak pulang. Banyak hal yang harus saya lakukan.” Renjun bermaksud mengusir Jaehyun.

“Tidak, masalah kita belum selesai.” Tegas Jaehyun membuat Renjun sedikit berjengit karena nada tinggi di akhir kalimat.

“Maaf.” Sesalnya ketika melihat pria di hadapannya terkejut.

“Apa yang belum selesai?” Kali ini Renjun memberanikan diri untuk memancing penjelasan dari Jaehyun.

“Yang kamu lihat saat itu salah paham, Ren. Dia sepupuku, dia yang akan menikah. Aku hanya menemaninya untuk mengambil pesanan cincin.” Jelas Jaehyun panjang lebar.

“Tapi ada sebuah rumor beredar bapak telah memiliki tunangan.”

“Ren, maaf. Rumor itu dari aku sendiri agar aku tidak didekati oleh siapapun, rumor itu hanyalah kebohongan belaka.”

“Dan, yang jelas saat ini hanya ada kamu yang selalu menarik perhatianku.” Penjelasan panjang dari Jaehyun membuat Renjun seketika mengangkat kepalanya. Sepasang netra rubah milik Renjun menatap ke dalam manik kelam milik Jaehyun untuk mencari kebohongan di sana. Namun, nihil. Jaehyun mengatakannya dengan penuh kesungguhan.

“Ren, jangan pergi. Tolong jangan tinggalin saya.” Mohon Jaehyun dengan tatapan sendunya.

Renjun tersenyum tipis lalu bibirnya berkata, “Aku hanya ingin menemui orang tuaku. Setelah itu aku akan kembali.”


End