CERAMAH GIANNO


Dua minggu setelah geng Anandra disuruh menghadap Gianno, akhirnya, gerombolan anak muda itu mendatangi Gianno. Rafael dan yang lainnya tampak gugup, tegang, dan mules karena akan di sidang Gianno. Askal mengedarkan pandangan, mencari keberadaan si Rapunsel a.k.a Anandra, namun anak itu tidak ada.

Tak lama Gianno turun dan berjalan menghampiri geng sang suami yang duduk di ruang tamu. Dika tersenyum canggung kala Gianno menatapnya, dan Jaka yang akan mengambil kacang almond langsung duduk tegak kembali. Gianno tampak santai dengan pakaian kasual, kaos polo navy dan celana jeans biru, duduk di single sofa samping Rafael.

“Andra— dimana ya pak?” Tanya Miko ragu.

“Sedang belajar, dia tidak akan turun” jawabnya dingin. Miko merinding.

“Jadi— ada apa yaa—ya pak?” Tanya Dika kali ini. Gianno menyesap teh terlebih dahulu, kemudian menyilangkan kedua kakinya dan memejamkan mata.

'Buruan napa kalau mau ngamuk gue pengen pipis'_ batin Martin yang sedari tadi bergerak tak nyaman.

Gianno menatap ke arah Nauval, dan teman-temannya langsung mengikuti tatapan itu. Nauval yang sedang minum langsung freeze, mengedip pelan, dan menunjuk dirinya sendiri.

“Saya mau tanya sama kamu” ucap Gianno. Okay, here we go.

“Silakan” sahut Nauval tenang.

“Dari semua teman angkatan di SMANTA, kenapa kamu memilih bergabung dengan geng suami saya?” Tanyanya.

“Gabung? Konsep pertemanan kami bukan seperti club gengster pak” jawab Nauval.

“Boleh kalau itu pandanganmu, namun menilik dengan perlakuan Andra dan Askal kepada kamu, mereka memintamu melakukan hal tabu, kenapa kamu nurut?”

Askal menelan ludah. Darimana Gianno tahu soal ritual konyol buatannya dan Andra? Andra nyeritain semuanya?

“Kamu tahu, itu bukan hal baik,kan?”

Nauval bungkam kali ini. Semuanya karena dorongan rasa penasaran anak remaja. Terlebih dia dari kecil hidup disekitar lingkungan ketat dan taat agama. Saat Nauval berhasil keluar, dia banyak ingin melakukan sesuatu. Askal dan Anandra membantunya.

“Mereka mengajarkan kamu merokok, minum, ngomong kasar, di ajak main ke club malam, menantang kamu untuk having sex dengan pacar,”

“Apa pandangan itu 'baik' untuk kamu, Nauval?” Ucap Gianno. Nauval bisu, dia menunduk.

“Kamu pikir itu keren? Bagus? Atau hanya penasaran saja? Berujung jadi kebiasaan buruk, sekarang bukan?” Sambungnya.

Miko dan Jaka berpandangan, mata mereka seolah memberi kode SOS, ingin segera angkat kaki dari sini.

“Harusnya kamu membawa Anandra dan Askal juga yang lain menjadi lebih baik, bukan malah terjerumus, dengan dalih anak pesantren rock n roll

“Terlebih latarbelakang keluarga kamu, apa tidak khawatir jika suatu saat nanti bau busuk kelakuan putra Menteri Agama negara kita terbongkar?”

“Ya itu memang tidak ada hubungannya, jabatan ayah kamu dengan kehidupan keluarganya, tapi Nauval—”

“Norma sosial tetap muncul di masyarakat. Kamu akan tetap di labeli putra Menteri, sekalipun kamu mengelak kalau kamu hanya masyarakat biasa”

“Gimana reaksi baba kamu nanti? Saat tahu putra sulungnya ternyata berperilaku berpotensi mencoreng nama baik keluarganya?”

Hening. Suasana semakin tegang, Askal menggigit kukunya, Jaka terus membatin ingin angkat kaki, Miko pasrah, Rafael hanya menunduk, dan Dika menahan mulesnya.

“Apa perlu saya kasih tau beliau?”

Nauval menatapnya kaget, kemudian menggeleng pelan. Gianno bersandar ke punggung sofa tangannya menyilang di dada. Untuk kali ini, tidak ada sosok ramah dan penuh senyuman dalam dirinya. Hari ini, Gianno benar-benar memperlihatkan sisi orang dewasanya.

“Jangan pak....” bisik Nauval.

“Semuanya memang pure rasa penasaran saya saja, saya bertanya ke Andra dan Askal— mereka tidak sepenuhnya salah” tuturnya.

“Ini bukan siapa yang salah, tapi tentang konsekuensi yang terjadi setelah kalian melakukan hal itu” sahut Gianno dingin.

“Untuk kamu Jaka, berhenti memprovokasi Anandra. Kalian berdua apa tidak bosan adu mulut, saling caci maki? Kamu pikir itu normal dalam circle pertemanan?” Gianno kali ini memandang Jaka.

“Maaf pak....”

“Kamu juga yang sering menyulut emosi Andra, kamu juga kan yang memprovokasi Andra agar ikut terlibat tawuran ketika kelas 10?”

“Alibi solidaritas, tapi itu sama sekali tidak ada manfaatnya selain hanya menimbulkan masalah dan cap negatif masyarakat kepada kalian”

Jaka meremas jemarinya, dia jujur takut. Miko melirik Gianno, dan langsung menunduk saat dia ditatap. Aduh gilirannya,kah?

“Berhenti mengajak Andra main ke club malam, usia kalian belum pantas main ke tempat itu” ujar Gianno.

“Bahkan dari umur 15 tahun, sudah mencicipi alkohol, kalian pikir itu keren? Kekinian? Tidak kalian semua kampungan”

Ucapan Gianno menusuk hati. Ya pandangan remaja dan orang dewasa pasti beda.

“Tahu kalau tindakan kalian akan menimbulkan kerugian, kenapa tetap dilakukan?”

“Askal mabok bertengkar dengan pengunjung, berakhir damai pakai uang” Gianno menatap Askal.

“Ketahuan membawa narkotika, tapi selamat karena ayah kamu petinggi militer” kali ini suami Andra itu menatap Jaka.

“Menghamili anak orang lain karena cemburu ada yang mendekati” Dika menelan ludahnya, itu untuknya.

“Mengirim chat tidak sopan dan mengancam orang lain” Rafael semakin menekuk kepalanya.

“Mabok lagi dan menabrak pembatas jalan, beruntung bukan manusia yang di tabrak juga” Martin menggaruk belakang telinganya.

“Balapan liar, tawuran, masuk geng motor, memang itu keren?” Gianno melirik Miko.

“Dan kamu Nauval,”

“Seharusnya kamu bisa menjadi pembawa perubahan yang baik dalam circle kalian, kenapa malah ikut terjerumus?”

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Saya tidak bilang dan tidak pernah menyepelekan usaha kalian untuk menata masa depan”

“Tapi, dengan kelakuan kalian sekarang saja, apa yang bisa diharapkan di masa depan nanti?”

“Kalian akan terus bergantung pada koneksi orang tua kalian saja?”

“Apa kalian akan terus mengikuti ego? Dalihnya karena remaja labil?”

“Apa kalian tidak mau jadi siswa normal? Sekolah, belajar, bermain secukupnya, tidak membuat onar?”

“Susah? Apa kalian begini karena ada mindset 'kami nakal tapi kalau sudah besar pasti sukses' itu mindset menyesatkan”

Rafael membuka mulutnya, ingin menyela, namun langsung menciut saat Gianno tampak seram dua kali lipat. Alhasil, pemuda itu kembali memainkan kukunya saja.

“Kalian itu ingat punya Tuhan,kan?”

“Iyaa....” jawab semuanya.

“Takut gak sama Tuhan?”

“Saya pun bukan orang yang taat agama, saya juga banyak melakukan dosa, tapi saya terus memperbaiki diri agar bisa menjadi lebih baik”

“Kalian tidak bisa seperti itu?”

“Apa kalian yakin Tuhan akan membantu mempermudah jalan masa depan kalian apabila begini terus?”

“Apa kalian tidak takut, jika hari ini memang Tuhan baik ngasih kalian kemudahan, bagaimana jika nanti Tuhan mengirimkan kesulitan?”

“Apa masih sempat berpikir untuk ngobat?”

“Main ke club? Balapan liar?”

“Apa itu akan menolong kalian?”

“Tidak, bukan?”

Askal menghela nafas, dia mengusap rambutnya, sumpah demi apapun, mungkin dia sering dibentak oleh ayah dan bundanya, tapi kenapa lebih seram di ceramahi Gianno seperti ini?

“Coba rubah mindset kalian. Coba berpikir dulu sebelum bertindak, pilah mana yang baik dan buruk, kurangi ego, belajar membiasakan diri ke arah yang baik, karena itu yang akan membantu kalian!”

Intonasi suara Gianno meninggi. Semuanya semakin takut. Dika menatap Rafael, memberi sinyal untuk melawan, namun yang ditatap hanya menggeleng.

'Lawan El!' Seru batin Dika.

'Not today' sahut batin Rafael. Dika menggigit bibir bawahnya.

“Sebelumnya....maaf kalau kami membawa dampak buruk kepada Anandra, pak”

Akhirnya Martin buka suara. Gianno menatapnya.

“Yaa....yang dikatakan betul, kami salah, kami nakal, seenaknya menyepelakan masa depan, semena-mena dengan power orang tua,”

“Kami minta maaf” tuturnya.

“Maaf yang sebanyak-banyaknya, kami pun tau ini salah, tapi karena ego tetap aja dilakukan” sambung Miko.

“Terima kasih pak sudah baik hati menegur” kata Askal.

“Kami jadi lebih terbuka, dan akan merubah sifat kami, maaf juga apabila Andra jadi ikut jelek imej-nya” ucap Jaka.

“Saya gak bermaksud sok dewasa sini, ini benar-benar teguran saya kepada kalian karena terlalu lama saya abaikan”

“Karena saya pikir kalian akan berubah sendiri, tapi nyatanya saya salah”

“Saya pun tidak enak menegur anak orang seperti ini, tidak enak sama sekali”

“Tapi kalau saya diam saja, berarti tanpa sadar saya mendukung kelakuan buruk kalian,”

“Saya tidak mau kalian terjerumus akibat ulah sendiri”

“Khawatir saya”

“Kalian teman baik Anandra, kalian selalu ada disaat dia membutuhkan teman, karena itu—”

“Saya tidak mungkin membiarkan kalian bebas terus seperti ini”

“Saya pun akan sangat senang melihat kalian berubah, meskipun pelan-pelan”

“Setidaknya, ada usaha dari kalian” Gianno membuang nafasnya.

“Karena saya optimis, kalian bisa menjadi lebih baik dari sekarang”

“Karena saya yakin, kalian akan berhasil di masa depan apabila mau berubah”

“Kalian itu hebat, kalian punya bakat, kembangkan bakatnya, asah skill kalian, agar nanti kalian tidak kesulitan menghadapi dunia”

“Dunia itu akan baik kepada mereka yang melakukan kebaikan, dan sebaliknya, Dunia bisa lebih kejam kepada mereka yang punya kelakuan buruk”

“Sekarang tinggal kalian pilih saja, mau tetap bebas begini, atau mulai teratur?”

“Semua pilihan ada konsekuensi dan balasan masing-masing”

“Dan itu bukan urusan saya, karena saya sudah memberitahu”

“Hidup kalian itu tergantung keputusan yang kalian ambil, stop bergantung pada orang tua atau siapapun”

“Jadi....”

Semuanya menatap Gianno.

“Kalian bisa berubah?”


Selesai ceramah Gianno yang hampir 2 jam lebih itu, geng Anandra pamit pulang. Mereka semua hening di dalam Range Rover hitam Rafael. Antara merenung dan lapar. Nauval duduk di bangku kemudi, menjalankan mobilnya entah kemana.

“Ada benernya emang....” celetuk Jaka.

“Kita kalau seenaknya terus nanti pas diberi cobaan kelabakan” lanjutnya.

“Contoh Anandra” ucap Miko.

“Akibat banyak melawan Gianno, hidup dia drama sekali sekarang,kan? Gue gak mau....” lirih pemuda itu.

“Gue kalau jadi Andra, pas tau Gianno bisa segalak tadi mungkin bakal jadi penurut sekali, serem juga tu dosen” ujar Martin.

“Andra nurut, tapi karena dorongan kita semua, dia jadi melawan” sahut Rafael.

“Disuruh stop jadi remaja labil, tapi perasaan gue, gue ini berasa udah dewasa....” bisik Dika.

“Ya itu menurut lo anjing. Orang dewasa kayaknya bakal tetep mandang kita ABG labil sebelum usaha kita mulai terlihat mereka” ucap Askal.

“Mau kemana sekarang?” Tanya Nauval.

“Lapar gak? Ricis yuk” ajak Miko.

Mereka pun menuju restoran siap saji itu. Sejenak menenangkan diri.

Sementara Anandra? Pemuda itu terlihat mumet karena hari ini belajar ekonomi, akuntansi, matematika. Otaknya terbakar bara api. Berasap.

“Anandra kerjakan,” prof. Zidan meliriknya dari balik laptop.

“Prof, tau rasanya jalan diatas bara api?”

“Mendidih otak saya prof, gak sanggup, konslet ini kalau pc tuh”

Gianno masuk, kemudian menaruh milo dan kopi untuk keduanya. Anandra menekuk wajahnya, rambutnya kusut, raut mukanya sendu, dia benar-benar menderita. Gianno iba.

“Capek?” Tanyanya. Andra melengguh bahkan akan menangis.

“Kalau kamu hukum aku gini sampai bulan depan, aku jadi tengkorak nanti, yang.....pusing” rengek Andra. Zidan menggeleng pelan. Dasar.

“Bisa selesai sampai sini saja, mas?” Zidan pun pamit setelah membereskan bawaannya.

Tersisa hanya ada Gianno dan suami ABG-nya yang tengah memeluk pinggangnya erat.

“Pusing....” lengguh Andra.

“Iyaa, mau tidur?” Gianno mengusap rambutnya.

“Tadi ngapain aja mereka kesini?” Andra menatapnya.

“Ngobrol, udah beres” ujar Gianno.

“Gak kasar,kan?”

“Menurut kamu?”

“Kasar. Tapi bahasanya tetap sopan”

Gianno duduk dilahunannya. Andra sedikit cerah karena sudah recharge. Bibir mereka bertemu, dan keduanya berpagutan lembut.

“Aku hanya ingin kamu, dan teman kamu jadi lebih baik” bisik Gianno.

“Bukan karena tidak suka, tapi karena aku sayang kalian”

“Bohong” dengus Andra.

“Tatapan kamu ke Martin udah kayak malaikat maut,”

Gianno tertawa, ya pengecualian Martin. Dia masih dendam karena Tesla-nya dirusak.