FAVORITE ANANDRA


Kala itu Andra sedang terlelap, bermimpi indah dengan mulut setengah terbuka. Saat itu juga Gianno muncul membawa seperangkat alat pendukung pekerjaannya. Laptop, charger, ponsel dan lembaran dokumen juga jurnalnya. Gianno melihat Anandra tidur, tumben sekali jam 20.12 malam anak itu sudah bermimpi. Tapi ini justru waktu yang tempat untuknya bekerja. Anandra itu seperti bayi, repot kalau bangun dan dirinya harus bekerja. Diganggu yang ada.

Gianno duduk disamping Andra yang tidur menyamping, kemudian tengkurap berlawanan arah dengan posisi Andra. Kaki panjangnya tak sengaja menendang bahu tunangannya itu, namun Andra tampak damai tak tergubris. Gianno sedikit bergeser agar tidak mengganggu kegiatan tidur Anandra. Pria itu sibuk mengemut permen alpenlible-nya, dan mengetik. Untuk setengah jam ke depan, Gianno khyusuk mengerjakan tugas, Anandra sibuk mendengkur. Suara merdu NIKI yang melantunkan Lowkey menemani Gianno.

Perlahan Andra membalikan tubuhnya, menghadap ujung kaki Gianno. Tangannya memeluk betis Gianno, dan mendusel pelan meskipun matanya tertutup rapat. Gianno melirik sekilas ke belakang, dan kembali memeriksa email dan mengecek tugas mahasiswanya.

“Mmhh....” lengguh Andra.

“Hhngg....”

Anandra bergerak tidak nyaman, dan bibirnya manyun, kemudian mengucek mata, dan bangun. Pemandangan yang pertama dilihat olehnya adalah, Gianno yang sedang tengkurap, dengan kedua kaki terangkat menyilang, dan sibuk mengetik. Anandra mengumpulkan nyawanya, kemudian melirik jam digital di atas nakas, pukul 21.23 malam. Wah dia tidur dari sehabis shalat Isya, karena kepalanya mendadak pusing.

Tangan Andra yang awalnya asyik memainkan anak rambut, terjatuh dengan sendirinya mengenai pantat Gianno. Pemiliknya tersentak kemudian menengok ke samping. Anandra hanya memandanginya kosong, nyawanya belum terkumpul. Gianno hanya menggeleng pelan. Beberapa menit ke depan hening menyelimuti pasangan manis itu.


“Diam....” ujar Gianno saat pantatnya di remas memutar oleh siapa lagi, ya Andra.

“Tepos” celetuk anak SMA itu. Gianno melotot tidak terima tapi tidak menganggapnya.

“Servis aku kurang apa gimana ya?”

Anandra masih terbaring dengan punggung bersandar headboard ranjang. Memandangi kaki jenjang nan ramping milik Gianno. Terlebih pria itu hanya mengenakan celana pendek di atas lutut, membuat paha putihnya terekspose. Andra suka. Dia terus mengusap betis, merambat ke paha, kemudian memijat sensual pantat Gianno.

“Yang....” suara Gianno memberat.

“Aku cuma ngagumi kaki kamu, kok engas?” Andra menyeringai.

“Diem tangannya ih” rengeknya.

Bukannya nurut, Andra duduk tegak menyilangkan kedua kaki. Kemudian menarik karet celana Gianno, hingga pantatnya menyembul gemas. Gianno pasrah, dia tidak bisa menolak, dan hanya menatap Anandra. Celana pendek navy itu ditarik lepas, hingga membuat tunangan Andra itu setengah telanjang. Gianno menyembunyikan wajah merah padamnya di balik lengan, menggigit bibir bawah kala Anandra memijat lembut pantat sintalnya.

“Mmmhh....” lengguh Gianno pelan. Andra meliriknya dan hanya tersenyum, kemudian kembali memainkan dua gundukan kenyal itu.

“Hhhuumm—” Gianno bergerak menyamankan diri. Andra sedikit merekahkan pantat kiri Gianno, mengintip lubang kesukaannya.

“Andd—raah~~” Gianno mengangkat pantatnya keatas kala kecupan kupu-kupu menimpa kulit pantatnya. Lubangnya dijilat dan lidah Andra menari lincah.

“Bentar—pleas—aah” Gianno meremat bedcover putih tersebut. Andra meremas kedua bongkahan pantatnya seolah bermain squishy.

“Mau tau selain collarbone, bibir, sama mata kamu, apa yang paling aku sukai, Gianno?” Suara Andra begitu seduktif.

Your butt....damn Gianno

Anandra meremasnya kuat, Gianno tersenyum sedikit. Jemari berisi milik calon suaminya itu mulai menjalar ke belahan pantat Gianno. Mengusapnya sensual dari bawah ke atas. Nafas Gianno memburu, dia suka, dan sangat merangsang.

“Aaahh—” desahan Gianno terdengar. Andra mengecup punggung putih itu. Lalu kembali terpesona dengan pinggang super ramping Gianno.

“Mahasiswi kamu gak iri dosennya punya pinggang ramping begini?” Tanya Andra.

“Gak tau....” Gianno menatapnya kebelakang.

“Indah kamu itu, sayang” Andra ikut tengkurap disampingnya, dan bibir mereka bertemu.

Awalnya kecupan manis, kemudian berubah menjadi lumatan, lalu pagutan saling menuntut, dan berakhir Gianno di kuasai Anandra. Tubuh tengkurapnya ditindih sosok besar itu, wajah Gianno Andra tangkup dan diarahkan ke samping, dan meraupnya begitu rakus. Suara saliva beradu dan lengguhan keduanya mewarnai ciuman penuh nafsu dan kasih sayang itu.

“Ugghh....” Gianno memejamkan matanya saat lehernya dihisap.

“Buka bajunya ya?” Bisik Andra. Gianno mengangguk, dan dia telanjang total sekarang. Laptopnya dibiarkan menyala, kertas dokumennya Andra taruh kebawah takut rusak.

Namun disaat aktivitas Anandra membubuhkan tanda cintanya di leher Gianno, ponsel pak dosen itu begetar tanda panggilan masuk. Andra mendesah kesal, dan Gianno meraih benda persegi itu. Muncul nama wakil ketua prodi satu, Pak Lingga. Andra masih menindihnya, dan Gianno menerima panggilan tersebut.

“Ya, halo pak?” Gianno sebaik mungkin mengatur deru nafasnya.

'Perihal laporan keuangan—'

Ucapan Pak Lingga tak terdengar Gianno, karena bibirnya kembali diraup Anandra. Ponsel itu Gianno jauhkan dari telinganya takut— terdengar ke lawan bicaranya.

“Reject” perintah Anandra.

“Bentar ya? Please sayang ini pen—”

Anandra merebut ponselnya, kemudian men-loud speaker, dan full volume. Suara Pak Lingga menggema di kamar mereka.

'Hallo, Pak Gianno?'

“Yaa— iya saya menyi—nyimak” Gianno sekuat mungkin tidak mendesah saat Anandra mulai memainkan penisnya.

Tubuhnya dibuat menyamping, dengan posisi Anandra tidur dibelakangnya. Bahasa lumrahnya, spooning. Gianno bahkan tidak bisa konsentrasi karena Anandra mengocok cukup kasar penisnya. Mulutnya menganga, mata setengah terpejam, tangan meremas lengan Anandra.

“Aahh—” Gianno sigap menutup mulutnya. Andra menyembunyikan wajahnya di pundak Gianno.

'Begitu pak, jadi besok—'

“Saya telepon balik—aah!” Gianno tersentak saat gerakan kocokan dipercepat.

'Pak? Apa bapak baik-baik saja?' Pak Lingga terdengar khawatir.

Gianno dibuat menghadap Anandra. Wajah mereka begitu dekat, Gianno berusaha meraih ponsel hitamnya. Klimaksnya hampir sampai, bahkan tangan Andra sudah basah dengan cairan precumnya.

“Saya telepon besok!” Ucap Gianno. Satu tangan bebas Anandra memilin nipple-nya.

'Pak?'

“Be—besok!”

Panggilan pun berakhir. Ponsel tak bersalah itu Anandra lempar entah kemana, dan desahan Gianno semakin menjadi. Akhirnya dia klimaks. Gianno berkeringat banyak, mereka saling menatap begitu sayu dan penuh nafsu.

“Kenapa dimatiin?” Anandra kembali memainkan pantatnya.

“Aku masih waras” sahut Gianno, sambil menangkup wajah Andra.

“Padahal aku mau ngasih tau kalau kaprodi kampus mereka desahannya merdu” tutur Anandra. Selalu saja begitu. Dulu pas Gianno rapat online, sekarang pas di telepon rekan kerjanya.

“Aku mau cuma kamu aja yang denger—hhmm...” ucap Gianno. Dia merasakan lubangnya dilumasi cairan miliknya.

“Eksklusif?” Andra terkekeh pelan.

“Hmm....hanya kamu”

Then show me

Dua jari langsung menyusup masuk ke lubangnya. Tadi sore mereka sempat having sex di balkon rumah, jadi anal Gianno tak begitu sempit. Masih ada bekasnya. Gianno mencapit kaki Anandra dengan kakinya. Memberi akses kepada laki-laki itu agar lebih mudah menggempur prostatnya.

“Aahh—yaa—” Gianno menyukainya. Sangat.

“Tambah?”

“Dua pleas—AHH!”

Gianno melengkung sempurna saat keempat jari Andra bergerak menggunting lubang analnya. Rasanya lebih dari nikmat, ini gila. Gianno memeluknya erat, wajah Andra bersembunyi didada Gianno.

Sweet spot...” bisiknya.

“Ughh—Andraah, aahh—”

Gianno masih melengkungkan tubuhnya, mulutnya terbuka lebar, dan penisnya kembali basah. Gempuran kasar terus menyerang titik nikmat Gianno. Tak lama, dia mendapatkan klimaks keduanya. Andra mendongak menatap Gianno yang tengah mengatur nafasnya.

“Lanjut?” Goda Andra. Gianno mensejajarkan wajah mereka. Kemudian mencium penuh nafsu Andra.

“Besok aku rapat” ucap Gianno. Anandra mengangguk saja. Tangan Gianno mengusap miliknya yang bengkak.

“Terus kenapa disentuh?” Anandra mengangkat satu alisnya.

“Jangan kasar tapi ya?”

Anandra tertawa gemas. Padahal Gianno yang senang rough sex, sekarang minta vanilla.

“Bukan kemauan aku ngasarin kamu sayang” Anandra mengusap bibirnya sensual.

“Apa mau aku deep throat saja?” Tawar Gianno. Anandra tersenyum miring.

“Entar suara kamu serak, gimana?”

Gianno mengedip cepat, kemudian Andra mencium keningnya, lalu pipinya, berakhir bibirnya tentu.

“Dua-duanya deh ya?” Ucap Anandra. Gianno menelan ludahnya.

“Sekarang deep dulu”

Andra menariknya duduk. Gianno duduk dihadapannya, dan Andra berdiri menurunkan celana training putihnya. Wajah Gianno tepat didepan penisnya yang berdiri gagah. Ini mimpi buruk, namun Gianno menyukainya.

Untuk beberapa belas menit ke depan, mulut Gianno penuh dengan benda panjang itu. Menerobos masuk ke dalam pangkal tenggorokannya, membuatnya menangis, namun enggan segera mengakhirinya karena enak. Kepalanya didorong maju mundur dengan kasar oleh Anandra yang sedang menengadah, merancau menyebut nama Gianno. Beberapa kali penis Andra masuk ke dalam tenggorokan Gianno, membuat pemiliknya susah bernafas. Hingga akhirnya dia cum. Melepaskan semua cairan kental putihnya tepat di wajah Gianno.

Good job pak dosen...” Andra memujinya. Gianno tersenyum, meski mulutnya pegal dan rahangnya sakit. Pria itu menjilat ujung kepala penis Andra yang basah karena klimaksnya.

“Ayo nungging” perintah Andra. Wajah Gianno bahkan masih penuh dengan cairan putih itu.

“Aahh—!” Lengguhnya keras, rambut hitamnya dijambak Anandra hingga dia mendongak ke atas.

Setengah jam kemudian, lubang nikmat Gianno masih digempur. Kini posisinya berubah, Gianno berada diatas Anandra. Panggung terbaik untuknya memamerkan kehebatannya kepada Anandra, dan jelas pemuda 17 tahun itu selalu terpukau.

“Gianno—fuck!” Anandra meremas pinggangnya. Gianno tersenyum sambil tersenyum lebar.

“Suka?” Tubuhnya bergerak naik turun cepat.

“Aah—” Andra memejamkan matanya, begitu juga Gianno.

Genjotan itu bertambah cepat, dan cepat, melupakan waktu yang kini sudah masuk dini hari. Kedua insan yang dimabuk asmara itu masih saling bersahutan memanggil satu sama lain, dengan suara gesekan kulit terdengar begitu sensual, dan gerakan pinggul Gianno yang begitu erotis.