HOMESCHOOLING GOES WRONG


Andra sudah siap akan kembali belajar. Meskipun, homeschooling. Anandra memutuskan untuk keluar dari SMANTA karena malu, merasa absensinya parah sekali. Padahal dia akan segera kelas 12 SMA. Oleh sebab itu, dia akhirnya mengambil langkah lain, homeschooling. Gianno mendaftarkannya ke sebuah lembaga yang menyediakan sistem homeschooling. Katanya hari ini tutornya akan datang.

Andra sudah ganteng dia bisa bebas mengenakan pakaian apapun tanpa perlu repot menyiapkan dasi dan topi lagi. Tapi, Andra merasa sepi. Ya karena hanya ada dirinya sendiri. Gak ada gengnya, gak ada suara ribut kelas sebelah, gak ada istilah bolos, gak ada lagi jam kosong.

Disaat tengah melamun mengenang masa kejayaannya di sekolah, Anandra terkejut kala melihat Gianno masuk, membawa beberapa buku pelajaran.

“Aku dapat telepon tadi, katanya tutor kamu berhalangan hadir hari ini”

“Kenapa?”

“Dia masih di Belgia, mungkin hari senin kalian baru mulai belajarnya”

“Terus? Kamu ngapain disini?”

Gianno membenarkan letak kacamatanya. Anandra masih menatapnya penuh tanda tanya.

“Aku....tutor sementara kamu dulu” gumam Gianno. Andra menahan tawanya. Wait the minute.

“Kamu? Tutor aku?” Tanyanya.

“I—iya! Dulu,kan kamu ngerengek pengen diajar sama aku” Gianno malu.

“Yang....”

“Kalau kamu yang ngajarin aku, bukan belajar ujungnya” ucap Andra.

“Enggak! Kita fokus belajar dulu!” Sahut Gianno.

“Yakin? Entar kita ujungnya malah ngewe, soalnya kamu suka engas kalau ngeliat aku fokus belajar” goda Anandra. Wajah Gianno merah padam. Anandra ketawa, lalu mengusak rambutnya.

“Tapi gak papa deh, ada banyak plusnya kalau aku homeschooling tutornya kamu” kata Andra sambil tersenyum.

“Apa?” Gianno menatapnya.

Anandra bangun, dia yang awalnya duduk sila di hadapan Gianno, pindah dan duduk di belakang Gianno. Tubuh besarnya memeluk erat pinggang ramping Gianno, lalu menaruh dagunya dibahu Gianno.

“Andra....” lengguh Gianno.

“Ayo mulai belajarnya pak guru” ujar Anandra. Mereka pun mulai belajar mata pelajaran Sejarah, dengan posisi Gianno di backhug Anandra, dan pria itu mulai menjelaskan materi yang akan dipelajari oleh Andra.


Namun, ucapan Anandra meleset ternyata. Gianno benar-benar serius menerangkan materi tentang era Renaissance, dan Andra gak tega ngeganggunya. Pemuda itu duduk kini duduk di sampingnya, dengan tangan sibuk mencoret buku referensi dengan stabilo hijaunya, dan mencatat beberapa hal yang menurut Andra itu penting.

Gianno meliriknya, dan Andra tuh memang gak salah bicara, saat dia serius auranya tuh bagi Gianno jadi seksi, lebih tampan, dan attractive banget. Tanpa sadar, atau memang ini kebiasaan Andra ketika membaca buku, pemuda itu terlihat tengah memainkan lidahnya. Menjilat bibir bawahnya sendiri, menggerakan ke kiri dan kanan yang menurut Gianno begitu sensual.

Bagaimana jika benda tak bertulang tersebut bergerak seperti itu di lubangnya.

Bagaimana jika lidah itu menyapu permukaan nipplenya.

Bagaimana jika lidah itu menjilat ceruk leher dan belakang cupingnya.

Bagaimana jika lidah itu melilit lidah miliknya.

Honestly, mereka pun terakhir having sex mungkin seminggu yang lalu, bahkan lebih. Jika di tanya berapa kali dalam sebulan mereka melakukan rutinitas biologis tersebut, maka jawabannya adalah tidak menentu. Mereka bisa dalam seminggu dua sampai tiga kali, pernah sekali waktu itu dua bulan absen having sex karena kesibukan masing-masing, juga pernah awal-awal mereka pertama kali having sex hampir setiap hari melakukannya.

Gianno needy. Gianno pengen di manja Andra, atau memanjakannya. Sementara Andra masih fokus membaca materinya, alisnya mengerut namun lidahnya masih bergerak konstan membasahi bibir bawahnya.

“Yang....” panggil Gianno.

“Hmm?”

“Pengen....”

“Apa?” Anandra menatapnya. Mata Gianno begitu sayu, dan Andra langsung paham.

“Buka dong bajunya” Andra menyeringai.

“Gak mau dibuka sama kamu?” Tanya Gianno menggoda.

“Aku lebih suka kamu buka baju sendiri, lebih seksi....” desis Andra.

Gianno tanpa berdiri langsung melepaskan rompi rajut hijau, juga kemeja putihnya, menyisakan pemandangan indah bagi Anandra. Damn, the collarbone, why so beautiful. Mungkin tubuh Gianno lebih atletis daripada 3 tahun yang lalu, namun tetap saja, terlihat mungil kala di rengkuh oleh Anandra.

“Gianno....” panggil Andra.

“Iya?” Gianno full naked. Pria itu duduk seperti seorang perempuan. Kedua kakinya menyamping, dan menggigit bibirnya.

“Dika menjerit kesakitan pas duduk kayak gitu....” ucap Andra. Gianno hanya menatapnya.

“Kamu tuh....”

“Anjing Gianno, cantik bener”

Andra menariknya ke lahunan. Gianno langsung mengalungkan tangannya di leher sang kekasih. Andra duduk di bean bag pojok ruang baca rumah mereka. Terima kasih kepada Dinar yang baik hati menampung anabul mereka, Dolby dan Raku sementara karena Gianno masih ingin berdua saja dengan Anandra-nya.

“Mmhh....” Gianno dicium lembut Anandra. Ciuman yang lebih membuatnya gila daripada ciuman penuh nafsu.

“Ngghh....” desah Gianno saat tangan besar Andra mengusap punggungnya, kemudian menangkup dua bongkahan kenyal sintalnya.

“Kamu tuh tipe pasangan yang vocal ya kalau lagi ngewe?” Bisik Andra.

“Kenapa? Gak suka?” Gianno menggoyangkan pantatnya, menggoda gundukan Andra agar semakin bengkak.

Challenge yuk? Kamu gak boleh bersuara sama sekali, pakai ekspresi wajah saja saat nunjukin enak atau enggak” tutur Andra menantang.

“Kita?” Gianno memainkan bibir Andra.

“Kamu, aku gak seberisik kamu” Andra di tampar pelan oleh Gianno.

“Hukumannya kalau kamu ngedesah, langsung stop kita ngewenya” lanjut Andra.

Gianno mengangguk, dan Andra langsung meraup bibirnya kembali. Andra pun tidak mengelak, dia sangat ingin melahap Gianno. Apalagi mereka sudah bertengkar hebat, katanya having sex setelah bertengkar itu sangat nikmat. Itu bukan omong kosong. Andra tidak pernah senikmat ini mengecap setiap inci bibir ranum Gianno.

Lidah mereka saling melilit, Gianno meremas rambut Andra yang sudah hitam lagi (seusai mereka break, Andra langsung disuruh Gianno buat mengembalikan rambut aslinya, alias back to black). Gianno sekuat tenaga tidak mendesah, tangannya meremat kaos hitam Andra, ini sulit bagi Gianno. Karena dia tipe yang menggambarkan kenikmatannya dengan suara, namun tantangan ini juga sedikit memacu adrenalinnya.

“Apa?? Mau manggil aku ya?” Andra menyeringai saat Gianno hampir memanggil namanya, kala satu jari yang sudah dibaluri salivanya sendiri masuk ke dalam analnya.

“Enak?” Andra mengecup collarbone indah Gianno.

Gianno hanya mendongakan kepalanya, membusungkan dadanya saat Andra menambahnya menjadi tiga jari di dalam lubangnya. Penisnya tegak sempurna, merah, dan mengucurkan cairan bening pre-cummya. Mulut Gianno terbuka, sebisa mungkin tidak bersuara, saat Andra menusuk sweet spot-nya, Gianno hampir menjerit namun dia langsung membekap mulutnya dengan bahu Andra. Jari tebal pemuda itu terus menusuk sweet spot Gianno, membuat gerakan menggunting, dan itu— membuat Gianno gila karena tidak bisa melepaskan lengguhannya.

Good boy...” Andra meremas pantat Gianno dengan tangan kanannya yang bebas.

“Mau aku kocokin?” Andra melirik penis Gianno yang sudah basah sekali.

“Enggak?” Tanya Andra saat Gianno menggelengkan kepalanya.

“Mau apa kalau gitu?”

Gianno menatap Anandra, dua jari tangannya masuk ke dalam mulut Andra, dan langsung dihisap oleh pemuda itu.

“Kamu....lidah kamu” gumam Gianno.

“Jilat semua tubuh aku”

Andra terkejut, dua jari Gianno mencapit lidahnya, Andra memejamkan matanya, gerakan di anal Gianno berhenti.

“Aneh-aneh saja....” desis Andra. Gianno manyun.

Namun tetap, lidah Andra menyapu semua permukaan kulit leher Gianno yang mulai bersemu merah karena bekas hisapan sekilasnya. Gianno mendongakan kepalanya, ia merasakan basah diseluruh bagian lehernya. Andra benar-benar menjilat semua bagian tubuh Gianno.

Matanya, dagunya, hidungnya, keningnya, kedua pipinya. Kemudian Gianno ia baringkan di atas karpet beludru putih dan mulai menjilat dadanya, dan Gianno merasakan sengatan listrik luar biasa saat benda lunak basah itu menjilat nipplenya. Andra bergerak mundur dan menjilat abs Gianno, kemudian selangkangannya, twinsball Gianno, dan sampai analnya.

Gianno ia balikan menjadi telungkup. Jujur, jujur Gianno senang posisi begini. Dia telungkup dan Andra menggempur analnya dengan lidah, atau jari gendutnya, atau bahkan dengan penisnya. Gianno meremat karpet tersebut, dia tidak boleh kecolongan, semua ekspresinya pindah ke wajahnya. Gianno menungging tinggi saat lidah Andra menjilat lubang analnya. Tangannya mengocok pelan penisnya. Sungguh ini— gila.

Selesai menjilati seluruh tubuh Gianno, Andra kembali duduk di bean bag, kakinya terbuka lebar, dan Gianno langsung berlutut, menarik celana jeansnya, dan kini dia setengah telanjang.

“Jangan di buka” Gianno menahan Andra saat akan membuka kaosnya.

“Lebih menarik....” Gianno menggesekan penis mereka.

“Bilang saja badan aku jelek” ucap Andra, tangannya menggenggam penis keduanya.

No....aku lebih high kalau kamu pakai kaos hitam gini” Gianno memejamkan matanya.

“Dan kamu lebih menarik gak pakai apapun, sayang....” Andra mencium bibirnya kembali, sementara kedua tangannya mengocok penis mereka.

Kocokan Andra begitu kacau tidak beraturan, membuat Gianno menggelinjang tak karuan, dengan bibir bawahnya yang digigit oleh Anandra.

Jangan mendesah, jangan mendesah Gianno, batinnya.

“Sange banget ya? Wajah kamu gak bohong” goda Andra di sela kocokan beringasnya.

Gianno meremas kaosnya kembali, matanya terpejam, bibirnya mengatup sempurna, puncaknya akan sampai. Tangan kiri Andra kembali menghujam analnya, Gianno semakin melengkung sempurna. Anandra hanya menyandar santai, dan membuka mulutnya. Nikmat, terlalu nikmat. Tubuh Gianno yang melengkung menyentuh dada Anandra, kocokannya semakin cepat karena licin akibat cairan mereka, dan gempuran sweet spot Gianno pun tak berhenti.

“Gianno....” bisik Anandra saat mereka sampai di puncak.

“Aku mau kamu riding ya? Aku mau kamu goyang seperti biasa, erotis, bikin aku gila....” ucap Andra. Gianno tersenyum malu.

“Kalau bisa lebih binal dari yang kemarin-kemarin” Andra berbisik di telinganya.

Gianno langsung mengarahkan penis bengkak Andra ke lubangnya. Langsung masuk tanpa halangan, dan Gianno merasa analnya begitu penuh. Ia merasakan lubangnya merekah dua kali lebih lebar dari biasanya.

“Gede....” Gianno suka.

“Goyang ayo” Andra menepuk pantatnya sensual.

Gianno mulai menggerakan pinggulnya maju mundur, menyesuaikan diri terlebih dahulu, mencari sweet spot-nya. Andra hanya meremas pantatnya sesekali, mencium collarbone-nya, lalu berakhir mencium bibir Gianno.

“Ketemu?” Andra merasakan Gianno kesulitan menemukan titik nikmatnya.

“Ini—! Disini....” Andra menggerakan pinggang ramping Gianno bergoyang ke kiri dan ke kanan.

Gianno mendaratkan keningnya di dahi Andra, dia tidak ingin dihukum. Jangan mendesah. Andra membiarkan Gianno bergerak sendiri kembali, membiarkan kekasihnya itu memimpin. Andra bisa melihat pantulan bayangan mereka di cermin panjang yang sengaja di pajang disana oleh Gianno. Seksi, gila, Gianno bisa begitu menggairahkan hanya dengan goyangan pinggulnya yang begitu luar biasa. Andra memejamkan matanya, meskipun gerakannya tidak cepat, tapi tetap membuatnya gila.

Gianno mengusap abs Andra, meremas pinggangnya, dan terus bergerak berputar, maju mundur. Kemudian, dia mulai riding. Tubuhnya bergerak naik turun, perlahan, sambil menahan desahannya. Lama-lama gerakan konstan tersebut mulai cepat, semakin cepat, semakin cepat dan suara gesekan kulit begitu sensual memenuhi ruang baca tersebut.

Andra hanya memandanginya, menikmati setiap treatment luar biasa Gianno. Gerakan Gianno mulai tidak beraturan, tubuhnya condong ke depan, sementara pantatnya bergerak naik turun begitu cepat. Andra menangkup pipinya, lalu menciumnya, ciuman berantakan, tangan Gianno meremas kuat rambutnya, ia ingin mendesah.

“Gianno....”

“Aah— anjing! Nikmat....”

“Suka?” Gianno terus bergerak memutar pinggangnya.

“Hhh....enak.....”

“Kamu memang—“Andra memejamkan matanya.

“Enak....damn Gianno!” Andra frustasi sendiri. Gianno menyeringai kecil.

Andra seolah terbang ke langit ke tujuh, melihat bintang-bintang, dan tidak ingin segera berhenti. Gianno duduk diatas lahunan Anandra, bergerak naik turun, cairan precum-nya membasahi perut Andra. Gianno merasa penis pemuda itu semakin besar, dan ia merasakan sendiri cairan Andra melumasi batangnya, dan membuatnya semakin mudah naik turun.

Good boy....Gianno good boy” Andra merengkuh pinggangnya erat. Suara erotis itu terdengar semakin nyaring, Andra merasakan cairan Gianno mengalir di selangkangannya. Dia sendiri masih jauh dengan puncak. Gianno sesekali membuat gerakan memutar, dan Andra langsung mendongak nikmat, lalu kembali bergerak naik turun dengan cepat. Andra mengarahkan gerakan Gianno menjadi maju mundur begitu cepat.

“Keluarkan desahannya, gak papa, kamu udah berhasil” ucap Anandra. Gianno langsung memeluknya erat, dan—

“AAHH!! AAAAH!” Suara Gianno langsung keluar begitu keras.

“Andraah—aaah” desahnya saat kepala penis Andra terus menghujam sweet spot-nya.

“Cantik.....” Andra mengusap bibir Gianno sensual, Gianno memandanginya penuh nafsu.

“Bantu......” rengek Gianno, dia mulai lelah, setelah 15 menit bergerak sendirian.

“Bantu?” Tanya Andra.

“Aahh— iyaa! Ahh!” Gianno mengeratkan pelukannya, bibir mereka berpagutan kembali, tubuh Gianno masih bergerak naik turun dengan cepat, dan kedua tangan Andra meremas pantatnya.

“Siap sayang....”

Andra bergerak menyamankan dirinya, lalu kedua kaki Gianno ia kalungkan ke pinggangnya. Namun ternyata tidak begitu enak bagi Andra untuk menggempur Gianno. Alhasil, pemuda 17 tahun itu bangkit, tanpa melepaskan koneksi bawahnya, menghimpit Gianno di dinding Andra membenarkan pangkuannya terlebih dahulu, lalu menyandarkan Gianno ke dinding, dan—

“aaaaahhh!” Desah Gianno panjang, karena Andra langsung menggempurnya tanpa ampun.

“Aah!” Gianno memejamkan matanya kala gerakan bertubi-tubi Andra yang menghantam sweet spot-nya.

“Gini? Begini bantuannya?” Bisik Andra. Gianno mengangguk, tubuhnya bergerak naik turun tidak beraturan dan begitu cepat.

“Hhh....aah!” Gianno hanya mendesah. Keringat mereka sudah jelas bercampur aduk, rambut kusut, saling memanggil satu sama lain.

Sweet spot....” bisik Andra. Gianno langsung melengguh keras dan nikmat, tubuhnya melengkung ke depan, penisnya mengeluarkan caira cumnya.

“Andraa!” Jerit Gianno, saat cum-nya menyembur.

“Aku masih lama....”

Andra terus menggempurnya, masih di pojokan di dinding, dan Gianno semakin keras mendesah. Cairan putih Andra mulai mengalir keluar, melumasi batangnya, dan jelas gerakannya semakin licin juga cepat.

“Gianno....” Andra memejamkan matanya.

“Anandra....” Gianno meremat rambutnya Andra.

“Aah!”

Andra cum, sperma-nya memenuhi lubang Gianno. Ia kembali duduk di bean bag, dan Gianno yang kini ditindih olehnya. Wajah Andra sembunyi di ceruk leher Gianno. Kaki kiri Gianno bergetar hebat, pelepasan mereka tidak pernah gagal.

“Ada lagu baru loh...”

“Apa?”

Maukah bergadang, ngewe sampai siang, tigapat tigalima~~

Gianno tertawa, dan Andra malu kemudian menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Gianno. Baru saja dia mentranslate lagu Ariana. Mungkin benar, Andra penggemar Ariana Grande sekarang.

“Mmhh....” Gianno dicium Andra begitu lembut.

“Perlu aku jawab gak?” Gianno memainkan rambut Andra.

“Apa?”

“Lirik tadi”

Andra mengangkat satu alisnya. Gianno membisikan jawabannya. Ekspresi Anandra terlihat penuh kemenangan, dan terkekeh pelan. Gianno, always amaze him in every single his words.


“Yes, please fuck me from dusk till dawn,”

“I'm yours, always yours.”