LFSACTII – Episode 4: REUNI

POV: Boo Seungkwan.

[⚠️] indekos poci major spoiler.


Semakin sering dipikirin, semakin kepikiran juga kalau dari semua anak Cendana Indah gue adalah kandidat mutlak yang paling pantas disebut orang luar. Gue datang pertama kali karena orang tua gue menitipkan, dan salah satu penghuni rumah tempat gue dititipi kala itu tidak begitu menyukai gue. Bener-bener setidaksuka itu malahan if we’re being real, sampai tahap dimana dia mati-matian membeberkan kesalahan gue pada suatu malam di pulau Bali sana dan berteriak-teriak di depan muka gue serta bersumpah serapah seperti orang gila.

Tapi ternyata awal yang buruk itu kebanyakan waktu cuma jembatan aja untuk sampai pada akhir yang baik. Dan buat gue, semua itu dimulai ketika Hansol membalas keusilan gue dengan kekehan tawa dan gelengan samar alih-alih ucapan kasar yang susah payah ditujukan untuk menyakiti. Bagi gue itu adalah garisnya, dan tahun demi tahun kemudian berlalu hingga tiba sebuah masa dimana gue secara magis menciptakan sebuah kenangan buatan dimana gue merasa telah berada di kompleks ini dari semenjak gue lahir.

Gue gak pernah menceritakan ini ke siapa pun dan hal ini masih jadi satu rahasia yang gue simpan sendiri, tapi salah satu ketakutan terbesar gue adalah gak lagi punya cinta yang cukup besar sampai akhirnya terpaksa harus berpisah sama Hansol. Karena apa pun bentuk narasinya dan sebanyak apa pun orang yang menahan, gue gak akan punya banyak sisa alasan lagi untuk menjadi bagian dari mereka. Kedua mata gue yang sudah banyak menyaksikan seberapa jauh dan besar Cendana Inda berubah semenjak pertama kali gue menginjakan kaki disana, hanya akan menjadi catatan memori yang numpang lewat sebelum sesekali dikenang.

Mungkin itu adalah alasan mengapa dari semua orang, gue merupakan sosok yang paling punya sentimentil besar kepada Indekos Poci.

Sewaktu dulu kak Minghao pulang dari Dubai dengan membawa resolusi besar dan menunjuk bangunan bertingkat yang dibangun tepat di sebelah rumahnya, dia tersenyum dibalik kata-kata tuh, itu disana, adalah tempat dimana gue akan membangun legasi Cendana Indah. Mungkin dia sendiri tahu bahwa cepat atau lambat kami bukan lagi kami yang menjadikan rumah sebagai prioritas, namun di satu sisi sayang rasanya jika rasa kebersamaan itu harus berhenti di kami. Namun seharusnya gue juga sadar, kalau indekos itu sedari awal bukan tempat untuk menetap; disana, orang-orang hanya datang untuk singgah sementara.

Dan salah satu cara untuk mempersatukan mereka semua yang dikemudian hari sudah punya jalan dan tujuan masing-masing, adalah lewat sebuah trik bernama reuni.

Reuni membawa kak Bonge kembali berkujung dan memboyong Rose & Jack untuk bersenang-senang di atas panggung. Dua minggu kemarin sempat ada sebuah fase dimana kita semua tahu kalau bang Nyongi dan kak Wonwoo sedang berada dalam hubungan tidak baik, namun kemudian pada suatu hari setelah mereka mengobrol berdua dan setelah hampir sebulan bang Nyongi pusing memikirkan penghormatan terakhir yang pantas untuk babeh, kini ada iringan musik yang terdengar di seluruh penjuru kompleks lewat lagu-lagu lawas yang konon katanya adalah lagu dan suasana yang sama seperti ketika pertama kalinya babeh dilantik sebagai ketua RT.

Reuni membawa Eric kembali ke Indonesia setelah dua tahun dan membuat Sunwoo tidak berhenti menyunggingkan sumringahnya sepanjang malam. Namun bukan hanya Sunwoo yang malam itu berada di atas awan, tapi juga Flora yang membuat Naeun iri dengan terus-terusan membisikan kakak ganteng itu om aku lho, dia baru pulang dari Amerika! Om aku sekarang bertambah satu! (Naeun kemudian berlari sambil tersedu-sedu ke pelukan om Cheol dan kak Han dan meminta om baru juga bersama pipinya yang basah kuyup)

Mungkin untuk sebagian orang seperti om Cheol dan kak Jeonghan misalnya, reuni bisa menjadi sebuah hal yang penuh trauma. Namun proses dari reuni itu sendiri juga yang kemudian membangkitkan sebuah konseptualitas bernama keberanian.

Reuni, juga membawa Hyunjae dan Juyeon untuk bertemu setelah perpisahan yang tidak baik-baik saja dulu. Selain berterima kasih kepada gue kayaknya mereka juga harus berterima kasih atas kecerobohan Changmin, yang walaupun hampir terjebak di tengah jalan toll karena lupa membawa kartu Flazznya juga membuat Younghoon mencetak permintaan maaf pertamanya yang diterima karena tragedi kartu tersebut. Reuni membawa Chanhee dan Sangyeon untuk meromantisasi stasiun Manggarai seperti sedia kala. Reuni membawa Jacob dan Kevin untuk kembali menaklukan dunia di atap Indekos Poci. Reuni membawa kita semua untuk menyaksikan kemampuan memasak Haknyeon yang luar biasa pada final Masterchef.

Dan reuni, membuat kami semua terbahak-bahak menertawakan keempat anggota Pejantan Tangguh mengenakan kalung emas di leher mereka yang dulu sempat menghebohkan jagad raya yang lagi-lagi adalah hasil dari kepulangan setelah Dubai.

Acara penghormatan terakhir babeh malam itu bukan ditandai dengan penyerahan buket bunga dan plakat. Bukan juga dengan jabat tangan resmi dan pengalungan piagam, dan bukan juga dengan sebuah pidato perpisahan. Untuk pertama kalinya malam itu, bersama bang Nyongi yang menggunakan jas lusuh berwarna abu-abu sama seperti yang babeh kenakan bertahun-tahun lalu, bapak dan anak itu berdansa dengan asal dan seadanya ditengah-tengah kami semua. Seperti bagaimana dulu engkong juga menemani babeh berdansa.

Dengan kak Bonge yang menabuhkan drum penuh energi, dengan lirik lagu Kemesraan yang dihapal oleh semua orang di luar kepala, dengan Rojak yang tak hentinya tertawa dan berlari mengelilingi lapangan, dengan mas Mingyu dan kak Wonwoo bersama kehidupan pertama mereka bersama Flora, dengan kak Han dan om Cheol yang sekarang sudah tidak akan punya trauma lagi dengan bulan November, dengan kak Jisoo dan kak Seokmin yang sudah tidak bermusuhan dengan jarak, dengan kak Jihoon yang tahu betul kaptennya sedang berbahagia, dengan kak Minghao yang memandangi satu-persatu anak Indekos Poci dengan perasaan lega, dengan kak Juju dan Ican yang perlahan menerima keadaan, dan mungkin dengan gue yang tidak takut akan apa pun karena gue punya cinta dan kasih sayang untuk Hansol.

Keistimewaan malam itu, ditambah dengan kami semua yang berdiri mengelilingi Eric dan menemaninya meniup lilin di atas kue ulang tahunnya.

Ada sebuah percakapan di salah satu pojok lapangan yang gak sengaja gue curi dengar saat tengah berniat mengambil beberapa potong kue di meja prasmanan. Disana ada bang Nyongi, kak Wonwoo, juga sebuah kotak hitam besar yang diserahkan ke atas pangkuan tangan Choi Chanhee dan seringai usilnya.

Alright kiddo, show’s over.

Chanhee mau tak mau menerima kotak itu dan menggengamnya seraya melempar sebuah tawa kepada kak Wonwoo. “Did i really caused so much trouble?

Almost.” Balas kak Wonwoo dengan bibirnya yang ditekan menutup rapat dan membentuk garis lurus dan satu alisnya yang menukik naik.

“Lagian ini bocah satu ada-ada aja dah.” Kali ini bang Nyongi yang bersuara sambil menjitak pelan kepala Chanhee sebelum berganti mengusap dan mengacak-acak poninya. “Kenapa harus pake cara neror segala sih? Kan bisa langsung nanya aja.”

Hello?? Ethic code, remember? Kalau aku tiba-tiba datengin kak Wonwoo dan nodong dia dengan pertanyaan apa bener dia itu Nu dan dulu working under Love.Inc apa dia akan langsung ngaku gitu aja?”

“Ya kan yang ini beda Chan, elu bosnya bocaaah. Elu juga pan yang sekarang pegang tuh perusahaan. Masa iya Wonwoo gak mau jujur?”

Well.” Choi Chanhee, dengan kedua bahunya yang diangkat santai itu bergumam tanpa beban. “Where’s the fun?

Kak Wonwoo dan bang Nyongi saling melirik sebelum beberapa detik kemudian mengeluarkan sebuah dengusan penuh desperasi. Seakan secara tidak langsung mereka paham Chanhee ada benarnya, seakan dalam otomatisasi mereka juga paham memperdebatkan permasalahan ini lebih jauh juga tidak ada gunanya.

“Tapi lo gak beneran kepengen ngerekrut Wonwoo balik kan, Chanhee?”

NO!” Yang ditanya serta-merta mengelak. Kepalanya kini ditolehkan ke arah bang Nyongi. “Of course not. Don’t you see how happy he is right now?

Dan kali ini, giliran bang Nyongi yang memaksimalkan seluruh radius diantara matanya untuk memandang kak Wonwoo tulus sebelum kemudian mengatakan, “Iya, lihat kok.”

Dengan langkah kaki yang diseret sepelan mungkin sehingga tak menimbulkan suara, gue berbalik badan dan berjalan kembali ke arah dimana anak-anak lain sedang berkumpul.

“Ambil aja itu bebas terserah kalau mau.” Kata Hansol kepada gue ketika rolling door sudah terbuka. Warung sembako yang kini sepenuhnya dibeli oleh keluarga Hansol itu memang sengaja ditutup seharian, cuma tadi Hansol baru inget kalau katanya uang yang seharusnya dia kasih ke Inong masih tertinggal di laci. Gue tentu jadi korban yang sekarang harus menjauh dari keramaian di lapangan sana dan menemani dia disini.

“Menurut kamu, kejadian yang kemarin bakalan keulang gak sih?” Gue bertanya setelah alih-alih mengambil salah satu minuman dari lemari pendingin malahan mencomot lolipop rasa melon dari kardus di etalase. “Bang Nyongi kan sekarang udah gantiin babeh, berarti semua urusan administratif kompleks juga bang Nyongi yang ngurusin. Tapi kan, dia juga masih kerja di kantornya. Gimana kalau tragedi kemarin kejadian lagi? Gimana kalau… kapten kita hilang lagi?”

Gue memang tidak bisa melihat secara langsung kepala Hansol yang tertutup beberapa tumpukan kardus, namun gue sedikit jelas bisa mendengar kekehannya. “Ya… gak ada yang bilang kalau posibilitasnya gak ada. Cuma ini kan kita lagi ngomongin Ucup, dan kita tau cara berpikirnya dia kayak gimana. Lagian setau aku kayaknya Ucup emang niat mau hire asisten, terus dia juga baru naik jabatan atau apa gitu lah. Gak tau juga sih ngaruhnya apa, yang pasti kemungkinan besar makin banyak yang bekerja di bawah dia.”

“Hmm.” Ada senyum yang diam-diam gue sembunyikan setelah mendengar ocehannya barusan. Hansol itu memang sebagian waktunya dipakai untuk membangun sebuah personifikasi aneh dimana hanya dirinya sendiri yang akan mengerti bagaimana cara kerja dunianya, tapi Hansol dan sudut pandang rasionalnya juga adalah orang paling bisa diandalkan ketika diajak mendiskusikan topik serius. Lihat bagaimana dia menggunakan kosakata besar seperti posibilitas barusan tadi? adalah orang yang sama dengan Hansol yang mengidolakan willy the kid.

“Dibanding sama Ucup, aku sebenernya lebih khawatir sama Begeng.” Lanjut Hansol, dan bohong kalau pernyataan berusan gak otomatis menyedot perhatian gue sepenuhnya.

“Khawatir kenapa?”

“Bingung juga jelasinnya.” Hansol akhirnya berjalan keluar dari kantor yang terletak di bagian belakang warung, jemarinya sibuk menutup zipper tas selempang kecilnya di depan dada. “Dia kayak lagi… hmm. Lagi melawan dirinya sendiri? Karena terpaksa, bukan karena mau.”

Gue baru berniat akan merespon dengan teori sekenanya ketika mendengar suara ribut-ribut dari sebelah. Yang artinya adalah dari rumah keluarga mas Mingyu, yang artinya mustahil karena seharusnya semua orang masih berkumpul di lapangan dan mengagumi tubuh kak Bonge dengan kaosnya yang tengah dibuka karena basah kuyup oleh keringat.

Hansol segera berkomunikasi dengan gue lewat sorot mata sebelum kembali menutup dan menggembok rolling door warungnya. Entah kecemasan dan ketakutan macam apa yang membuat gue kemudian meraih tangannya dan menautkan jemari kami sebelum berjalan, seraya langkah demi langkah menyaksikan lebih banyak dan lebih banyak lagi orang yang berkumpul di depan sana dengan air muka penuh keterkejutan.

Ternyata, reuni kami tidak berakhir hanya sampai disitu. Satu lagi sosok yang malam itu datang berkunjung namun tidak diduga-duga, adalah seorang bocah laki-laki kurang lebih berumur empat tahun yang tengah berdiri kebingungan dengan sepucuk surat dalam genggamannya. Kelopaknya membulat ketika menyadari begitu banyak pasang mata yang kini memandangnya dengan harap-harap cemas dan menginterogasinya di dalam kepala, dan tubuh bocah kecil yang sedari tadi membeku itu kemudian berjengit ketika mas Mingyu menghampirinya perlahan sebelum kemudian berjongkok dan membaca kata-kata yang ada di balik surat tersebut.

Kalimat singkat dengan huruf acak yang terlihat ditulis dengan terburu-buru itu berbunyi,

Nu, tolongin gue. Maaf.

—Uyon

Dan tanpa harus dijelaskan panjang lebar gue sudah bisa mengerti, bahwa dalam semalam mas Mingyu dan kak Wonwoo kini punya dua anak yang akan menjadi tanggung jawab mereka.