Seungcheol tanpa sengaja membuka matanya ketika mendapat sebuah kecupan manis di punggung belakangnya. Rasanya hangat dan dingin disaat yang bersamaan, dan ia kembali terpejam untuk sekedar merasakannya.

Lalu ia membalikan badan setelah bertarung dengan kemalasannya sendiri. Rambutnya mencuat kesana kemari, menampilkan cetakan jam tangan yang tertempel di pipi yang entah bagaimana terjadi karena jam tersebut masih tersangkut di pergelangan tangannya semalam.

Matanya masih setengah menutup, namun ia bisa melihat dan merasakan tubuhnya yang hanya dibalut celana pendek tanpa kaos. Seungcheol menggaruk lengannya asal sebelum merasakan selimut terlempar ke pangkuannya.

You had a boner.” Kata sebuah suara di depannya.

It's called morning wood.” Jawabnya malas.

Yeah. Get rid of it.”

Seungcheol terkekeh, lalu terbangkit dari tempat tidurnya sembari meraih pipi lelaki di depannya untuk dapat ia kecup. “Yang tadi nyium-nyium punggung gue duluan siapa?”

“Gue nyium punggung lo pakai es batu biar lo melek.” Kata lelaki itu cuek sambil mendorong tubuh Seungcheol menjauh.

Seungcheol membuka lemarinya untuk mencari kaos dan memakainya malas, setelah itu tangannya menarik lelaki tadi dan membawanya keluar dari kamar menuju dapur.

“Gue laper.”

“Lo apa ngga ada niatan ngeberesin itu dulu?”

Pundaknya terguncang cuek walaupun jelas-jelas lelaki tersebut melirik daerah private nya sinis. “Ngapain? Cuma ada lo sama gue disini.”

Pria itu, Jeon Wonwoo, menjitak kening Seungcheol keras.

Aw! Kenapa sih, dek?”

It's your birthday.

Seungcheol melirik kesana kemari untuk mencari kalender ataupun penanda waktu lainnya yang dapat ia temukan, namun handphone nya bahkan tertinggal di kamar. “Iya, ya?”

Wonwoo memutar bola matanya sarkas dan duduk di meja makan sembari membuka tudung saji yang ada di atasnya. Wajah Seungcheol seketika berseri.

Nice!” Sang Pilot menyambar segala macam makanan yang ada disana dengan mata yang berbinar. “Pasti masakan mama dan lo cuma bagian manasin di kompor.”

Wonwoo tak terpengaruh dengan kata-kata barusan. Tangannya meraih Bakwa Udang untuk kemudian ia kunyah sendiri. “Hari ini mau ngapain?”

Binge watch The Witcher? Nyoba main The Sims yang paling baru? Nyuci mobil? Kayaknya itu, sih.”

Mata Wonwoo membelalak. “Tapi hari ini lo ulang tahun?”

“Terus harusnya ngapain? Gue libur cuma hari ini doang, besok udah nugas lagi.”

“Iya, tapi gue udah janji sama mama bakalan ngajak lo main kesana. Terus papa juga hari ini ada jadwal check up jadi sekalian kita anterin abis itu makan siang di tempat Bakmi yang gue liat di Twitter. Rame katanya, penasaran gue. Terus parfume lo bukannya habis? Beres makan nanti kita ke PIM aja. Malemnya kita dinner sama Ju dan Hao, mereka mau kenalan. Lo sih sombong terbang mulu.”

“Ya kan itu literally kerjaan gue?”

“Tetep aja.”

Seungcheol menyeringai, menyembunyikan kegembiraanya di balik telapak tangan. Lalu ia pandangi pria disebelahnya. Baju tidurnya yang kebesaran membuat tulang selangka nya terpampang nyata. Rambutnya tak kalah mencuat dari Seungcheol, namun jelas terlihat lebih menggemaskan jika itu terjadi pada dirinya.

Dan Seungcheol tersenyum atas segala ucapan pria itu barusan. Bagaimana ia mengingat setiap bagian kecil tentang Seungcheol, dan bagaimana ia perduli terhadap itu semua seperti ia perduli pada dirinya sendiri.

“Oke.”

“Apaan? Gak jelas.”

“Yaudah hari ini lakuin semua yang lo bilang tadi.”

Wonwoo membulatkan matanya kaget. “Mau kenalan sama Ju dan Hao?”

“Selama ini bukannya gak mau, tapi belum sempet.”

Hmm. Tapi hari ini sempet kan?”

Seungcheol mengangguk sambil mengunyah makanannya. Jemari nya meraih bibir Wonwoo untuk mengambil sebutir Jagung yang tertinggal disana. “Temen gue di London—he's a chef by the way, ada yang titip salam buat lo. Dia bawain gue Butterbeer yang dibuat pake resep sendiri.”

“DEMI APASIH, KAK?” Wonwoo lagi-lagi membulatkan matanya.

“Itu ada di freezer semalem gue simpen. Emang lo gak liat?”

Fuck.” Desah Wonwoo, dan kakinya langsung membawanya menuju kulkas untuk mengeluarkan satu botol minuman dari sana, lalu dengan sigap ia membuka dan merasakan minuman tersebut di lidahnya. “Enak banget gue mau nangis...”

“Kayaknya enakan kalau panas deh?”

“Enakan kalau sambil marathon Harry Potter nya langsung sih... Fix hari ini kita dirumah...”

Sang Pilot menyeringai. “Mandi gih sana.”

“Kak.”

“Mandi, jelek.”

“Kak jangan dengerin kata-kata gue barusan. Semuanya omong kosong. Lebih baik kita hari ini dirumah.”

Seungcheol kembali tertawa sambil membawa piringnya ke wastafel dan mencuci mulutnya. Diambilnya botol tersebut dari genggaman Wonwoo dan ia tenggak isinya. “Serius, enakan panas.”

Wonwoo menekuk bibirnya dan memelototi Seungcheol. Dengan malas ia mengeluarkan panci dari lemari di atasnya dan memanaskan minuman tersebut. Seungcheol memperhatikannya dari belakang dengan tawa yang tertahan, sambil menyilangkan tangannya di dada.

“Dek.”

“Apa.”

“Hatinya gimana? Masih sakit?”

Tangan Wonwoo seketika berhenti dari aktivitas yang tengah ia lakukan. Kepalanya menunduk, tubuhnya memutar kearah Seungcheol. “Kenapa emangnya?”

Pria yang lebih tua itu menggeleng. “Just checking up on you.

I survived.”

Seungcheol membelai rambut adiknya pelan. “Makasih udah mau berjuang.”

Okay.” Katanya pelan, kepalanya masih menunduk. “Kak, lo bahagia kan?”

“Maksudnya?”

“Iya... Lo bahagia kan sama gue? Sekarang? I just... gue gak mau nyiksa lo kayak dulu lagi. Your happiness matters.”

Seungcheol tersenyum, mengangguk, dan memandangnya dengan tatapan paling hangat. Wonwoo suka melihat mata itu, senyum itu, dan segala hal baik yang ada padanya.

Lalu secepat angin bibirnya mendekat pada bibir Seungcheol, mengecupnya kilat disana. “Happy birthday. I love you. It's kinda weird saying this when your boner literally pointing at my thighs but, yeah, i love you, kak.”

Seungcheol mendengus dan terkekeh, kedua tangannya ia angkat ke udara—tanda menyerah. Kaki nya melangkah mundur sambil mengatakan, “Gue mandi duluan .”

“Eh, kak!”

Hm?”

“Bareng aja.”

“Hah?”

“Bareng. Mandi.”

Lagi-lagi pria yang lebih tua itu tertawa. “Matiin tuh kompornya.”

“Oke ben—”

Suara bayi menangis.

Wonwoo memejamkan matanya sambil mengepalkan tangan emosi, namun terkekeh setelahnya. “Lo duluan aja.”

Mau tak mau Seungcheol ikut terkekeh. “Oke.”

Setelah mematikan kompor, Wonwoo berjalan ke kamarnya dan tersenyum saat melihat bayi menggemaskan menangis di atas tempat tidurnya. Wonwoo mengangkat tubuhnya yang mungil dari sana, sebelum mencium dan mengelus pipinya lembut.

Aneh, setiap kali memandang rasanya seperti menggendong kembali adik laki-lakinya bertahun-tahun lalu. Terlalu banyak kemiripan yang nampak di wajah anak ini dan Chan.

Senyum tak pernah berhenti mengembang di bibir Wonwoo, dan semburat bahagia terpampang di seluruh sudut wajahnya.

I love you as well, little girl.