pernah dengar yang namanya jatuh cinta pada pandangan pertama?
klise, ya. seungwoo juga awalnya tidak pernah percaya sesuatu seperti itu. tidak, sampai di suatu pagi dia bertemu laki-laki kecil berseragam sma yang membantunya membereskan pecahan pot bunga di jalanan.
seungwoo bekerja di sebuah toko tanaman hias. pekerjaan yang di luar dugaan sempurna untuk orang yang gemar melatih otot seperti seungwoo, itu mengharuskannya sering-sering mengangkat karung pupuk, tanah humus, atau pot yang sangat besar. dia selalu berusaha bekerja dengan baik, tapi suatu hari dia tidak bekerja sefokus biasanya. sebuah pot tanah liat berukuran besar pecah berkeping-keping di jalanan karena itu.
saat itulah seorang anak berseragam sma muncul dan membantu seungwoo membereskan pecahan pot dan tumpahan tanas humus. seungwoo tidak terlalu memperhatikan anak itu sampai dia menahan tangan seungwoo dan berujar, “tangan kakak terluka.”
seungwoo tidak bisa menjelaskannya. anak itu memarahinya karena lebih peduli pada pot yang pecah dari pada lukanya, lalu saat itu pula seungwoo rasa darahnya berdesir dan jantungnya berdegup kencang. wajahnya memanas, otaknya tidak bisa bekerja dengan benar, hanya karena seorang anak yang jauh lebih kecil darinya.
berhari-hari kemudian, seungwoo akhirnya tahu anak itu tinggal tidak jauh dari tempatnya bekerja. namanya jung subin dan dia sudah kelas tiga sma. seungwoo tidak mengerti kenapa dia jadi bertingkah seperti gadis kecil yang jatuh cinta. setiap pagi subin akan berjalan sampai halte bus tidak jauh dari toko bunga dan setiap pagi itu pula seungwoo akan pura-pura menyiram bunga di depan toko hanya agar bisa menyapa dan mengobrol sedikit dengan subin sebelum dia pergi sekolah.
hari-harinya berjalan selalu seperti itu mungkin selama lebih dua minggu. sampai suatu pagi seungwoo memutuskan untuk mencoba mengenal subin lebih jauh. tidak hanya nama dan usianya yang terpaut lima atau enam tahun lebih muda, seungwoo juga ingin tahu hobinya, makanan kesukaannya, bagaimana selera humornya. seungwoo ingin tahu semuanya tentang subin.
maka pagi itu seungwoo mengabaikan detak jantungnya yang berdegup terlalu kencang, mengabaikan kedua tangannya yang gemetaran. setelah sapaan singkat dan senyuman malu-malu, seungwoo mengajak subin untuk bertemu di hari minggu. hanya untuk makan sambil mengobrol, tapi membayangkannya saja seungwoo sudah merasa malu luar biasa. padahal bukan kencan, baru juga kenalan.
sayangnya, subin mengatakan bahwa dia sedang sibuk dan tidak punya waktu luang. seungwoo berusaha menerimanya meskipun kecewa. dia hanya bisa menunduk sambil menggigit bibirnya.
berhari-hari kemudian, seungwoo menyadari subin tidak lagi membalas sapaannya sehangat sebelum-sebelumnya. mereka juga tidak bisa berbincang singkat karena subin selalu memotong perkataan seungwoo dengan alasan sedang terburu-buru. seungwoo tidak mengerti apa yang salah. apa subin tidak suka padanya? apakah seungwoo salah sudah mengajaknya bertemu berdua?
seungwoo bodoh. tentu saja subin tidak suka diajak bertemu dengan orang yang sudah tua dan tidak gaul seperti dirinya. pasti subin malu. seharusnya seungwoo menyadari itu sejak awal. seharusnya seungwoo sadar, anak sma tampan seperti subin tidak akan mungkin suka berteman dengannya, apalagi lebih dari itu. mungkin ada siswi-siswi cantik di sekolah subin, kenapa dia harus memilih untuk bertemu orang seperti seungwoo?
seungwoo berusaha mengabaikan subin, melupakannya. setiap anak itu pergi sekolah di pagi hari, seungwoo masuk ke dalam toko dan mulai mengerjakan hal lain, menyibukan dirinya. kadang-kadang seungwoo menemukan dirinya tetap mengintip dari jendela, memerhatikan langkah subin yang cepat dan ekspresi wajahnya yang datar. lalu seungwoo merasakan wajahnya memanas lagi, bersama dadanya yang sedikit terasa perih.
seungwoo pikir dia bisa menahan perasaannya, tapi ternyata tidak.
tidak lagi bicara dengan subin membuat seungwoo merindukannya alih-alih melupakan perasaannya.
maka suatu hari seungwoo menutuskan untuk kembali memberanikan dirinya.
mungkin seungwoo akan menyesalinya, mungkin seungwoo akan merasa terluka, tapi dia sudah terlalu banyak merindu.
hari senin pagi, seungwoo menunggu subin lewat dengan berdiri di halaman luar toko. dipeluknya sebuah kotak bekal makan siang yang dibuatnya sendiri khusus untuk subin. sebagai permintaan maaf, ceritanya. seungwoo malu mengakui bahwa makanan itu adalah hasil luapan perasaannya. dengan tidak tahu dirinya, seungwoo masih begitu menyukai subin.
akhirnya subin lewat di jalanan itu, mungkin pada hampir pukul delapan pagi. seungwoo menyapanya. subin berhenti dengan ekspresi sedikit terkejut. lalu dia tersenyum kikuk. seungwoo menunduk dalam-dalam, ragu sekali untuk mengatakan apa yang ingin dia katakan.
tapi pada akhirnya, kotak bekal makan siang itu berhasil disodorkannya ke hadapan subin.
“ini ... apa?”
“m-makan siang, untuk subin. kakak yang masak.”
subin tidak menjawab. lumayan lama. itu membuat jantung seungwoo bergemuruh begitu kuat. seungwoo menggigit bibirnya kuat-kuat sampai pada akhirnya subin membuka suara,
“tidak perlu kak, untuk kak seungwoo saja.”
“tapi ini untuk subin.”
“tidak perlu kak, sungguh.”
“aku membuatnya untuk subin,” seungwoo menggigit bibirnya lagi. bahunya turun. wajahnya memerah, kedua matanya menyayu.
“aku bilang tidak perlu,” subin mengulang, nada suaranya meninggi. “jangan melakukan ini lagi, kak seungwoo.”
seungwoo merasakan kedua kakinya melemas. penolakan itu terasa sangat menyakitkan. seungwoo menarik kembali kotak bekal makan siangnya, memeluk kotak itu di depan dadanya, menahan kedua tangannya yang gemetaran.
“apa kau sebegitunya tidak suka padaku, subin?”
“apa?” subin mengangkat wajahnya cepat, hampir seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar.
“aku tahu aku tua, jelek, dan tidak gaul. subin pasti malu, makanya tidak mau dekat denganku. ti-tidak masalah, tapi aku harap subin mau makan bekal ini, aku membuatnya dengan susah payah.”
“kak,” subin memotong, cepat dan tegas sekali sampai seungwoo mengangkat wajahnya hampir secara refleks. “kak seungwoo itu cantik,” katanya. “aku sudah memerhatikan kakak jauh sebelum pertama kali kita mulai bertegur sapa. sambil menunggu bis di halte aku bisa melihat kak seungwoo yang menyiram dan merawat bunga setiap hari di halaman toko. sejak saat itu, pun sampai sekarang aku tidak pernah berubah pikiran, bahwa kak seungwoo itu sangat cantik, sangat indah. aku suka senyum kakak, aku suka suara kakak,” subin menarik napasnya banyak-banyak. “karena itu kak seungwoo, berhentilah bersikap baik padaku. kalau tidak, aku bisa jatuh cinta.”
seketika, seungwoo merasakan wajahnya memanas.
“ah, tidak, mungkin sudah terlambat. aku benar-benar suka, benar-benar jatuh cinta pada kak seungwoo.” subin tidak ragu mengangkat wajah dan menatap lurus pada seungwoo. seungwoo sudah tidak tahu lagi sudah semerah apa wajahnya saat itu.
“t-tapi, subin, aku juga suka padamu.”
“hah?”
“aku memasak untukmu karena aku suka padamu,” seungwoo menunduk.
“HAH?” subin melongo, wajahnya merona tipis karena malu. “jangan bohong hanya karena tidak mau membuatku kecewa!”
“sungguh,” balas seungwoo. “makanya aku sedih waktu subin menghindariku.”
subin terdiam, hampir secara tidak sadar menahan napasnya sebentar. detik berikutnya dia meraih sebelah tangan seungwoo, menggenggamnya lembut. “maafkan aku,” katanya. “aku h-hanya tidak pernah berpikir kak seungwoo akan suka pada bocah sma pendek seperti aku.”
“subin, kamu tidak pendek.”
“tapi kak seungwoo jauh lebih tinggi dariku!”
“kau benar,” balas seungwoo dengan suara kecil. “tapi aku tidak peduli. aku mau mengenal subin lebih dekat.”
subin terdiam. memerhatikan seungwoo yang menunduk dalam-dalam menyembunyikan rona merah di wajahnya. subin ikut merona karena itu.
“jangan menunduk terus.”
“k-kenapa?”
“lucu,” balas subin singkat. “kak seungwoo lucu.”
seungwoo diam. berusaha menahan wajahnya yang memanas. “subin juga lucu.”
subin membalas agak kesal, “karena aku kecil?”
seungwoo mengangguk kecil. “t-tapi itu bukan hal yang buruk.”
subin menghembuskan napas panjang. “iya, sih.”
seungwoo meraih tangan subin. lalu dia tersenyum, mengangguk-anggukkan kepalanya lucu.
subin balas tersenyum. “makanannya,” katanya sambil meraih kotak bekal dari pelukan seungwoo, “aku akan makan. terima kasih kak seungwoo.”
seungwoo tersenyum lebar.
“lain kali kita makan bersama saja, ya. nanti aku traktir.”
“t-tidak perlu, subin.”
subin menggeleng. “aku yang mau. nanti aku ajak kak seungwoo ke tempat makan favoritku,” dia tertawa riang. “aku pergi dulu ya kak, nanti terlambat ke sekolah.”
“ah, iya,” seungwoo melepaskan tangan subin dengan kikuk. “hati-hati di jalan.” dia melambaikan tangan.
subin menyengir lebar tepat sebelum berbalik pergi. “sampai nanti kak seungwoo yang cantik!” serunya jenaka. sepertinya subin menemukan sesuatu yang adiktif dari menggoda seungwoo karena reaksinya yang menunduk-nunduk dengan telinga memerah itu benar-benar menggemaskan.