seungchan

we are so different, but opposites attract, so my hope kept growing, and that I never looked back, you're one of a kind! no one can change this heart of mine.

____

seungwoo dan byungchan paling bangga soal fakta kalau tempat tinggal mereka beneran deket banget satu sama lainnya. kalau byungchan berkoar-koar soal ‘kebetulan yang menyenangkan’ atau ‘takdir’ maka seungwoo si manusia paling realistis dengan kalem dan serius ngejawab ‘efisiensi biaya’.

mereka nggak pernah sengaja milih tempat deketan atau pacaran karena apartemen mereka cuma beda tower aja. aslinya mereka dulu bahkan nggak tahu keberadaan satu sama lain. yah, jangankan beda tower, seungwoo aja nggak tahu kalau ditanya tetangga sebelah kamarnya siapa saking ansosnya. beda sama byungchan yang bahkan tahu kalau anak tetangga yang satu lantai di bawahnya kabur dari rumah karena cintanya dengan pacar sejak smp terhalang restu orangtua masing-masing.

(asisten rumah tangga keluarga itu suka cerita waktu ketemu byungchan di ruang cucian)

seungwoo dan byungchan bukan pasangan dengan cerita bak sinetron remaja yang doyan ditonton kakaknya seungwoo yang jelas bukan lagi remaja. mereka bukan tetangga yang terlibat cinta lokasi karena selalu bertemu (tower mereka memang bersebelahan tapi bertemu tidak sengaja itu hampir mustahil) melainkan sepasang manusia yang pacaran setelah dikenalin teman kantor masing-masing yang iseng nyomblangin mereka berdua karena menurut mereka seungwoo yang kaku bakal pusing kalau dikasih pasangan yang kelewat luwes.

bayangin betapa kagetnya manusia-manusia laknat itu waktu tahu pertemuan pertama seungwoo dan byungchan berlanjut ke pertemuan-pertemuan selanjutnya. seungwoo si kaku ternyata nggak pusing. dia malah kecantol sama byungchan yang nggak berhenti ngomong sama sekali dan dia nggak masalah sama tatapan orang-orang yang bingung ngeliat betapa kontrasnya mereka berdua. bayangin, di kencan pertama, seungwoo nongol dengan baju paling kuno yang lebih mirip bapak-bapak zaman dulu mau interview jadi pegawai negeri sipil dan byungchan mungkin bakal bikin orang percaya kalau dia bilang dia adalah artis yang mau siap-siap syuting.

singkat cerita, mereka jadian di lobi apartemen. di sela-sela tawa mereka berdua waktu nyadar kalau mereka tinggal di lokasi yang sama dan cuma beda tower aja. hari itu kali pertama byungchan akhirnya bersedia dianter sampai ke depan rumah (biasanya dia nggak mau karena katanya terlalu personal) dan seungwoo seneng banget waktu tahu ternyata mereka cuma dipisahin bangunan aja. nggak ada basa-basi atau apa pun, seungwoo ngajak byungchan pacaran karena menurut dia mereka cocok dari segala aspek yang nggak dipahami temen-temen mereka. bayangin aja, byungchan nyetir nyolok kabel aux dan sambungin ke spotify dia buat dengerin lagu selama nyetir sementara seungwoo bakal ribet buka-buka tempat cd buat nyari lagu buat disetel. byungchan bakal heboh nyanyiin lagu-lagu hits yang biasa didengerin anak-anak muda sekarang di tiktok dan seungwoo bakal senyam-senyum waktu suara john lennon atau mick jagger kedengeran dari cd player di mobilnya.

nggak cuma selera lagu aja. bahkan media sosial pun, mereka terlalu beda. seungwoo masih betah ngapdet status facebook dan wasaf story sementara byungchan punya segala media sosial kekinian mulai dari cuitan di twitter sampai instagramnya yang punya puluhan ribu followers meskipun dia sama sekali bukan influencer.

terlalu banyak perbedaan di antara mereka tapi keduanya sepakat kalau opposite do attract.

*

hitungan tahun kebersamaan mereka, seungwoo yakin kalau byungchan emang yang dia mau. makanya waktu mereka udah masuk masa ‘musim kawin’ dimana tiap bentar harus ngedatengin kondangan temen dan mikirin patungan buat kado untuk sahabat-sahabat yang memang deket, seungwoo mikir kalau dia juga pengen nyeriusin byungchan dan mikir ke arah sana.

“aku kepikiran serius.”

byungchan emang supel tapi nggak ada teori yang bilang orang supel nggak lemot. “kamu selalu serius nggak, sih, kak?”

“bukan yang begitu,” seungwoo berhenti bentar buat ngecek spion. mereka abis dari kondangan temen kantor seungwoo dan lagi menuju apartemen setelah hari ini harus ngehadirin tiga kondangan di tempat yang jauh-jauhan. kemeja byungchan udah kebuka kancingnya dan pendingin mobil dinyalain paling kenceng sementara seungwoo masih rapi ngancingin batiknya ampe atas. “ini soal masa depan.”

“ditawarin mutasi buat promosi?” byungchan kipas-kipas lagi. seungwoo nggak bercanda waktu bilang byungchan kayaknya cocok tinggal di kutub.

“bukan. ini soal pernikahan.”

byungchan berhenti kipas-kipas terus ngeliat seungwoo yang lagi nyetir.

“mau buka bisnis wedding organizer?”

see? bahkan ketika seungwoo udah sefrontal itu, byungchan bisa-bisanya masih nggak ngeh.

“bukan, dek. maksudnya kita,” seungwoo ngejawab dengan super sabar. dua tahun pacaran ama byungchan bikin kesabaran dia jadi terlatih banget. “kita nggak pengen serius apa?”

byungchan ngerjap bingung. “bentar. kakak pengen nikah sama aku?” “iya, itu maksudnya,” seungwoo dehem dikit. tiba-tiba grogi sendiri karena berhadapan ama pacarnya yang agak lemot. “kita udah dua tahun pacaran dan umur udah segini. kepikiran aja pengen seriusin kamu.”

“sekarang banget, kak?”

seungwoo hampir ngerem mendadak. ekspresinya terluka. “kamu nggak mau?”

“kalau sekarang aku belum bisa.”

“oh,” seungwoo sampe kehilangan kata-kata. syok karena nggak nyangka bakal dapet penolakan. “oh. oke. harusnya aku diskusiin dulu sama kamu, ya? nggak tiba-tiba pede ngajakin gini. maaf kalau bikin kaget.”

berbanding terbalik ama seungwoo yang mukanya mendung dan ditekuk-tekuk, byungchan ngakak nggak tahu diri. tangannya reflek mukulin lengan seungwoo sampe yang lebih tua refleks nyengkram setir biar itu mobil nggak tiba-tiba keluar jalur. “ya elah, kak! serius banget!”

seungwoo ngernyit. “ini masalah serius.”

i know,” byungchan ngulum senyum. “nggak ada yang bilang nikah tuh perkara bercanda. aku juga tahu ini tuh serius. maksud aku adalah, respon kakak terlalu serius. aku tuh bukannya nggak mau nikah sama kakak dan kaget karena tiba-tiba kita jadi bahas ini. maksud aku sekarang belum bisa tuh, kakak kan tahu aku nggak bisa multitasking, nah, buat sekarang isi kepalaku tuh penuh dengan pindahan.”

“pindahan?” seungwoo akhirnya noleh waktu lampu berubah merah. ekspresinya murni kaget karena dia belum denger soal ini sama sekali. “kamu mau pindah? kenapa? kemana?” tanpa tedeng aling-aling dia langsung bombardir byungchan sama pertanyaan-pertanyaan.

“aku belum sempet bilang. tahu harus pindahnya juga baru kemarin,” byungchan ngehela napas berat. “bapak dipindahtugaskan lagi. sekarang balik ke kota ini dan bapak maunya keluarganya ngumpul semua. aku disuruh balik ke rumah, kak. udah sekian tahun nggak pernah tinggal sama bapak ibu karena kerja sekarang tuan dan nyonya besar bertitah aku mesti sama mereka selagi belum nikah. maklumlah, gini-gini aku kan bungsu juga kayak kakak.”

seungwoo senyum. mereka emang suka diketawain (semi disumpahin?) sama temen-temen deket mereka karena katanya sesama anak bungsu pacaran kemungkinan putusnya tinggi. sama-sama manja dan egois, begitu kata teman-teman mereka. seungwoo bilang dia kurang senang digeneralisasi cuma karena pengalaman buruk orang lain dan byungchan cuma ketawa ketiwi aja karena menurut byungchan, seungwoo nggak kayak anak bungsu kebanyakan. cowok kelewat serius dan kaku macam seungwoo? manja?

byungchan ketawa sendiri ngebayangin ketiadaan korelasinya.

kembali ke topik awal, seungwoo berhenti mempermasalahkan byungchan yang nggak cerita dan setelahnya nawarin bantuan. byungchan bilang pindahannya bakal dilakukan bertahap dan rumahnya udah ada. byungchan sebut satu nama kompleks perumahan asing dan seungwoo cuma iya-iya aja. katanya rumahnya kosong dan tinggal diisi. ibu dan ayah byungchan bakal pindah dua bulan lagi dan byungchan disuruh mulai pindahin barang-barang di apartemennya dari sekarang ke rumah mereka.

mereka janjian buat mulai nyicil pindahin akhir minggu depan. buat minggu depan, mereka sepakat buat mangkir dulu dari kondangan hopping yang selalu mereka lakuin tiap akhir minggu.

*

seungwoo jemput byungchan ke apartemennya pake celana jeans santai dan kemeja lengan pendek kasual. byungchan udah bilang seungwoo harusnya pakai baju kaos aja tapi ini adalah seungwoo: manusia yang apapun okasinya, kemeja adalah jalan ninjanya.

mereka berdua bawa kotak-kotak yang isinya beberapa barang yang bisa dibawa dulu ke rumah baru byungchan dan keluarganya. nggak lupa nyapa beberapa penghuni apartemen yang mereka temuin di sepanjang koridor—byungchan nyapa, seungwoo nganggukin kepala. kontras banget pokoknya. mobil seungwoo ada di parkiran basement dan mereka turun ke sana pake lift dan bikin orang batal mau masuk lift yang sama karena kotak-kotak itu.

perjalanan dari apartemen ke kompleks perumahan baru ternyata nggak jauh. pake mobil udah sama macet-macetnya segala butuh waktu setengah jam aja karena ternyata ada jalan pintas yang bikin jarak mereka nggak sejauh itu. kompleksnya ketat. karena di postnya aja dijaga sama keamanan baju hitam-hitam pakai senjata berempat orang. seungwoo jadi mikir, apa ini kompleks orang kaya banget?

sebenernya keluarga byungchan sekaya apa, sih? seungwoo jadi ngebatin. seungwoo tahu byungchan kaya dari pakaian-pakaiannya yang lebih banyak branded daripada enggaknya. di awal kedekatan mereka dulu, seungwoo belajar kalo byungchan hapal tempat makan fancy tapi beneran clueless kalau ditanya suka pecel ayam dimana. seungwoo pikir dia anak sultan tapi byungchan bilang ibunya aja yang strict karena waktu kecil byungchan mudah sakit.

“nah, itu! yang pagernya putih tembok depannya item!” byungchan berseru nunjuk rumah barunya. halamannya rumputnya panjang-panjang dan gersang. belum dihiasi tanaman apa-apa. bahkan pagernya masih bau cat tanda baru banget dipoles sebelum mereka dateng. byungchan beneran excited banget pokoknya. dia turun buka pager, ngemaki waktu catnya nempel di telapak tangan tapi tetep aja lanjut buka pagar pake tangan kosong. mobil seungwoo diparkir di carport yang lantainya dikasih keramik juga terus mereka nurun-nurunin kotak yang dibawa bergantian.

dalemnya masih kosong tapi udah ada banyak kotak-kotak yang tersegel di sana. ada lambang ekspedisi luar kota di atasnya bikin seungwoo tahu kalau keluarga byungchan pun udah mulai nyicil pindah. seungwoo yang banyak akal tadi sengaja bawa sapu dan tangkai pel karena tebakannya rumah itu bakal sangat berantakan. bener aja, baru sampe aja mereka disambut lantai yang ditutupi pasir-pasir dan kertas koran yang nggak dibuang sama tukangnya. byungchan ngomel-ngomel. sebel sama tukang yang kerjanya nggak rapi.

“ya udahlah, kita aja yang rapiin.” seungwoo berujar kalem. dia ambil keranjang rotan di halaman terus mungutin lembaran-lembaran koran dan sampah lainnya di sana. byungchan akhirnya ngikut, bikin seungwoo ngulum senyum karena akhirnya pacarnya berhenti ngomel.

mereka bagi tugas. seungwoo pastiin dulu byungchan pake masker (dia nggak mau byungchan alergi debunya kumat) terus nyapu ruang tengah biar mereka bisa berkegiatan di sana sementara byungchan ngelap barang-barang dalam kardus yang mau dikeluarin. ada elektronik-elektronik kecil juga pajangan yang ada di sana. juga satu kardus besar isi perabot rakitan yang baru dibeli ibunya lewat jasa daring. byungchan ngomel lagi dan seungwoo nepuk kepalanya sambil bilang dia ngerti cara ngerakitnya.

mereka kerja sambil ngidupin playlist dari spotify byungchan. isinya satu kumpulan lagu gabungan lagu kesukaan byungchan sama seungwoo. makanya nggak usah heran kalau dari doja cat yang genit-genit tahu-tahu lagunya jadi pindah ke the beatles. pas doja cat seungwoo ngernyit pas the beatles byungchan nguap-nguap.

cuma tetep aja mereka dengerin dan nggak komentar jelek tentang selera satu sama lainnya.

selesai nyapu dan ngepel, seungwoo gabung buat duduk bersila di ruang depan sama byungchan. ketawa dikit waktu liat muka byungchan yang kesel nyoba ngerakit rak buat pigura dan pajangan-pajangan ibunya. saking gemesnya seungwoo ngerangkul byungchan terus nyium puncak kepalanya kegemesan. tangannya juga langsung ngacak-ngacak sayang rambut byungchan. “what are you gonna do without me, dek?

nothing. makanya jangan kemana-mana kalau nggak aku bisa spaneng terus.”

seungwoo ketawa lagi terus ngambil alih bagian rakit-rakitan. nggak butuh waktu lama buat seungwoo ngerakit bagian-bagiannya dan byungchan inisiatif nyetop tukang es yang lewat depan rumah terus beliin mereka berdua masing-masing semangkok.

berhasil ngerakit, seungwoo naro rak rakitannya di spasi yang ditunjuk byungchan. abis itu mereka berdua saling bantu nyusun pajangan-pajangan kaca yang bisa dipastiin punya ibunya byungchan. semua baik-baik aja sampai kotak kesekian dibuka dan udah waktunya nyusun pigura ke bagian rak yang ditunjuk byungchan.

seungwoo langsung beku waktu tangannya ngeluarin pigura berukuran sedang yang isinya foto keluarga byungchan lengkap: ayahnya, ibunya, kakak perempuannya, kakak lelakinya, terus byungchan. dari bentukannya kayaknya ini waktu byungchan kuliah alias beberapa tahun lalu. cuma bukan masalah byungchan yang senyum ganteng dalam balutan jas resmi yang bikin seungwoo nge-freeze.

bapaknya lho.

“byungchan—“ seungwoo sampe terbata-bata. “bapak kamu—“

“kamu kenapa tiba-tiba mau gombalin aku, kak?” byungchan keheranan. dia sering denger gombalan kayak gitu di tv sama yutub. ‘hei, bapak kamu pencuri, ya? soanya kamu nyuri hati aku.’ semacam itu. makanya kaget juga dia seungwoo nggak ada angin nggak ada hujan ngelempar kalimat begitu.

“bukan! ini aku beneran mau tanya soal bapak kamu, dek,” seungwoo nelen ludah. “bapak kamu bukannya pebisnis, ya? punya rumah makan sunda yang cabangnya ada di enam kota?”

“iya, kak. kenapa?”

“i-ini—“ seungwoo ngeliatin foto yang ujung-ujung piguranya dia pegang erat-erat. “kok bajunya polisi?”

bahkan nyebut kata ‘polisi’ aja bikin seungwoo merinding.

“oh, iya. bapak tuh pejabat kepolisian. rumah makan mah bisnis sampingannya.”

seungwoo sampai nggak sanggup berkata-kata. telinganya kayak denger petir nyambar di siang bolong. matanya nggak sekalipun beranjak dari foto bapak byungchan kumisan dengan seragam polisi lengkap natap kamera tanpa senyum. sebuah perkara yang seungwoo nggak pernah tahu sampai beberapa menit lalu.

here is a thing: seungwoo dari kecil paling takut sama polisi. salahkan kakak-kakaknya yang doyan ngancem dia mau ditangkep polisi kalau nggak mau ngabisin makanan atau main di luar nggak mau diajak pulang. dikit-dikit ‘kakak telfon polisi, ya, biar adek ditangkep??’ terus seungwoo bakal nangis meraung-meraung ketakutan. imbasnya? sampai gede pun seungwoo tetep takut sama polisi. bahkan pernah di suatu waktu seungwoo sampai kena masalah gara-gara pas razia surat-surat kendaraan, seungwoo kaku banget dan pucet pasi sampai dia dipinggirin dulu karena mau diperiksa lebih lanjut. para petugas jadi curiga seungwoo nyembunyiin sesuatu sampai dia diinterogasi sekian jam. seungwoo akhirnya dilepas waktu sejun, temen akrab seungwoo yang juga polisi dan jadi satu-satunya polisi yang nggak seungwoo takuti, dateng ke tempat kejadian dan bantu jelasin soal kondisi teman akrabnya itu. para polisi yang ada di sana sampai tertawa terbahak-bahak dan dengan ramah minta seungwoo buat nggak takut tapi tetep aja tepukan-tepukan keras di punggung bikin seungwoo mendingin dan berakhir deman tinggi tiga hari.

ketakutan seungwoo serius dan dia nyimpen rapat-rapat soal ini dari byungchan. alasannya? sepele. dia nggak mau keliatan lemah dan konyol di depan pacarnya. seungwoo beneran terbiasa banget jadi andalan byungchan jadi dia nggak bisa aja gitu kalau ketauan punya ketakutan sekonyol ini.

dua tahun lebih dan byungchan nggak pernah tahu soal ini.

*

balik lagi ke persoalan ketakutan seungwoo dan fakta kalau calon mertuanya adalah ketakutan terbesarnya, terlepas dari penemuan terbaru itu, seungwoo tetep nggak ngomong ke byungchan. sisa hari bantuin byungchan bikin dia susah fokus dan berkali-kali byungchan heran banget soalnya seungwoo banyak bengong hari itu. byungchan sampe maksa seungwoo buat gantian nyetir karena dia pikir seungwoo kecapean banget abis disuruh jadi tukang pindahan dadakan.

seungwoo juga cerita ke temen-temennya waktu mereka ngumpul buat main ps bareng pas weekend.

“lah, kok bisa lo nggak tau kalau bokapnya byungchan polisi?” sejun nanya sambil mencet joystick dengan penuh semangat. matanya fokus ke tv dan badan gedenya gerak-gerak berusaha nyikut chan sampe yang disikut mencak-mencak karena usaha curangnya sejun.

“waktu gue nanya bapaknya kerja apa dia bilangnya punya rumah makan. ya mana gue tau kalau bapaknya kerjanya banyak!” seungwoo ngehela napas berat. tangannya sibuk milihin bawang goreng di dalam toples kacang tojin mamanya chan. sisa lebaran yang nggak abis-abis.

“lo nggak nanya gitu kenapa dia nggak jawab polisi?” chan ikutan nanya. kepo juga dia sama drama percintaan semi lenong seungwoo dan byungchan. “soalnya biasanya orang kalau bapaknya polisi kan bangga. ini udah polisi, pejabat pula.”

“bapaknya pernah masuk tv pas kasus gede.” sejun nimpalin lagi. “gue pernah ketemu bapaknya byungchan pas ulang tahun polri terus merinding cuy. bapaknya yang siul-siul maen burung di rumah berubah jadi atasan yang auranya serem banget di lapangan.”

“lo pernah ketemu di rumah emang?”

“pernah waktu bokapnya berkunjung ke byungchan. gue lagi nebeng kencing eh ada bapaknya.”

seungwoo bingung. “emang byungchan punya burung?”

“punya dong. kan dia cowok tulen.”

butuh beberapa detik buat seungwoo sadar kalau sejun jelas melenceng dari konteks hingga ia menggulung kertas bekas gorengan dan melemparkannya pada sejun. yang dilempar tertawa terbahak-bahak sambil menjelaskan kalau bapaknya byungchan baru membeli burung dan membawanya ke tempat byungchan untuk kemudian dilepaskan saat orangtuanya kembali ke kota tempat mereka berdomisili.

orang kaya memang aneh. pikir seungwoo. nggak berani ngomong langsung karena sejun punya tendensi buat bocor dan ngerusak silaturahmi orang.

mereka lanjut ngobrol sambil main sampai akhirnya handphone seungwoo bunyi dan caller id nunjukin kalau yang nelfon itu hanse, temen seungwoo yang juga sahabatnya byungchan. waktu seungwoo ngelirik jam dinding nggak berasa udah jam sembilan malem jadi seungwoo pikir ini mungkin byungchan yang baterai hp-nya abis dan mau ngabarin kalau dia udah pulang.

ternyata beneran hanse.

“lho? kenapa, se?”

seungwoo langsung berdiri dan pamit buru-buru ke chan sama sejun waktu panggilannya berakhir. chan tanya ada apa karena seungwoo ekspresinya beneran datar banget tapi gerakannya buru-buru.

“byungchan mabok.”

chan bengong sama informasi singkat yang dikasih seungwoo terus dia refleks nengok ke jam dinding. lucu, sih, kedengerannya. jam segini udah mabok dan kalau seungwoo sampe ditelfon, berarti maboknya cukup parah, ‘kan?

“jam segini?” chan masih masang ekspresi super bingungnya. “kok bisa?”

seungwoo ngehela nafas panjang. “dia salah ambil minum. dia kira sprite.”

chan dan sejun bukannya kasihan malah ngakak nggak kelar-kelar. menurut mereka hidupnya byungchan sama seungwoo udah kayak komedi situasi yang bakal laku kalau dijual di televisi. seungwoo cuma ngedengus terus pamit ke mamanya chan sebelum cabut dari rumahnya. untung aja hari ini seungwoo nggak pake motor ke rumah chan karena emang tadi siang agak mendung. kalau sekarang dia pake motor, gimana caranya dia mau bawa byungchan yang mabuk berat pulang ke apartemennya?

seungwoo nyetir mobilnya agak ngebut. berusaha nyampe ke tempat reunian secepet yang dia bisa sebelum byungchan makin ngaco. seungwoo selama ini selalu ngewanti-wanti pacarnya itu buat nggak minum banyak kalau lagi nggak sama dia karena emang byungchan punya kebiasaan mabuk yang agak aneh. mood swing parah dan jadi super clingy. gimana caranya seungwoo nggak sakit kepala waktu pertama kali dia tahu, dia harus nahan sabar ngeliat byungchan ngelendot ke sejun sambil bilang dia sayang banget sama sejun yang notabene temen akrabnya seungwoo dari sd.

(padahal yang sejun lakukan cuma ngambilin byungchan minum yang udah ada di atas meja terus byungchan langsung ngerasa sejun adalah orang yang paling sayang dia sedunia.)

seungwoo nyampe lima belas menit kemudian di depan salah satu restoran yang seungwoo yakin harganya cukup mahal. nggak kaget, sih, soalnya byungchan kan sekolahnya dulu swasta dan memang uang sekolahnya satu semester aja setara sama uang kuliah seungwoo empat semester. sejujurnya kalau nggak mikirin byungchan mabok mungkin seungwoo malu kali, masuk ke tempat gini pake baju seadanya. bayangin pake cargo pants ama baju kaos berkerah dan diliatin pelayan yang buka pintu ketika pelayannya pake jas. seungwoo jadi kelihatan kayak tukang parkir.

“mau jemput aja.” seungwoo ngejawab (sok) santai padahal aslinya malu juga diliatin atas sampe bawah. untungnya nggak lama dari jauh ada suara hanse manggil namanya dan seungwoo buru-buru masuk ngikutin hanse. udah lupa kalau dia harus ngelewatin meja panjang yang isinya orang-orang pake baju formal dan dia beneran pake baju santai plus bau rokok.

peduli setan sama perkataan orang karena di kepala seungwoo cuma ada khawatir karena byungchan udah tidur nelungkup di atas meja. kepalanya disembunyiin di antara lengannya terus byungchan ngerengek-rengek nggak nyaman. beberapa temen di sekitarnya ngetawain dan langsung diem waktu seungwoo ngelemparin lirikan tajam ke orang-orang itu.

“byungchan,” seungwoo nyentuh dua lengan byungchan dari belakang setelah ngambil jasnya yang disampirin ke kursi. “pulang, yuk?”

byungchan refleks ngangkat kepala dan senyum lebar banget waktu lihat ada seungwoo lagi berusaha ngangetin dia pake jas. lengan-lengan byungchan refleks ngerangkul leher seungwoo sampe dia ketarik dan batuk-batuk karena daripada dirangkul, byungchan lebih mirip ngajak dia gulat.

“saaaayang?”

“iya. ayo, pulang!” seungwoo ngerespon kalem.

“ih, baiknyaaa!” byungchan narik leher seungwoo terus nyium basah pipinya. ekspresi seungwoo bahkan nggak berubah sedikit pun. terlalu terbiasa ngadepin kayak gini. “liat deh! pacar aku paling baaaaa—“

seungwoo pikir byungchan udah nggak bisa lagi diajak kooperatif jadi byungchan segede itu dia gendong dan seungwoo dengan ekspresi datarnya pamit ke temen-temen byungchan yang takjub ngeliat pemandangan barusan. seungwoo gendong byungchan mirip kayak kuli lagi ngangkut semen sampe satu restoran agak hening karena ngeliatin pemandangan langka itu tapi seungwoo nggak peduli. hanse yang ngekor bantuin seungwoo buka pintu dan masukin byungchan dengan selamat sentosa ke dalam mobil.

“ayang mau goodnight kiss!” byungchan ngerengek nggak tau diri padahal ada hanse di sana. matanya udah merem melek karena seungwoo yakin dia ngantuk.

“masih jelek aja ini orang maboknya.” komentar hanse.

“makasih, ya, se, udah ngabarin kondisi byungchan.”

“gue nggak siap dipeluk-peluk jerapah, kak,” hanse ngehela napas. “makasih udah dateng, ya, kak.”

“ayaaaang~”

hanse ngelirik hina ke arah sahabatnya. “sejak kapan kalian panggilannya jadi jijik gini?”

“dia mabuk. kami nggak manggil begitu.” seungwoo dengan kalem menimpali. “sekali lagi makasih, ya, hanse.”

“sama-sama—“

“ayaaaang!”

seungwoo ngehela napas. “bentar, ya, se,” terus nunduk buat masukin setengah badannya ke mobil. hanse bengong ngeliat seungwoo beneran ngabulin permintaan byungchan dengan nyium keningnya terus bilang ‘good night’ sambil ngelus kepala byungchan sampe tidur.

“kak, kamu lebih mirip baby sitter nggak, sih, ketimbang pacar?” hanse nanya waktu seungwoo selesai ‘boboin’ byungchan.

seungwoo senyum dikit. “nggak apa-apa. udah biasa.”

hanse pengen ngeledek om-om kaku di depan dia ini tapi ngerasa aneh kalau harus mengeluarkan kata-kata ‘bucin’ ke beliau jadi dia diem aja.

*

seungwoo gendong byungchan ke apartemennya di punggung setelah nyampe parkiran dengan bantuan orang lewat buat posisiin pacarnya itu ke punggungnya. dengan telaten dia rebahin byungchan ke kasur, bukain sepatu dan gantiin bajunya susah payah (karena byungchan kalau tidur kayak kayu hasil ilegal logging) terus nyiapin air dan obat sakit kepala buat ditaro di nakas samping tempat tidur. nggak lupa dia selimutin byungchan dan bisik kalau besok pagi dia bakal dateng lagi buat ngecek (walaupun nggak guna karena byungchan tidur pulas banget).

waktu seungwoo lagi selimutin byungchan, tahu-tahu hpnya byungchan bunyi. seungwoo biasanya nggak ganggu gugat hp byungchan karena terlepas dari mereka yang punya hubungan, seungwoo dan byungchan tetap saling menghargai privasi masing-masing. hanya saja caller id menunjukkan nama ‘ibu💛’ dan panggilan sudah tiga kali masuk secara beruntun. pertimbangannya seungwoo, kayaknya ini penting dan ibunya byungchan bisa khawatir kalau sampe besok pagi telfonnya nggak diangkat-angkat. makanya di panggilan masuk keempat, seungwoo dehem-dehem terus ngejawab telfonnya.

“halo?”

diem di seberang sana terus ada suara dehem yang bikin seungwoo beku di tempat. suara dehemnya sama sekali nggak kayak ibu-ibu karena berat dan seratus persen diyakini si empunya suara pasti bapak-bapak. nggak butuh waktu lama buat kepala seungwoo munculin gambar bapak-bapak tanpa senyum dan berkumis yang dia temuin minggu kemarin dan ujung-ujung jari seungwoo tahu-tahu berubah dingin.

”siapa ini?”

seungwoo gelagapan. terbata-bata dia ngerespon sampe suaranya agak parau. “e-eh, malam, om. s-saya seungwoo temannya byungchan.”

diam agak lama sebelum suara berat dengan nada tegas kembali bikin seungwoo harus duduk di lantai buat nenangin diri plus ngejaga biar dia nggak jatuh.

”mana byungchan?”

seungwoo pusing. perutnya berasa diaduk-aduk. sama byungchan pas pertama kali mereka ciuman juga bikin seungwoo berasa diaduk-aduk tapi nyenengin. sama bapaknya? seungwoo berasa lagi digantung terbalik di atas wahana halilintar.

(pengen muntah.)

“b-byungchan kurang sehat, om,” seungwoo pikir lebih aman buat bilang byungchan kurang sehat daripada langsung ngasih tahu anaknya mabok karena salah ambil gelas. “udah tidur. m-maaf hpnya saya jawab soalnya panggilannya udah berkali-kali. t-takut penting.”

di seberang sana hening lagi terus ada dengusan yang bikin seungwoo berasa terbang ke ujung dunia (lebaynya gitu). beruntung, bapaknya byungchan nggak nanya lebih jauh dan sekarang langsung ngomong ‘terima kasih’ lalu nutup telfon. seungwoo? merosot makin jauh dan nggak sanggup berdiri sampai setengah jam ke depan.

interaksi pertamanya dengan bapaknya byungchan bahkan tanpa tatap muka tapi dia sudah babak belur seperti ini. apa kabar kalau dia ketemu beneran?

(seungwoo ngeri dia mati di tempat.)

*

“semalem ibu nelfon, ya, kak?”

seungwoo nongol lagi di apartemen byungchan agak siangan. waktu dia nyampe, byungchan baru bangun dan nggak sanggup bangun sendiri jadi seungwoo tanpa diminta langsung bopong dia ke kamar mandi. badan byungchan agak anget dan kata byungchan seungwoo dingin banget. seungwoo nggak jawab karena dia rasa nggak lucu kalau dia jujur bilang sejak ditelfon bapaknya byungchan semalam, dia berasa hipotermia.

“bapak kamu, sih,” seungwoo berusaha banget buat kalem walaupun dia gemeter lagi ngebayangin insiden tadi malem. “kubilang kamu kurang sehat terus telfonnya dimatiin.”

“bilang aja aku mabok, sih, kak. bapak sama ibu tahu anaknya nggak bisa minum banyak,” byungchan ketawa. “mereka tuh santai sama ginian.”

mereka santai, guenya semalem melantai. batin seungwoo nelangsa. semalem rasanya kayak neraka dan byungchan yang pules tidur mana tahu derita seungwoo semalem.

“aku kan nggak tahu. daripada salah-salah ngomong.”

“ututu, considerate banget,” byungchan mainin jarinya buat gelitikin bawah dagu seungwoo yang kasar karena belum sempet cukuran. seungwoo yang diperlakukan kayak anjing cuma diem aja dan nggak bereaksi apa-apa. tangannya tetep telaten nusuk-nusuk telapak kaki byungchan. lagi refleksi biar mual sama pusingnya byungchan cepet ilang. “aaa—jangan kekencengan nusuknya, kak!”

“nggak kenceng. emang titik pencernaannya bermasalah.”

“kamu kok jago mijet, sih, kak?”

“nasib anak terakhir. disuruh mijetin mama sama teteh-teteh.”

byungchan ketawa. kebayang seungwoo si anak bontot, satu-satunya cowok pula, dijadiin kacung keluarga.

seungwoo berhenti gerak waktu hp byungchan bunyi dan tahu-tahu si empunya hp dengan riang gembira nyaut “ibuuuu!”

byungchan nggak nyadar sama sekali gimana tangan seungwoo berhenti neken-neken telapak kakinya. nggak nyadar juga pacarnya cuma bisa natap kosong ke arah byungchan yang lagi ngobrol seru sama ibunya karena isi kepalanya cuma gambar bapak-bapak berkumis nggak senyum dalam balutan seragam polisi.

“yang ngangkat telfon semalem? oh, kak seungwoo? oh, iya, bu. pacarnya aku itu.”

waktu namanya disebut, seungwoo ngedip-ngedip susah payah ngumpulin nyawanya balik ke badan. abis itu dia melotot waktu nyadar byungchan dengan santainya ngakuin dia pacar sementara semalem dia bilang kalau seungwoo adalah temen karena takut bakal ada kericuhan.

nyawa seungwoo berasa lepas dari badan waktu byungchan tahu-tahu ngasih hpnya dan bilang:

“kak, ibu pengen ngobrol sama kakak.”

oke, kalem. ibunya bukan polisi dan kelihatannya ramah. sadar, seungwoo. buruan sadar!! seungwoo marahin dirinya sendiri biar nggak melayang-layang karena ketakutan sendiri ngebayangin orangtua byungchan. tangannya dingin dan keringetan waktu nerima hp byungchan dan seberapa banyak pun dia dehem-dehem, suaranya tetep parau waktu bilang ‘halo, tante.’

ketakutan seungwoo agak berkurang waktu dia disambut suara keibuan yang dengan ramahnya bilang makasih karena udah jagain byungchan. ibu itu bilang byungchan sering cerita soal seungwoo tapi nggak pernah ngeiyain tiap ibunya minta seungwoo dibawa ke rumah sesekali.

”nah, nanti kalau tante udah pindah ke sana, kita makan malem bareng, ya, woo?”

seungwoo gemetar. prospek makan malam bareng di kepalanya adalah meja panjang sekian kursi dimana dirinya duduk di pojok terujung dan bapak berkumis dengan seragam polisi duduk di ujung seolah sedang menyidangnya. bayangan makanan lezat di atas meja tersaji namun tak satu pun sanggup ia telan karena tekanan tak kasat mata membuat perut seungwoo bergejolak tak nyaman.

ia tak siap harus makan satu meja dengan polisi.

”seungwoo? halo? nggak kedengeran, ya, suara tante?”

“kedengeran, tante,” seungwoo berusaha kelihatan biasa-biasa aja walau sulit. di saat kayak gini, seungwoo bersyukur byungchan nggak peka dan lemot karena orang biasa pasti paling nggak bakal mikir seungwoo sakit karena mukanya pucat dan dia keringet dingin. “o-oke tante. maybe next time.

seungwoo bahkan udah nggak ngeh ibunya byungchan di sisa obrolan mereka ngomong apa karena dia cuma “iya hehe iya hehe” sepanjang itu. waktu akhirnya panggilan berakhir, seungwoo kayak abis diospek dan dikata-katain sementara byungchan mukanya berbinar-binar sambil ngomong,”aku seneng banget kakak bisa akrab sama ibu.”

your mom is fine. i’m not sure about your father. batin seungwoo sambil maksain senyum biar byungchan nggak nyadar kalau sejak tadi pacarnya lagi pergulatan batin.

*

temen-temennya bilang seungwoo harus jujur sama byungchan dan berhenti masang persona sok keren dan nggak takut apa-apa karena ketakutannya seungwoo itu masalah serius. walaupun menurut seungwoo itu konyol banget, seungsik bilang ternyata banyak juga yang punya ketakutan sama polisi karena dari kecilnya suka ditakut-takutin.

“kalau gue nggak salah namanya ‘police anxiety’. nggak salah apa-apa pun tetep ketakutan tiap liat polisi.”

“gue liat seragam doang takut, sik.”

seungsik sampe bingung ngadepinnya gimana. seungwoo lulusan psikologi harusnya tahu harus ngapain. paling nggak begitu menurut seungsik. tahunya sampe detik ini seungwoo tetep nggak tahu harus gimana ngadepin ketakutannya.

ketakutan seungwoo makin menjadi-jadi waktu suatu hari byungchan nongol di apartemennya dengan senyum lebar. ngelendot ke seungwoo yang lagi nonton netflix udah sebelas dua belas mirip koala.

“kamu mau apa?”

byungchan nyengir. seungwoo tahu banget kelakuan byungchan yang kalau dateng-dateng mendadak manja berarti dia ada maunya. seungwoo ngomong bahkan dengan nada datar dan matanya nggak sekalipun beralih dari televisinya.

“aku males nyetir, kak.”

“oh.” seungwoo ambil remote terus nge-pause filmnya. “mau pergi sekarang?”

seungwoo nggak pernah bilang enggak sama byungchan. cuma pernyataan byungchan malas nyetir aja udah cukup buat seungwoo tahu kalau dia minta disetirin.

“belum. pesawatnya jam enam nanti. kita berangkatnya jam lima aja.”

seungwoo diem bentar. “mau jemput siapa ke bandara?”

“ibu!” byungchan berseru senang. “tahu nggak, kak? ibu barusan telfon aku. tahu-tahu ngabarin mau ke sini ngasih kejutan. ibu bawain makanan banyak juga pokoknya kita nggak bakal—kak?”

byungchan bingung banget waktu seungwoo tiba-tiba keliatan kalut dan tangannya bergerak nyugar rambutnya kasar. ekspresinya serius waktu dia nanya,”ibu aja?”

“sama bapak. mereka kan sepaket. bapak mana mau biarin ibu sendirian kemana-mana. lagian cuma beberapa hari mumpung long weekend.”

seungwoo nggak bilang apa-apa lagi. wajahnya pucat dan isi kepalanya langsung berantakan. bayangan dalam hitungan jam harus berhadapan dengan ketakutan terbesarnya bikin seungwoo mendadak pengen buang air besar. mules luar biasa pokoknya. tangannya aja jadi refleks megangin perut.

“kak? are you okay?”

seungwoo sepanik itu sampai dia udah nggak mikir lagi buat nyelamatin sisa-sisa harga dirinya. dia geleng kuat-kuat terus meluk perutnya yang sebenernya nggak pengen ke belakang. toh, dia tadi pagi udah setor.

“barusan enggak apa-apa … kok ….?”

“kamu pake taksi aja gimana?”

byungchan diem bentar. dia yang biasanya lemot tiba-tiba ngeliat seungwoo serius dan tangannya gerak ngambil tangan seungwoo. “so, it’s true. you’re afraid.

jantung seungwoo berasa hampir lompat ke luar rongga dadanya waktu ekspresi serius byungchan diikutin sama nada suaranya yang sama seriusnya.

h-hah?

“kakak takut, ‘kan?”

siapa yang ngasih tahu byungchan? panik dong seungwoo. seingetnya temen-temennya udah disumpah buat nggak ‘bocor’ soal ketakutan konyolnya terus kenapa byungchan bisa tahu?

“…sama kita yang tiba-tiba serius dan aku mau ngenalin orangtuaku ke kakak?”

seungwoo mengerjap. ekspresi serius byungchan bikin dia error karena pernyataan byungchan barusan beneran melenceng banget dari fakta di lapangan.

“kakak tiba-tiba takut karena semuanya mendadak? temenku ada yang langsung mundur teratur waktu diajak serius sama pacarnya…” ekspresi byungchan berubah gloomy. “I knew it.

no! bukan itu, byungchan!”

it’s okay, kak! aku paham kok. aku aja yang buru-buru karena mikir kakak udah siap banget tanpa bener-bener nanya—“

no, no, no, no—

“aku jemput ibu sama bapak sendiri aja. aku bilang aja kakak sakit,” byungchan keliatan kecewa. kayaknya dia udah semangat banget pengen nemuin orangtuanya sama pacarnya yang sering banget dia banggain ke keluarganya. “kakak istirahat aja, ya—“

“no! bukan itu, byungchan!”

it’s okay. aku siap-siap du—“

“kakak takut sama bapakmu!!!!!”

hening mendadak waktu seungwoo tiba-tiba neriakin kalimat barusan buat nahan byungchan pergi. ekspresi kecewa byungchan berubah kosong terus bingung.

“karena takut ditolak?”

seungwoo merosot di sofa dan ngusap wajahnya kasar pake telapak tangan. nggak nyangka banget hari dimana dia harus jelasin perkara ini datang lebih cepat dari yang ia duga.

“kak? jawab.”

seungwoo ngehela napas panjang terus akhirnya ngeberaniin diri buat ngeliat byungchan. “aku bukan takut ditolak.”

“terus?”

“….”

“kak!”

“bapak kamu polisi.”

byungchan bingung. “emangnya apa hubungannya profesi bapak sama kakak nggak mau ketemu?”

“ya itu. bapak kamu polisi.”

byungchan makin bingung. “kakak nggak mau ketemu bapak karena bapak polisi…?”

seungwoo ngangguk-ngangguk.

butuh agak lama buat kepala byungchan berhasil memproses semuanya. dia natap seungwoo ragu dan keraguan yang sama juga kedengeran dari gimana byungchan bicara.

“kak,” byungchan natap seungwoo lekat-lekat. “kakak takut polisi…?”

seungwoo nggak ngomong secara gamblang iya atau enggak tapi cara seungwoo ngerang dan balik nyembunyiin muka bikin byungchan yakin kalau tebakan asalnya kayaknya bener. byungchan beneran bengong. seungwoo yang nggak takut apa-apa, seungwoo yang selalu bisa diandalkan, seungwoo yang kalem dan kelihatan dewasa ternyata … takut polisi.

“kenapa….”

“waktu kecil sering ditakut-takutin teteh. akhirnya kebawa takut sampe gede.”

“tapi sejun polisi dan kakak temenan sama dia?”

“sejun nggak pernah pake atribut polisi dan kelakuan dia jauh dari cerminan polisi.”

“iya, sih, sejun nggak serem.”

mereka berdua sama-sama diem sampe seungwoo kembali mulai obrolan mereka. “maaf, ya, aku aneh banget.”

“kenapa minta maaf?” byungchan ketawa. “nggak aneh lah, kak. ketakutan orang kan beda-beda. emangnya kakak ngerasa aku aneh waktu tahu aku takut sama balon?”

seungwoo geleng-geleng. bayangan dirinya pertama kali tahu byungchan fobia balon kembali nyeruak di kepalanya. waktu itu pesta ulang tahun anak tetehnya dan byungchan lari waktu di pintu masuk ada balon gas.

“aku ngerti kenapa kakak takut. nanti aku pergi sendiri aja dan biar aku yang jelasin ke bapak sama ibu, ya?”

“maaf, ya, byungchan. nggak keren bang—“

byungchan ngebekep mulut seungwoo. “berhenti minta maaf atau aku jahit mulutnya mode jelujur.”

“kamu tahu jelujur?”

“nggak,” byungchan geleng-geleng. “tapi pernah denger ibu ngomong gitu.”

seungwoo ketawa ringan.

bapak dan ibu byungchan ternyata nggak masalah dengan seungwoo yang belum siap ketemu. seungwoo nggak tahu gimana cara byungchan bilangnya tapi ibu tetap ramah tiap kali beliau nelfon dan ngobrol sama seungwoo. sesekali seungwoo ikutan dapet kiriman makanan yang dia bales juga sama makanan-makanan atau oleh-oleh tiap dia perjalanan dinas. dari gelagatnya, sih, keliatan banget kalau ibu suka banget sama seungwoo. mereka juga nggak masalah seungwoo cuma anter byungchan sampe depan dan nggak pernah masuk ke rumah.

sampai di bulan kelima, seungwoo yang nganterin byungchan pulang ke rumahnya tiba-tiba matiin mobil. padahal byungchan udah pamit dan buka seat-belt.

“kenapa, kak?”

“aku … mau anter sampe dalem.”

seungwoo nggak bisa ngedeskripsiin ekspresi byungchan waktu dia ngomong gitu. beneran kayak matahari terbit di wajah byungchan. dia langsung nerjang maju dan peluk seungwoo sambil ciumin pacarnya semuka-muka. nggak bisa nahan ketawa waktu sadar muka dan tangan seungwoo udah dingin banget.

“kalau belum bisa jangan dipaksa.”

“aku bisa,” seungwoo nelen ludah. dia ikut ngelepas seat-belt terus buka pintu. “yuk.”

byungchan sangsi aslinya tapi dia tetep turun. dia gandeng seungwoo dan ngasih dukungan moral dari gandengan tangan sambil ngeremes kuat-kuat. byungchan buka pager, buka pintu rumah, terus masuk ke dalem sambil ngumumin kedatengannya.

“pak, bu, ada kak seungwoo mampiiiir!”

seungwoo refleks ngegenggam tangan byungchan lebih erat yang dibales dengan elusan sama si empunya tangan. rasanya panik banget dan pengen lari jauh-jauh tapi dia tahan-tahanin karena hari ini, seungwoo bertekad buat ngadepin ketakutannya.

suara langkah kaki terdengar tak lama setelah suara pintu kamar kebuka. seungwoo nelen ludah dan siap-siap ngadepin siapa pun yang muncul dari sana.

“halo.”

ada bapak-bapak berkumis dengan kaos putih tipis serta kain sarung yang digulung di pinggang muncul pertama menyapa seungwoo yang kaku di tempat.

seungwoo narik napas dan bersiap ngadepin ketakutannya.

*