seungchan

based on producer and model universe


hari senin selalu jadi hari paling neraka daripada enam hari lainnya tapi hari ini secara spesial menjadi hari yang paling neraka dari hari-hari lainnya.

jangan tanya berapa kali seungwoo memijat kening atau menahan diri untuk tidak meneriaki orang. belum lagi banyak hal-hal yang tidak berjalan semestinya sampai berita kalau salah satu lagunya dijiplak oleh seseorang di luar negeri. bayangkan betapa sakitnya kepala seungwoo dan seberapa sering ia membayangkan mandi di bawah guyuran air dingin lalu naik ke tempat tidur dan berpelukan sampai pagi dengan byungchannya.

salah seorang teman menawarinya makan gratis dan dilanjutkan minum-minum untuk memperbaiki hari tapi ditolak langsung oleh seungwoo. lelaki itu tanpa berpikir langsung mengambil kunci mobilnya dan memacu kendaraannya menuju rumahnya yang cukup jauh dari pusat kota: rumah mungilnya yang hangat dan jauh dari hiruk pikuk ibukota.

seungwoo tidak bilang apa-apa pada byungchan. tidak pula mengabari kalau dirinya akan pulang lebih awal dari biasa dan mungkin byungchan harus memesan makanan pesan antar kesukaannya lebih awal dari jam makan malam biasa mereka (yang lebih mirip santapan tengah malam karena jadwal mereka yang sama-sama padat namun masih keras kepala ingin quality time meski sebentar). sayangnya, seungwoo sama sekali tidak memikirkan hal tersebut. di benaknya hanyalah rumah dan ketenangan yang dihadirkan dari sekitaran mereka yang dikelilingi hijau juga rumah mereka yang hangat dan sudah dilapisi wallpaper alih-alih cat-cat lama yang mengelupas.

dari pinggir jalan besar ke rumah mereka sudah ada jalan kecil yang pas untuk lewat mobil seungwoo yang baru dibeli beberapa bulan belakangan. sebuah mobil yang cukup mengagetkan karena seungwoo harusnya lebih dari mampu membeli mobil yang lebih mahal. namun, seungwoo memilih membeli mobil kecil keluaran tahun kemarin-kemarin yang mengingatkannya pada mobil teman yang sering ia pinjam dulu untuk mengantarkan byungchan kemana-mana.

mobilnya terparkir rapi dan seungwoo langsung turun lalu masuk ke rumah. hidungnya menangkap aroma lezat dari arah dapur juga suara-suara desisan khas bumbu-bumbu yang menyentuh wajan panas. tanpa buang waktu, ia langsung masuk ke dapur dan membuat byungchan kaget dengan pelukan tiba-tibanya.

“lho, kak…?”

“kok tumben masak?”

“mumpung aku di rumah dan belakangan kita makannya junk food melulu,” byungchan tertawa. sepasang lesung pipinya dicium oleh seungwoo hingga tawanya semakin lebar. “kakak kok udah pulang.”

“kangen ai.”

“halah,” byungchan mendengus tapi senyumnya tidak bisa berbohong kalau ia menyukai alasan seungwoo. “bukannya katanya ini minggu sibuk?”

“minggu azab,” seungwoo menyurukkan wajahnya pada leher byungchan dan mengecupnya sekilas. byungchan selalu menyemprotkan parfum ke lehernya jadi aromanya menguar dari sana. “seharian nggak ada yang beres.”

“lanjut ceritanya entar boleh nggak?” byungchan bertanya sambil mengelus tangan seungwoo. “bawang putihnya udah jadi bawang hitam.”

untuk pertama kalinya di hari ini, seungwoo terkekeh begitu sadar ia baru saja membuat bawang-bawangan yang ditumis byungchan tidak dapat dikonsumsi lagi.

*

seungwoo rasa ia baru saja mencetak rekor baru mandi tercepatnya. bagai orang kesetanan, ia mandi terburu-buru (dan tak yakin apakah yang ia jadikan sabun tadi betulan sabun bukan shampoo) lalu keluar dan kesenangan ketika melihat byungchan tengah menyalin makan malam mereka ke mangkuk yang hampir tak pernah dipakai (karena mereka lebih senang membeli). bagai tak puas-puasnya memeluk byungchan, seungwoo kembali mendekatinya lalu memeluk byungchan.

“udah.”

byungchan menggerakkan kepalanya untuk mengendus wajah seungwoo. sepasang alisnya bertaut ketika hidungnya menangkap aroma familiar.

“kamu pake sabun aku, ya, kak? sabun kamu bukannya masih ada?”

“tadi buru-buru jadinya mana yang cepet aja, ai.”

byungchan tergelak. “kita nggak diburu-buru waktu. kenapa harus mandi kayak dikejer-kejer waktu?”

“kita ada di rumah dari jam segini dan nggak dalam kondisi setengah mati adalah hal langka. aku nggak bakal nyia-nyiain waktu buat bareng sama kamu lama-lama.”

ekspresi byungchan melembut. “kak, kita punya waktu yang lama banget buat sama-sama, kak?”

seungwoo melonggarkan pelukannya. “oh, ya?” alisnya naik keduanya. “selama apa?”

tangan byungchan bergerak mengelus pipi seungwoo. “selama-lamanya waktu, kak,” jawab byungchan. “sampai semesta bosan.”

“bukan sampai kamu bosan?”

“kasih tahu aku gimana caranya bisa bosan sama kamu,” byungchan memasang ekspresi menantang. “aku sama kamu bukan pas seneng aja. kita pernah beli satu nasi kepal buat dijadiin tiga kali makan diubah jadi bubur. aku muak? enggak. kita pernah tidur pelukan pakai baju berlapis-lapis karena nggak punya pemanas. aku bosan? nggak. kamu pernah nggak pulang karena sibuk di studio. aku bosan?”

byungchan menatap seungwoo lembut.

“nggak pernah, kak.”

(seungwoo rasa di masa lampau, ia pernah melakukan sesuatu sebesar menyelamatkan dunia karena sekarang, di waktunya hidup kini, semesta memberinya seseorang seberharga dunia beserta isinya.)

*

“untung aku ganti sprei tadi.”

seungwoo berhenti menciumi bahu byungchan. “oh, ini baru diganti?”

“kamu nggak ngeh, kak?”

“nggak,” seungwoo meninggalkan kecupan di pipi byungchan. “diganti atau enggak, wanginya tetep wangi kamu.”

byungchan mengulum senyum. “kita pakai pewangi pakaian yang sama. harusnya ini juga wangi kamu.”

“beda,” seungwoo maju sedikit lalu mengendus bantalnya dan byungchan bergantian. “cium deh. wangi bantal kamu sama aku beda, ai.”

“kamu kayak anjing deh ngendus-ngendus gitu.”

“ai wangi.”

“kamu bau.”

seungwoo refleks mundur dan mengendus tubuhnya. melihatnya, byungchan tertawa dan buru-buru menarik seungwoo mendekat lagi. “bercanda, kak. kamu wangi koook.” ucapnya di sela-sela kekehannya. hidungnya ia gesekkan pada hidung seungwoo lalu meninggalkan kecupan pada pipinya. “wangi.”

seungwoo balas mencium pipi kiri byungchan. “ai lebih wangi.”

byungchan mencium pipi kanan seungwoo. “kakak terwangi sedunia.”

“emang udah pernah nyium segala wewangian di dunia?”

“nggak perlu lah,” byungchan tersenyum pongah. “seperti lagu yang kakak tulis buat aku, aku berani bilang aku nggak perlu keliling dunia buat tahu seperti apa dunia dan seisinya.”

seungwoo tertegun. teringat lagu yang pernah ia tulis di malam ketika ia merasa bersyukur sekali karena masih punya byungchan di tengah kehidupan mereka yang sulit. tentang seungwoo yang menjadikan byungchan dunianya setelah ia dengan berani melawan dunia untuk memperjuangkan mimpi-mimpi mereka.

“kamu masih inget lagu itu.” seungwoo takjub. lagu itu bahkan cuma pernah ia perdengarkan lewat petikan gitar dan suara tercekat menahan tangis haru tanpa pernah direkam secara sempurna. “itu udah lama.”

“ingatanku bagus,” byungchan mengelus wajah seungwoo lalu memeluk pinggangnya lebih erat. “apalagi ini lagu buatku. nggak tiap hari aku dibikinin lagu sama orang.”

“nggak boleh ada yang bikinin kamu lagu selain aku.”

“kenapa?”

seungwoo menjawab dengan memegangi ujung dagu byungchan dan mengecup bibirnya lembut. mata-mata bergerak memejam dan byungchan membalas ciuman seungwoo sama lembutnya.

“karena kamu cuma boleh jadi muse aku, ai.”

dan seungwoo menyelesaikan kalimatnya dengan kecupan sayang di kening kekasihnya.