clovermoon

Jihoon-ah…

Jihoon-ah…” Sebuah suara seorang pemuda berbisik di telinga Jihoon.

Hmmm…” Jihoon menggeliat sedikit tidak nyaman dari tidurnya namun mata masih terpejam. Masih terlalu berat dirinya untuk bangun dan kasurnya serasa nyaman sekali untuk ditinggalkan.

Ih! Jihoon~” Sekarang suara lembut itu terdengar merengek.

Ne?” Sahut Jihoon sangat pelan. Matanya masih tertutup rapat. Tubuhnya semula terlentang, beralih ke sisi kiri dimana lengan kanannya langsung menguasai tubuh seseorang yang kecil berada di sana dan beberapa detik kemudian kembali terlelap.

Jihoon-ah, cepat bangun…” Suara lembut itu kembali terdengar oleh Jihoon, diiringi sentuhan kecil nan lembut di pipinya.

Jihoon mendesah berat. Perlahan ia membuka mata, mengerjap beberapa kali hingga sosok yang berada dihadapannya lama-lama semakin terlihat jelas. Ya Tuhan, siapa pemuda manis ini? Kenapa dia cantik dan tubuhnya sangat kecil, serasa tubuh itu cocok berada didekapannya.

Bibir Jihoon mengulas senyum tanpa sadar, lengannya semakin mengeratkan pelukan pada pemuda itu untuk beberapa saat hingga otaknya memberikan sebuah peringatan bahwa yang Jihoon lakukan adalah kesalahan. Kode itu langsung ditanggap dengan cepat oleh lengannya yang langsung reflek melepaskan pelukan dan tubuhnya mundur beberapa jarak.

Hyunsuk— eh salah! Hyunsuk hyung? Kenapa bisa disini? Sejak kapan kamu ada disini? Kamu ngapain disini?” Tanya Jihoon kaku dan ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya.

Hyunsuk yang terbaring di sebelah Jihoon hanya tertawa kecil dan kemudian beringsut mendekat dan mulai bergerak menaiki tubuh kekasihnya. Jihoon semakin kalang kabut dan menarik selimut lagi hingga berada di bawah matanya.

Hyunsuk mengenakan kemeja putihnya dan terlihat jelas kebesaran di tubuh kecil itu. Tapi ia terlihat seksi dan manis sekaligus di mata Jihoon. “Sial! Aku malu…” Gumam Jihoon.

Apa yang terjadi kemarin malam? K-kamu m-mau apa?” Jihoon semakin ngeri menatap Hyunsuk yang sekarang duduk di atas perut berototnya dengan kedua telapak tangan berada di dadanya. Mata Hyunsuk menatap Jihoon dan senyumnya penuh godaan.

Hyunsuk hyung jelaskan apa yang terjadi kemarin malam! Kenapa kamu bisa disini? Astaga… Kamu jangan berbuat mesum padaku, nanti kita akan ketahuan!” Ucap Jihoon cepat. Ia menelan ludahnya begitu Hyunsuk semakin mendekatkan wajahnya. Pemuda satu tahun lebih muda dari Hyunsuk hanya mampu memejamkan matanya dengan erat, ia sudah pasrah dengan semua perbuatan Hyunsuk pada dirinya. Apalagi sekarang Hyunsuk sudah mulai mencium kecil pipinya dengan sangat banyak.

Hyung… Hyunsuk hyung… Udah, geli… Hahaha. Yah… Berhenti mencium pipiku!

Jihoon-ah, Bangun!” Tiba-tiba saja seseorang meneriaki Jihoon.

Ia membuka matanya dan mendapati kucing peliharaannya tengah menduduki lehernya. Cepat-cepat Jihoon menggeser kucing peliharaannya untuk melihat Yoshi yang berdiri di depan pintu kamarnya.

Yoshi… Ada apa?” Jihoon masih linglung dan kepalanya kesana kemari mencari sesosok Hyunsuk.

Bangun. Kamu udah tidur dari siang dan ini mau jam sembilan malam. Kamu mau makan malam merayakan hari jadimu bersama Hyunsuk hyung kan?” Yoshi melipat tangannya memandangi Jihoon yang masih bengong seperti orang bodoh. Tidak lama, kepala Junkyu melongok dari balik pintu kamarnya. Ia tersenyum jahil menatap Jihoon.

Pasti kamu baru aja mimpi mesum. Mimpi bermain panas dengan Hyunsuk hyung hahaha!” Ucap Junkyu dengan lantang serta diiringi tawanya dengan keras.

KIM JUNKYU!


-End.

Untuk menjadi calon pendamping hidup Choi Hyunsuk bukan suatu hal yang mudah. Mereka harus melewati adik satu-satunya si jiwa kiyowo yang dimiliki Hyunsuk yaitu Junghwan. Anak laki-laki berusia enam belas tahun yang sangat pintar dalam pelajaran matematika.

Suatu masalah terbesar bagi seseorang yang sekarang berstatus sebagai kekasih si mungil Hyunsuk, dia adalah Park Jihoon. Seorang manusia yang kaku, selalu tegang dalam pembicaraan. Bahkan Jihoon bicara pada kekasihnya saja kaku sekali, seperti kanebo kering. Tapi ada yang sangat spesial dari dalam dirinya, yaitu minim otak dalam soal matematika.

Kak, ini caranya gimana sih?” Itu adalah pertanyaan pertama Junghwan membuat Jihoon tersentak kaget.

Kamu tanya saya?

Yaiya kakak Ji, emang siapa lagi sih,

Ah, yang mana Ju?

Junghwan menunjuk buku soalnya bernomor 39. Jihoon mulai melihatnya, dia membaca soal itu. Setelah melihat dan membacanya, matanya serasa berputar, otaknya mendadak bekerja keras setelah berkarat karena tidak pernah diurus dan dipakai selama bertahun-tahun untuk menghitung.

Pelipis Jihoon sudah dipenuhi keringat, padahal suhu di ruang tamu itu dingin. Junghwan hanya tetap memperhatikan Jihoon yang sudah setengah mati karena soal matematika. Wajahnya sangat menjelaskan kalau dirinya memang tidak mengerti sama sekali, bahkan Jihoon mau menyerah saja tapi terlalu malu mengakui kepada calon adik ipar jika dirinya itu tidak mengerti soal-soal.

8x4 berapa kak?” tanya Junghwan. Jihoon beralih menatap Junghwan di depannya, lalu ia menjawabnya dengan lantang, “32.

1x1?

1,

8x9?

64,

Hah?

Saya salah, 81?

A-apa?

50?

Woah…” Junghwan bertepuk tangan dengan keras. Wajah melongo Jihoon sukses membuat Junghwan kebingungan, beberapa menit kemudian tawanya menggema sampai dia mengeluarkan air mata. Jihoon yang otaknya masih loading terus berusaha menghitung perkalian tersebut.

72 mas ganteng.

Jihoon menoleh ke arah Hyunsuk yang datang dengan membawa beberapa minuman dan makanan ringan.

Kak Cuki, kak calon ipar kok bodoh ya? Kalo kalian menikah dan mengadopsi anak, lalu anak kakak nanya soal matematika udah Junghwan pastikan tuh bakal salah semua. Bahkan dinilai 0,” celetuk Junghwan.

Hyunsuk mengangguk membenarkan ucapan adiknya, “Gapapa. Tinggal sewa guru les aja di rumah. Beres kan?

Jihoon yang mendengar pernyataan Hyunsuk langsung tertawa keras.

Mmm… Tapi guru itu dua puluh empat jam gak selalu ada. Kalo gurunya ada kepentingan gimana tuh? Kak Cuki kan juga bodoh matematika,” ledek Junghwan.

Ih kamu tuh!” Hyunsuk yang sedang dalam mode kesal langsung melempar kotak pensil Junghwan. Tanpa rasa bersalah Hyunsuk menggelitik adiknya tanpa ampun, kemudian dia menoleh ke arah Jihoon, “Mas ganteng, ayo bales Juju. Kamu juga dibilang bodoh.

AAAA KAKAK AMPUN!

Kak Panda, hai!

Gimana? Kamu masih nangis kah? Yourskies harap sih enggak, kak. Heheh

Kak ganteng, jangan lupa bersyukur ya!

Dan jangan menangis lagi. Aku akan nangis juga nih! Huhu~

Enggak deng. Wlee~

Apabila kak sayang menangis, aku bisa semangatin kakak dari jauh aja melalui surat yang aku kasih.

Huhu maaf ya kak. Jangan takut sama aku,

Aku nya ngga gigit kok.

Yaudah deh, sekian dari suratku.

Tertanda, Yourskies

Kak Panda, hai!

Gimana? Kamu masih nangis kah? Yourskies harap sih enggak, kak. Heheh

Kak ganteng, jangan lupa bersyukur ya!

Dan jangan menangis lagi. Aku akan nangis juga nih! Huhu~

Enggak deng. Wlee~

Apabila kak sayang menangis, aku bisa semangatin kakak dari jauh aja melalui surat yang aku kasih.

Huhu maaf ya kak. Jangan takut sama aku,

Aku nya ngga gigit kok.

Yaudah deh, sekian dari suratku.

Tertanda, Yourskies

Halo selamat malam, kau apa kabar?” Suara serak itu kembali menyapa ke pendengaran Hyunsuk untuk kesekian kalinya.

Choi Hyunsuk tersipu malu ketika melihat wajah datar namun tampan si pemuda yang bernama Park Jihoon itu. Mereka sedang melakukan video call di malam hari, tepatnya pada pukul dua belas malam.

Aku baik, Hoonie. Aku merindukanmu,” ujar Hyunsuk.

Jihoon tertawa renyah, menampilkan deretan gigi rapihnya yang terlihat manis, “Sukkie, bagaimana bisa kau merindukanku? Sedangkan aku dan kau baru saja saling mengenal,” ucap Jihoon.

Hyunsuk mengangkat bahunya dan berpikir sejenak, “Mmm… Entah lah, Hoonie,

Apa mungkin karena aku tampan? Haha,

Yang benar saja! Ih tapi iya juga,

Jihoon tertawa lagi. Tawa lepas yang cukup membuat hati Hyunsuk menghangat dan berdebar tak karuan. Pemuda bermata panda itu dari video call seperti ini saja terlihat menawan. Bagaimana kalau langsung berjumpa secara langsung?

Jihoon…

Ya?

Kita sudah seminggu lebih kenal dan hanya berkomunikasi lewat aplikasi skype, bukankah ini aneh?

Tidak,

Hoonie, boleh aku tahu dimana rumah tempat tinggalmu?

Untuk apa?

Aku penasaran,

Jihoon sedikit terkejut mendengarnya. Tidak mungkin dia jujur pada si pemuda manis itu. “Kau serius?

Hyunsuk mengangguk cepat, “Tapi kalau kau tidak mau ya sudah, tidak ma—

Desa Gamcheon-dong, Saha-gu, nomor 66, Busan. Kamu bisa datang ke sana, Sukkie,” jelas Jihoon, kemudian pemuda itu mengakhiri panggilan video mereka secara memdadak.


Hyunsuk memandang rumah yang tidak terlalu besar di depannya ini tak yakin. Bangunan itu sudah tampak usang. Cat berwarna merah yang melapisi dinding terlihat mengelupas sebagian, halamannya kotor tak terurus selama bertahun-tahun. Seperti tidak ada tanda kehidupan di dalam sana.

Desa Gamcheon-dong, nomor 66,” Hyunsuk membaca kembali tulisan di secarik kertas yang berada dalam genggamannya.

Benarkah ini?” tanya Hyunsuk dalam hati.

Kemudian Hyunsuk mendekati pagar rumah itu. Ia menarik napas dengan panjang sebelum menekan bel dan menemui teman— Ah bukan, mungkin orang yang disukainya untuk saat ini.

Permisi nak,

Suara itu membuat Hyunsuk terlonjak kaget dan spontan menoleh ke belakang. “Ada apa, pak?” tanya Hyunsuk.

Kau sedang mencari seseorang?” tanya pria tua tersebut.

Ya, aku sedang mencari seseorang bernama Park Jihoon. Kau mengenalnya?

Pria tua itu tampak sangat terkejut, “Kau siapanya Jihoon?

Aku hanya temannya, pak. Kami baru saja kenal lebih dari seminggu yang lalu lewat video call skype, dan kemarin aku meminta alamat tempat tinggalnya, kemudian ia memyuruhku untuk datang kemari,” jelas Hyunsuk.

Pria tua itu memperhatikan penampilan gaya pakaian Hyunsuk dari atas sampai ke bawah, kemudian menatap pemuda yang berada di hadapannya tak percaya.

Pak—

Nak?

Ya?

Kau tidak tahu bahwa Park Jihoon sudah meninggal lima tahun yang lalu?

A-APA?! ITU TIDAK MUNGKIN!

Itu benar, nak. Ia meninggal karena dibunuh oleh kekasihnya. Sekarang kau lebih baik pergi dari tempat ini sebelum nak Kanemoto yang membunuh Jihoon itu akan membunuhmu juga.

END.

Orang-orang sekitar mengatakan Bipolar Disorder itu kepribadian ganda. Padahal kepribadian ganda itu berbeda sekali dengan bipolar disorder. Choi Hyunsuk merasa sakit hati mendengar maksud dari arti kata bipolar yang keluar dari bibir mereka. Menurutnya, bipolar itu adalah sebuah gangguan mood. Tapi gangguan mood di sini berbeda sekali dengan kata “Moodyan”. Ada seseorang yang moodyan karena moodnya mudah berubah-ubah, tapi ada juga orang yang memiliki gangguan mood secara extreme, dimana moodnya sedang berada di titik atas, begitu tinggi atau biasa disebut dengan episode manik. Lalu tiba-tiba turun jatuh ke bawah secara extreme, atau bisa disebut dengan episode depresi.

Rentang waktu perubahan mood bisa dalam waktu berhari-hari, seminggu-dua minggu, atau bisa sampai berbulan-bulan. Biasanya depresi yang paling lama dialami oleh si penderita, sementara manik bisa bertahan paling lama hanya beberapa minggu. Itulah yang dikatakan arti bipolar disorder yang sesungguhnya. Dan Hyunsuk sedang mengalami penyakit tersebut.

Awal mula ia terdiagnosa bipolar di tahun 2019. Waktu itu sebenarnya keadaan Hyunsuk sedang meriang dan sakit demam, tapi ketika dirinya ditanya oleh dokter, Hyunsuk tidak menjawab apa-apa. Ia cuman menangis sembari memukul dadanya berkali-kali, sedih, frustasi, depresi, dan akhirnya ia dirujuk ke psikiater di salah satu Rumah Sakit Severance Gangnam di daerah Seodaemun-gu, Korea Selatan. Lalu ia konsultasi di sana, dan ternyata hasil diagnosanya adalah Bipolar Affective Disorder, episode depresi.

Sebelum Hyunsuk mengalami keadaan meriang dan sakit demam, ia sempat merasakan kalau hidupnya dalam berbahaya. Ia sampai tidak mau untuk sekedar keluar dari kamar hingga berminggu-minggu, bahkan kekasihnya— Park Jihoon membujuknya pun tidak berhasil. Hyunsuk berpikir ia bakal mati. Ia juga berpikir kalau kematiannya itu sudah sangat dekat, akibatnya ia menjadi paranoid sampai tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Ia tidak tenang, cemas, gelisah, dan dirinya menangis meraung-raung sampai ia melukai dirinya sendiri dengan menyayat kedua tangannya dengan cutter kecil.


Hyung! Kau melakukannya lagi?” tanya Jihoon. Pemuda bermata panda itu tidak habis pikir dengan jalan pikiran kekasihnya.

Hyunsuk— pemuda yang tengah bersandar di kepala ranjang itu hanya menatap dengan wajah datarnya, “Apa maksudmu?” tanya Hyunsuk.

Ck!” Jihoon berdecak kesal, kekasihnya yang keras kepala ini menyembunyikan rahasia lagi tanpa ia ketahui. Dengan gerakan kasar Jihoon menarik lengan kiri Hyunsuk. Menyingkap ujung sweater ungunya ke atas dan mencengkeram lengan pemuda lebih kecil itu sedikit kasar. Hyunsuk sama sekali tidak melawan. Ia hanya pasrah dengan apa yang Jihoon lakukan.

Sudah aku katakan berhentilah, hyung! Berhenti!

Aku melakukannya saat depresiku kambuh,

Kambuh dengan setiap harinya? Sungguh konyol!

Berengsek! Jangan mencengkeramnya dengan kekuatan ototmu, ini sakit,” ujar Hyunsuk mengalihkan pembicaraan. Ia menarik lengannya dari cengkeraman Jihoon.

Jihoon diselimuti oleh amarah. Tangan kanannya ia gepalkan untuk menahan emosinya agar tidak meledak-ledak, “Sakit? Kau bilang sakit? Lalu mengapa kau tidak merasakan sakit saat kau menyayat tanganmu sendiri?” tanya Jihoon.

Hyunsuk yang mendengar itu hanya diam saja. Ia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan dari mulut kekasihnya. Bahkan sekarang ia tengah menurunkan kembali lengan sweaternya.

Jawab aku!” seru Jihoon. Ia mendengus dan menarik laci nomor satu meja nakas di sebelah kanan ranjang Hyunsuk.

Kau mau apa, Ji?” Hyunsuk curiga ketika ia melihat pergerakan Jihoon yang aneh dan tidak wajar.

PARK JIHOON!” teriak Hyunsuk, ia mendapati Jihoon memegang benda miliknya.

Cutter kecil namun tajam yang Hyunsuk gunakan untuk menyayat lengannya tadi malam. Jihoon tampak tidak peduli, ia malah membuka kertas yang membungkus satu benda itu, mengeluarkan isinya dan menggoreskan di lengannya sendiri.

Perih.

Tapi hatinya lebih merasakan sakit melihat kekasih hatinya dipenuhi oleh luka lebar dan sedikit dalam karena melakukan hal semacam itu. Ia bahkan tidak bisa menghitung berapa jumlah luka di lengan kekasihnya.

Banyak. Sangat banyak.

Dan sekali lagi Park Jihoon menggoreskan cutter kecil itu di lengan kirinya.

Bagaimana bisa Hyunsuk melakukan hal semacam ini? Apa rasa sakit hatinya jauh lebih dalam daripada rasa sakit fisiknya karena goresan-goresan itu?

Sayang, kumohon hentikan!” Hyunsuk berteriak keempat kalinya ketika Jihoon baru saja menggoreskan cutter kecil itu di lengan kekarnya yang keempat kalinya.

Pemuda berwajah pucat itu turun dari ranjang, dan Jihoon melangkah mundur ketika melihat pergerakan Hyunsuk untuk menghampirinya. Tapi Hyunsuk tidak peduli. Lalu kemudian ia merampas cutter kecil itu dari tangan Jihoon, tidak peduli jika itu justru melukai telapak tangannya sendiri. Setelah itu ia mengembalikan cutter kecil ke dalam laci paling bawah.

Kenapa aku harus berhenti jika kau saja tidak mau berhenti?” tanya Jihoon dengan nada sinis.

Jangan sepertiku, Ji. Biarkan saja aku yang hancur,

Kenapa sayang?

Aku tidak berharga dimata keluargaku sendiri. Mereka mencampakkanku,

Bodoh! Kau tidak perlu memikirkan mereka semuanya, cukup aku saja. Aku saja yang kau lihat. Aku saja yang kau pikirkan. Kumohon jangan pikirkan mereka yang membawamu masuk ke dalam dunia negatif!” Jelas Jihoon.

Hyunsuk menangis pilu. Ia memukul dadanya untuk menghilangkan rasa sakit itu.

Jihoon menghela napas sejenak, kemudian merengkuh Hyunsuk ke dalam pelukannya. Melihat Hyunsuk menunduk membuat Jihoon merasa bersalah. Seharusnya ia mengatakan lebih lembut lagi ke Hyunsuk. Kekasihnya tidak pantas untuk dibentak. Kekasih kecilnya butuh perlindungannya.

Hyung, kau tidak pantas merasakan sakit. Kau berharga, sayang. Ada aku yang selalu ada untukmu dan mendukungmu. Mengerti, hm?

Hyunsuk tidak menyahut perkataan Jihoon. Pemuda itu masih tidak yakin dengan semua hal positif.

Percaya padaku, sayang…

Ingin rasanya Hyunsuk percaya dari semua hal positif, tapi ia masih merasakan sakit karena keluarganya mencampakkannya. Pelukan mereka terlepas. Jihoon mengelus lembut kedua pipi kekasihnya.

Kau besok konsul lagi, ya? Biar cepat sembuh. Aku mencintaimu,” ucap Jihoon kemudian mencium kening Hyunsuk.

Y—ya. A—aku m-mencintai-mu j-jug-a,” ucap Hyunsuk terbata-bata.

Jihoon tersenyum kecil lalu mengajak Hyunsuk untuk mengobati luka mereka berdua.

—End.

Ji, aku cemburu pada senja!” Choi Hyunsuk mengadu pada pemuda di sampingnya, bibirnya mencebik kesal. Meski begitu Park Jihoon tetap bisa melihat betapa Hyunsuk menyukai senja, mata indahnya selalu memperlihatkan binar mata yang tidak biasa, seperti seorang sedang jatuh cinta. Dan jika boleh mengadu, Jihoon juga cemburu pada senja. Senja itu telah mengambil sedikit perhatian temannya.

Rangkaian warna yang menghiasi cakrawala setiap pergantian siang dan malam rupanya masih menjadi fokus Hyunsuk meski kini bibirnya mulai bergerak sedikit aneh. “Aku cemburu pada senja memiliki langit yang mau menerima setiap warna tidak pasti yang ditimbulkannya,” ucap Hyunsuk. Ia mendengus dengan geli.

Ck,” Jihoon melirik ke arah Hyunsuk dengan perasaan kesal. “Kenapa harus cemburu? Kau kan punya aku,

Secepat kalimat itu terhenti, secepat itu pula Hyunsuk langsung menoleh, menatap Jihoon dengan raut wajah bingung, “Apa maksudmu?

Kau tahu? Aku jauh lebih hebat dari langit. Ketika langit hanya mampu menerima senja yang hanya memberikan warna tidak pasti. Aku bahkan bisa menerimamu lebih dari sekedar warna di atas sana. Semuanya, termasuk perasaanmu yang tidak pernah ada untukku,” jelas Jihoon. Ia tersenyum dan Hyunsuk membeku.

Jadi mulai saat ini, jangan cemburu lagi pada senja, Sukkie. Karena kau, punya aku.” Jihoon mengatakan sekali lagi dengan tegas menghilangkan seluruh akal sehat Hyunsuk.

Pemuda satu tahun lebih tua dan lebih kecil dari Jihoon itu hanya bisa memerah, kedua pipinya memanas karena penjelasan Jihoon.

Ah… Hyunsuk menyukainya.

Hyunsuk hyung, kau sudah tidur?” tanya Jihoon sembari membenarkan sedikit kacamatanya.

Hyunsuk membaringkan tubuhnya di atas ranjang dan menjawab telepon kekasihnya. “Iya, kenapa?

Maaf aku mengganggumu, sayang. Kau bisa membantuku?

Membantu apa?

Sesuatu hal yang sangat penting,

Hyunsuk mengangkat sebelah alisnya, “Seperti apa?

Bantu aku tidur,

Jihoon-ah, ini sudah sangat larut. Jam sudah menunjukkan pukul dua pagi, kau hanya perlu memejamkan mata dan memikirkanku. Setelah itu kau akan tertidur.

Tawa renyah Jihoon menggema. Hyunsuk yang mendengar kekasihnya tertawa, hanya bisa ikut tersenyum, “Mana bisa?” ucap Jihoon.

Tentu saja bisa!

Tidak bisa, sayang…

Kenapa?

Itu karena aku terus memikirkanmu, makanya aku sulit tidur belakangan ini,

Jika begitu, jangan pikirkan aku.

Hmm, tidak bisa juga,” Jihoon menghela napas, “Kalau aku tidak memikirkanmu pastinya jadi rindu. Itu menyebalkan.

Hyunsuk menahan napasnya, ia sudah tidak tahan ingin menjerit dan meloncat-loncat kegirangan di atas kasurnya karena pernyataan kekasihnya. Namun ia tidak melakukannya karena masih menunggu Jihoon melanjutkan ucapannya.

Dan jika rindu, aku tidak akan pernah sabar untuk esok pagi melihatmu, sayang…

Tidak perlu menunggu esok pagi. Kau ke kamarku saja, kita akan tidur bareng dan saling berpelukan,

Makasih sayang, aku akan menghampirimu segera. Aku tutup teleponnya, oke?

Oke,

Aku mencintaimu,

Aku juga.


Di dorm satu, sepasang kekasih yang dimabuk asmara itu sudah sibuk saja melakukan kegiatan pada pagi hari. Hyunsuk meremas erat rambut Jihoon ketika kekasihnya mencium bibirnya lebih dalam dan mendesak lidah mereka untuk beradu satu sama lain. Hyunsuk tampak menikmatinya, sama seperti Jihoon. Tangan berotot itu berada di punggung dan belakang leher Hyunsuk, mendesak yang lebih kecil untuk menciumnya lebih dalam lagi. Seprai dan selimut di bawah mereka berdua sudah kusut tidak beraturan lagi akibat ciuman panas yang mereka lakukan. Bibir Jihoon melumat bibir Hyunsuk sangat ganas. Rasanya Hyunsuk merasa seperti berada di surga.

Jihoon membalikkan tubuh kekasihnya, membuat Hyunsuk berada di atas Jihoon tanpa melepaskan ciuman mereka. Tangan Hyunsuk menelusuri dada Jihoon lalu menuju perut, mengelus pelan abs itu dengan seduktif dan kembali lagi ke rambut kekasihnya. Jihoon tiba-tiba memutar tubuh Hyunsuk dan menindih yang lebih kecil dalam satu gerakan efektif. Ia menatap Hyunsuk sejenak, tatapannya gelap dan penuh gairah. Setelah itu bibirnya mencium Hyunsuk lagi. Ciumannya begitu ganas tetapi sangat luar biasa. Hyunsuk yang berada bawah Jihoon tampak kewalahan akan ciuman kekasihnya.

Jihoon membuka piyama motif babi yang Hyunsuk kenakan, mencoba menariknya ke atas tapi tiba-tiba saja Jihoon mendengar suara yang cukup mengganggu. Mereka berdua diam beberapa detik, setelah itu Jihoon terkekeh menyadari bahwa bunyi suara itu berasal dari perut kekasihnya. Hyunsuk lapar.

Hyunsuk tampak salah tingkah.

Ayo bangun sayang,” ucap Jihoon sambil tersenyum.

Tapi kita.....

Kau tidak akan mampu melakukan kegiatan sex panjang denganku jika perutmu kosong. Ayo bangun,” Jihoon menyeringai.


Kau ingin sarapan apa?” tanya Hyunsuk.

Karena aku hari ini berulang tahun, kau bisa membuat kue ulang tahun untukku, sayang.

Aku tidak bisa membuat kue ulang tahun,

Kau payah,

Hyunsuk menggeram kesal. “Aku tidak!

Haha.. Kalau begitu buatkan saja aku pancake,

Baiklah.

Hyunsuk mengeluarkan bahan untuk membuat pancake dari dalam lemari dapur. Ia mengambil susu, butter, tepung terigu, dan telur dari kulkas.

Hyunsuk mencampurkan semua bahan dan mengaduk adonannya, lalu menyalakan kompor dan menuangkannya ke teflon. Tidak perlu menunggu lama, sarapan mereka sudah siap untuk disantap.

Hey pelan-pelan saja makan pancake nya. Makanan itu tidak akan pergi kemana-mana, Hoonie,” pinta Hyunsuk, kemudian mengambil whipped cream dan menyemprotkannya ke atas pancake miliknya. “Kau mau whipped cream juga di atas pancakemu?” tanya Hyunsuk.

Jihoon mengangguk pelan. Hyunsuk pikir kekasihnya jauh lebih lapar daripada dirinya, mulutnya terasa penuh dan pipinya mengembung.

Ssrrtttt... Hyunsuk menyemprotkan krim di atas pancake milik kekasihnya, lalu Jihoon memasukkan suapan lain ke dalam mulut dengan tangannya, menjilati sisa-sisa krim di sekitar jarinya secara bergantian.

Jam berapa kau ke YG?” tanya Jihoon saat Hyunsuk masih mengunyah. Ia mencolek sedikit krim itu dari piring Hyunsuk lalu ia memasukkan ke dalam mulutnya.

Sekitar jam sebelas pagi. Mungkin aku hanya akan bertemu dengan Yang Sajangnim saja, ia kemarin mengirim pesan padaku untuk menemuinya. Bagaimana denganmu?

Mungkin hanya di dorm saja. Aku sedang malas keluar dari dorm.” jawab Jihoon sembari mencolek krimnya lagi. Krim itu tidak langsung dimasukkan ke dalam mulutnya tapi ia justru menempelkan krimnya ke pipi kanan Hyunsuk dengan cepat lalu bergerak maju dan menjilat pipi kanan kekasihnya.

Park Jihoon, hentikan! Kau sangat jorok.” Hyunsuk menatap jijik kekasihnya. Sedangkan Jihoon hanya tertawa mengejek, seolah-olah ini adalah lelucon.

Jihoon mengambil botol whipped cream dan melihat Hyunsuk dengan tatapan cukup mencurigakan. “Mau apa kau? Kau masih lapar? Jika masih lapar, aku masih bisa membuatkanmu pancake lagi,” tanya Hyunsuk.

Jihoon menggeleng. Sudut bibirnya terangkat seperti seringaian licik dan Hyunsuk tidak tahu apa yang di pikiran kekasihnya saat ini. Ia mengambil tangan Hyunsuk, lalu menyemprotkan sedikit krim itu ke telapak tangan yang lebih kecil dan menjilatnya dengan lembut. Bibirnya terus menjilat dan mendaki di tangan Hyunsuk.

Jihoon menatap Hyunsuk dari balik bulu matanya. Pria yang lebih kecil itu membiarkan kekasihnya melakukan kegiatan yang ia suka. Sementara Hyunsuk melanjutkan sarapannya. Ketika Jihoon sudah sampai di lehernya, ia terkekeh geli merasakan bibir Jihoon menggelitik permukaan kulit Hyunsuk. Ia dengan cepat mendorong Jihoon menjauh darinya. Ia tidak bisa sarapan dengan tenang kalau kekasihnya terus saja mengganggunya dengan cara seperti ini.

Hentikan. Dan katakan apa maumu?

Aku menginginkanmu, hyung,” bisik Jihoon pelan dan tatapannya cabul. Hyunsuk diam-diam juga menginginkan kekasihnya. Oh ayolah, kegiatan mereka berdua di atas kasur sempat tertunda akibat perut kosong Hyunsuk.

Baiklah. Tunggu setelah aku membersihkan meja ini,” ucap Hyunsuk. Namun yang lebih muda menggeleng cepat, mencoba menghalangi kekasihnya yang hendak menaruh piring ke wastafel. Tubuhnya mendesak kekasihnya bersandar pada meja di belakang Hyunsuk.

Aku menginginkanmu. Sekarang. Hyung. Jangan membantah.” bisik Jihoon dengan seduktif, dan dalam hitungan detik ia menempelkan bibirnya di bibir Hyunsuk. Tangannya merenggut ujung piyama Hyunsuk dan menariknya keatas hingga terlepas, menyisakan hanya celana dalam Hyunsuk saja. Ia mendorong Hyunsuk agar berbaring di atas meja, lalu menarik celana dalam Hyunsuk dengan paksa hingga kekasihnya ini sudah telanjang bulat.

Jihoon menatap Hyunsuk dengan penuh napsu, penuh cabul, dan penuh gairah. Hyunsuk yang ditatap seperti itu memerah. Astaga... Bisakah ini menjadi lebih panas lagi?

Jihoon menekuk lutut Hyunsuk ke atas dan membukanya lebar-lebar. Ini belum apa-apa, bahkan Jihoon belum menyentuhnya tapi adik kecil Hyunsuk sudah merasa tegang di bawah sana.

Aku belum menyentuhmu hyung, tapi penis kecilmu ini sudah tegang saja.

Jihoon membungkukkan tubuhnya di atas Hyunsuk dan mengambil whipped cream di dekatnya. “Buka mulutmu manis,” pinta Jihoon. Hyunsuk menurut. Ia menyemprotkan whipped cream bertekstur lembut itu ke dalam mulut Hyunsuk dan menelannya. “Mmm... Kau suka?

Hyunsuk mengangguk. “Mhmm

Sekarang aku ingin merasakannya di sekujur tubuhmu. Boleh?

Hyunsuk hanya bisa mengangguk pelan.

Jihoon mengumpulkan kedua tangan Hyunsuk dan menaruhnya di atas kepala Hyunsuk. “Awas saja kalau kau turunkan tangan nakalmu ini,

Kemudian ia mengarahkan krim nya ke dalam mulut Hyunsuk lagi dan menyuruhnya untuk menutup mulut rapat-rapat. Ia membuat gunungan kecil di atas bibir Hyunsuk lalu menjilatnya secara perlahan, membuat krimnya menyebar di sekitar mulut dan hidung kekasihnya. Hyunsuk mengerang dan ikut menjilati krim dan lidahnya. Jihoon mencium bibir Hyunsuk tiga kali lalu ia bergerak turun ke leher Hyunsuk, mengecupnya pelan dan menyemprotkan whipped cream itu lagi di bagian sana.

Hyunsuk memiringkan kepalanya ketika Jihoon menjilat krim itu sampai habis tak bersisa, lalu menghisapnya. Tangannya turun ke puting cokelat Hyunsuk yang tegang dan memilin nya dengan lembut. “Mmmm,

Kau menikmatinya sayang?

Hyunsuk mengangguk. Ia mengecup kedua puting cokelat itu lalu kembali menyemprotkannya ke puting Hyunsuk dan membuat gunungan kecil namun tinggi hingga menutup seluruh puting cokelatnya. Yang lebih tua mengerang, merasakan sensasi dingin dari krimnya. “Ingat jangan sampai ambruk. Kau paham hyung?

Jihoon menyeringai puas pada Hyunsuk sebelum menempelkan hidungnya di bawah dada, menelusuri perut Hyunsuk dengan bibirnya lalu berhenti di atas pusar Hyunsuk. Ia kembali membuat gunungan lain di sana, lalu ia membuatnya satu lagi tepat di atas kepala penis Hyunsuk. “Jihoon!” teriak Hyunsuk. Punggungnya terangkat secara refleks dan ia merasakan krim di atas kedua puting cokelatnya mulai goyah.

Jihoon menatap Hyunsuk sinis. “Ingat jangan sampai jatuh krimnya, sayang. Jatuh atau kau merasakan akibatnya,” jelas Jihoon dengan nada mengancam, namun terdengar panas di telinga Hyunsuk. Ia membaringkan punggungnya lagi dengan hati-hati. Ia menelan ludah dan benar-benar tidak tahu apa yang Jihoon lakukan pada tubuhnya.

Jihoon kemudian membuat gunungan lain di kedua lutut Hyunsuk yang menekuk. “Sial! Permainan macam apa lagi yang ia mainkan dan tidak mudah untuk aku ikuti.” ujar Hyunsuk dalam hati. Mungkin ini akan menjadi pengalaman seks yang paling erotis sepanjang hidupnya, dan langsung diberi judul, “Pengalaman Seks Erotisku Bersama Park Jihoon.” Hyunsuk takut gunungan-gunungan krim itu jatuh dan Jihoon akan menghukumnya. Ia merasa jantungnya hampir terlepas.

Jangan menjatuhkannya, oke?

Hyunsuk hanya mengangguk lagi. Jihoon menaruh whipped cream di sebelahnya kemudian berlutut memegang adik kecil Hyunsuk yang sudah ia buatkan gunungan pada kepala penis milik kekasihnya. Tak lama kemudian Hyunsuk merasakan bibir Jihoon mengecup dan menghisap kepala penisnya yang sudah mengeluarkan precum. Tangan Hyunsuk menjangkau ke atas berharap bisa berpegangan pada sesuatu benda, namun ia tidak menemukan apa-apa. Hal selanjutnya yang ia rasakan ketika tangan Jihoon mencengkram kedua kakinya agar tetap diam. Kepala Jihoon bergerak maju mundur menghisap penisnya dalam tempo lambat, seakan-akan adik kecilnya itu layaknya seperti lollipop.

Mhmm, Jihoon...

Jihoon melanjutkan siksaannya dengan menjilat, menghisap dan mengocok penis Hyunsuk berkali-berkali, sampai Hyunsuk tidak diberi ampun. Pinggulnya terangkat ke atas dan gunungan krim itu lagi yang ia buat menjadi goyah karena gerakannya yang tiba-tiba. Jihoon mendecak. “Tetap diam, manis.

Jihoonie aku tidak bisa,” Hyunsuk merengek pada kekasihnya.

Tahan sebentar lagi. Kau akan menyukainya. Percaya saja padaku hyung.

Jihoon kembali mengibaskan lidahnya, menjilat penisnya dengan sensual. Hyunsuk tidak bisa menutup kakinya atau bahkan menggerakkannya tanpa membuat krimnya jatuh. Rasanya sungguh intens. Begitu intens.

Kedua jari Jihoon tiba-tiba saja meluncur masuk ke dalam lubang sempit Hyunsuk, membuat sang pemilik lubang sempit itu menjerit lebih keras. “Jihoon!

Jihoon menggerakkan jarinya keluar masuk dan menambahkan satu jari lain ke dalam sana. Hyunsuk bisa merasakan lubang sempitnya menjepit kuat ketiga jari kekasihnya, otot-otot di perutnya mengencang dan secara refleks punggungnya melengkung ke atas, namun ia berusaha mempertahankan agar gunungan krimnya tidak jatuh.

Hyunsuk menutup matanya, mencoba menikmatinya dengan tenang, tanpa tertekan ataupun memikirkan soal krimnya. Beberapa menit kemudian, Jihoon menarik jarinya keluar. Hyunsuk membuka matanya, dan mendapati Jihoon melepaskan boxer putihnya. Ia menatap Hyunsuk yang lemah sudah tak berdaya akibat siksaan dari Jihoon yang sangat nikmat. Tapi sejauh ini Hyunsuk merasa lega, krim di tubuhnya masih berdiri dan tidak jatuh meskipun gunungan krim di kedua puting cokelatnya mulai miring dan mungkin tidak lama lagi akan ambruk.


Jihoon mendorong kejantanannya tenggelam ke dalam lubang sempit Hyunsuk, begitu pelan dan lambat. “Ahh...” Hyunsuk mengerang. Telapak tangannya menempel pada keramik di bawah tubuhnya, mencoba menggapai sesuatu namun tidak ada yang bisa Hyunsuk jadikan pegangan. Lalu kedua tangannya bergerak ke pahanya, menjaga-jaga agar tetap terbuka lebar. Sementara Jihoon mendorong keluar masuk kejantanannya, mengisi dan meregang. Perlahan Jihoon menaikkan ritmenya dan sekarang ia benar-benar bergerak, membuat suara perpaduan tubuh mereka berdua memenuhi dapur.

Ahh, sayang...” Jihoon mengerang nikmat dan memejamkan matanya. Ia menarik keluar kemudian mendorong keras ke dalam lubang sempit milik Hyunsuk lagi.

Ah Jihoon!” jerit Hyunsuk.

Jihoon menekan keras, mencabut dengan kasar lalu mendorong kejantannya lagi dengan lembut. “Mhmm Jihoon...” Hyunsuk mengerang dan mengangkat punggungnya tanpa sadar, menyebabkan kedua gunungan krim di kedua puting cokelatnya jatuh dan tercecer.

Dasar nakal. Kau menjatuhkannya, sayang.” bisik Jihoon kemudian ia menampar bokong Hyunsuk dua kali dengan keras.

Ahh Jihoon!” teriak Hyunsuk dan membaringkan tubuhnya kembali. Rasanya sangat menyakitkan tapi membuat Hyunsuk semakin terangsang. Ia menyukainya.

Hyunsuk memejamkan matanya dan menggigit bibir bawahnya, menikmati kejantanan kekasihnya saat Jihoon memompa dan mempercepat dorongannya. Hyunsuk menggila. Suara teriakan Hyunsuk memenuhi dapur dan juga suara dari persatuan tubuh mereka.

Ah, ah, ah! Mhmmm, Jihoon!

Kau begitu nikmat hyung.

Mhmm... Jihoon!

Ssttt... Kau berisik sekali hyung. Kurasa aku harus menutup mulut manismu itu.” ujar Jihoon terengah-engah, masih mendorong keluar masuk penisnya tanpa henti. “Anak-anak di dorm sebelah akan kemari dan menanyakan keadaan eommanya. Kau tidak mau ketahuankan jika eomma yang mereka banggakan sedang digagahi hebat oleh appanya, hm? Kau tidak mau itu terjadi kan? Kau juga tidak akan mau jika kita menghentikan ini.” gumam Jihoon yang tiba-tiba saja berhenti bergerak. Hyunsuk mengerutkan dahinya, klimaksnya tertunda sejenak.

Hyunsuk membuka matanya, melihat Jihoon meraih botol whipped cream di sebelah Hyunsuk, kemudian Jihoon menangkupkan wajah Hyunsuk dengan tangannya, kembali membuat gunungan lain di atas bibir Hyunsuk, memaksa yang lebih tua untuk membungkam mulutnya sendiri.

Jangan jatuhkan lagi,” pinta Jihoon dan ia mulai melanjutkan dorongannya ke lubang milik kekasihnya.

Kaki Hyunsuk tidak bisa bergerak, mulutnya tidak bisa terbuka, dan Jihoon menyetubuhinya tanpa ampun. Hyunsuk meledak dan menemui pelepasan pertama. Cairan putih itu muncrat di atas perutnya. Ia lelah, capek tapi Jihoon tidak menghentikannya.

Jihoon melenturkan pinggulnya sehingga kejantanannya terus mendesak ke lubang sempit itu. Rasanya tak tertahankan dan Hyunsuk menjerit membuka mulutnya, membuat gunungan krim itu masuk ke dalam mulutnya dan ia menelannya bulat-bulat.

Kau benar-benar tidak mendengarkanku, sayang...” Jihoon menampar bokong kekasih Hyunsuk lagi, membuatnya menggeliat dan hampir saja nyaris krim di atas lututnya terjatuh.

Jihoon bergerak mendekat pada Hyunsuk, menyebabkan krim di atas pusarnya tertindih oleh Jihoon, dan sekarang krim itu tersebar di perutnya dan juga di perut Jihoon. Tubuh mereka berdua menjadi lengket.

Jihoon menjilat sekitaran mulut Hyunsuk, turun ke leher, lalu ke kedua puting cokelat Hyunsuk yang tertutupi oleh krim. Ia menjalankan lidahnya dengan liar, seperti anjing yang kelaparan, berkali-kali mulut dan lidahnya mencium dan menjilat puting Hyunsuk. “Mhmm Jihoon...

Mmm... Cukie-cake... Kau rasanya begitu nikmat, sayang...

Cukie-cake? Panggilan baru untuk Hyunsuk? Demi apapun, Hyunsuk menyukai panggilan terbarunya. Ia memerah.


Jihoon masih terus memompa tubuh Hyunsuk dan menjilati tubuh kekasihnya. Hyunsuk baru sadar bahwa sarapan Jihoon adalah tubuhnya.

Selang beberapa menit kemudian, Hyunsuk meraih pelepasannya yang kedua, namun kali ini diikuti oleh Jihoon.

Jihoon mendekap erat-erat ketika ia keluar di dalam lubang Hyunsuk.

Oh! Hyunsuk!” erang Jihoon. Mereka terengah-engah, setelah itu Jihoon menjilati krim di lutut dan di paha Hyunsuk setelah menarik dirinya keluar.

Jihoon melirik jam di dinding menunjukkan sudah pukul 10.45 pagi, artinya Hyunsuk sudah hampir telat menemui Yang Sajangnim. Ia terkekeh, “Hyung kau telat, ini sudah pukul 10.45, haha.

Hyunsuk mendecak kesal. “Sialan kau!

Ayo bangun. Aku akan membantumu mandi dan membersihkan krim di tubuhnya,” ajak Jihoon dengan lembut.

Boleh. Jihoonie, gendong...

Siap sayang.

Ji?

Iya?

Selamat ulang tahun sayang-nya, Cukie

Terima kasih hyung. Terima kasih juga atas hadiah sarapan seks nya. Itu kado terindah untukku. Aku mencintaimu,

Hyunsuk terkekeh karena penuturan Jihoon. “Haha baiklah. Aku juga mencintaimu, Hoonie.


@clvrmnn

Park Jihoon berpikir tidak ada yang salah dengan sedikit balas dendam sekarang ataupun nanti. Pada kenyataannya, ia sangat mendukungnya dan dalam segala jenis bisnisnya, membalas dendam adalah tugas rutin yang tidak takut ia selesaikan. Ketika Jihoon masuk, ia melihat suaminya mengiris leher seorang pria dan ia tidak yakin apakah itu hanya mengusir rasa kebosanan yang mendorong Hyunsuk untuk membunuh salah satu kepala pelayan mereka lagi.

Sayang,” seru Jihoon yang sedang bersandar pada kusen pintu. “Kita baru saja mengganti karpet.

Mata Hyunsuk tertuju pada suaminya, ia baru saja tahu sang suami sudah pulang ke rumah. Sudut bibirnya terangkat dan lidahnya menjulur keluar. “Ups.

Ini sudah ketiga bulan, kurasa kau butuh hobi,” saran Jihoon dan mengamati tubuh tidak bernyawa dengan sepatu hak Hyunsuk yang tertancap di dalam mulut pria malang itu. Nama pria itu adalah Sean Kim, seorang pria dua puluh enam tahun tanpa istri, dan tanpa anak.

Beberapa bulan yang lalu, Choi Hyunsuk mulai kejam dan tidak berperasaan membunuh semua pelayan, juru masak, dan kepala pelayan mereka. Jihoon yang mengetahui kelakuan suaminya memutuskan untuk hanya mempekerjakan orang yang tidak memiliki keluarga, yang hidup sebatang kara. Ia menjaga-jaga jikalau mereka hilang (atau ketika mereka ‘dinyatakan hilang’) tidak ada seseorang pun bisa melaporkannya. Oleh karena itu, Jihoon tidak perlu repot-repot mengeluarkan banyak uang untuk menutup mulut seseorang.

Kau tahu, ini adalah hobiku.” Hyunsuk menyeringai, mengelus pisau yang berdarah lalu ia mencicipi sedikit darah itu. “Ditambah lagi si keparat ini membuatku kesal,” keluh Hyunsuk.

Apa yang ia lakukan?” tanya Jihoon.

Pria yang tidak terlalu tinggi itu menurunkan pandangannya dan tatapannya berubah menjadi sangat tajam. “Keparat ini terus menatap Jihoonku, itu membuatku kesal,” Hyunsuk mengayunkan kakinya ke belakang dan menendang sisi pria tidak bernyawa itu. “Brengsek.

Jihoon hanya menggelengkan kepalanya dengan desahan kecil yang keluar dari bibirnya. “Ayo bersihkan dirimu.” Jihoon melangkah lebih jauh ke ruang tamu dan meraih tangan Hyunsuk.


Begitu Jihoon membawa mereka berdua ke kamar mandi, dia menelanjangi suaminya dari kostum aneh dan celana dalam putihnya. Ia menatap Hyunsuk sebentar, lalu ia mengecup bahu pria yang lebih pendek darinya. Kemudian Jihoon menyalakan bak mandi, memastikan airnya cukup hangat.

Jihoon menarik Hyunsuk ke cermin besar dan melingkarkan lengannya di pinggang Hyunsuk. “Lihat di cermin, kau benar-benar sangat indah, Hyunsuk-ku yang mematikan.” Ia menempelkan bibirnya ke telinga Hyunsuk sembari meremas pelan milik pria di hadapannya, “Indah seperti saat aku pertama kali bertemu denganmu.


Beberapa tahun yang lalu, Hyunsuk hanyalah seorang penari telanjang di salah satu club top di Gangnam. Ia berusia dua puluh dua tahun, memiliki hasrat untuk menari kotor di depan pria dewasa dengan uang di lemparkan di tubuhnya.

Hanya orang-orang terkaya dan orang-orang mempunyai akses yang bisa mengunjungi club itu. Tidak hanya para penari yang bisa membuat mereka puas dan sudah menjadi hal yang biasa bagi Hyunsuk jika seorang pria menghirup kokain dari kulit paha atau punggungnya. Ternyata, bos Hyunsuk mendapatkan obat-obatan itu langsung dari gembong narkoba terbesar di dunia. Dan bosnya sedang berjalan di atas es tipis saat ia membuat kesepakatan dengan seorang berhati iblis.

Jadi ketika bos Hyunsuk gagal melakukan beberapa pembayaran tepat waktu, kunjungan khusus oleh raja obat bius itu sendiri pasti akan terjadi.

Jihoon masuk ke strip club pada Jumat larut malam, sebatang rokok di antara bibirnya dengan lebih dari dua belas pria bersenjata di sisinya. Musik yang menggelegar dari pengeras suara berhenti setelah peluru pertama ditembakkan, para penari dan orang kaya berhamburan di sekitar club demi keselamatan mereka masing-masing.

Beruntung bagi Hyunsuk, ia melakukan set pada saat itu dan membeku tepat di tempatnya dalam sorotan. Bibirnya terbuka dan tangan mencengkeram tiang lebih erat ketika Jihoon berjalan ke arahnya.

Di mana bosmu?” suara Jihoon begitu dalam dan serak malam itu. Ia menatap Hyunsuk dari atas ke bawah, Hyunsuk tampak mengenakan celana dalam renda merahnya yang minim. “Boleh juga,” gumam Jihoon.

D-di belakang,” jawab Hyunsuk takut.

Saat itulah Jihoon meminta Hyunsuk membawanya ke bosnya. Jadi, Hyunsuk turun dari panggung dan tersandung dengan sepatu haknya di lorong menuju kantor bosnya.


Kuberi tahu kalian, Hyunsuk sudah menjadi anggota mafia Jihoon tiga tahun setelah malam itu di club. Ia dan Jihoon juga menikah hari itu, jadi Hyunsuk menjadi penguasa kedua di tempat Jihoon berada, tentu saja setelah pelatihan yang berlebihan dan ujian kesetiaan dan kejujuran.

Selama ini, jalan hubungan mereka adalah bom detak untuk kewarasan Hyunsuk. Melihat mayat hampir setiap hari, berpartisipasi dalam penyiksaan, dan kehilangan kontak dengan dunia luar hanya mempercepat kehancuran pikiran Hyunsuk.

Begitulah cara Hyunsuk berubah menjadi monster seperti sekarang ini. Seorang pria brutal menikah dengan seorang tidak berperasaan yang memiliki lebih banyak kekuatan di tangannya daripada pemerintah negara manapun di belahan bumi selatan.

Bagaimanapun, Jihoon telah mengisyaratkan bahwa sebagian besar uang di Korea Selatan adalah 'uang narkoba kotor'. Ia juga menyatakan dalam beberapa kesempatan bahwa pemerintah akan melakukan apapun untuk membuat tempat keberadaannya senang.

Aku mencintaimu, sayang...” ucap Jihoon serak, “Dan aku mencintaimu di setiap hari dalam hidup kita.

Nafas Jihoon menggelitik lehernya dan Hyunsuk terkikik geli. Ia hendak berbicara tetapi terhenti oleh dengungan di samping pintu.

Tuan Park, Tuan Dick datang untuk bertamu!” seru seorang pelayan dari luar.

Aku akan turun sebentar lagi!” seru Jihoon. Ia menjatuhkan dagunya ke atas kepala Hyunsuk dan tersenyum pada bayangan mereka. “Aku lupa kita punya reservasi dengan Dick. Bagaimana kalau kau bersih-bersih dan setelah itu temui kami di lantai bawah, hm?

Baik.” Hyunsuk mengangguk, membiarkan suaminya keluar dari kamar mandi.

Kenakan celana dalam minim yang kita dapatkan kemarin. Yang ada celahnya di sini.” Jihoon mengusap belahan pantat Hyunsuk dengan jarinya. “Jangan lupakan mainan sex yang aku suka juga.

Baiklah suamiku.

. . .

—@xxecwwjj