clovermoon

When I Was Your Man

Jihoon tahu bahwa ia memang seorang pengecut. Ia hanya bisa memperhatikan mantan kekasihnya— Choi Hyunsuk dari jarak jauh dengan kekasih barunya. Hyunsuk terlihat bahagia dengan kekasih barunya.

Menyesal? Sudah pasti. Tapi tidak ada gunanya menyesali semua yang sudah terjadi. Jihoon memang pria bodoh yang bisa-bisanya melepaskan sosok pria manis nan mungil berhati malaikat hanya karena tergoda oleh pria busuk seperti sama dengan dirinya.

Jihoon melihat Hyunsuk bahagia dengan kekasihnya sekarang. Mereka bahagia dengan berpegangan tangan, saling canda tawa, saling melemparkan senyum yang indah, saling mengecup pipi diantara keduanya, juga kekasihnya memberikan sebuket bunga mawar merah yang indah kesukaan Hyunsuk. Ah.. Itu mengingatkan Jihoon pada saat ia dan Hyunsuk masih bersama.

Flashback

“Jihoonie tumben sekali kau mengajakku kemari. Ada apa?” tanya Hyunsuk saat Jihoon mengajaknya ke taman dekat rumah Hyunsuk di sore hari.

“Errr... Hyunsuk aku ingin menyatakan perasaanku padamu,”

Hyunsuk terkejut atas pengakuan Jihoon.

“Apa maksudmu Ji?”

“Ketahuilah Hyunsuk, aku mencintaimu saat kita pertama kalinya bertemu. Kau mau menjadi kekasihku?” ujar Jihoon saat itu sembari memberikan sebuket bunga mawar merah spesial untuk pria mungil yang duduk di sampingnya.

“Aku juga mencintaimu Ji. Aku mau menjadi kekasihmu,” ucap Hyunsuk diiringi dengan senyuman manisnya saat itu.


Mengingat itu Jihoon tertawa pelan. Namun bukannya tertawa melainkan air matanya jatuh begitu saja. Dengan cepat Jihoon menghapusnya, tapi sialannya air mata itu terus mengalir hingga berakhir dengan tangisan pilu.

Jihoon jadi ingat, pernah saat itu Hyunsuk datang kerumahnya larut malam sambil menangis. Ia mengatakan pada Jihoon bahwa ayahnya ketahuan berselingkuh dengan seorang wanita penjual telur asin. Ia juga mengatakan bahwa sang ayah juga sudah mempunyai tiga anak dari wanita itu. Sejak saat itu ayahnya tidak menafkahi ibu dan juga dirinya. Jihoon menenangkan Hyunsuk hanya dengan sebuah pelukan dan kata-kata manis yang terucap keluar dari bibirnya. Ia juga tidak lupa memberi setangkai bunga mawar merah kesukaan Hyunsuk.

Hyunsuk sangat bahagia dengan itu, seperti sekarang. Hanya saja bukan Jihoon yang menjadi sumber kebahagiaannya lagi, melainkan kekasihnya barunya.

Hyunsuk juga sangat terlindungi akan Jihoon saat itu, tapi sekarang bukan Jihoon yang menjadi pelindungnya lagi.

Jihoon sangat senang melihat Hyunsuk tertawa lepas seperti sekarang, tetapi sangat sakit untuk Jihoon saat ia tahu Hyunsuk tertawa bukan karenanya lagi.

Jihoon memantapkan pikiran dan hatinya. Ia berjanji tidak akan melepaskan Hyunsuk lagi sampai kapan pun. Jihoon melihatnya di koridor kampus tempat dimana mereka kuliah. Ia memberanikan diri untuk menghampiri Hyunsuk.

Tap! Tap! Tap!

Derap suara kaki melangkah mendekat dan berdiri tepat di hadapan Hyunsuk. Melihat itu, ia sangat takut akan Jihoon. Matanya berkaca-kaca, nafasnya memburu. “Hyunsuk, sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” tanya Jihoon dengan menatap Hyunsuk sedih.

Mau apa kau sialan! Tidak cukupkah kau menyakitiku?!” Hyunsuk berteriak pelan pada pria di hadapannya itu.

Sakit. Itulah yang Jihoon rasakan saat ini.

Hyunsuk, aku minta maaf. Sungguh aku tidak ada niat sedikit pun untuk menyakitimu seperti ini,” Jihoon dengan nada memohon. Tapi ia juga berpikir kalau Hyunsuk pasti tidak memaafkannya.

Hyunsuk mendengus. “Maaf, tapi aku tidak bisa. Kau pergi saja sana! Tsk.. Membuang waktuku aja,” Hyunsuk memalingkan wajahnya agar tidak melihat wajah pria bermata monolid di hadapannya.

Jihoon menunduk mendengar penuturan Hyunsuk, “Kumohon. Apa tidak ada lagi kesempatan untukku? Aku berjanji tidak akan menyakitimu lagi. Iya, aku sungguh berjanji,” ujar Jihoon dengan nada memohon.

Tapi aku sudah bahagia sekarang. Tidak ada gunanya kau memohon denganku. Jadi tolong, kau jangan pernah mengganggu hidupku lagi. Aku sudah cukup di sakiti oleh ulahmu. Kuharap pria atau siapapun itu setelahku tidak akan kau sakiti seperti kau menyakitiku,” jelas Hyunsuk kemudian langsung melenggang pergi begitu saja.

Disana, tepatnya di ujung koridor, Jihoon mendapati kekasih Hyunsuk yang sedang menunggu Hyunsuk menghampirinya. Ia menatap Jihoon sekilas, lalu menggandeng tangan Hyunsuk erat dan pergi begitu saja.

Jihoon tidak tahu lagi harus melakukan apa. Ia hanya bisa berdiam diri. Matanya menatap lurus ke depan dengan tatapan kosong. Lalu ia menjambak rambutnya hingga sebagian rambutnya tercabut paksa. Tetapi sakit hatinya lebih dominan hingga menutupi rasa sakit yang menjalar di kepalanya.


Kampus Hanyang sedang mengadakan pesta dansa malam untuk merayakan hari ulang tahun cucu pemilik kampus. Mereka— di undang dan di wajibkan untuk membawa pasangan masing-masing. Tapi Park Jihoon— selaku cucu pemilik kampus itu justru tidak membawa pasangannya. Ia hanya datang seorang diri.

Jihoon lagi-lagi melihat dari jauh Hyunsuk sedang berdansa dengan kekasihnya. Mereka saling melempar senyum satu sama lain. Jihoon tahu kekasih Hyunsuk— Kim Junkyu sangat bahagia memiliki kekasih seperti Hyunsuk, ia iri karena Junkyu memiliki pria hampir mendekati sempurna seperti Hyunsuk, juga pasti Junkyu sangat bangga. Rasanya Jihoon ingin merasakan rasa dimana ia dan Hyunsuk masih bersama. Tapi tidak, itu mustahil.

Jihoon berharap Junkyu bisa membuat Hyunsuk terus bahagia seperti apa yang dulu ia lakukan pada Hyunsuk. Menemaninya dan menghibur dirinya, dan juga berkorban apapun untuk Choi Hyunsuk. Jihoon harap mereka berdua selalu bersama sampai ajal yang memisahkan mereka.

Jihoon tidak tahu apa yang akan terjadi pada hidupnya setelah ini. Tapi ia berjanji akan mencari pengganti seperti Hyunsuk, walau ia tahu bahwa Hyunsuk tidak dapat tergantikan oleh siapapun.

Choi Hyunsuk aku mencintaimu selalu,”— ucap Jihoon dalam hati.

. . . -end.

Jam sudah menunjukkan pukul 00.23 dini hari, mereka— kedua belas member Treasure segera pulang ke dorm masing-masing untuk beristirahat dikala keletihan melanda. Syukurlah dorm mereka tidak jauh dari lokasi gedung agensi yang menaungi mereka.

Kim Junkyu menutup kedua matanya, guna untuk pura-pura tertidur karena lagi memikirkan ide sesuatu yang gila belum pernah dicoba sebelumnya. Sungguh tiba-tiba saja ide konyol terlintas di otaknya, mengajak Hyunsuk, Jihoon, dan juga Yoshi bermain Dare or Dare sesampai mereka di dorm nanti. Ia tersenyum dan ide gilanya ini harus terealisasikan malam ini juga. Ya harus. Haha. Junkyu tertawa dalam hati.

Tap! Tap! Junkyu menepuk pelan bahu Yoshi yang berada disamping nya.

“Yoshi...”

Pssstt... Yoshi,” panggil Junkyu dengan nada berbisik.

Yoshi yang sedang memainkan handphone nya menoleh dan membalas ucapan Junkyu dengan berucap tanpa suara. “Ada apa Junkyu?” sahut Yoshi.

“Yoshi sesampai kita di dorm kau jangan masuk dalam kamarmu. Oke? Aku ingin berkumpul sebentar saja dengan Hyung Line,

“Oh, baiklah.”

Junkyu hanya membalas dengan senyuman.

Jihoon yang terakhir keluar dari Mobil Van tiba-tiba saja dikejutkan kehadiran seorang Kim Junkyu. Menghalangi Jihoon dengan membentang kedua tangannya.

“Jihoon!” seru Junkyu dengan diiringi cengiran khasnya. Jihoon tersentak. Ia hampir saja mengumpat dan memukul seseorang di depannya.

“Kim Junkyu, aku kaget. Kau tahu!” celetuk Jihoon sembari menatap Junkyu dengan tatapan kesal. “Mau apa kau? Minggir, aku ingin istirahat,” timpal Jihoon dengan menurunkan kedua tangan Junkyu yang sedang menghalanginya.

“Begitu saja kesal. Kau dipanggil Hyunsuk hyung di dorm kami. Cepat, ada sesuatu yang ingin dibicarakannya,” jawab Junkyu dengan muka nahan tawa.

Oh? Tiba-tiba saja?

Mana aku tahu bodoh,

Bedebah kau sialan!

“Haha, ayo ikut aku.” Junkyu menggenggam tangan Jihoon lalu menariknya pelan menuju dorm yang beranggotakan ketiga rapper, satu vokalis.

Junkyu membuka pintu dormnya dan langsung melihat sesosok Yoshi yang sedang menunggunya. “Lama sekali,” pikir Yoshi.

“Yoshi maaf lama menunggu. Sekarang ayo kita bertiga ke kamar Hyunsuk hyung,” Junkyu menarik tangan Jihoon, juga Yoshi.

“Kenapa harus kalian ikut juga? Kau bilang Hyunsuk hyung ingin bicara padaku saja,”

Junkyu berhenti dan menoleh kebelakang membalas perkataan Jihoon, “Tidak tidak, aku berbohong Ji. Sebelumnya maafkan aku, sejujurnya aku ingin kita berempat berkumpul sebentar. Hanya hyung line saja,

Dahi Jihoon mengkerut dan alisnya naik sebelah sembari menatap Junkyu dengan heran, “Kau? Tidak tahukah ini jam berapa? Ini sudah larut malam Junkyu, kasihan juga Hyunsuk hyung terganggu akan kedatangan kita,

“Tidak akan. Kau tenang saja.”

Junkyu membuka pintu kamar Hyunsuk dan melihat hyung nya sedang duduk di kursi bolanya. Ia melihat Junkyu dan mengatakan, “Junkyu ada apa? Oh ada Jihoon dan Yoshi juga. Kalian masuklah,” Hyunsuk tersenyum ramah kepada adik-adik mereka.

Ketiganya segera manghampiri Hyunsuk. Jihoon yang berada di depan Hyunsuk mengadu kepada yang lebih tua. “Hyung, Kim Junkyu membohongiku. Ia mengatakan padaku ada yang ingin kau bicarakan. Hanya kita berdua saja.

Hyunsuk menoleh ke arah Junkyu dan meminta penjelasan dari pemuda berwajah koala itu. Sedangkan yang di tatap segera menjelaskan kepada kakak tertua sekaligus pemimpin grupnya, “Awalnya aku memang membohonginya tapi aku sudah minta maaf kepadanya, hyung. Aku hanya ingin berkumpul sebentar dengan kalian, khusus hyung line saja. Tidak ada anggota lainnya. Jadi tolong maafkan aku Hyunsuk hyung. Kalau aku tidak berbohong kepada Jihoon, ia tidak sudi berkumpul malam-malam begini—,” jelas Junkyu.

Hyunsuk yang mendengar penuturan Junkyu merasa iba kepada pemuda yang berbahu lebar itu. Ia menghela napas dan megatakan bahwa ia tidak keberatan jika mereka berkumpul sebentar saja. Di kamar Hyunsuk tentunya.

“Jadi? Apa yang ingin kita lakukan, Kyu?” ujar Yoshi yang akhirnya membuka suara.

Junkyu menoleh ke arah Yoshi dan membalas, “Aku ingin kita bermain sebentar. Permainan nya simpel saja. Cukup pakai botol lalu memutarnya. Jika botol berhenti kearah kita, harus menerima tantangan dari salah satu anggota yang bermain,

“Maksudmu Truth or Dare?” sahut Jihoon. Junkyu menggelengkan kepalanya, “Dare or Dare.

Woah... Sepertinya menarik. Ayo kita mulai! Junkyu ambilkan botol kosong di dekat Chili!” Hyunsuk bersemangat dan beranjak dari tempat duduknya lalu beralih duduk di lantai.

Junkyu berbalik dan mendekat ke arah boneka yang bernama Chili. Senyuman Junkyu berubah menjadi seringai. “Ini pasti seru,” ujar Junkyu dalam hati.

“Siapa yang pertama memutar botolnya?” tanya Yoshi sembari menatap ketiga orang yang berada di depan dan di sampingnya.

“Kau saja terus memutar botolnya,” jawab Jihoon.

“Baiklah.”

Botol itu berputar dan berhenti ke arah kolong meja Hyunsuk. Nihil. Tidak tepat sasaran. Yoshi mengulang dan memutarnya lagi. Mengulang dan terus mengulang karena botol yang tidak ada isinya itu tidak berhenti ke salah satu dari mereka.

Jihoon bosan. Hyunsuk berdiam diri. Yoshi masih setia memegang botol kosong itu. Junkyu berteriak kesal dalam hatinya.

“Sial sekali,” Junkyu merengek. Ketiga pemuda itu menoleh ke arah Junkyu dengan tatapan kasihan dan mengejek.

“Kau yang sial. Bosan sekali permainan ini, tidak ada manfaatnya,” ucap Jihoon dengan nada mengejeknya. Junkyu yang melihat itu membalas Jihoon, “Awas saja kalau kau keenakan.

“Sudah... Sekarang putar lagi botolnya. Kalau sekali lagi tidak tepat sasaran, permainan berakhir!” perintah Hyunsuk.

Mereka fokus lagi pada permainan itu. Botol itu berputar lama dan tidak lama kemudian botol itu berhenti tepat pada arah Hyunsuk.

“Hyunsuk hyung kau kena!” Mereka bertiga yang lebih muda berteriak pelan dengan nada mengejek pada Hyunsuk.

Hyunsuk kesal. “Jadi apa tantangan nya?” Ia bertanya kepada ketiga adik-adiknya. Jihoon, Yoshi berpikir keras. Sedangkan Junkyu sudah ada tantangan yang ia siapkan sedari di dalam mobil tadi.

Bagaimana kalau kau membersihkan dorm ini selama sebulan penuh hyung?

Menginaplah di kamarku selama seminggu hyungie,

Junkyu yang mendengar tantangan Jihoon juga Yoshi seketika tertawa dan mengejek kedua pria itu. “Tantangan kalian sungguh tidak ekstrim. Bagaimana kalau tantangan nya dilaksanakan langsung saja?

“Apa itu?”— tanya Yoshi dan menatap Junkyu dengan wajah bingung, juga penasarannya.

Hyunsuk hyung harus membuka seluruh pakaiannya dan terlentang di lantai. Sehabis itu aku akan mengambilkan liquor di kamar Yoshi, dan juga mengambil garam serta jeruk limau di dapur. Setelah itu aku akan menuangkan liquor dan garam di sekitar tubuh Hyunsuk hyung. Jeruk limau nya digigit jangan sampai terjatuh. Kemudian salah satu dari kami menjilat liquor dan garam,” Junkyu menjelaskan tantangan untuk Hyunsuk, dan di balas tidak terima oleh sang penerima tantangan.

Kau gila! Sialan kau Kim Junkyu! Bocah sial keparat kau!” Hyunsuk marah. Ia marah, tantangan itu sangat ekstrim. Ayolah siapa yang mau nerima tantangan itu?

Jihoon yang sedari tadi diam saja merasa kasihan melihat Hyunsuk. “Junkyu tidak adakah tantangan yang lain? Kau tidak lihat Hyunsuk hyung marah,” ujar Jihoon.

Yang ditanya menoleh kepada Jihoon, “Tidak ada. Jika tidak mau menerima tantangan ini, ia harus terima penalti dengan berjalan menyusuri seluruh gedung YG dalam keadaan telanjang. Malunya sampai seumur hidup. Jadi pilih yang mana?” ucap Junkyu dengan menyeringai.

Ketiga pemuda itu tersentak akan penuturan pemuda koala itu. Gila. Ia ternyata sudah merencanakan ini sebelumnya.

Hyunsuk lesu dengan berat hati menerima tantangan itu daripada ia harus menyusuri seluruh gedung dengan keadaan telanjang. Mau taruh dimana muka dan harga dirinya. “Baiklah Junkyu.

Junkyu senang. Rencana nya terealisasikan. Dengan semangat ia keluar kamar Hyunsuk untuk mengambil keperluan tantangan. Tetapi sebelum itu ia berbisik kepada Jihoon, “Aku tahu kau menyukai Hyunsuk hyung, jadi kau saja yang melakukan nanti aksinya Ji.

Beberapa menit kemudian Junkyu kembali ke kamar Hyunsuk. Sebelum itu ia mengecek keaadan Haruto di kamar, ternyata ia sudah tidur.

Woah cepat sekali kau membuka seluruh pakaianmu hyung. Tidak sabaran sekali,” Junkyu tertawa. Yang lebih tua kesal sekali malam ini dengan pemuda berbahu lebar itu.

“Cepat kau sialan! Aku tidak ingin berlama-lama!” ucap Hyunsuk dengan posisi terlentang nya. Jihoon dan Yoshi melihat Hyunsuk telanjang seketika meneguk ludah mereka. Astaga Hyunsuk hyung sangat seksi!

“Jihoon kau yang melakukan aksinya. Aku tidak mau Yoshi yang melakukannya, ia kekasihku. Bisa-bisa ia berpaling dariku,”

Cih! Mulut sampah,” cibir Jihoon.

Junkyu mendekat ke Hyunsuk lalu menuangkan liquor di tubuh Hyunsuk terlebih dahulu, kemudian ia mengambil sejumput garam dan menaburkannya di setiap liquor yang mengalir. Selanjutnya menaruh sepotong jeruk limau diantara gigi yang lebih tua.

“Sekarang mulai Jihoon,” pinta Junkyu. Jihoon yang mendengar Junkyu, berjalan mendekat ke arah Hyunsuk dan mengambangi tubuhnya di sekitar tubuh Hyunsuk.

“Hyung tidak apa? Kau oke kalau aku melakukan begini? Maaf sebelumnya,”— Jihoon ragu. Tetapi ia juga ingin akan Hyunsuk.

“Tidak apa Ji, sekarang lakukan lah.”

Hyunsuk menelan ludah dengan berat. Jantungnya berdetak kencang meskipun dalam hati ia berteriak agar Jihoon cepat menyelesaikan aksinya.

Jihoon membungkuk di atas perut Hyunsuk. Napasnya terhembus hangat di kulit orang yang disukainya, membuat pangkal paha Hyunsuk bereaksi. Penisnya sudah setengah tegang.

1!2!3!” seru Yoshi. Jihoon memajukan bibirnya , menyentuh kulit Hyunsuk, menghisap cairan di pusar Hyunsuk dengan perlahan. Rasanya sangat geli, membuat tubuh Hyunsuk sedikit melengkung ke atas.

“Ingat jangan sampai jeruk limau nya jatuh atau kau akan kalah hyung!” seru Junkyu sembari memotret Hyunsuk untuk kenang-kenangan.

Kedua mata Hyunsuk terpejam mendengar suara decapan bibir Jihoon, menikmati lidah Jihoon yang bergerak secara zig zag di setiap perut Hyunsuk. Menjilati dan terus menghisap. Hyunsuk menahan diri untuk tidak mengerang. Astaga, Hyunsuk tidak tahu akan senikmat ini!

Lidah Jihoon dengan mahir berjalan secara efektif di tubuh Hyunsuk. Tangan Hyunsuk ingin bergerak ke rambut Jihoon guna untuk menjambaknya tapi dengan gerakan cepat Jihoon mengambilnya dan menahan di kedua sisi Hyunsuk. Bibir Jihoon sampai di antara kedua puting Hyunsuk. Sialan milik Hyunsuk semakin tegang! Tubuhnya merasa panas, Hyunsuk sudah tidak mampu menahannya lagi. Hyunsuk tahu jika Yoshi dan Junkyu berteriak menyemangati Jihoon akan aksinya. Ia juga tahu, ia di potret oleh Junkyu. Tetapi bukan itu sekarang di pikirannya. Pikirannya hanya fokus pada bibir Jihoon di sepanjang perut dan kedua puting Hyunsuk.

Lidah Jihoon meluncur sampai ke kepala penis Hyunsuk. Menjilatnya sebentar lalu menghisap nya kuat untuk membersihkan liquor dan precum yang berada di kepala penis Hyunsuk. Jihoon menghisap sekali lagi sisa liquor dan sperma Hyunsuk yang sudah mencapai pelepasannya. Mulutnya bergerak, mengulum benda berurat itu, naik ke atas dan ke bawah. Maju dan mundur. Setelah itu ia mengambil jeruk limau di bibir Hyunsuk dan menggigitnya cepat dan membuangnya. Lalu Jihoon mencium bibir Hyunsuk dan memasukkan sisa sperma ke dalam mulut Hyunsuk.

Hyunsuk membuka mata, tidak sadar ia telah melakukan pelepasan dan menahan napasnya cukup lama.

Tantangan permainan telah usai.

Gila! Sangat gila! Aku ingin lagi! Kalau perlu aku ingin bercinta saja dengan Jihoon!” — seru Hyunsuk dalam hati.

Prok prok prok!

Sepasang kekasih itu tepuk tangan dengan heboh karena permainan tantangan ini sangat keren. “Woah... Kalian berdua hebat! Hyunsuk hyung dan juga Jihoon terima kasih sudah mengikuti permainanku ini!” ucap Junkyu dengan nada semangat.

“Ini sudah aku potret. Jangan di hapus hyung, itu kenang-kenangan kegilaan kita bertiga hahaha.” timpal Junkyu lagi. Hyunsuk hanya menganggukkan kepalanya lemah.

Hyunsuk sepertinya harus berterima kasih kepada Junkyu. Meskipun ide nya gila tetapi ia mendapatkan keuntungan. Jihoon juga pastinya.

xxecwwjj

Choi Hyunsuk memakai sweater hitamnya sambil berjalan ke depan cermin samping kiri tempat tidurnya dan meneliti penampilannya dari atas ke bawah. Ia lalu menata rambutnya yang baru saja kering dan memakai gel agar rambutnya tidak berantakan. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya.

“Ya, silahkan masuk!” Hyunsuk berteriak dengan kesal. Ia mengalami hari yang menjengkelkan. Mendapat masalah dari profesor kampusnya karena ia hanya menyelesaikan 2/5 essay. Dan lebih membuatnya kesal, mantan kekasihnya sangat menyebalkan dan memulai omong kosong ingin mereka menjadi sepasang kekasih kembali. Hyunsuk berbalik dan menghadap pintu kamarnya.

Jihoon menjulurkan kepalanya ke dalam kamar kekasihnya. Hyunsuk mendongak dan tersenyum melihatnya. Jihoon juga tersenyum, lalu masuk dan menutup pintu. Kedua mata Hyunsuk menelusuri tubuh berotot kekasihnya. Ya Tuhan! Park Jihoon terlihat sangat seksi! Jihoon mengenakan celana jeans pendek, kaus berlengan pendek hitam dan memakai sepatu Converse kebanggaannya.

“Jihoonie...” ujar Hyunsuk dengan nada serak sementara senyumnya berubah menjadi seringai. Ia menatap Hyunsuk dan berjalan ke arah sang kekasih. Jihoon memeluk pinggang Hyunsuk erat-erat, kemudian menatap Hyunsuk dan tersenyum hingga kedua matanya menghilang. Hyunsuk tersipu dan mengalihkan pandangannya kemanapun kecuali Jihoon-Nya.

“Sayang,” Ia mendekat lalu berbisik ke telinga Hyunsuk kemudian menatap lekat kekasihnya. Matanya yang berwarna coklat, pipi yang berisi, dan bibir pink yang penuh. Sungguh indah ciptaan Tuhan, pikir Jihoon.

Kemudian hal berikutnya Jihoon segera mencium bibir pink Hyunsuk lalu dibalas oleh Hyunsuk. Tangan Jihoon berpindah dari pinggang ke pipi kiri Hyunsuk dan membelai dengan lembut, selanjutnya beralih ke belakang leher Hyunsuk.

Jihoon menekan bibirnya lebih keras ke bibir Hyunsuk dan ia merasakan lidah Jihoon meluncur di atas bibir Hyunsuk perlahan. Hyunsuk mengerang pelan dan mengizinkan lidah Jihoon untuk masuk. Ia dengan segera cepat memasukkan lidahnya ke dalam mulut Hyunsuk dan melilit serta menyedot lidah Hyunsuk layaknya Vacuum Cleaner.

Jihoon dengan ringan mendorong Hyunsuk ke belakang sampai bagian belakang lututnya menyentuh tempat tidur menyebabkan Hyunsuk jatuh terlentang dan sedikit terpental. Jihoon kemudian naik ke atas Hyunsuk dan menatapnya dengan tatapan lapar.

Jihoon menyamankan dirinya di antara kedua kaki Hyunsuk dengan tangan di kedua sisi kepala kekasihnya. Ia kemudian menukik ke bawah dan mencium Hyunsuk sedikit lebih kasar tetapi dengan penuh gairah saat bermain di mulutnya. Jihoon menyerang dan Hyunsuk mengerang karena ia sudah setengah keras mendapatkan kenikmatan.

Kemudian Jihoon menarik kepalanya ke bawah dan meletakkan bibirnya pada leher Hyunsuk dan mulai menghisapnya perlahan. Hyunsuk mengerang ketika Jihoon menemukan sweet spot tepat di bawah daun telinga Hyunsuk dan menghisapnya lalu memberikan kecupan-kecupan kecil.

Hyunsuk memindahkan tangannya dari belakang kepala ke punggung Jihoon hingga ia mencapai bagian bawah baju Jihoon. Perlahan-lahan menarik baju Jihoon ke atas sampai lepas hingga Jihoon bertelanjang dada.

Jihoon turun arah bawah untuk menghisap tulang selangka Hyunsuk, menyebabkan kekasihnya memejamkan mata karena senang akan kenikmatan yang terus ia dapatkan.

Hyunsuk membiarkan ujung jari tangannya menyusuri punggung Jihoon, merasakan kabel otot yang bergerak naik dan turun saat Jihoon sibuk menikmati setiap bagian Hyunsuk.

Hyunsuk senang ketika Jihoon kegelian karena ujung jarinya dan membuat Hyunsuk lebih bersemangat lagi dan lagi. Hyunsuk menggerakkan kepalanya ke samping sehingga ia memiliki akses ke sisi kepala Jihoon dan mulai menggigit dan menghisap daun telinga Jihoon dengan menggoda.

Jihoon memindahkan tangannya ke pinggang Hyunsuk dan menarik sweater hitam itu hingga terlepas. Ia bergerak ke bawah tubuh Hyunsuk dan mencium basah di dada, menghisap dan menjilat tubuh rata milik Hyunsuk.

Ahh...” Hyunsuk mendesah dengan keras dan merinding saat lidah Jihoon terus meluncur di perutnya, sampai ke leher dan sampai ke telinganya. Ia menyeringai dan menurunkan tangannya ke ikat pinggang celana pendek milik Jihoon dan menariknya ke bawah. Jihoon membantu melepaskan celana pendeknya dan melemparkan celana itu ke sembarang tempat. Juga menarik paksa celana Hyunsuk dalam satu gerakan cepat. Jihoon berpindah kembali dan mencium, menggigit Hyunsuk dengan penuh gairah, membuat kepala Hyunsuk pusing luar biasa.

Hyunsuk membiarkan ujung jarinya menyusuri perut Jihoon perlahan sampai mencapai v-line nya dan mengusap dengan seduktif. Ia mengerang.

Jihoon membalas mulai menggigit Hyunsuk lagi dan sepasang kekasih itu saling mengerang. Mencium satu sama lain lebih kasar sementara kedua lidah itu berjuang untuk mendominasi.

Hyunsuk kemudian menurunkan tangan kanannya sedikit dan menangkup benda di balik celana dalam milik Jihoon. Hyunsuk menggerakkan jarinya maju mundur, menyebabkan Jihoon menggigit bibir Hyunsuk dengan kasar, sehingga darah sedikit keluar dari sang pemilik bibir itu.

Tangan kanan Hyunsuk bergerak dan mulai memijat perlahan milik Jihoon. Ia merinding karena akan tangan Hyunsuk berada tepat di benda berurat milik Jihoon, walaupun masih terbungkus celana dalamnya.

Kemudian Hyunsuk meletakkan tangannya dada Jihoon dan mendorongnya perlahan. Lalu Hyunsuk berpindah ke paha Jihoon dan mendudukinya. Ia menarik celana dalam Jihoon sedikit, tidak lupa memegang benda berurat tak bertulang itu dan menariknya keluar. Hyunsuk memasukkan kepala penis Jihoon ke dalam mulutnya.

Fuck!” Jihoon mengerang kasar. Napasnya menjadi sangat berat saat Hyunsuk mulai memutar lidahnya di sekeliling kepala penis Jihoon.

Hyunsuk mulai menganggukkan kepalanya ke atas dan ke bawah disaat erangan Jihoon semakin keras. Hyunsuk membiarkan lidahnya meluncur ke bawah dan menghisapnya layaknya lolipop. Jihoon menggerakkan pinggulnya dan mendorong penisnya lebih dalam ke mulut Hyunsuk. Menyebabkan pemilik mulut itu tersedak tetapi ia tidak bergerak untuk mundur. Hyunsuk merilekskan tenggorokannya dan menahannya.

Rambut hitam Hyunsuk ditarik oleh Jihoon. Bibirnya dengan cepat menangkup bibir Hyunsuk dalam ciuman lambat sebelum Jihoon membalikkan tubuh dan menendang sisa pakaian mereka.

Hyunsuk menarik kepalanya sedikit ke atas lalu kesamping kepala Jihoon dan mencium lehernya. Ia mengerang ketika Hyunsuk menemukan sweet spot nya. Hyunsuk membuka mata, yang tidak ia sadari matanya terpejam. Ia melihat mata cokelat Jihoon yang juga sedang menatap wajah Hyunsuk.

Hyunsuk tersipu dan mencubit pelan perutnya Jihoon. Kemudian Jihoon memindahkan tangannya ke laci samping tempat tidur dan meraih pelumas. Setelah itu Jihoon menaburkan di penisnya dan jari-jarinya, lalu ia mendorong jarinya sedikit. Hyunsuk menutup mata dan menunduk. Rasanya sangat enak.

“J-Jihoon!” Hyunsuk mengerang dengan keras. Ia semakin memejamkan mata ketika Jihoon menambahkan satu jari lagi dan bergerak maju mundur. Terus menerus.

Tiba-tiba ia berhenti dan menempatkan dirinya di depan lubang Hyunsuk yang siap untuk dimasuki. Jihoon menatap kekasihnya seolah pria kecil di hadapannya sangat berharga baginya. Mau tidak mau Hyunsuk melingkarkan lengannya pada leher Jihoon dan menariknya ke bawah untuk mencium Hyunsuk.

Hyunsuk tersentak dan gemetaran pada saat yang sama ketika Jihoon mendorong sedikit penisnya ke lubang kecil milik Hyunsuk. Ia dengan cepat menurunkan tangannya ke punggung Jihoon lalu memeluknya. Kemudian Jihoon mendorong lebih dalam lagi. Hyunsuk menarik pantatnya, juga memaksa untuk mendorong penis Jihoon sepenuhnya ke dalam diri Hyunsuk. Ia mengerang keras dan menggigit bibirnya karena kenikmatan yang berikan Jihoon untuknya.

“A-aku benci jika kau mengigit bibirmu. Kau terlihat seperti menggodaku,” ucap Jihoon sambil terengah-engah dan mulai mendorongnya lebih cepat lagi.

“Ah! Aku tidak,” jawab Hyunsuk. Tangannya sekarang ada di sekujur tubuh Jihoon lalu beralih memeras pundak Jihoon. Ia merasakan otot-otot Jihoon. Hyunsuk menyukainya.

Jihoon terus mendorong penisnya ke dalam lubang Hyunsuk sembari mengocok dengan tempo cepat dan lambat pada milik Hyunsuk.

Asshh.. Jihoon...” Hyunsuk mengerang dan tersentak. Ia menatap kekasihnya dengan lekat. Jihoon sangat seksi dan menawan sehingga Hyunsuk bahkan tidak percaya sampai saat ini mengapa Jihoon mau menjadi kekasihnya. Hyunsuk suka cara Jihoon menatapnya. Hyunsuk suka cara Jihoon membelai pipinya. Hyunsuk menyukai cara Jihoon mencintainya.

You feel so good,” ujar Jihoon. Hyunsuk menatapnya dan ia tahu Jihoon akan mencapai akhir, begitu juga Hyunsuk.

Hyunsuk mulai gemetar dan mengeluarkan erangan yang begitu keras sehingga Jihoon harus menutup mulut Hyunsuk dengan tangannya. Ia tersipu, merasa malu karena terlalu nikmat.

Hyunsuk menyerah dan pelepasannya datang tiba-tiba. Punggungnya melengkung ke atas dan ia terengah-engah.

Jihoon menyerang leher Hyunsuk saat menuju pelepasannya. Cairan spermanya pada lubang Hyunsuk, dan juga sebagian keluar karena merasa penuh di dalam lubang kecil itu. Bibir Hyunsuk mengeluarkan erangan kecil saat napasnya mengenai lehernya.

Jihoon jatuh ke tubuh Hyunsuk dengan lengannya melingkari pinggang kekasihnya. Begitu napas mereka kembali normal, Jihoon bergerak berbaring di samping Hyunsuk dan meletakkan kepala Hyunsuk ke dadanya dengan lengannya memeluk Hyunsuk erat.

Hyunsuk menatap Jihoon dan tersipu ketika ia menyadari Jihoon sudah menatapnya juga.

“Aku mencintaimu,” bisik Hyunsuk saat ia mendongakkan kepalanya untuk memberikan kecupan ringan.

“Aku juga mencintaimu.” jawab Jihoon sambil berbisik juga. Hyunsuk meletakkan kembali kepalanya di atas bantal dan ia merasakan Jihoon mencium dadanya sebelum berguling.

Jihoon pindah jadi berbaring miring dan menarik Hyunsuk sehingga punggung yang lebih kecil menempel di dada Jihoon.

“Kapan jam kelasmu berikutnya?” Jihoon bertanya setelah beberapa menit.

“Jam dua,” ucap Hyunsuk lelah. Jihoon menatapnya dengan seringai. Ya Tuhan, Jihoon sangat seksi!

“Ronde dua terdengar sangat asik,” Jihoon mengatakan dengan lantang.

“Gila! Sialan kau Park Jihoon!”

Saat ini dorm Treasure hanya dihuni sendiri oleh sang leader, Choi Hyunsuk. Sedangkan keenam member Treasure lainnya sedang berada di luar dorm hanya sekedar untuk berjalan-jalan saja.

Hyunsuk berbaring di kamarnya dalam keadaan kacau. Kepalanya sungguh sakit luar biasa, tubuhnya tidak bertenaga, matanya panas dan sedikit berair. Di meja dekat kasurnya, tergeletak semangkuk bubur dan air hangat yang dibelikan oleh sang Manajer. Sebenarnya tidak terlalu enak dan kurang pas dilidahnya, tapi lumayan mengisi perutnya yang kosong. Setelah makan, ia langsung melangkah ke kamar mandi dan berendam air panas di bathtub.

Hyunsuk baru saja terserang demam. Ia sudah tidak enak badan sepulang dari gedung YG Entertainment. Ia memaksakan diri dengan tetap berpikiran positif, beraktivitas bareng member Treasure, mengurus segala keperluan membernya, berlatih keras, pergi berolahraga, memikirkan ini dan itu.

Setelah dari kegiatannya, Hyunsuk sungguh kacau. Ia tidak sanggup menikmati malam bersama member lainnya. Ia bertekad akan menggunakan sisa waktunya untuk beristirahat total, karena keesokkan harinya mereka masih ada jadwal promosi terakhir di Inkigayo.

Seperti malam ini, selain sang Manajer membelikannya bubur, ia juga dibelikan obat pereda sakit. Saat ini Hyunsuk sangat bersyukur dorm dalam keadaan sunyi.

Ia pernah sakit ketika di dorm lagi dalam keadaan kacau, penuh dengan teriakan sang ketiga member termuda Treasure. Bukannya membantu, malah semakin bikin sakit. Hal itu membuat Hyunsuk menjadi tidak mau terganggu ketika lagi sakit.

Keenam member tadi sempat mendatangi kamarnya untuk menanyakan keadaannya. Setelah itu mereka meminta izin pada Hyunsuk untuk keluar jalan-jalan.

“Cepat sembuh Hyunsuk hyung, semangat! Kami menyayangimu,” Junkyu menggenggam tangan Hyunsuk yang duduk bersandar di kasur dengan setengah badan ditutupi selimut.

Hyunsuk tersenyum lemah. “Ya, terima kasih. Sudah kalian pergi saja. Selamat bersenang-senang adik-adikku.”

Mereka berenam kemudian bergantian memeluk Hyunsuk, setelah itu mereka keluar dari kamar. Sepeninggal mereka, Hyunsuk meraih mangkuk buburnya dan memakannya sembari menonton Youtube di Televisi. Selesai makan, Hyunsuk menelan obatnya lalu mencoba untuk tidur.

Baru beberapa menit ia memejamkan mata, Hyunsuk merasa pintu kamarnya berbunyi tanda kamar terbuka. Kemudian terdengar suara kaki melangkah masuk dan mendekatinya. Hyunsuk merasakan sebuah telapak tangan menyentuh keningnya dan mengelusnya dengan lembut.

Hyunsuk kini tidak yakin apakah ia sekarang bermimpi atau tidak. Ia begitu malas hanya sekedar untuk membuka matanya yang begitu berat. Kedua matanya mengerjap-ngerjap, menampakkan bola matanya yang putih karena bagian hitamnya tidak bisa turun ke posisi normal. Kepalanya menggeleng ke kanan.

Ssshhtt...” Terdengar suara yang mencoba menenangkannya dengan diiringi usapan lembut di pipinya.

Hyunsuk pun kembali melanjutkan tidur. Di dalam tidurnya, ia memimpikan keluarganya, dan juga Jihoon. Ia tidak bisa mengelak, bahwa jadwal Treasure yang padat ini membuatnya kesepian. Ia merasa jauh dari orang-orang tersayangnya. Itu sangat menyiksa. Meskipun begitu, Hyunsuk sedikit merasa bersyukur tidak menjalaninya seorang diri karena masih ada keenam member Treasure lainnya. Mereka bertujuh saling menguatkan satu sama lain di kala keletihan dan kebosanan menyerang mereka. Sedihnya ini, rasa sepi tidak dapat ia ungkapkan kepada member lain. Karena ia adalah leader. Ia tidak sanggup untuk terlalu banyak mengeluh.

Bulir-bulir air jatuh dari sudut mata Hyunsuk. Ia terisak pelan dalam tidurnya karena kini teringat Jihoon. Rindu Jihoon. Rindunya pada Jihoon jauh lebih besar. Mereka hanya sempat sesekali betukar pesan saja. Jika Hyunsuk ingin menghubungi kekasihnya lewat panggilan video, Jihoon tidak bisa. Begitupun sebaliknya. Jadwal grup mereka yang berbeda turut menjadi kendala.

Hyunsuk ingin jadwal ini segera berakhir. Ia ingin menghabiskan waktu bersama kekasih tersayangnya. Contohnya seperti sekarang, Hyunsuk ingin merasa dipeluk hangat oleh Park Jihoon.

“Hyunsuk hyung..” Samar-samar Hyunsuk mendengar suara Jihoon menyebut namanya. Ia semakin terisak. Bahunya sampai terguncang. Sungguh ia merindukan Jihoon-Nya.

Hyung,” Suara Jihoon kini semakin terdengar jelas. Bahkan Hyunsuk merasa ada seseorang yang duduk di sebelahnya. Ia juga merasakan pipinya di elus dengan sangat lembut.

Hyunsuk membuka matanya perlahan. Begitu cahaya lampu menerpa kedua matanya, Hyunsuk terbelalak sebentar lalu mengerjap-ngerjap perlahan.

Seorang di hadapannya semula masih terlihat kabur. Begitu ia mengerjapkan untuk ke sekian kalinya, baru semuanya terlihat lebih jelas. Di hadapannya sekarang adalah Park Jihoon yang sedang tersenyum kepadanya. Jihoon yang dirindukannya, Jihoon yang ingin dipeluknya kini dihadapan Hyunsuk. Hyunsuk langsung menangis dan bangkit menubruk Jihoon memeluknya dengat erat.

“Jihoonie...”

“Jihoonie rindu...”

“Ingin dipeluk Jihoon selalu...” Hanya itu yang terucap dari mulut Hyunsuk, namun itu sudah cukup mewakili kerinduannya yang meluap-luap terhadap Jihoon.

Hyunsuk kira ini hanya sekedar mimpi. Tetapi begitu Jihoon membalas pelukannya bahkan suara tawanya yang khas itu mulai menyapa telinganya, Hyunsuk kini yakin ini semua adalah nyata.

Jihoon yang cemas karena kekasihnya tidak bisa dihubungi sedari kemarin, menanyakan keadaannya melalui Manajer Treasure. Begitu ia tahu Hyunsuk terserang demam, Jihoon segera pergi menuju dorm Treasure dekat gedung YG Entertainment. Lagipula, Jihoon tidak ada kesibukan lain setelah aktivitas Magnum berakhir.

Dan kini Jihoon berada di kamar Hyunsuk. Memeluk erat kekasihnya itu.

Tidak apa, aku disini. Semuanya baik-baik saja.

E.

“Hyung kau sudah mendengar Junkyu mati?” tanya Jihoon sembari menyeruput kopinya.

Hyunsuk yang mendengar penuturan dari Jihoon pun bertanya-tanya, “Bagaimana bisa? Kapan dia matinya? Kok aku tidak tahu ya,” ujar Hyunsuk sembari menatap Jihoon dengan tatapan bertanya-tanya.

“Seminggu yang lalu aku melihat ia jalan dengan pria pendek di dekat komplek rumahku. Ketika aku mau mendatangi Junkyu, ia tidak sengaja tertabrak mobil sehingga tubuhnya terpental lima meter dan ia mengalami pendarahan yang cukup banyak, juga patah tulang.”

“Wah.. Lalu ia mati?! Sungguh kematian yang tragis,”

“Tidak hyung, Junkyu masih selamat, ia belum mati,” ujar Jihoon.

“Bagaimana bisa? Junkyu sudah mengalami banyak pendarahan, lalu patah tulang, masa ia tidak mati?!”

“Ia sudah membaik dan diperbolehkan dokter pulang kerumah. Aku hendak menjenguk kerumahnya, kemudian aku melihat ia dikamarnya ingin berdiri dengan bantuan lemari besar. Namun tiba-tiba, brak! Lemari itu jatuh dan menimpa tubuhnya,”

“Kasihan sekali.. Kematian yang menakutkan,”

“Hyunsuk hyung! Kau tahu? Ia belum juga mati. Walaupun sudah tertabrak, tertimpa lemari pula ia masih hidup! Setelah itu aku melihat ia bangun meskipun bersusah payah karena tindihan lemarinya. Sesudah ia bangun, tidak lama kemudian tangan nya tertancap pisau sehingga pisau itu menembus tangan kanannya.”

“Astaga.. Sungguh kematian yang mengerikan,”

“Tidak. Junkyu masih selamat. Jadi ia terkapar tidak berdaya di lantai kamarnya, di samping kamar mandi. Entah kekuatan darimana ia mencabut pisau itu dari tangannya, kemudian ia berusaha bangkit sambil berpegangan pada meja samping tempat tidurnya. Tapi sialnya ia malah terkena lampu kamar dari meja itu, dan ia tersengat listrik. Mengakibatkan tubuhnya menjadi kejang-kejang.”

“Astaga pasti sial sekali kematian nya!”

“Haha. Junkyu masih selamat. Bahkan setelah semua terjadi kepadanya, ia masih selamat. Ia terkulai lemas sekali di lantai, tubuhnya masih gemetar, kemudian ia berusaha bangkit lagi. Ketika ia mau bangkit, kepalanya menghantam sudut meja samping tempat tidurnya, dan duk! ia jatuh kembali,”

“Aish.. Jangan bilang Junkyu masih belum mati kejadian itu,” ujar Hyunsuk dengan wajah terheran-heran. Ternyata malaikat berpihak kepadanya. Pikirnya.

“Kau benar hyung.. Ia masih hidup,”

“Lalu Junkyu mati karena apa?”

“Karena kutembak.”

“Apa? Ji kenapa kau menembaknya?”

“Karena Junkyu berselingkuh denganmu,”

“Kau dan aku sepasang kekasih, dan kau berselingkuh dengannya. Jadi lebih baik kubiarkan saja ia menderita lebih dulu lalu kutembak.”

Jihoon...

Apa kabar?

Sudah 2 tahun lamanya kita tidak pernah bertemu. Kau berada di Jepang sedangkan aku berada di Korea. Jarak dan waktu serta mereka yang membuat kita berpisah. Tapi tidak apa, aku baik-baik saja.

Jihoon...

Kau tahu?

Aku sangat merindukanmu.

Rindu senyumanmu, Rindu tawamu, Rindu dengan sikap kau yang terus menjahiliku agar perhatianku terus untukmu, Rindu ketika kau selalu memperhatikanku sampai kau tidak memperhatikan dirimu sendiri,

Rindu kau mengatakan,

“Hyung apa kau tahu? kau sangat tampan, sangat manis, dan sangat lucu saat bersamaan,”

“Kenapa kau selalu menggemaskan sih?! Jika kau diibaratkan makanan, aku sudah memakanmu hyung,”

“Hyung, aku setiap hari selalu bertanya kepada Tuhan, kenapa di dunia ini tercipta mahluk yang sangat indah sepertimu?”

“Aku mencintaimu, aku menyayangimu,”

“Park Jihoon hanya untuk Choi Hyunsuk seorang,”

“Kau seperti anak kecil yang merengek meminta ice cream ketika sedang merengut.”

Ah.. apa kau juga merindukanku, Ji?

Pasti tidak ya. Haha. Aku sudah menduganya.

Walaupun tertampar akan kenyataan bahwa kita saudara sekandung, tidak membuatku berhenti mencintaimu. Tidak membuatku berpaling darimu.

Aku berharap kau selalu baik-baik saja, Ji. Terima kasih jika kau membaca surat aku ini.

Oh iya, salam buat kekasihmu ya, Jihoon. Aku titip tanyain untuk Yoshi, kalian kapan putusnya?

Aku nungguin.

Love,

Hyunsuk.

—Wednesday, 03 February 2021—

Jihoon keluar dari gedung perusahaannya dengan wajah yang kusut. Ia menangis. Sungguh, kenapa rasanya sangat menyakitkan? Dadanya terasa sangat sesak. Lucu pikirnya. Ia melangkahkan kakinya menuju parkiran tersendiri khusus direktur, kemudian menjalankan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata.

Sementara itu, Hyunsuk diadang oleh dua pria dengan wajah yang sangat sulit diartikan. “Kalian kenapa?” tanya Hyunsuk bingung.

“Kau serius menolak pernyataan cinta Jihoon? Bukankah kau juga menyukainya?” tanya Yoshi memastikan kalau ia tidak salah dengar. Mereka— Yoshi dan Junkyu tadi melihat dan mendengar Jihoon menyatakan cintanya kepada Hyunsuk di lantai dua dekat cafetaria.

Hyunsuk yang mendengar itu mengangkat sebelah alisnya, “Memangnya kenapa? Aku memang menyukainya tapi bukan berarti aku harus menjadi kekasihnya,” ucap Hyunsuk masih dengan wajah kebingungan.

“Kau serius? Tidak tahukah kau kutukan untuk seorang Park Jihoon? Astaga!” tanya Junkyu heran. Bukankah kutukan seorang Park Jihoon iru sudah terkenal di perusahaannya. Bahkan petugas parkir pun tahu. Tetapi mengapa Hyunsuk tidak mengetahuinya sedikit pun? Luar biasa pikir Junkyu.

“Kutukan? Kutukan apa? Kau jangan membual,”

“Astaga Choi Hyunsuk bodoh!” Yoshi yang mendengar itu sangat geram. Rasanya Yoshi ingin menenggelamkan Hyunsuk ke Sungai Han.

“Aku serius. Kutukan apa?”

Kenapa Yoshi dan Junkyu seperti ini padanya. Ia saja tidak tahu sedikitpun mengenai kutukan seorang Park Jihoon.

“Kau selama ini kemana saja Choi? Kau tahu setiap yang menolak seorang Park Jihoon akan terkena akibat,” ujar Yoshi.

“Dan kau tahu apa akibatnya? Kau tidak akan punya kekasih dan menjadi perjaka tua,”

“H-hah? A-pa?”

-E.

Sore itu hujan deras mengguyur daerah Nam-gu kota Busan. Sayang sekali ramalan cuaca tidak sesuai dengan prakiraan, karena menurut ramalan cuaca pada sore hari itu tidak akan ada datangnya hujan deras. Seorang pria membetulkan jas hujannya, salah satu tangannya memegang payung yang ia gunakan untuk melindungi tubuhnya dari hujan yang semakin sangat deras. Ia baru saja keluar dari Kedai kopi dimana ia bekerja. Ia adalah seorang barista sudah lebih dari 2 tahun lamanya bekerja di Kedai kopi milik seorang pria Jepang.

Tap!

Hampir saja ia mengumpat, dan menoleh ke arah seseorang yang menepuk bahunya dengan lumayan sangat keras. Sebuah senyuman dan tawa yang pecah di wajah sang pelaku. Sungguh menyebalkan. Tetapi ia tidak mau berdebat dengan sang pelaku yang ketampanannya menyaingi seorang pangeran. Senyumnya, wajahnya, tawanya, bahkan siapa pun yang melihat bisa dengan mudah terjebak akan pesona nya. Kecuali pria itu, Park Jihoon.

Kau ada acara malam ini?” tanya pria yang menepuk bahunya itu. Jihoon menggeleng.

Ah, tidak tuan. Hari ini aku akan hanya istirahat saja di rumah,” jawabnya. Senyum pria itu berubah jadi datar dan dengan wajah yang mengerikan. Ia menggenggam tangan Jihoon dengan sangat erat.

Sudah aku bilang tidak perlu memanggilku tuan. Panggil aku Yoshi,

Baiklah Yoshi.

Kau yakin tidak ada seseorang yang akan kau temui?” tanyanya dengan tatapan mata tajam yang dingin. Mengerikan.

Jihoon bergidik, keringat dingin membasahi lehernya. Jantungnya berdetak sangat kencang, bahkan tubuhnya ikut gemetar sangkin takutnya melihat Yoshi.

A-apa maksudmu?” tanya Jihoon pada Yoshi yang merupakan putra pemilik Kedai kopi tersebut.

Haha. Tidak.” Yoshi tersenyum, kemudian menarik tangan Jihoon agar mengikuti langkahnya. Mereka berhenti di ujung gang kecil yang tidak jauh dari Kedai kopi dan berdiri di depan apartemen tua.

Aku punya sesuatu untukmu, Ji.” ucap Yoshi sembari melihat dan menepuk-nepukkan tangannya pada sebuah tong sampah yang terbilang cukup besar.

Apa itu?” Jihoon bertanya-tanya. Dengan ketakutan ia membuka tong sampah itu dengan sangat hati-hati.

Prang!

Jihoon menjatuhkan penutup tong sampah itu karena terkejut dan melihat apa yang ada di dalam sana.

Hihi bagaimana? Kau suka sayang?” Yoshi terkekeh tidak jelas. Matanya berbinar melihat hasil karyanya yang berada di dalam tong sampah. Sedangkan Jihoon, ia sangat syok dan hampir saja terkena serangan jantung. Bahkan ia tidak mampu menatap kembali tong sampah itu.

Yoshi a-apa yang kau lakukan?”tanya Jihoon, meskipun ia tahu dan sangat khawatir hal yang sama bakal terulang kembali.

Yang aku lakukan? Tentu saja aku sedikit bermain dengan pria itu tetapi ia lemah. Kau tahu, aku mencongkel mata kiri nya saja ia sudah pingsan. Karena aku tidak mau bermain setengah-setengah, langsung saja aku ikut memotong seluruh bagian tubuhnya. Wah.. ini sangatlah menyenangkan.

K-kenapa kau melakukan itu?

Kau berbohong padaku! Kau mengatakan tidak ada yang mendekatimu! Dan inilah imbalan atas kebohonganmu sendiri sialan!

Demi Tuhan, Jihoon gemetaran. Ia mencoba untuk tetap tenang tetapi bola matanya seolah tidak ingin lepas dari tong sampah besar tersebut. Ia meliriknya sekali lagi. Uh! Jihoon sungguh mual. Jihoon bahkan tidak sanggup lagi.

Pria yang akan ia temui sepulang kerja itu benar-benar bernasib mengenaskan. Bercak darah terlihat jelas disekitar tempat itu. Tempat yang sering digunakan putra pemilik Kedai kopi untuk mengeksekusi seseorang yang beraninya mendekati seorang Park Jihoon. Lagi-lagi Kanemoto Yoshinori berulah. Lagi-lagi Jihoon tidak bisa mberbuat apa-apa. Bahkan untuk kabur pun tidak mampu. Kemanapun ia kabur, tetap ditemukan keberadaan nya.

Indah sekali... meski hanya tinggal kepala dan mata kiri nya saja.” gumam Yoshi sembari memandangi kepala dan memegang mata kiri pria yang bernama Kim Junkyu itu.

Yoshi melangkah mendekati Park Jihoon. Sebelah tangannya mengusap pipi pria berotot itu. “Ji sudah kubilang jangan berbohong lagi padaku!” pintanya. Jihoon yang berada di depan Yoshi hanya mengangguk kaku.

Sebenarnya mereka tidak benar-benar sepasang kekasih. Tetapi Yoshi begitu mencintai seorang Park Jihoon. Meskipun pada awalnya Jihoon juga mencintai Yoshi, namun karena ketidaksetujuan ayah Yoshi yang membuat Jihoon mundur perlahan.

Yoshi menepuk-nepuk Jihoon. “Sekarang pulang dan beristirahatlah sayang! Selamat malam!” pinta Yoshi sembari mengecup kedua pipi dan bibir Jihoon. Sedangkan Jihoon hanya dapat menurut. Ia mengambil kembali payungnya dan berjalan meninggalkan tempat itu.


Kejadian itu sudah dua bulan berlalu. Namun, Jihoon masih merasakan takut. Ia mengalami trauma serta stress berat selama kejadian itu. Seperti yang sudah terjadi, Yoshi selalu melakukan aksinya dengan sangat mulus. Tepatnya, ia sudah lima kali melakukannya, membunuh serta memotong-motong seluruh bagian tubuh pria yang dekat dengan Jihoon. Bahkan ia menyimpan setiap potongan jari korban dan menyimpannya di dalam brankas kamarnya.

Pagi hari ini, Jihoon merapikan seragamnya dan bersiap untuk berangkat bekerja.

Hoonie.. Jihoonie, ciluk ba! Selamat pagi hehehe.” sapa seorang pria mungil yang tiba saja muncul di sampingnya. Jihoon menoleh dan tersenyum, pria mungil itu Choi Hyunsuk, yang belakangan ini sangat sering menyapanya. Belum lama ia pindah kesini, dan hanya tinggal bersama dengan sang ayah.

Jihoonie mau kemana?” tanyanya sembari mengucek matanya dan menguap, sepertinya ia baru saja bangun tidur.

Bekerja,” jawab Jihoon cepat. Pria di sampingnya mengangguk-angguk paham.

Kerja di mana?

Kedai kopi di ujung jalan.” Jihoon menunjuk kemana arah dimana ia akan bekerja.

Oh.. ada lowongan tidak? Aku sudah lelah menganggur. Ayahku bisanya marah-marah saja padaku.” Hyunsuk mengerucutkan bibirnya. Astaga pria mungil ini sangat menggemaskan. Itu hampir sama seperti kesan pertama saat Jihoon bertemu dengan Yoshi.

Maaf, Hyunsuk. Sepertinya tidak ada. Lagi pula, yang bekerja disana sudah tidak menerima pekerja baru lagi.” jawab Jihoon yang kemudian berlalu dari hadapan Hyunsuk.

Di beberapa langkah berikutnya, tiba-tiba saja Jihoon merasa khawatir. Ia menoleh lagi, dan masih mendapati Hyunsuk di belakang sana tidak bergerak. Pria itu kini melambaikan tangannya pada Jihoon. Senyum pria itu mengembang, dan mengatakan, “Sampai jumpa pulang kerja nanti, Hoonie!”

Deg! Deg! Deg!

Jantung Jihoon kembali berdebar tidak karuan. Ia sangat khawatir sekali akan keselamatan Hyunsuk. Tetapi selama Yoshi tidak tahu soal Hyunsuk, pria itu merasa aman. Karena meski mereka tidak mempunyai hubungan sekali pun, Yoshi tetap tidak akan melepaskan siapa saja yang mendekat pada dirinya. Sama seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

Sampai jumpa, Hyunsuk!” jawab Jihoon yang turut melambaikan tangan. Pria itu kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat dimana ia bekerja.


Sesampainya, ia disambut dengan senyuman dari putra pemilik Kedai kopi yang tidak lain adalah Yoshi.

Selamat pagi sayang, bagaimana tidurmu malam tadi? Apakah nyenyak?” tanya Yoshi, sama seperti biasa setelah mereka bercinta. Jihoon mengangguk. “Sangat nyenyak Yoshi.

Jika Yoshi begitu menakutkan, mengapa Jihoon melakukan hal itu? Tidak ada lagi pilihan lain selain menurut dan menurut. Apalagi pria Jepang itu setelah menghabisi nyawa seseorang, nafsunya akan meningkat tinggi. Sedangkan libidonya hanyalah kepada seorang Park Jihoon, bukan dengan orang lain.

Seharian ini ia tidak mau pergi dari Kedai kopi, Yoshi hanya memandangi Jihoon yang sedang sibuk bekerja. Pengunjung Kedai kopi memang ramai sampai kemudian jam tutup telah tiba, dan Jihoon sedang bersiap untuk pulang.

Kau langsung pulang?” tanya Yoshi yang melingkarkan tangannya dilengan Jihoon. Pria itu mengangguk.

Ya, aku tidak berniat untuk menemui siapa pun. Aku hanya pulang dan pergi tidur. Kau senang?” tanya Jihoon. Pria di depannya mengangguk dan tersenyum lebar.

Kau jujur kali ini. Tetap pertahankan kejujuranmu untukku, Ji. Jangan pernah mencoba membohongiku lagi.” Perlahan Yoshi melepaskan lengan Jihoon dan membirkan pria itu pulang.


Malam ini, hujan kembali turun. Suasana ini mengingatkan Jihoon pada kejadian dua bulan yang lalu. Pria itu ketakutan ketika melewati tong sampah yang sama dimana kepala Kim Junkyu pernah diletakkan di sana. Ia kembali bergidik ngeri, bahkan foto Junkyu kini ditempel di sepanjang jalan dan fotonya tertera di SNS dengan title “Orang Hilang”. Sungguh menyedihkan, bahkan seluruh anggota keluarganya tidak tahu bahwa sang putra mati mengenaskan.

Sesampainya di rumah, Jihoon dikejutkan dengan keberadaan Hyunsuk. Pria mungil itu berdiri di depan pintu rumah Jihoon sembari terisak dan memeluk kedua kakinya.

Hyunsuk, apa yang terjadi?” tanya Jihoon ketika mendapati kaos yang dikenakan Hyunsuk sudah robek, pria yang ditanya masih sibuk terisak. Jihoon menepuk-nepuk punggung pria mungil itu untuk menenangkan nya, hingga tiba-tiba Hyunsuk meraih tubuh Jihoon dan memeluknya dengan erat.

Hiks.. Hiks.. Kekasih ayahku hampir saja memperkosaku, Hoonie!” ucapnya di sela tangisnya.

Apa? Dimana keparat itu sekarang?!

Dia sudah pergi. Hiks.. Dia mencari ayahku, tetapi ayahku masih belum pulang kerja. Hiks.. Kemudian dia—

Hei sudah-sudah, sebaiknya kita masuk saja. Disini, kau akan lebih aman bersamaku.” ucap Jihoon yang kemudian menggiring tubuh Hyunsuk masuk ke rumahnya.

Pria mungil itu bercerita sambil menangis. Bahkan ia tidak masalah menceritakan keluarganya yang hancur. Jihoon pun ikut bersedih, karena sebelumnya ia sempat merasa bahwa Hyunsuk lebih beruntung dibandingkan dirinya, yatim piatu.

Malam itu hujan semakin deras. Keduanya mabuk bersama, dan terjadilah hal yang sulit untuk dilupakan. Pakaian mereka berserakan di lantai, sepasang tubuh telanjang itu hanya tertutupi oleh selimut. Keduanya saling menjalin keintiman, dan saling menghangatkan tubuh mereka di cuaca yang sedang dingin. Tanpa mereka sadari, seorang pria sedang mengintip dari balik lubang kecil yang ia buat sendiri guna untuk mengawasi sang pemilik rumah. Pria Jepang itu membawa pisau yang siap ia gunakan untuk menikam. Pisau yang sama, yang ia gunakan untuk mengakhiri hidup sang korban.

“Sialan! Awas kau, pria pendek!”


Hyunsuk!!!” Jihoon memekik ketika tidak mendapati pria itu disampingnya. Hujan semakin deras disertai bunyi gemuruh yang luar biasa, membuat Jihoon merasa semakin tidak tenang. Ia mengenakan kembali pakaiannya, berniat untuk mengecek keberadaan Hyunsuk. Pakaiannya masih berserakan di lantai, atau bisa saja Hyunsuk sedang berada di kamar mandi. Tapi, mengapa ia memilih untuk telanjang bulat dan tidak berpakaian terlebih dahulu?

Hyunsuk!” teriak Jihoon. Ia khawatir, ia takut jika sesuatu terjadi pada Hyunsuk.

Hyunsuk!!!” teriaknya sekali lagi. Yang dicari pun muncul dari belakang rumah dengan rambut basah, rupanya ia mengenakan pakaian Jihoon yang terletak diatas meja kamarnya. Tubuh kecilnya tenggelam dalam balutan kaos kebesaran milik Jihoon.

Oh God.. Darimana saja kau?” tanya Jihoon yang kini merasa lega akan kehadirannya. Hyunsuk terkekeh.

Aku buang air kecil.

Jihoon menghembuskan napas panjang. Kemudian menarik Hyunsuk untuk kembali ke kamar.

Syukurlah, aku pikir terjadi sesuatu padamu. Aku khawatir, Hyunsuk.” ucap Jihoon. Bisa saja Yoshi tiba-tiba datang dan mencelakai Hyunsuk.

Tenang saja, Hoonie. Choi Hyunsuk adalah pria yang kuat.


Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Jihoon masih terlelap di tempat tidurnya. Sedangkan Hyunsuk kini beranjak ke belakang rumah yang begitu luas. Hujan sudah berhenti satu jam yang lalu, dan pria mungil itu kini sibuk membuat api yang ia nyalakan agar tidak padam. Ia menyeringai sembari memindahkan obyek yang ia bakar dengan sebuah ranting pohon.

Tampan.. Tapi sayang, sebentar lagi kau akan menjadi abu. Selamat ya.” Hyunsuk bergumam. Lalu ia beralih pada pisau berlumuran darah yang belum sempat ia urus. Kemudian lidahnya menjilat pisau itu. “Mmmh... Lezat.” gumamnya.

Setelah itu ia mengubur pisau tersebut dengan kedalaman 3 meter.

Plak! Plak! Plak!

Hyunsuk menepuk-nepuk tangannya seolah menandakan kegiatan yang dilakukannya telah selesai.

Kalian bedebah sialan memang pantas mati,

Hahaha akhirnya tidak akan ada yang mengangguku dan Jihoonie.

Hyunsuk berjalan menjauh meninggalkan api yang semakin membesar. Disana ada dua mayat yang ia bakar. Kekasih sang ayah, dan juga Yoshi.

Yuhu.. Jihoonie... Sukkie datang sayang~

–@ecidiciy

Sore itu hujan deras mengguyur daerah Nam-gu kota Busan. Sayang sekali ramalan cuaca tidak sesuai dengan prakiraan, karena menurut ramalan cuaca pada sore hari itu tidak akan ada datangnya hujan deras. Seorang pria membetulkan jas hujannya, salah satu tangannya memegang payung yang ia gunakan untuk melindungi tubuhnya dari hujan yang semakin sangat deras. Ia baru saja keluar dari Kedai kopi dimana ia bekerja. Ia adalah seorang barista sudah lebih dari 2 tahun lamanya bekerja di Kedai kopi milik seorang pria Jepang.

Tap!

Hampir saja ia mengumpat, dan menoleh ke arah seseorang yang menepuk bahunya dengan lumayan sangat keras. Sebuah senyuman dan tawa yang pecah di wajah sang pelaku. Sungguh menyebalkan. Tetapi ia tidak mau berdebat dengan sang pelaku yang ketampanannya menyaingi seorang pangeran. Senyumnya, wajahnya, tawanya, bahkan siapa pun yang melihat bisa dengan mudah terjebak akan pesona nya. Kecuali pria itu, Park Jihoon.

“Kau ada acara malam ini?” tanya pria yang menepuk bahunya itu. Jihoon menggeleng.

“Ah, tidak tuan. Hari ini aku akan hanya istirahat saja di rumah,” jawabnya. Senyum pria itu berubah jadi datar dan dengan wajah yang mengerikan. Ia menggenggam tangan Jihoon dengan sangat erat.

“Sudah aku bilang tidak perlu memanggilku tuan. Panggil aku Yoshi,”

“Baiklah Yoshi.”

“Kau yakin tidak ada seseorang yang akan kau temui?” tanyanya dengan tatapan mata tajam yang dingin. Mengerikan.

Jihoon bergidik, keringat dingin membasahi lehernya. Jantungnya berdetak sangat kencang, bahkan tubuhnya ikut gemetar sangkin takutnya melihat Yoshi.

“A-apa maksudmu?” tanya Jihoon pada Yoshi yang merupakan putra pemilik Kedai kopi tersebut.

“Haha. Tidak.” Yoshi tersenyum, kemudian menarik tangan Jihoon agar mengikuti langkahnya. Mereka berhenti di ujung gang kecil yang tidak jauh dari Kedai kopi dan berdiri di depan apartemen tua.

“Aku punya sesuatu untukmu, Ji.” ucap Yoshi sembari melihat dan menepuk-nepukkan tangannya pada sebuah tong sampah yang terbilang cukup besar.

“Apa itu?” Jihoon bertanya-tanya. Dengan ketakutan ia membuka tong sampah itu dengan sangat hati-hati.

Prang!

Jihoon menjatuhkan penutup tong sampah itu karena terkejut dan melihat apa yang ada di dalam sana.

“Hihi bagaimana? Kau suka sayang?” Yoshi terkekeh tidak jelas. Matanya berbinar melihat hasil karyanya yang berada di dalam tong sampah. Sedangkan Jihoon, ia sangat syok dan hampir saja terkena serangan jantung. Bahkan ia tidak mampu menatap kembali tong sampah itu.

“Yoshi a-apa yang kau lakukan?”tanya Jihoon, meskipun ia tahu dan sangat khawatir hal yang sama bakal terulang kembali.

“Yang aku lakukan? Tentu saja aku sedikit bermain dengan pria itu tetapi ia lemah. Kau tahu, aku mencongkel mata kiri nya saja ia sudah pingsan. Karena aku tidak mau bermain setengah-setengah, langsung saja aku ikut memotong seluruh bagian tubuhnya. Wah.. ini sangatlah menyenangkan.”

“K-kenapa kau melakukan itu?”

“Kau berbohong padaku! Kau mengatakan tidak ada yang mendekatimu! Dan inilah imbalan atas kebohonganmu sendiri sialan!”.

Demi Tuhan, Jihoon gemetaran. Ia mencoba untuk tetap tenang tetapi bola matanya seolah tidak ingin lepas dari tong sampah besar tersebut. Ia meliriknya sekali lagi. Uh! Jihoon sungguh mual. Jihoon bahkan tidak sanggup lagi. Pria yang akan ia temui sepulang kerja itu benar-benar bernasib mengenaskan. Bercak darah terlihat jelas disekitar tempat itu. Tempat yang sering digunakan putra pemilik Kedai kopi untuk mengeksekusi seseorang yang beraninya mendekati seorang Park Jihoon. Lagi-lagi Kanemoto Yoshinori berulah. Lagi-lagi Jihoon tidak bisa mberbuat apa-apa. Bahkan untuk kabur pun tidak mampu. Kemanapun ia kabur, tetap ditemukan keberadaan nya.

“Indah sekali... meski hanya tinggal kepala dan mata kiri nya saja.” gumam Yoshi sembari memandangi kepala dan memegang mata kiri pria yang bernama Kim Junkyu itu.

Yoshi melangkah mendekati Park Jihoon. Sebelah tangannya mengusap pipi pria berotot itu. “Ji sudah kubilang jangan berbohong lagi padaku!” pintanya. Jihoon yang berada di depan Yoshi hanya mengangguk kaku.

Sebenarnya mereka tidak benar-benar sepasang kekasih. Tetapi Yoshi begitu mencintai seorang Park Jihoon. Meskipun pada awalnya Jihoon juga mencintai Yoshi, namun karena ketidaksetujuan ayah Yoshi yang membuat Jihoon mundur perlahan.

Yoshi menepuk-nepuk Jihoon. “Sekarang pulang dan beristirahatlah sayang! Selamat malam!” pinta Yoshi sembari mengecup kedua pipi dan bibir Jihoon. Sedangkan Jihoon hanya dapat menurut. Ia mengambil kembali payungnya dan berjalan meninggalkan tempat itu.

*****

Kejadian itu sudah dua bulan berlalu. Namun, Jihoon masih merasakan takut. Ia mengalami trauma serta stress berat selama kejadian itu. Seperti yang sudah terjadi, Yoshi selalu melakukan aksinya dengan sangat mulus. Tepatnya, ia sudah lima kali melakukannya, membunuh serta memotong-motong seluruh bagian tubuh pria yang dekat dengan Jihoon. Bahkan ia menyimpan setiap potongan jari korban dan menyimpannya di dalam brankas kamarnya. Pagi hari ini, Jihoon merapikan seragamnya dan bersiap untuk berangkat bekerja.

“Hoonie.. Jihoonie, ciluk ba! Selamat pagi hehehe.” sapa seorang pria mungil yang tiba saja muncul di sampingnya. Jihoon menoleh dan tersenyum, pria mungil itu Choi Hyunsuk, yang belakangan ini sangat sering menyapanya. Belum lama ia pindah kesini, dan hanya tinggal bersama dengan sang ayah.

“Jihoonie mau kemana?” tanyanya sembari mengucek matanya dan menguap, sepertinya ia baru saja bangun tidur.

“Bekerja,” jawab Jihoon cepat. Pria di sampingnya mengangguk-angguk paham.

“Kerja di mana?”

“Kedai kopi di ujung jalan.” Jihoon menunjuk kemana arah dimana ia akan bekerja.

“Oh.. ada lowongan tidak? Aku sudah lelah menganggur. Ayahku bisanya marah-marah saja padaku.” Hyunsuk mengerucutkan bibirnya. Astaga pria mungil ini sangat menggemaskan. Itu hampir sama seperti kesan pertama saat Jihoon bertemu dengan Yoshi.

“Maaf, Hyunsuk. Sepertinya tidak ada. Lagi pula, yang bekerja disana sudah tidak menerima pekerja baru lagi.” jawab Jihoon yang kemudian berlalu dari hadapan Hyunsuk.

Di beberapa langkah berikutnya, tiba-tiba saja Jihoon merasa khawatir. Ia menoleh lagi, dan masih mendapati Hyunsuk di belakang sana tidak bergerak. Pria itu kini melambaikan tangannya pada Jihoon. Senyum pria itu mengembang, dan mengatakan, “Sampai jumpa pulang kerja nanti, Hoonie!”

Deg! Deg! Deg!

Jantung Jihoon kembali berdebar tidak karuan. Ia sangat khawatir sekali akan keselamatan Hyunsuk. Tetapi selama Yoshi tidak tahu soal Hyunsuk, pria itu merasa aman. Karena meski mereka tidak mempunyai hubungan sekali pun, Yoshi tetap tidak akan melepaskan siapa saja yang mendekat pada dirinya. Sama seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

“Sampai jumpa, Hyunsuk!” jawab Jihoon yang turut melambaikan tangan. Pria itu kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat dimana ia bekerja.

***** Sesampainya, ia disambut dengan senyuman dari putra pemilik Kedai kopi yang tidak lain adalah Yoshi.

“Selamat pagi sayang, bagaimana tidurmu malam tadi? Apakah nyenyak?” tanya Yoshi, sama seperti biasa setelah mereka bercinta. Jihoon mengangguk. “Sangat nyenyak Yoshi.”

Jika Yoshi begitu menakutkan, mengapa Jihoon melakukan hal itu? Tidak ada lagi pilihan lain selain menurut dan menurut. Apalagi pria Jepang itu setelah menghabisi nyawa seseorang, nafsunya akan meningkat tinggi. Sedangkan libidonya hanyalah kepada seorang Park Jihoon, bukan dengan orang lain.

Seharian ini ia tidak mau pergi dari Kedai kopi, Yoshi hanya memandangi Jihoon yang sedang sibuk bekerja. Pengunjung Kedai kopi memang ramai sampai kemudian jam tutup telah tiba, dan Jihoon sedang bersiap untuk pulang.

“Kau langsung pulang?” tanya Yoshi yang melingkarkan tangannya dilengan Jihoon. Pria itu mengangguk.

“Ya, aku tidak berniat untuk menemui siapa pun. Aku hanya pulang dan pergi tidur. Kau senang?” tanya Jihoon. Pria di depannya mengangguk dan tersenyum lebar.

“Kau jujur kali ini. Tetap pertahankan kejujuranmu untukku, Ji. Jangan pernah mencoba membohongiku lagi.” Perlahan Yoshi melepaskan lengan Jihoon dan membirkan pria itu pulang.

*****

Malam ini, hujan kembali turun. Suasana ini mengingatkan Jihoon pada kejadian dua bulan yang lalu. Pria itu ketakutan ketika melewati tong sampah yang sama dimana kepala Kim Junkyu pernah diletakkan di sana. Ia kembali bergidik ngeri, bahkan foto Junkyu kini ditempel di sepanjang jalan dan fotonya tertera di SNS dengan titleOrang Hilang”. Sungguh menyedihkan, bahkan seluruh anggota keluarganya tidak tahu bahwa sang putra mati mengenaskan.

Sesampainya di rumah, Jihoon dikejutkan dengan keberadaan Hyunsuk. Pria mungil itu berdiri di depan pintu rumah Jihoon sembari terisak dan memeluk kedua kakinya.

“Hyunsuk, apa yang terjadi?” tanya Jihoon ketika mendapati kaos yang dikenakan Hyunsuk sudah robek, pria yang ditanya masih sibuk terisak. Jihoon menepuk-nepuk punggung pria mungil itu untuk menenangkan nya, hingga tiba-tiba Hyunsuk meraih tubuh Jihoon dan memeluknya dengan erat.

“Hiks.. Hiks.. Pacar ayahku hampir saja memperkosaku, Hoonie!” ucapnya di sela tangisnya.

“Apa? Dimana keparat itu sekarang?!”

“Dia sudah pergi. Hiks.. Dia mencari ayahku, tetapi ayahku masih belum pulang kerja. Hiks.. Kemudian dia.. Hiks hiks...”

“Hei sudah-sudah, sebaiknya kita masuk saja. Disini, kau akan lebih aman bersamaku.” ucap Jihoon yang kemudian menggiring tubuh Hyunsuk masuk ke rumahnya.

Pria mungil itu bercerita sambil menangis. Bahkan ia tidak masalah menceritakan keluarganya yang hancur. Jihoon pun ikut bersedih, karena sebelumnya ia sempat merasa bahwa Hyunsuk lebih beruntung dibandingkan dirinya, yatim piatu.

Malam itu hujan semakin deras. Keduanya mabuk bersama, dan terjadilah hal yang sulit untuk dilupakan. Pakaian mereka berserakan di lantai, sepasang tubuh telanjang itu hanya tertutupi oleh selimut. Keduanya saling menjalin keintiman, dan saling menghangatkan tubuh mereka di cuaca yang sedang dingin. Tanpa mereka sadari, seorang pria sedang mengintip dari balik lubang kecil yang ia buat sendiri guna untuk mengawasi sang pemilik rumah. Pria Jepang itu membawa pisau yang siap ia gunakan untuk menikam. Pisau yang sama, yang ia gunakan untuk mengakhiri hidup sang korban.

“Sialan! Awas kau, pria pendek!”

*****

“Hyunsuk!!!” Jihoon memekik ketika tidak mendapati pria itu disampingnya. Hujan semakin deras disertai bunyi gemuruh yang luar biasa, membuat Jihoon merasa semakin tidak tenang. Ia mengenakan kembali pakaiannya, berniat untuk mengecek keberadaan Hyunsuk. Pakaiannya masih berserakan di lantai, atau bisa saja Hyunsuj sedang berada di kamar mandi. Tetapi, mengapa ia memilih untuk telanjang bulat dan tidak berpakaian terlebih dahulu?

“Hyunsuk!” panggil Jihoon. Ia khawatir, ia takut jika sesuatu terjadi pada Hyunsuk.

“Hyunsuk!!!” panggilnya sekali lagi. Yang dicari pun muncul dari belakang rumah dengan rambut basah, rupanya ia mengenakan pakaian Jihoon yang terletak diatas meja kamarnya. Tubuh kecilnya tenggelam dalam balutan kaos kebesaran milik Jihoon.

Oh God.. Darimana saja kau?” tanya Jihoon yang kini merasa lega akan kehadirannya. Hyunsuk terkekeh.

“Aku buang air kecil.”

Jihoon menghembuskan napas panjang. Kemudian menarik Hyunsuk untuk kembali ke kamar.

“Syukurlah, aku pikir terjadi sesuatu padamu. Aku khawatir, Hyunsuk.” ucap Jihoon. Bisa saja Yoshi tiba-tiba datang dan mencelakai Hyunsuk.

“Tenang saja, Hoonie. Choi Hyunsuk adalah pria yang kuat.”

*****

Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Jihoon masih terlelap di tempat tidurnya. Sedangkan Hyunsuk kini beranjak ke belakang rumah yang begitu luas. Hujan sudah berhenti satu jam yang lalu, dan pria mungil itu kini sibuk membuat api yang ia nyalakan agar tidak padam. Ia menyeringai sembari memindahkan obyek yang ia bakar dengan sebuah ranting pohon.

“Tampan.. Tapi sayang, sebentar lagi kau akan menjadi abu. Selamat ya.” Hyunsuk bergumam. Lalu ia beralih pada pisau berlumuran darah yang belum sempat ia urus. Kemudian lidahnya menjilat pisau itu. “Mmmh... Lezat.” gumamnya.

Setelah itu ia mengubur pisau tersebut dengan kedalaman 3 meter.

Plak! Plak! Plak!

Hyunsuk menepuk-nepuk tangannya seolah menandakan kegiatan yang dilakukannya telah selesai.

“Kalian bedebah sialan memang pantas mati,”

“Hahaha akhirnya tidak akan ada yang mengangguku dan Jihoonie.”

Hyunsuk berjalan menjauh meninggalkan api yang semakin membesar. Disana ada dua mayat yang ia bakar. Kekasih sang ayah, dan juga Yoshi.

“Yuhu.. Jihoonie... Sukkie datang sayang~”

–@ecidiciy

Sore itu hujan deras mengguyur daerah Nam-gu kota Busan. Sayang sekali ramalan cuaca tidak sesuai dengan prakiraan, karena menurut ramalan cuaca pada sore hari itu tidak akan ada datangnya hujan deras. Seorang pria membetulkan jas hujannya, salah satu tangannya memegang payung yang ia gunakan untuk melindungi tubuhnya dari hujan yang semakin sangat deras. Ia baru saja keluar dari Kedai kopi dimana ia bekerja. Ia adalah seorang barista sudah lebih dari 2 tahun lamanya bekerja di Kedai kopi milik seorang pria Jepang.

Tap!

Hampir saja ia mengumpat, dan menoleh ke arah seseorang yang menepuk bahunya dengan lumayan sangat keras. Sebuah senyuman dan tawa yang pecah di wajah sang pelaku. Sungguh menyebalkan. Tetapi ia tidak mau berdebat dengan sang pelaku yang ketampanannya menyaingi seorang pangeran. Senyumnya, wajahnya, tawanya, bahkan siapa pun yang melihat bisa dengan mudah terjebak akan pesona nya. Kecuali pria itu, Park Jihoon.

“Kau ada acara malam ini?” tanya pria yang menepuk bahunya itu. Jihoon menggeleng.

“Ah, tidak tuan. Hari ini aku akan hanya istirahat saja di rumah,” jawabnya. Senyum pria itu berubah jadi datar dan dengan wajah yang mengerikan. Ia menggenggam tangan Jihoon dengan sangat erat.

“Sudah aku bilang tidak perlu memanggilku tuan. Panggil aku Yoshi,”

“Baiklah Yoshi.”

“Kau yakin tidak ada seseorang yang akan kau temui?” tanyanya dengan tatapan mata tajam yang dingin. Mengerikan.

Jihoon bergidik, keringat dingin membasahi lehernya. Jantungnya berdetak sangat kencang, bahkan tubuhnya ikut gemetar sangkin takutnya melihat Yoshi.

“A-apa maksudmu?” tanya Jihoon pada Yoshi yang merupakan putra pemilik Kedai kopi tersebut.

“Haha. Tidak.” Yoshi tersenyum, kemudian menarik tangan Jihoon agar mengikuti langkahnya. Mereka berhenti di ujung gang kecil yang tidak jauh dari Kedai kopi dan berdiri di depan apartemen tua.

“Aku punya sesuatu untukmu, Ji.” ucap Yoshi sembari melihat dan menepuk-nepukkan tangannya pada sebuah tong sampah yang terbilang cukup besar.

“Apa itu?” Jihoon bertanya-tanya. Dengan ketakutan ia membuka tong sampah itu dengan sangat hati-hati.

Prang!

Jihoon menjatuhkan penutup tong sampah itu karena terkejut dan melihat apa yang ada di dalam sana.

“Hihi bagaimana? Kau suka sayang?” Yoshi terkekeh tidak jelas. Matanya berbinar melihat hasil karyanya yang berada di dalam tong sampah. Sedangkan Jihoon, ia sangat syok dan hampir saja terkena serangan jantung. Bahkan ia tidak mampu menatap kembali tong sampah itu.

“Yoshi a-apa yang kau lakukan?”tanya Jihoon, meskipun ia tahu dan sangat khawatir hal yang sama bakal terulang kembali.

“Yang aku lakukan? Tentu saja aku sedikit bermain dengan pria itu tetapi ia lemah. Kau tahu, aku mencongkel mata kiri nya saja ia sudah pingsan. Karena aku tidak mau bermain setengah-setengah, langsung saja aku ikut memotong seluruh bagian tubuhnya. Wah.. ini sangatlah menyenangkan.”

“K-kenapa kau melakukan itu?”

“Kau berbohong padaku! Kau mengatakan tidak ada yang mendekatimu! Dan inilah imbalan atas kebohonganmu sendiri sialan!”.

Demi Tuhan, Jihoon gemetaran. Ia mencoba untuk tetap tenang tetapi bola matanya seolah tidak ingin lepas dari tong sampah besar tersebut. Ia meliriknya sekali lagi. Uh! Jihoon sungguh mual. Jihoon bahkan tidak sanggup lagi. Pria yang akan ia temui sepulang kerja itu benar-benar bernasib mengenaskan. Bercak darah terlihat jelas disekitar tempat itu. Tempat yang sering digunakan putra pemilik Kedai kopi untuk mengeksekusi seseorang yang beraninya mendekati seorang Park Jihoon. Lagi-lagi Kanemoto Yoshinori berulah. Lagi-lagi Jihoon tidak bisa mberbuat apa-apa. Bahkan untuk kabur pun tidak mampu. Kemanapun ia kabur, tetap ditemukan keberadaan nya.

“Indah sekali... meski hanya tinggal kepala dan mata kiri nya saja.” gumam Yoshi sembari memandangi kepala dan memegang mata kiri pria yang bernama Kim Junkyu itu.

Yoshi melangkah mendekati Park Jihoon. Sebelah tangannya mengusap pipi pria berotot itu. “Ji sudah kubilang jangan berbohong lagi padaku!” pintanya. Jihoon yang berada di depan Yoshi hanya mengangguk kaku.

Sebenarnya mereka tidak benar-benar sepasang kekasih. Tetapi Yoshi begitu mencintai seorang Park Jihoon. Meskipun pada awalnya Jihoon juga mencintai Yoshi, namun karena ketidaksetujuan ayah Yoshi yang membuat Jihoon mundur perlahan.

Yoshi menepuk-nepuk Jihoon. “Sekarang pulang dan beristirahatlah sayang! Selamat malam!” pinta Yoshi sembari mengecup kedua pipi dan bibir Jihoon. Sedangkan Jihoon hanya dapat menurut. Ia mengambil kembali payungnya dan berjalan meninggalkan tempat itu.

*****

Kejadian itu sudah dua bulan berlalu. Namun, Jihoon masih merasakan takut. Ia mengalami trauma serta stress berat selama kejadian itu. Seperti yang sudah terjadi, Yoshi selalu melakukan aksinya dengan sangat mulus. Tepatnya, ia sudah lima kali melakukannya, membunuh serta memotong-motong seluruh bagian tubuh pria yang dekat dengan Jihoon. Bahkan ia menyimpan setiap potongan jari korban dan menyimpannya di dalam brankas kamarnya. Pagi hari ini, Jihoon merapikan seragamnya dan bersiap untuk berangkat bekerja.

“Hoonie.. Jihoonie, ciluk ba! Selamat pagi hehehe.” sapa seorang pria mungil yang tiba saja muncul di sampingnya. Jihoon menoleh dan tersenyum, pria mungil itu Choi Hyunsuk, yang belakangan ini sangat sering menyapanya. Belum lama ia pindah kesini, dan hanya tinggal bersama dengan sang ayah.

“Jihoonie mau kemana?” tanyanya sembari mengucek matanya dan menguap, sepertinya ia baru saja bangun tidur.

“Bekerja,” jawab Jihoon cepat. Pria di sampingnya mengangguk-angguk paham.

“Kerja di mana?”

“Kedai kopi di ujung jalan.” Jihoon menunjuk kemana arah dimana ia akan bekerja.

“Oh.. ada lowongan tidak? Aku sudah lelah menganggur. Ayahku bisanya marah-marah saja padaku.” Hyunsuk mengerucutkan bibirnya. Astaga pria mungil ini sangat menggemaskan. Itu hampir sama seperti kesan pertama saat Jihoon bertemu dengan Yoshi.

“Maaf, Hyunsuk. Sepertinya tidak ada. Lagi pula, yang bekerja disana sudah tidak menerima pekerja baru lagi.” jawab Jihoon yang kemudian berlalu dari hadapan Hyunsuk.

Di beberapa langkah berikutnya, tiba-tiba saja Jihoon merasa khawatir. Ia menoleh lagi, dan masih mendapati Hyunsuk di belakang sana tidak bergerak. Pria itu kini melambaikan tangannya pada Jihoon. Senyum pria itu mengembang, dan mengatakan, “Sampai jumpa pulang kerja nanti, Hoonie!”

Deg! Deg! Deg!

Jantung Jihoon kembali berdebar tidak karuan. Ia sangat khawatir sekali akan keselamatan Hyunsuk. Tetapi selama Yoshi tidak tahu soal Hyunsuk, pria itu merasa aman. Karena meski mereka tidak mempunyai hubungan sekali pun, Yoshi tetap tidak akan melepaskan siapa saja yang mendekat pada dirinya. Sama seperti yang sudah terjadi sebelumnya.

“Sampai jumpa, Hyunsuk!” jawab Jihoon yang turut melambaikan tangan. Pria itu kemudian melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat dimana ia bekerja.

***** Sesampainya, ia disambut dengan senyuman dari putra pemilik Kedai kopi yang tidak lain adalah Yoshi.

“Selamat pagi sayang, bagaimana tidurmu malam tadi? Apakah nyenyak?” tanya Yoshi, sama seperti biasa setelah mereka bercinta. Jihoon mengangguk. “Sangat nyenyak Yoshi.”

Jika Yoshi begitu menakutkan, mengapa Jihoon melakukan hal itu? Tidak ada lagi pilihan lain selain menurut dan menurut. Apalagi pria Jepang itu setelah menghabisi nyawa seseorang, nafsunya akan meningkat tinggi. Sedangkan libidonya hanyalah kepada seorang Park Jihoon, bukan dengan orang lain.

Seharian ini ia tidak mau pergi dari Kedai kopi, Yoshi hanya memandangi Jihoon yang sedang sibuk bekerja. Pengunjung Kedai kopi memang ramai sampai kemudian jam tutup telah tiba, dan Jihoon sedang bersiap untuk pulang.

“Kau langsung pulang?” tanya Yoshi yang melingkarkan tangannya dilengan Jihoon. Pria itu mengangguk.

“Ya, aku tidak berniat untuk menemui siapa pun. Aku hanya pulang dan pergi tidur. Kau senang?” tanya Jihoon. Pria di depannya mengangguk dan tersenyum lebar.

“Kau jujur kali ini. Tetap pertahankan kejujuranmu untukku, Ji. Jangan pernah mencoba membohongiku lagi.” Perlahan Yoshi melepaskan lengan Jihoon dan membirkan pria itu pulang.

*****

Malam ini, hujan kembali turun. Suasana ini mengingatkan Jihoon pada kejadian dua bulan yang lalu. Pria itu ketakutan ketika melewati tong sampah yang sama dimana kepala Kim Junkyu pernah diletakkan di sana. Ia kembali bergidik ngeri, bahkan foto Junkyu kini ditempel di sepanjang jalan dan fotonya tertera di SNS dengan titleOrang Hilang”. Sungguh menyedihkan, bahkan seluruh anggota keluarganya tidak tahu bahwa sang putra mati mengenaskan.

Sesampainya di rumah, Jihoon dikejutkan dengan keberadaan Hyunsuk. Pria mungil itu berdiri di depan pintu rumah Jihoon sembari terisak dan memeluk kedua kakinya.

“Hyunsuk, apa yang terjadi?” tanya Jihoon ketika mendapati kaos yang dikenakan Hyunsuk sudah robek, pria yang ditanya masih sibuk terisak. Jihoon menepuk-nepuk punggung pria mungil itu untuk menenangkan nya, hingga tiba-tiba Hyunsuk meraih tubuh Jihoon dan memeluknya dengan erat.

“Hiks.. Hiks.. Pacar ayahku hampir saja memperkosaku, Hoonie!” ucapnya di sela tangisnya.

“Apa? Dimana keparat itu sekarang?!”

“Dia sudah pergi. Hiks.. Dia mencari ayahku, tetapi ayahku masih belum pulang kerja. Hiks.. Kemudian dia.. Hiks hiks...”

“Hei sudah-sudah, sebaiknya kita masuk saja. Disini, kau akan lebih aman bersamaku.” ucap Jihoon yang kemudian menggiring tubuh Hyunsuk masuk ke rumahnya.

Pria mungil itu bercerita sambil menangis. Bahkan ia tidak masalah menceritakan keluarganya yang hancur. Jihoon pun ikut bersedih, karena sebelumnya ia sempat merasa bahwa Hyunsuk lebih beruntung dibandingkan dirinya, yatim piatu.

Malam itu hujan semakin deras. Keduanya mabuk bersama, dan terjadilah hal yang sulit untuk dilupakan. Pakaian mereka berserakan di lantai, sepasang tubuh telanjang itu hanya tertutupi oleh selimut. Keduanya saling menjalin keintiman, dan saling menghangatkan tubuh mereka di cuaca yang sedang dingin. Tanpa mereka sadari, seorang pria sedang mengintip dari balik lubang kecil yang ia buat sendiri guna untuk mengawasi sang pemilik rumah. Pria Jepang itu membawa pisau yang siap ia gunakan untuk menikam. Pisau yang sama, yang ia gunakan untuk mengakhiri hidup sang korban.

“Sialan! Awas kau, pria pendek!”

*****

“Hyunsuk!!!” Jihoon memekik ketika tidak mendapati pria itu disampingnya. Hujan semakin deras disertai bunyi gemuruh yang luar biasa, membuat Jihoon merasa semakin tidak tenang. Ia mengenakan kembali pakaiannya, berniat untuk mengecek keberadaan Hyunsuk. Pakaiannya masih berserakan di lantai, atau bisa saja Hyunsuj sedang berada di kamar mandi. Tetapi, mengapa ia memilih untuk telanjang bulat dan tidak berpakaian terlebih dahulu?

“Hyunsuk!” panggil Jihoon. Ia khawatir, ia takut jika sesuatu terjadi pada Hyunsuk.

“Hyunsuk!!!” panggilnya sekali lagi. Yang dicari pun muncul dari belakang rumah dengan rambut basah, rupanya ia mengenakan pakaian Jihoon yang terletak diatas meja kamarnya. Tubuh kecilnya tenggelam dalam balutan kaos kebesaran milik Jihoon.

Oh God.. Darimana saja kau?” tanya Jihoon yang kini merasa lega akan kehadirannya. Hyunsuk terkekeh.

“Aku buang air kecil.”

Jihoon menghembuskan napas panjang. Kemudian menarik Hyunsuk untuk kembali ke kamar.

“Syukurlah, aku pikir terjadi sesuatu padamu. Aku khawatir, Hyunsuk.” ucap Jihoon. Bisa saja Yoshi tiba-tiba datang dan mencelakai Hyunsuk.

“Tenang saja, Hoonie. Choi Hyunsuk adalah pria yang kuat.”

*****

Jam sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Jihoon masih terlelap di tempat tidurnya. Sedangkan Hyunsuk kini beranjak ke belakang rumah yang begitu luas. Hujan sudah berhenti satu jam yang lalu, dan pria mungil itu kini sibuk membuat api yang ia nyalakan agar tidak padam. Ia menyeringai sembari memindahkan obyek yang ia bakar dengan sebuah ranting pohon.

“Tampan.. Tapi sayang, sebentar lagi kau akan menjadi abu. Selamat ya.” Hyunsuk bergumam. Lalu ia beralih pada pisau berlumuran darah yang belum sempat ia urus. Kemudian lidahnya menjilat pisau itu. “Mmmh... Lezat.” gumamnya.

Setelah itu ia mengubur pisau tersebut dengan kedalaman 3 meter.

Plak! Plak! Plak!

Hyunsuk menepuk-nepuk tangannya seolah menandakan kegiatan yang dilakukannya telah selesai.

“Kalian bedebah sialan memang pantas mati,”

“Hahaha akhirnya tidak akan ada yang mengangguku dan Jihoonie.”

Hyunsuk berjalan menjauh meninggalkan api yang semakin membesar. Disana ada dua mayat yang ia bakar. Kekasih sang ayah, dan juga Yoshi.

“Yuhu.. Jihoonie... Sukkie datang sayang~”

–@ecidiciy