Bagian II:
26 hours

cw // movie spoiler (Me Before You) Word count: 850


“Hei,” panggil Atsumu setelah keduanya diam dalam beberapa waktu. Ia berdeham, melirik sekilas pada Sakusa. Atsumu tidak tahan dengan kecanggungan di antara mereka. Terlebih ketika berada dalam perjalanan panjang ini, Atsumu akan selalu berakhir menatap Sakusa. Ia tak bisa hanya diam dan membiarkan canggung menetap.

Atsumu berdeham, mengatur suaranya juga detak jantungnya. “Ugh, perjalanan kita masih panjang, jadi aku pengen seenggaknya kita gak canggung.”

Satu detik setelah mengatakan itu, Atsumu langsung menutup mulut. Kecanggungan bukannya menurun, malah mendaki naik makin tinggi. Agak menunduk ia untuk menutupi wajahnya. Dalam hati memaki diri sendiri. “Hah, listen, masa lalu kita gak selesai baik-baik dan aku gak merasa kita akan memperbaikinya. Jadi, hanya sampai perjalan berakhir, mari kita bersikap seperti teman.”

Ada nyeri yang datang menyapa. Tenggorokan Sakusa tersendak. Susah payah ia menelan liurnya. “Ah, tentu. Aku juga tak ingin membuat hubungan kita makin canggung.”

“Kalau begitu, lakukan yang ingin kamu lakukan dan aku akan melakukan hal yang sama.” Ujar Atsumu yang langsung fokus pada layar di hadapannya. Ia kembali memilih film yang akan menemaninya menghabiskan waktu. Setidaknya, ia sudah mengatakan yang ingin ia sampaikan. Meski sedikit, rasa canggung itu terangkat. Jemari Atsumu berhenti, ia menoleh pada Sakusa—yang melakukan hal sama. “Mau menonton film bersama?”

Sakusa tersenyum, “Aku tahu film yang bagus. Mau coba menontonnya?”

Dan Atsumu Miya tak pernah mengira akan berakhir menonton film romansa. Oh, pertama Atsumu tak mengira ia akan menonton film ini bersama mantan kekasihnya. Sebagai catatan, di masa lalu mereka tak pernah menonton film romansa, paling komedi atau ulangan pertandingan. Dari semua film, Atsumu tak tahu kenapa mereka berakhir dengan Me Before You.

Dua puluh menit pertama dan Atsumu benci bagaimana pertemuan Lou dan Will begitu familiar dalam ingatan. “Kalau saat bersama denganku bisa tolong jangan terlalu berisik?” Juga bagaimana ucapan yang keluar dari Will sama seperti ucapan Sakusa.

Miya Atsumu benci film ini.

Ia benci pada rasa sesak yang datang tanpa bisa diusir. Ia benci bagaimana keduanya mengingatkan dirinya, pada waktu-waktu awal berbicara dengan Sakusa Kiyoomi. Oh, lihat, segala rencana yang Lou lakukan sama seperti yang Atsumu lakukan di masa lalu. Atsumu, benci ingatan, sebab itu hanya menyakitinya.

“Ah, Sakusa Kiyoomi, Itachiyama. Aku harap kau tidak kehilangan sentuhanmu setelah lama tidak bermain.” Itu kalimat pertama yang Atsumu ucapkan sebagai sambutan dari diterimanya Sakusa. “Terlebih saat ini kita berada di liga pro. Aku tak akan menyesuaikan kemampuanku denganmu.”

Sakusa Kiyoomi menoleh, melirik sekilas dengan sudut bibir terangkat. “Hah? Memangnya kau baru bermain voli kemarin, Miya? Tentu saja kita berdua tahu kalau ini liga pro, kecuali kepala kuningmu itu menabrak tiang kemarin sore.” Ia berhenti, menatap Atsumu yang berbeda beberapa senti—lebih pendek—darinya. “Dan aku tak yakin kau perlu penyesuaian.”

Geram itu muncul di bibir Atsumu. Ia benci kehadiran Sakusa, namun ia tak bisa membenci permainannya. Sakusa Kiyoomi di atas lapangan benar-benar luar biasa. Receive miliknya sempurna, pukulannya sulit ditahan oleh lawan, dan terakhir—hal yang benci untuk Atsumu akui— serve-nya memiliki poros yang tajam. Sakusa Kiyoomi sempurna di atas lapangan.

Miya Atsumu tak ingat kapan awalnya ia mulai mendekat, nyatanya ia ingin menghancurkan dinding Sakusa. Ia ingin masuk dan berbicara banyak. Ia ingin setidaknya, ucapan selamat paginya dibalas. “Yo, Omi-omi, selamat pagi. Hari ini aku membawa onigiri Miya. Kau mau?”

“Hm, pagi. Tapi aku tak memakan onigiri dari tangan orang lain.” Atsumu menahan diri untuk tak melemparkan plastik di tangannya ke wajah Sakusa. Ah, si gila kebersihan ini. “Oh, omong-omong Miya, kau ini sangat cerewet ya?”

Satu alis Atsumu naik sementara ia membuka pintu loker. “Hah? Tiba-tiba sekali?”

“Tidak juga. Aku sudah tau kalau anggota tim yang lain memang berisik. Tapi, Miya, saat bersama denganku bisa tolong jangan terlalu berisik? Telingaku sensitif.”

“Hah? Omi-omi aku ini memang berisik, tapi tidak sampai membuat telinga sakit, kalau itu 'kan tugasnya Bokkun!” Ucapan Atsumu dihentikan dengan capitan jemari Sakusa. Mata Atsumu membola, kaget dengan sentuhan yang tiba-tiba. Tangan Sakusa ditepis langsung, “Berhenti bertingkah menyebalkan Omi-omi. Daripada melarangku ini-itu, bagaimana kalau memberitahu hal yang kau sukai?”

Sakusa meliriknya kemudian mendengus, “Kalau kau punya waktu untuk bicara denganku, kenapa tidak kau gunakan untuk berganti pakaian dan melatih serve-mu itu.” Ada sindiran di sana dan Atsumu membencinya. Ia menggeram, menahan kesal. Sementara Sakusa menatap jemarinya yang masih terasa hangat setelah menyentuh bibir Atsumu.

“Aneh.”

Film selesai dan Miya Atsumu memasukkan judul ini dalam daftar hitam. Ia benci ceritanya yang terlalu dekat dengan masa lalu dan ia benci mengingat akhir kisahnya. Lou dan Will berpisah dengan perasaan saling memiliki. Pasangan dalam cerita ini berpisah dengan kecupan manis dan pelukan hangat.

Berbeda dengan akhir dari kisahnya dengan Sakusa. Keduanya diakhiri dengan amarah. Bukan bibir yang saling menyicip, tetapi ego yang tanpa tak kenal akan tenang. Kisah mereka berdua diakhiri kecewa yang membekas juga kosong, menyisakan dingin dalam dada.

I hate this movie.” Rutuk Atsumu sambil menghapus air matanya. Entah menangisi Will, atau karena teringat masa lalu.

Di tempatnya, Sakusa hanya melirik menahan tangannya yang ingin menghapus jejak air mata di sana. Tentu saja Atsumu membencinya sebab film ini seakan mengingatkan pada awal mereka dekat. Film ini terlalu familiar dengan akhir yang sama, namun dengan sisa perasaan yang berbeda.