Dua alasan
lelah ingin

Hinata menghela napas, menatap pada tumpukan post it dengan kata-kata tak pantas. Tangannya meraup, meremas sleuruhnya yang kemudian dibuang ke tempat sampah. Ia tak paham, kenapa ia harus mendapatkan hal ini? Hanya karena kekasihnya populer? Iri kah mereka? Inginkah mereka pada semua yang dimilikinya?

Ia menggeleng pelan, meraih buku yang dibutuhkan kemudian mengunci lokernya. Di sampingnya ada tawa dan bisikan tak mengenakan. Hingga telinganya hanya mendengar alunan lagu asing yang biasa didengar Sakusa Kiyoomi. Ia menoleh, mendapati kekasihnya tersenyum manis. “Yuk, aku antar ke kelas.” Jemari keduanya bertaut, melangkah perlahan memecah bisik pada masing-masing telinga.

Setelah keduanya tak lagi tertangkap pasang mata, bisikan terdengar makin nyaring. Tanpa malu saling menghampiri, bertukar informasi, juga menambahkan bumbu yang tak perlu.

Tangan Sakusa terasa hangat, sentuhannya terasa menenangkan. Keduanya melangkah hingga parkiran dan pintu mobil kekasihnya dibuka. “Aku anter pulang.”

“Kak Atsumu?” Tanya Hinata, sebab biasanya di hari Rabu ia akan pulang bersama Atsumu.

Sakusa menghela, jemarinya naik, menyisir rambut ikalnya. “Atsumu nanti sama Tooru. Gak usah khawatir. Mereka nanti bareng ke rumah kamu.”

Setelah mendengar penjelas itu baru Hinata mau masuk ke dalam mobil. Sakusa menghela, inginnya ia Hinata lebih mementingkan diri sendiri. Sekilas tadi ia melihat isi post it yang dibuang ke dalam tempat sampah. Ia ingin Hinata lebih mementingkan diri sendiri dibandingkan memikirkan Atsumu.

Hanya saja, Hinata tak bisa. Bahkan meski ia, juga Atsumu dan Oikawa mementingkan Hinata, berusaha untuknya di segala waktu, kekasih mereka tetap tak mau mementingkan diri sendiri. Bahkan ketika dulu ia menyatakan cinta, bukan tentang perasaannya yang bergerak untuk langsung menjawab, melainkan balasan pertanyaan. Sakusa tak paham, kenapa Hinata selalu merasa kecil ketika ia begitu bersinar dan sehangat mentari pagi?

Ia tak paham bagaimana cara agar Hinata mau mementingkan diri sendiri. Bagaimana membuat kekasihnya merasa cukup dan menyayangi diri sendiri. Ia ingin kekasihnya tahu soal itu. Perihal bagaimana ia pantas dicintai bukan hanya mencintai.

Bukan hanya perkara menjadi pantas untuk orang lain dan mementingkan yang lain. Lebih dari itu, Sakusa ingin Hinatanga melihat itu semua untuk diri sendiri sebelum pada dirinya juga Oikawa dan Atsumu. Tanpa sadar mobilnya berhenti di depan pagar rumah Hinata.

“Aku bukain dulu ya, tunggu.” Kata Hinata dan Sakusa mengangguk dengan senyum kecil.

Hinata mengangguk, membukakan gerbang dan menutupnya setelah mobil Sakusa masuk. “Sho, aku mau ngerokok dulu bentar.”

“Eh? Oke.” Balas Shoyo.

Sakusa Kiyoomi hanya beralasan sebab ia tak tahu bagaimana menyelesaikan ini sendirian. Bohong jika Hinata tak tahu perihal masalah di base twitter. Bohong juga jika ia tak khawatirkan, hanya ia bersama Oikawa dan Atsumu tak ada yang berani bertanya. Mereka terllau pengecut juga tak siap melihat reaksi Hinata. Mereka hanya tak siap melihat Hinata menangis. Ah, membayangkannya saja cukup membuat dadanya sesak.

Saku meraih ponselnya, mengirimkan pesan pada Atsumu dan Oikawa. Ia tak bisa menyelesaikannya sendiri. Ia butuh bantuan dua orang itu.

Kalau ini soal alasan ringan, ia tak bisa. Ada ego miliknya yang harus diturunkan serendah tanah di Ibu Kota. Ada hati yang harus belajar egois setelah ini. Ada hati yang harus belajar hingga kakinya lelah. Sakusa menghela. Melirik pada Hinata yang sedang menunggu di balkon rumah dengan kucing di pangkuan. Rokok milik Sakusa masih setengah. Hah, ia harus cepat-cepat menyuruh Oikawa dan Atsumu datang agar Hinata tak kesepian terlalu lama.