readjust | empat


Sukuna menatap ponselnya yang ramai dengan pemberitahuan. Banyak pesan masuk, namun bukan dari Itadori Yuuji. Ia melirik ke arah jam dinding di tengah ruangan, membuat beberapa staf menatap gugup penuh pertimbangan. Mereka saling melirik, menilai situasi ketika si bos hilang fokus. Jelas sekali hanya raganya di dalam ruangan. Pikirannya berkelana entah ke mana.

Jogo, sekretaris sekaligus tangan kanan Sukuna akhirnya mendekat. “Pak, presentasinya ada yang salah?” Pertanyaan ditunjukkan penuh kehati-hatian, takut menyinggung hati yang sudah runyam. “Perlu di—”

Ding!

Kalau itu adalah ponsel staf, sudah pasti akan mendapat tatapan sinis tanpa akhir juga sindiran sampai entah kapan. Namun yang berdenting adalah ponsel atas mereka.

Sukuna melirik jam di dinding, pukul sepuluh tepat dan nama Yuuji ada di sana.


Yuuji rasa saat ini sedang dipermainkan oleh Dewa. Harapannya hanya bisa menemani Jino, namun tak didengar. Yuuji hanya memejamkan matanya sekejap dan kini ia sudah kembali ke apartemen Sukuna. Sofa berwarna khaki yang ia duduki terasa dingin. Sama seperti tangannya.

Matanya terpejam sambil menggenggam ponsel di tangan. Tunggu, ponsel? Dua kelopak matanya menutup dan membuka dengan cepat. Di tangannya kembali ia pegang ponsel pemberian Sukuna.

Yuuji benar-benar kembali di saat ia tak menginginkannya. Di saat hatinya penuh bimbang dan tujuannya mengabur. Saat ini ia tak bisa berpikir jernih. Segalanya tumpang-tindih, tanpa tahu mana yang seharusnya ia selesai lebih dulu.

Khawatir tak mau pergi dari kepalanya. Berada di masa lalu selama beberapa jam harus dibayar dengan tidur selama beberapa jam. Saat ini tubuhnya di masa depan mungkin akan tertidur. Akan buruk jika Choso atau Megumi mengetahui hal ini. Mereka mungkin akan menganggap ia kelelahan. Satu yang Yuuji takutkan adalah terbangun ketika Jino sudah sadar. Ia tak mau anaknya khawatir berkepanjangan.

Yuuji ingin segera kembali, namun ia tak bisa sebelum menyelesaikan urusannya di sini. Masalahnya, Yuuji tak tahu, urusan yang mana yang harus ia selesaikan?

Hari pertama ia kembali adalah untuk membuat Sukuna makan lebih sehat. Hari kedua ia kembali untuk membuat tempat tinggal Sukuna lebih layak dan bersih. Lalu hari ini, apa yang harus ia lakukan?

Ponsel kecil di tangannya berdenting, menyadarkannya dari gusar. Sebuah pemberitahuan masuk. Pesan dari Sukuna, pertanyaan akan kapan Yuuji kembali. Juga permintaan maaf dari lelaki itu.

Yuuji tak bisa menahan dirinya. Bibirnya ia gigit, kencang hingga kebas besi dapat ia rasakan.

Yuuji tak menangis.

Di hari Sukuna meninggalkan.

Juga ketika kemarin lalu Jino sakit.

Ia menahan diri.

Sehingga rasanya begitu lucu ketika ia menangis hanya melalui sebuah permintaan maaf. Rasanya seakan kondisinya menjadi lelucon bagi semesta. Bagaimana ia memohon agar Sukuna di masa depan kembali dan bagaimana Sukuna di masa ini memintanya kembali. Pun ketika ia meminta maaf atas egoisnya yang kemudian dikembalikan oleh Sukuna saat ini.

Keduanya melakukan hal yang sama. Pada subjek yang mungkin hanya menjadi persimpangan. Bukan tujuan, juga bukan pemberhentian.

Pertemuan mereka saat ini, tak akan memiliki akhir yang mereka inginkan. Yuuji membenamkan wajahnya, pada tumpuan lutut. Tangisannya mengisi ruangan yang baru kali ini Yuuji rasakan begitu besar.

Yuuji ingin marah. Pada segala kondisi juga kuasa yang mempermainkannya.

Dan kemudian ingatannya, kembali membawanya, pada hari Sukuna pergi, juga harapan yang membawanya kembali.