Tanya dan titik


Jujur, Yuuta kaget. Banget malah. Itadori Yuuji ada di tempat janjian dia sama Maki. Sudah jelas sekali ini rencana temannya. Bukannya gak mau bersyukur, tapi Yuuta belum siap. Jantungnya dag-dig-dug gak karuan dan hanya berdiri termenung. Niatnya ingin berlari, kabur seperti pengecut. Dan pasti Maki akan ngamuk.

Ia mengeluarkan ponsel, menyisir rambut pirangnya. Tangannya sampai dingin karena begitu gugup. Berkali membuang napasnya, rasanya lebih gugup dibandingkan audisi pertamanya.

Oke, Okkotsu Yuuta, lo ini aktor, ayo pura-pura, Yuuta berbicara dalam hati sebelum membuka pintu kafe. Di dalam tak terlalu ramai membuatnya bisa dengan santai melangkah. Ketika hampir melewati meja Yuuji, ia berhenti, dan mengambil satu langkah mundur. Pura-pura baru sadar. “Eh? Yuuji?”

Si rambut merah muda itu mendongak. Matanya melebar, mungkin kaget melihat kehadirannya. Dari tatap matanya Yuuta tahu bahwa Yuuji bete. Kepalanya dimiringkan, “sendirian?”

Angukkan diberikan. “Duduk Kak.” Yuuji mempersilakan, tak enak melihat Yuuta berdiri terlalu lama.

Seolah tak tahu duduk masalahnya, Yuuta mengisi tempat di hadapan Yuuji. Tas kanvas putih miliknya ditaruh di atas sofa kosong. “Emang hari ini mau ketemu siapa?”

Aduh, Okkotsu Yuuta jago banget akting. Pantes jadi pemeran utama pria terbaik.

Yuuji memutar sedotan di atas milkshake stroberi miliknya. “Sama Nobara sebenarnya, tapi anaknya ada acara mendadak.” Senyum kecil diberikan. “Tadinya mau pulang, eh ketemu Kak Yuuta.”

Mendengar itu membuat Yuuta langsung mengangkat tangannya, memesan makanan untuk mereka berdua. “Yuuji kari sama donkatsu ya?” Tawarannya dijawab dengan anggukan tak yakin. Yuuta menoleh, menatap pelayan. “Kari donkatsunya satu sama bento spesial. Terus saya mau lemon tea ya.”

Si pelayan meninggalkan untuk menyiapkan pesanan mereka. Kali ini Yuuta kembali fokus pada Yuuji. “Kamu nunggu udah lama emang?”

“Iya,” jawab Yuuji lemas. “Tadinya mau main sama Nobara terus gagal deh. Kakak sendiri ada rencana apa?”

Yuuta menggeleng kemudian mengucapkan terima kasih pada pelayan sebelum menyicip lemon tea. “Gak ada. Aku lagi iseng aja mau main eh ketemu kamu.”

“Hm,” melihat balasan tak bersemangat dari Yuuji membuat Yuuta sedikit gugup.

Ia berdeham, “hari ini kalau main sama aku, mau gak?” Ia mencoba menawarkan diri dan Itadori Yuuji melongo.

Keduanya hanya saling diam sampai pesanan mereka tiba. Masih diam sampai Yuuta kembali berdeham. “Kalau gak mau. Gak apa-apa.”

Yuuji kembali diam untuk beberapa saat sampai kepalanya mengangguk. “Oke.”

“Eh?”

“Oke, kita main bareng hari ini.” Yuuta pasti sudah memenangkan lotre hari ini. Nama lotrenya menghabiskan waktu bersama Itadori Yuuji.


Kalau dibilang, sebenarnya Yuuji bingung. Hari ini harusnya dia janjian sama Nobara, tapi malah ketemu sama Yuuta. Si mantan yang hari ini datang dengan rambut pirang. Kepala Yuuji pening. Rasanya Yuuta dua kali lebih tampan dari biasanya.

Sekarang mereka sedang berada di depan permainan basket. Yuuta dengan kemeja putihnya digulung sesiku. Yuuta in daily basis is handsome but now he's hot. Yuuji pusing sendiri tiap kali melirik ke samping.

“Kamu gak mau main?” Tawaran itu membuatnya tersadar dari lamunan.

Gelengan diberikan, membuat Yuuta menggaruk tengkuknya. “Um. Kamu gak seneng ya?”

Buru-buru Yuuji mengibaskan tangannya, tak enak. “Enggak. Cuma aku lagi bingung aja mau main apa. Kak Yuuta mau main apa?”

Keduanya saling melirik, kemudian Yuuta menunjuk sebuah kotak tinggi secara asal. “Ugh, itu. Main itu yuk?”

Yuuji mengikuti arah yang ditunjuk Yuuta. Matanya membulat, “oh? Kak Yuuta mau foto?”

Si rambut pirang itu menoleh, melotot kaget. “Oh? Eh? Iya. Yuk?” Saking kagetnya ia buru-buru menarik tangan Yuuji ke dalam mesin photobox tersebut. “Sini, Ji, deketan.”

Sumpah, Yuuta gak tahu lagi ngapain. Gak tau juga kenapa tangannya kok mudah banget menangkap pipi Yuuji dengan tangannya. “Hehe, biar lucu.” Alasan yang tak masuk akal, Yuuta tahu.

Ia bersyukur Yuuji hanya tertawa dan mengikuti keinginannya. Mereka mengambil beberapa foto. Dua di antaranya dengan tangan Yuuta di pipi Yuuji, sisanya mereka dengan wajah bodoh. “Yuuji mau fotonya?” Yuuta memberikan potret yang baru keluar dari mesin. “Dapet enam foto nih.”

“Mau digunting aja gak? Biar Kakak juga nyimpen.” Balas Yuuji. Tak enak rasanya jika hanya dia yang menyimpan foto mereka. “Eh, kalau gak mau gak apa.” Buru-buru Yuuji menambahkan.

Kekehan Yuuta harusnya masuk ke dalam suara yang tak boleh didengarkan secara bebas. Ilegal. Untuk hatinya terutama. Hah, gila. Sekian lama mereka putus dan Yuuji masih terpengaruh oleh entitas di sampingnya. Luar biasa.

Yuuji sejujurnya tahu, ia tak benar-benar melupakan atau bahkan berpindah tempat. Rasanya is berdiri di lingkaran yang sama dengan kaki yang berada di lumpur mati. Ia hanya diam di tempat dan bergerak sedikit hanya akan menariknya lebih dalam. Yuuji tak tahu, entah ia harus diam atau membiarkan dirinya tenggelam. Rasanya abu-abu.

Perlakuan Yuuta yang manis seakan meneriakkan kembali. Oh, Yuuji bukan tidak peka. Ia sadar bahwa Yuuta memberikan tanda untuk kembali. Ia hanya ... belum siap. Belum tahu harus merespon apa. Itadori Yuuji masih takut.

“Ji? Makan es krim yuk? Atau beli jus di tempat favoritmu?” Okkotsu Yuuta masih ingat. “Pisang-stroberi 'kan? Tunggu sini, aku beliin dulu.”

Okkotsu Yuuta masih membingungkan. Penuh perhatian juga banyak kebaikan. Penuh pertanyaan.

Itadori Yuuji, masih berdiri di atas lumpur mati. Tak tahu harus diam di tempat atau membiarkan diri tenggelam. Sebab ia tak tahu, apakah Okkotsu Yuuta hanya akan diam dan menatap di pinggir atau membiarkan keduanya tenggelam bersama.

Okkotsu Yuuta adalah tanda tanda.

Dan Itadori Yuuji tak bisa memberi titik.