crocowin

teruntuk manusia terganteng di bumi

Rajwa Arhaburrizqi, could you wait for me to fix myself first, i promise to catch you after this. and i know you'll be better for us.

Sebenarnya, seharusnya, kalaupun tanpa interaksi sebagaimana biasanya, kita ini tetap bisa jadi kita tanpa adanya perasaan hampa. Biar pesan itu tidak dibalas sehari atau sebulan, kamu tetap percaya dan perasaan itu tidak akan ada habisnya. Rajwa sayang, aku maunya begitu. Meski aku juga rasa jenuh dan kesal kalau tidak interaksi, tapi ini lebih baik untuk kita dan proses perbaikan masing-masing (itupun kalau kamu benar merasa ada yang perlu diperbaiki dari diri kamu). Karena sebelum membetulkan kamu, aku mau membetulkan diriku dulu. Sebelum mengenal lebih kamu, aku mau mengenal diriku lebih dulu. Pertanyaannya sederhana meski tidak sesederhana menerimanya. 'Rajwa, kamu bersedia?' Aku muak dengan segala perasaan labil ini. Kalau kamu memang tidak pantas untuk aku, maka akan aku pantaskan segalamu. Aku saja tetap disini dengan segala kebaikan hatiku, tidak akan kemana-mana. Asal kamu sudah siap, ayo bertemu dan bicarakan kita lebih panjang lagi. Asal kamu sudah siap, sampai orang bungkam kecuali mengatakan, 'beruntung sekali uin bisa bersama seorang rajwa' maka Rajwa sayang, kamu bersedia?

buat ayah yang paling narsis sedunia

selamat ulang tahun, ayah! sebenarnya cece benci ngucap begini, ayah bertambah tua setahun, yang artınya berkurang setahun pula waktu kita bersama di dunia.

ayah itu role-nya cece, ayah pandangan pertama cece terhadap laki-laki. bagaimana ayah bersikap dan berwatak adalah apa yang cece pahami soal hidup ini. ayah jarang nunjukin sayang, tapi cece tau kalau cece itu kesayangan ayah! ayah, kalau cece dan adik-adik kenapa-kenapa, ayah maju dengan tanpa batas jadi tameng supaya kami hidup bahagia.

ayah, mungkin dulu-dulu keadaan sangat sulit buat kita, tapi kita terus bertumbuh dan belajar. tiap-tiap peristiwa menjadikan kita manusia yang bijak mengambil hikmah kehidupan. ayah, gak semua orang sayang cece, tapi cece punya ayah yang sangat amat peduli. cece rasa, dibandingkan semua kekurangan itu, punya sosok seperti ayah dan bunda sudah lebih dari cukup. Karena sejauh manapun cece pergi, kalianlah tempat cece berpulang.

kalimat mana lagi yang harus cece jabarkan? yang bisa membendung banyaknya kalimat sayang dan keberuntungan untuk menjadi putri ayah. cece sayang ayah, dimanapun dan kapanpun. semoga kita semua beruntung selalu.

ayah, cece sangat amat sayang ayah.

bingung menulis apa, lama tidak bermain kata, tapi seingatku waktu dulu- dulu pertamakali menaruh rasa, nama kamu yang lebih dulu menyapa stigma.

layaknya bunga yang mekar subur waktu disirami air setiap pagi, pengaruh kamu seperti matahari yang mekar cerah untuk membantu tanaman memproses oksigen. menghidupinya, melengkapinya.

kamu mungkin tidak pernah sadar, Tapi apa yang dituang disini benar adanya, mark.

aku sendiri kurang mahir kalau dipaksa merangkai lewat sudut pandang pertama, tapi mau bagaimana, curahan ini kan atas dasar apa yang kurasa?

mungkin agak taksa buat yang tidak pernah merasa, agak risak bagi yang belum terbiasa. tapi presepsiku soal bahagia begini adanya, jadi untuk apa juga mengenyampingkan kesenangan demi memikirkan pendapat orang?

aku dulu belum paham betul persoalan rasa dan segala frasa cinta. yang kutau itu cuma perasaan belaka. tidak punya makna, makanya, bingung mendeskripsikannya.

tapi kenal kamu dengan semua sikap dan sifat bijaksana, kerjakan segala dengan meraki dalam dada, aku jadi paham soal dunia, sedikit-sedikit, aku belajar. aku mau belajar sebab kamu yang paling terpandang. paling punya pengaruh dalam hidup.

yang aku sendiri bingung maunya apa.

senyum cerah yang sewaktu-waktu semu, tolong tetap berseri walau tekadmu hilang satu termakan waktu. kadang memang masa yang buat kita gelisah menghadap dilema. sebuah masa; fase; peristiwa, segala hal yang bersangkutan dengan sosial dan sekitarnya.

layaknya tulisan acak yang berantakan, yang tidak pernah tersampaikan, yang tidak pernah diartikan. layaknya perasaan usang yang abstrak dan tak karuan. kamu tergambar layaknya buku usang yang menguning akibat terlalu lama berteman dengan waktu. tapi tetap tidak mencoreng indahnya kamu sedikitpun. karna sampai kapanpun, kamu akan aku simpan dalam dada. sebagai salah satu tanda, aku pernah jatuh cinta sedalam ini terhadap manusia.

mungkin begini lebih baik. aku tidak pernah merasa tidak adil sedikitpun soal kamu yang tak kanal dengan eksistensiku. karna perasaanku biar urusanku. kamu tolong manfaatkan sayapmu dengan sebaik-baiknya, terbang tinggi melewati dirgantara. menyapa bintang yang selalu tepat mengudara.

nanti waktu kamu sudah sampai di penghujung semesta yang bergelimang esterik terang, sampaikan salamku, bilang dari puan yang dulu pernah berceloteh lebar tentang cinta yang bersemi, namanya mark lee.

Bangku senggang berjarak dua hasta jadi wisata fikir bagi Haikal dan Rasya. Pojok pecel ayam tempat malam mingguan jadi ajang tegang. Mereka meragu, tapi memilih bersatu. Tentang rasa, sebenarnya masing-masing masih melugu.

Menyimpang, orang bilang mereka surut iman. Dari situ, fikir semu si hati bertaut jadi terbelunggu.

“hapean mulu”

Bukan teguran, Rasya berucap lebih kepada sindiran. Daritadi Haikal bukannya mau menyentuh makanannya dan berbincang ringan seperti yang mereka berdua rencanankan. Malam minggu tenang buat dua insan perusak aturan.

Malah asik dengan handphone di tangan dan fikiran melayang terbang.

Rasya tau, jelas tau siapa yang sedang buat Haikal nya tersenyum senang seakan raganya ikut terbang. Ekspresinya jelas terpapar gamblang, kekasih dua tahunnya itu terlihat merah bersemu. Seperti sedang berbalas pesan dengan kekasih, penuh rasa kasmaran.

Iya, kekasih, memang jelas kekasih.

“Bentar ayangg, bikin alesan dulu buat si resya inii”

Resya Anindhira. Kekasih dua bulan Haikal yang di comblangkan oleh Rasya sendiri. Berkedok menutupi jati diri, meski sudah tau kalau ujung-ujungnya Rasya sendiri yang sakit hati.

“Bilang aja nemenin bunda jalan kemana kek”

“Iya ini udah aku bilangin lagi nongkrong sama temen”

Temen, Rasya udah biasa dengan titel publik sebagai temen Haikal yang selalu ngintilin kemana-mana. Pokoknya kalau kalian nyari Haikal, tanya aja Rasya, dia tau dimana meski hilangnya jauh sekalipun.

“Hari ini, gimana harinya ganteng?”

Hapenya dimatiin, di taruh di kocek kembali, sesuap nasi Haikal masukkan kedalam mulut, dia mulai bincang hari ini dengan sapaan basi sekedar 'bagaimana harinya?' Tapi buat Rasya senang seolah diberi sataman bunga.

“Biasa aja, tadi aku nemenin bang marka jalan doang abis itu pulang, udah gaada lagi”

Haikal langsung noleh waktu denger pacarnya nyebut nama rival main basket nya itu.

“Ngapain sama Marka?”

Mukanya Haikal jadi asem banget.

“Engga yaelah, nemenin beli kado buat pacarnya doang. Kamu gatau dia udah jadian sama syeril ya?”

“Ya mana aku tau yang gapenting begitu”

Haikal marah bukan tanpa alesan, Marka ini, tau rahasia antara Haikal dan Rasya, pernah beberapakali juga terang-terangan nunjukin suka ke Rasya. Berujung saling marah, adu jotos di halaman belakang fakultas meski akhirnya Marka yang jelas kalah karna hati Rasya udah dari dulu buat Haikal.

“Apasih kal, gituan doang ah males. Kan malem ini katanya mau dihabisin berdua doang. Sayang-sayangan. Kalo kamunya kaya gini ya mana enak”

Rasya cemberut, Haikal udah mau ketawa aja. Tapi gak berani dia.

“Ya maapp ayanggg, udah jangan cemberut, gemes banget jadi pengen cium”

Rasya mutarin matanya males.

“Cium sini”

“Hahahah, takut ah disini mah, nanti di hajar warga kan serem”

Gara-gara itu, Rasya lepaskan tawa ringan sambil ngangkat tangannya setara dengan arah kepala sang pacar,

'tuk'

Kepalanya Haikal dijentik pake kuku sama Rasya.

Aduh sakit ayang”

Haikal sibuk elus kepalanya yang nyeri, dia tebak sekarang warnanya udah jadi merah terang.

“Iya nanti”

“Nanti apaan? Ciumnya? Beneran boleh ini?”

“Ya boleh lah lo kan pacar gue, gimanasih. Lo mau gue gabolehin gitu?”

“Enggalah! Seneng banget hehehe ke kosan sekarang hayu, bentar atuh aku bayarin dulu”

Haikal pergi, ninggalin Rasya dan tawa yang tak henti. hadeh pacarnya, emang ada-ada saja.


Resya, Rasya. Coba tanya Haikal gimana rasanya pura-pura menaruh hati kepada gadis lugu dari fakultas psikologi. Gadis dengan senyum sempurna yang sekali tatap buat terpana. Bukan niat melebihkan, ini kesaksian Rasya sendiri, seringkali minder dan kecil hati.

Resya dan Rasya, keduanya punya nama hampir sama, Haikal kadang hati-hati kalau mau sebut nama, takut salah pengertian dan buat hancur segalanya.

“Si Resya, cakep banget ya”

Rasya ucap kata waktu lihat wallpaper hp milik laki-laki yang sedang ia peluk dari belakang, lalu tenggelamkan wajah di punggung kokoh laki-lakinya. Ada isyarat sendu tapi tak mampu. Rasya cuma bisa senyum kaku.

“Cakepan kamu”

Haikal ubah posisi tubuh agar berhadapan langsung dengan sang kekasih. Kekasih diam-diam yang ia tancapkan dalam rasa sukanya, pemenang raga penuh keluh seorang Haikal.

“Aku ditanyain bunda terus, kenapa belum punya pacar. Haikal aku harus jawab apa?”

Kalimat dan bahasanya lembut, Haikal tau kekasihnya sedang penuh kalut.

“Apa aku harus cari pacar juga kaya kamu supaya gak ditanyain terus? Supaya ketutupan jati diri perusak aturan kaya aku ini”

Haikal hening sejenak, ia elus pelan surai sehalus kapas milik Rasya yang selalu punya aroma manis kesukaannya.

“Iya boleh, gapapa, demi kamu, demi kita. Engga apa-apa Rasya, kalo cuma ini cara cepatnya”

“Kamu gak marah?”

Haikal senyum, kekehan pelan ia keluarkan. Lalu tubuhnya kembali tegak menatap langit-langit kamar Rasya yang agak temaram sebab lampunya sudah berganti ke lampu tidur.

“Ya gapapa, kalo marah juga aku bisa apa Sya? Mau nyalahin semesta, jelas-jelas kita yang ngelanggar norma. Yang kaya kita cuma bisa diam nerima. Asal berdua sama kamu mah dunia runtuh juga aku bakal tetep senyum Sya”

Rasnya sunggingkan senyum lega. Dia tau Haikal selalu bertuju pada dia. Rasanya lucu kalau Rasya sempat taruh curiga.

Mana bisa apa-apa. Jelas, hubungan keduanya saja sudah jelas salah dimata dunia, apa kata orang-orang? Terlebih, apa kata bunda? Rasya masih tak bisa bayangkan bagaimana patahnya hati wanita yang paling ia sayang waktu tau Rasya dan jalan hidupnya, takut bunda kalut dan jadi nestapa. Apa benar putra kecil bunda malah tumbuh di jalan penuh cendala?

Kadang tengah malam selalu bawa sendu buat Rasya, sembunyi takut dari bayangan gelap perusak fikiran. Bayangan-bayangan jahat sekelibat cemooh orang. Risak dari ketenangan.

Kalau Rasya melangkah, apa akan salah arah? Bunda pasti marah. Rasya jadi gundah.

Malam-malam itu, kembali datamg bahkan saat Rasya sedang berdua dengan Haikal. Datang bahkan waktu perasaannya mekar penuh cinta.

“Haikal, apa masih sanggup?”

Kalimat ampuh buat Haikal melumpuh. Rasya jelas merisau, seringkali diterjang demi secercah terang. Jadi pertanyaan tadi dijawab anggukan patah-patah oleh Haikal yang masih mau melangkah meski tertatih.

“Masih. Sampai sekarat pun masih. Masih mau terus ngerasain dicintai seorang Rasya. Sumpah, sampai dikutuk dunia pun aku masih mau berdua”

“Apa masih sanggup kalau yang mengutuk bunda?”

Haikal, dengan hati kalut dan benak ribut. Menunduk takut. Bunda itu segalanya, Rasya jelas tau bagaimana rasanya jika yang diangkat perihal bunda. Karna Rasya juga sama, bundanya juga segalanya.

“Sanggup, Rasya, kita lewatin berdua. Gaada yang salah dengan cinta. Gaada yang tau soal besarnya rasa kita, Rasya, cukup kita, dunia bungkam dengan sendirinya”

Mau nangis, Rasya udah siap tumpahkan air mata. Buru-buru diusapnya supaya tampak kuat dimata Haikal yang padahal juga menahan sesak di dada. Sumpah ya, perjalanan mereka kenapa banyak batunya. Bukan cuma batu ditengah jalan, tapi juga batu yang dilempar, kadang tepat mengenai hati sampai sekarat mau mati.

Tapi kata Haikal, asal berdua, mau dunia runtuh juga dia masih mau ngerasa dicintain seorang Rasya.

“Huhu, pacar aku keren banget bahasanya”

Rasya peluk kembali tubuh samping pacarnya, setengah tubuhnya dia timpa, mau peluk erat laki-laki favoritnya.

“Kamu mah Rasyaaa, ah, aku sayang banget gak ngerti lagi”

Berakhir pelukan berdua sambil berbagi hangat di sejuknya tengah malam dengan jendela terbuka, sama-sama malas beranjak sekedar menutupnya, untung tirainya tertutup semua, jadi mereka gak perlu khawatir kalau-kalau ada yang ngeliat.

“Sini kepalanya”

Rasya buka setengah bajunya sebatas dada, buat Haikal nyengir pelan waktu ngeliat perut mulus pacarnya itu.

“Akunya disuruh masuk ke baju gitu?”

“Iya biar anget, sini”

Kepalanya Haikal masuk ke baju Rasya. Dia peluk erat pinggang pacarnya, lalu kecup pelan perut atas Rasya buat sang empu bergerak kegelian.

“Jangan diciumiin”

“Abisnya gemes gini” Bukanmya berhenti, Haikal malah ngusek-ngusek kepalanya disana. Rasya jadi peluk erat kepala pacarnya yang masih ada didalam bajunya. Dikecup pelan atas kepalanya. Numpahin segala sayang. Bener-bener, Rasya sayang banget sampe mau nangis.

“Ayang,”

“Hm?”

“Jangan bobo dulu atuh, kita belum ciuman. Katanya mau ngasih cium?”

Haikal keluarkan kepalanya, senyumannya masih terus tertera. Senyum ada maunya kalo kata Rasya.

Jadi, Rasya taruh tangannya di kedua pipi Haikal, nyuruh supaya ngedeket. Sampai bibir keduanya utuh bertaut.

Ciuman hangat dan penuh kasih sayang, Rasya gak mau bual, kalau soal ciuman, Haikal nya gaada lawan. Rasa-rasanya Rasya dibuat jauh melayang. Dibawa hanyut ke jumantara aksa. Jauh sampai lupa arah pulang.

Malam itu, Rasya kembali dibuat sadar, kalau rasa dan jalin cinta punya mereka, gaada yang bisa nandingin seberapa hebatnya. Bingung mau berucap makasih sebanyak banyaknya atau menyalahkan dengan cemooh sejahat jahatnya kepada semesta.

Yang jelas, Rasya dan Haikal, kalau keduanya bersama, bahagia mereka utuh tercipta. Peduli setan dengan aturan yang ada.

Bangku senggang berjarak dua hasta jadi wisata fikir bagi Haikal dan Rasya. Pojok pecel ayam tempat malam mingguan jadi ajang tegang. Mereka meragu, tapi memilih bersatu. Tentang rasa, sebenarnya masing-masing masih melugu.

Menyimpang, orang bilang mereka surut iman. Dari situ, fikir semu si hati bertaut jadi terbelunggu.

“hapean mulu”

Bukan teguran, Rasya berucap lebih kepada sindiran. Daritadi Haikal bukannya mau menyentuh makanannya dan berbincang ringan seperti yang mereka berdua rencanankan. Malam minggu tenang buat dua insan perusak aturan.

Malah asik dengan handphone di tangan dan fikiran melayang terbang.

Rasya tau, jelas tau siapa yang sedang buat Haikal nya tersenyum senang seakan raganya ikut terbang. Ekspresinya jelas terpapar gamblang, kekasih dua tahunnya itu terlihat merah bersemu. Seperti sedang berbalas pesan dengan kekasih, penuh rasa kasmaran.

Iya, kekasih, memang jelas kekasih.

“Bentar ayangg, bikin alesan dulu buat si resya inii”

Resya Anindhira. Kekasih dua bulan Haikal yang di comblangkan oleh Rasya sendiri. Berkedok menutupi jati diri, meski sudah tau kalau ujung-ujungnya Rasya sendiri yang sakit hati.

“Bilang aja nemenin bunda jalan kemana kek”

“Iya ini udah aku bilangin lagi nongkrong sama temen”

Temen, Rasya udah biasa dengan titel publik sebagai temen Haikal yang selalu ngintilin kemana-mana. Pokoknya kalau kalian nyari Haikal, tanya aja Rasya, dia tau dimana meski hilangnya jauh sekalipun.

“Hari ini, gimana harinya ganteng?”

Hapenya dimatiin, di taruh di kocek kembali, sesuap nasi Haikal masukkan kedalam mulut, dia mulai bincang hari ini dengan sapaan basi sekedar 'bagaimana harinya?' Tapi buat Rasya senang seolah diberi sataman bunga.

“Biasa aja, tadi aku nemenin bang marka jalan doang abis itu pulang, udah gaada lagi”

Haikal langsung noleh waktu denger pacarnya nyebut nama rival main basket nya itu.

“Ngapain sama Marka?”

Mukanya Haikal jadi asem banget.

“Engga yaelah, nemenin beli kado buat pacarnya doang. Kamu gatau dia udah jadian sama syeril ya?”

“Ya mana aku tau yang gapenting begitu”

Haikal marah bukan tanpa alesan, Marka ini, tau rahasia antara Haikal dan Rasya, pernah beberapakali juga terang-terangan nunjukin suka ke Rasya. Berujung saling marah, adu jotos di halaman belakang fakultas meski akhirnya Marka yang jelas kalah karna hati Rasya udah dari dulu buat Haikal.

“Apasih kal, gituan doang ah males. Kan malem ini katanya mau dihabisin berdua doang. Sayang-sayangan. Kalo kamunya kaya gini ya mana enak”

Rasya cemberut, Haikal udah mau ketawa aja. Tapi gak berani dia.

“Ya maapp ayanggg, udah jangan cemberut, gemes banget jadi pengen cium”

Rasya mutarin matanya males.

“Cium sini”

“Hahahah, takut ah disini mah, nanti di hajar warga kan serem”

Gara-gara itu, Rasya lepaskan tawa ringan sambil ngangkat tangannya setara dengan arah kepala sang pacar,

'tuk'

Kepalanya Haikal dijentik pake kuku sama Rasya.

Aduh sakit ayang”

Haikal sibuk elus kepalanya yang nyeri, dia tebak sekarang warnanya udah jadi merah terang.

“Iya nanti”

“Nanti apaan? Ciumnya? Beneran boleh ini?”

“Ya boleh lah lo kan pacar gue, gimanasih. Lo mau gue gabolehin gitu?”

“Enggalah! Seneng banget hehehe ke kosan sekarang hayu, bentar atuh aku bayarin dulu”

Haikal pergi, ninggalin Rasya dan tawa yang tak henti. hadeh pacarnya, emang ada-ada saja.

___

Resya, Rasya. Coba tanya Haikal gimana rasanya pura-pura menaruh hati kepada gadis lugu dari fakultas psikologi. Gadis dengan senyum sempurna yang sekali tatap buat terpana. Bukan niat melebihkan, ini kesaksian Rasya sendiri, seringkali minder dan kecil hati.

Resya dan Rasya, keduanya punya nama hampir sama, Haikal kadang hati-hati kalau mau sebut nama, takut salah pengertian dan buat hancur segalanya.

“Si Resya, cakep banget ya”

Rasya ucap kata waktu lihat wallpaper hp milik laki-laki yang sedang ia peluk dari belakang, lalu tenggelamkan wajah di punggung kokoh laki-lakinya. Ada isyarat sendu tapi tak mampu. Rasya cuma bisa senyum kaku.

“Cakepan kamu”

Haikal ubah posisi tubuh agar berhadapan langsung dengan sang kekasih. Kekasih diam-diam yang ia tancapkan dalam rasa sukanya, pemenang raga penuh keluh seorang Haikal.

“Aku ditanyain bunda terus, kenapa belum punya pacar. Haikal aku harus jawab apa?”

Kalimat dan bahasanya lembut, Haikal tau kekasihnya sedang penuh kalut.

“Apa aku harus cari pacar juga kaya kamu supaya gak ditanyain terus? Supaya ketutupan jati diri perusak aturan kaya aku ini”

Haikal hening sejenak, ia elus pelan surai sehalus kapas milik Rasya yang selalu punya aroma manis kesukaannya.

“Iya boleh, gapapa, demi kamu, demi kita. Engga apa-apa Rasya, kalo cuma ini cara cepatnya”

“Kamu gak marah?”

Haikal senyum, kekehan pelan ia keluarkan. Lalu tubuhnya kembali tegak menatap langit-langit kamar Rasya yang agak temaram sebab lampunya sudah berganti ke lampu tidur.

“Ya gapapa, kalo marah juga aku bisa apa Sya? Mau nyalahin semesta, jelas-jelas kita yang ngelanggar norma. Yang kaya kita cuma bisa diam nerima. Asal berdua sama kamu mah dunia runtuh juga aku bakal tetep senyum Sya”

Rasnya sunggingkan senyum lega. Dia tau Haikal selalu bertuju pada dia. Rasanya lucu kalau Rasya sempat taruh curiga.

Mana bisa apa-apa. Jelas, hubungan keduanya saja sudah jelas salah dimata dunia, apa kata orang-orang? Terlebih, apa kata bunda? Rasya masih tak bisa bayangkan bagaimana patahnya hati wanita yang paling ia sayang waktu tau Rasya dan jalan hidupnya, takut bunda kalut dan jadi nestapa. Apa benar putra kecil bunda malah tumbuh di jalan penuh cendala?

Kadang tengah malam selalu bawa sendu buat Rasya, sembunyi takut dari bayangan gelap perusak fikiran. Bayangan-bayangan jahat sekelibat cemooh orang. Risak dari ketenangan.

Kalau Rasya melangkah, apa akan salah arah? Bunda pasti marah. Rasya jadi gundah.

Malam-malam itu, kembali datamg bahkan saat Rasya sedang berdua dengan Haikal. Datang bahkan waktu perasaannya mekar penuh cinta.

“Haikal, apa masih sanggup?”

Kalimat ampuh buat Haikal melumpuh. Rasya jelas merisau, seringkali diterjang demi secercah terang. Jadi pertanyaan tadi dijawab anggukan patah-patah oleh Haikal yang masih mau melangkah meski tertatih.

“Masih. Sampai sekarat pun masih. Masih mau terus ngerasain dicintai seorang Rasya. Sumpah, sampai dikutuk dunia pun aku masih mau berdua”

“Apa masih sanggup kalau yang mengutuk bunda?”

Haikal, dengan hati kalut dan benak ribut. Menunduk takut. Bunda itu segalanya, Rasya jelas tau bagaimana rasanya jika yang diangkat perihal bunda. Karna Rasya juga sama, bundanya juga segalanya.

“Sanggup, Rasya, kita lewatin berdua. Gaada yang salah dengan cinta. Gaada yang tau soal besarnya rasa kita, Rasya, cukup kita, dunia bungkam dengan sendirinya”

Mau nangis, Rasya udah siap tumpahkan air mata. Buru-buru diusapnya supaya tampak kuat dimata Haikal yang padahal juga menahan sesak di dada. Sumpah ya, perjalanan mereka kenapa banyak batunya. Bukan cuma batu ditengah jalan, tapi juga batu yang dilempar, kadang tepat mengenai hati sampai sekarat mau mati.

Tapi kata Haikal, asal berdua, mau dunia runtuh juga dia masih mau ngerasa dicintain seorang Rasya.

“Huhu, pacar aku keren banget bahasanya”

Rasya peluk kembali tubuh samping pacarnya, setengah tubuhnya dia timpa, mau peluk erat laki-laki favoritnya.

“Kamu mah Rasyaaa, ah, aku sayang banget gak ngerti lagi”

Berakhir pelukan berdua sambil berbagi hangat di sejuknya tengah malam dengan jendela terbuka, sama-sama malas beranjak sekedar menutupnya, untung tirainya tertutup semua, jadi mereka gak perlu khawatir kalau-kalau ada yang ngeliat.

“Sini kepalanya”

Rasya buka setengah bajunya sebatas dada, buat Haikal nyengir pelan waktu ngeliat perut mulus pacarnya itu.

“Akunya disuruh masuk ke baju gitu?”

“Iya biar anget, sini”

Kepalanya Haikal masuk ke baju Rasya. Dia peluk erat pinggang pacarnya, lalu kecup pelan perut atas Rasya buat sang empu bergerak kegelian.

“Jangan diciumiin”

“Abisnya gemes gini” Bukanmya berhenti, Haikal malah ngusek-ngusek kepalanya disana. Rasya jadi peluk erat kepala pacarnya yang masih ada didalam bajunya. Dikecup pelan atas kepalanya. Numpahin segala sayang. Bener-bener, Rasya sayang banget sampe mau nangis.

“Ayang,”

“Hm?”

“Jangan bobo dulu atuh, kita belum ciuman. Katanya mau ngasih cium?”

Haikal keluarkan kepalanya, senyumannya masih terus tertera. Senyum ada maunya kalo kata Rasya.

Jadi, Rasya taruh tangannya di kedua pipi Haikal, nyuruh supaya ngedeket. Sampai bibir keduanya utuh bertaut.

Ciuman hangat dan penuh kasih sayang, Rasya gak mau bual, kalau soal ciuman, Haikal nya gaada lawan. Rasa-rasanya Rasya dibuat jauh melayang. Dibawa hanyut ke jumantara aksa. Jauh sampai lupa arah pulang.

Malam itu, Rasya kembali dibuat sadar, kalau rasa dan jalin cinta punya mereka, gaada yang bisa nandingin seberapa hebatnya. Bingung mau berucap makasih sebanyak banyaknya atau menyalahkan dengan cemooh sejahat jahatnya kepada semesta.

Yang jelas, Rasya dan Haikal, kalau keduanya bersama, bahagia mereka utuh tercipta. Peduli setan dengan aturan yang ada.

“Ji”

“Oy bang?”

“Renjun udah nyuruh pulang ya?”

Mark yang notice reply Renjun di twitter Jisung langsung nanya ke yang bersangkutan. Bikin jisung ngedesah pelan.

Sekarang, mereka lagi ngumpul di salah satu kursi disana. Pada mabok habis nyobain wahana.

“Iya bang. Ah, cerewet si kakak mah”

Bukan apa, gemes sih kakanya itu, tapi nyebelinnya Jisung selalu di anggep anak bayi sama dia, padahal kan udah gede, badan aja gedean Jisung. Malah kadang Jisung ngerasanya punya adek, bukannya kakak.

“Hayu we atuh, balik.”

Haechan udah berdiri, dia ngebutin celananya yang kotor kena debu waktu jatoh pas buru buru pengen naik ontang anting tadi.

Malu-maluin. Sumpah.

Edan lah budak eiu mah, sagala di taekan.

“Pusing euy”

“Ya elu semuanya dinaikin, gimana ga muter itu kepala” lagi pening-pening gitu, palanya Haechan ditoyor lagi sama si Jeno.

“Anying”

“Jam setengah tujuh bray”

“Gas sampe isya be lah, depan noh ada masjid, sebelahnya tempat makan gitu”

Jaemin ngusulin, diamah males pulang. Da dirumahnya kosong gaada orang. Biasa, tipikal anak orang kaya yang ortunya jarang pulang.

“Gabisa bang, gua uda disuru balik. Ntar ngamuk anaknye tau gua kelamaan main”

“Ah lebay kakak lu ji”

Jeno nyeletuk sambil ikut berdiri dari duduknya. Jisung nyengir doang, yagimana, ribet urusannya kalo sampe si kakak kesayangannya itu ngambek.

“Balik dah balik”

Akhirnya berenam itu jalan ke arah keluar. Milih buat pulang aja soalnya kakaknya Jisung udah nyuruh. Ya gapapa sih, lagian dah malem juga. Isya mah nanti dijalan we kalo lewat masjid.

Jalan keluar, Jisung micingin matanya waktu nangkap siluet orang yang dia kenal. Galama semakin jelas, jalan, ngarah ke arah mereka.

“Anjrit”

“Hah kenape”

Pandangan mereka fokus kearah depan, sesuai dengan arah pandang Jisung yang udah melongo.

Disana, ada renjun dengan jaket kebesaran dan kacamata bening jalan ke arah mereka sambil dihentak-hentak kecil.

Rautnya cemberut, alisnya mengerut. Bikin kesan imut yang semua orang disana gabisa tahan, terutama Jeno sendiri.

Berhenti di depan mereka, rautnya Renjun makin sebel. Dengan kedua tangan di pinggang, dia ngomong,

“Mana eskrim😠”

“Geseran bang” Jisung sekarang udah duduk di mobilnya Mark bareng kelima abangnya yang lain. capek, dia habis nunggu lama depan gang biar kakaknya galiat dan berujung ngerengek minta ikut.

Emang namanya manusia, janji jam satu pun jadi setengah tiga.

Di dalem mobil itu, enam enamnya pada sesek, udah badan pada bongsor, si Haechan pake ngengkang lagi. Haechan yang ditegor karna ngangkang buru-buru rapetin kakinya. Dengan muka yg tetep fokus ke hape, gatau nge chat siapa.

“Jalan nih?”

“Jalaaan”

Mark fokus jalanin mobilnya, sementara lima anak numpang mobil ini pesta nyanyi-nyanyi. Wah berasa lepas beban lah.

“ALL YOUR FRIENDS ARE SO COOL YOU GO OUT EVERY NIGHT-”

jaelousy, jealousy milik olivia rodrigo mengalun kencang di dalam mobil yang terus melaju itu, ditambah suara Haechan yang gede kaya toa, nemenin perjalanan mereka yang bisa dibilang lumayan jauh.

“Gapapa itu si renjun lu tinggalin tong?”

Jaemin yang posisinya di depan bareng Mark nolehin kepala ke arah Jisung yang posisinya paling belakang sama Haechan. Lo pada bayangin dah, sumpek pokonya itu si Jisung di teriakin mulu ama Haechan.

“Kaga papa, emangnye kenapesi”

“Ye nanti bocahnya ngambek”

“Udah gue bilangin dapet eskrim nanti”

“Pantes, yaudah kalo gitu”

Jeno, yang posisinya ditengah antara mereka berdua cuma ngerutin keningnya heran denger percakapan antara dua orang di depan sama belakangnya ini.

si renjun renjun ini, begimane si bentukannye, macem bocah aja segala dibujuk pake eskrim dulu

“Geseran bang” Jisung sekarang udah duduk di mobilnya Mark bareng kelima abangnya yang lain. capek, dia habis nunggu lama depan gang biar kakaknya galiat dan berujung ngerengek minta ikut.

Emang namanya manusia, janji jam satu pun jadi setengah tiga.

Di dalem mobil itu, enam enamnya pada sesek, udah badan pada bongsor, si Haechan pake ngengkang lagi. Haechan yang ditegor karna ngangkang buru-buru rapetin kakinya. Dengan muka yg tetep fokus ke hape, gatau nge chat siapa.

“Jalan nih?”

“Jalaaan”

Mark fokus jalanin mobilnya, sementara lima anak numpang mobil ini pesta nyanyi-nyanyi. Wah berasa lepas beban lah.

“ALL YOUR FRIENDS ARE SO COOL YOU GO OUT EVERY NIGHT-”

jaelousy, jealousy milik olivia rodrigo mengalun kencang di dalam mobil yang terus melaju itu, ditambah suara Haechan yang gede kaya toa, nemenin perjalanan mereka yang bisa dibilang lumayan jauh.

“Gapapa itu si renjun lu tinggalin tong?”

Jaemin yang posisinya di depan bareng Mark nolehin kepala ke arah Jisung yang posisinya paling belakang sama Haechan. Lo pada bayangin dah, sumpek pokonya itu si Jisung di teriakin mulu ama Haechan.

“Kaga papa, emangnye kenapesi”

“Ye nanti bocahnya ngambek”

“Udah gue bilangin dapet eskrim nanti”

“Pantes, yaudah kalo gitu”

Jeno, yang posisinya ditengah antara mereka berdua cuma ngerutin keningnya heran denger percakapan antara dua orang di depan sama belakangnya ini.

si renjun renjun ini, begimane si bentukannye, macem bocah aja segala dibujuk pake eskrim dulu

“Geseran bang” Jisung sekarang udah duduk di mobilnya Mark bareng kelima abangnya yang lain. capek, dia habis nunggu lama depan gang biar kakaknya galiat dan berujung ngerengek minta ikut.

Emang namanya manusia, janji jam satu pun jadi setengah tiga.

Di dalem mobil itu, enam enamnya pada sesek, udah badan pada bongsor, si Haechan pake ngengkang lagi. Haechan yang ditegor karna ngangkang buru-buru rapetin kakinya. Dengan muka yg tetep fokus ke hape, gatau nge chat siapa.

“Jalan nih?”

“Jalaaan”

Mark fokus jalanin mobilnya, sementara lima anak numpang mobil ini pesta nyanyi-nyanyi. Wah berasa lepas beban lah.

“ALL YOUR FRIENDS ARE SO COOL YOU GO OUT EVERY NIGHT-”

jaelousy, jealousy milik olivia rodrigo mengalun kencang di dalam mobil yang terus melaju itu, ditambah suara Haechan yang gede kaya toa, nemenin perjalanan mereka yang bisa dibilang lumayan jauh.

“Gapapa itu si renjun lu tinggalin tong?”

Jaemin yang posisinya di depan bareng Mark nolehin kepala ke arah Jisung yang posisinya paling belakang sama Haechan. Lo pada bayangin dah, sumpek pokonya itu si Jisung di teriakin mulu ama Haechan.

“Kaga papa, emangnye kenapesi”

“Ye nanti bocahnya ngambek”

“Udah gue bilangin dapet eskrim nanti”

“Pantes, yaudah kalo gitu”

Jeno, yang posisinya ditengah antara mereka berdua cuma ngerutin keningnya heran denger percakapan antara dua orang di depan sama belakangnya ini.

si renjun renjun ini, begimane si bentukannye, macem bocah aja segala dibujuk pake eskrim dulu

“Geseran bang” Jisung sekarang udah duduk di mobilnya Mark bareng kelima abangnya yang lain. capek, dia habis nunggu lama depan gang biar kakaknya galiat dan berujung ngerengek minta ikut.

Emang namanya manusia, janji jam satu pun jadi setengah tiga.

Di dalem mobil itu, enam enamnya pada sesek, udah badan pada bongsor, si Haechan pake ngengkang lagi. Haechan yang ditegor karna ngangkang buru-buru rapetin kakinya. Dengan muka yg tetep fokus ke hape, gatau nge chat siapa.

“Jalan nih?”

“Jalaaan”

Mark fokus jalanin mobilnya, sementara lima anak numpang mobil ini pesta nyanyi-nyanyi. Wah berasa lepas beban lah.

“ALL YOUR FRIENDS ARE SO COOL YOU GO OUT EVERY NIGHT-”

jaelousy, jealousy milik olivia rodrigo mengalun kencang di dalam mobil yang terus melaju itu, ditambah suara Haechan yang gede kaya toa, nemenin perjalanan mereka yang bisa dibilang lumayan jauh.

“Gapapa itu si renjun lu tinggalin tong?”

Jaemin yang posisinya di depan bareng Mark nolehin kepala ke arah Jisung yang posisinya paling belakang sama Haechan. Lo pada bayangin dah, sumpek pokonya itu si Jisung di teriakin mulu ama Haechan.

“Kaga papa, emangnye kenapesi”

“Ye nanti bocahnya ngambek”

“Udah gue bilangin dapet eskrim nanti”

“Pantes, yaudah kalo gitu”

Jeno, yang posisinya ditengah antara mereka berdua cuma ngerutin keningnya heran denger percakapan antara dua orang di depan sama belakangnya ini.

si renjun renjun ini, begimane si bentukannye, macem bocah aja segala dibujuk pake eskrim dulu