“Kenapa lo milih mau kasih tau Hosea sendiri daripada gue yang nge-spill?” mata Grishelda menatap Eloise dengan penuh penasaran, sembari tangannya mengaduk-aduk gelas kopi yang ada dihadapannya.
“Hosea itu lebay. Kalo lo yang kasih tau sedangkan gue lebih dulu kasih tau lo daripada dia, bisa dibahas sampe anaknya ada tujuh biji di dunia.”
Grishelda terkekeh. “Iya sih, setuju.”
“Itu tadi cewek yang pernah gue kasih tau ke elo, by the way.”
“Nggak nyangka bakalan segenit itu sama Hosea.”
Eloise menyandarkan badannya. “Emang genit banget kaya gitu. Gue kadang gedeg sendiri liatnya. Cuman ya gue tau, Hosea emang kan nggak pernah ngerespon apapun, jadi ya fine fine aja sih.”
“Iya, gue juga nggak ada masalah. Apalagi abis dibilang jadi ‘calon cewek gue’ di depannya.”
Mereka sama-sama terkekeh.
“Terus terus, gimana Jeremiah nembak lo-nya?”
“Ya.. ya sebenernya cliché sih. Kaya kasih bunga mawar gitu se-bucket. Yang bikin gue salah tingkah setengah mampus tuh ya, ini cowok nembaknya pake kata-kata yang nggak lazim. Coba, kata-kata lazim yang biasanya lo denger kalo cowok nembak cewek kaya apa?”
Grishelda berpikir sejenak, “Hmm, will you be my girlfriend?”
Eloise mengangguk, “Nah, gitu kan. Tapi si Jeremiah ini nggak gitu.”
“Pake kata-kata marry ya?”
Eloise mendelik. “Nggak setolol itu juga!”
Grishelda terkekeh. “Terus apaan?”
“Dia pake kata-kata..” Eloise tersenyum sejenak jika mengingat bagaimana Jeremiah menjadikannya pacarnya semalam. “Can I be your boyfriend, your everything?”
Grishelda melongo, namun sejenak ia langsung menutup mulutnya dan tersenyum sambil mengangguk-anggukan kepalanya. Ia menyadari bahwa perlahan, muka Eloise mulai memerah —menjalar dari arah telinganya sampai ke pipi.
“Sialan banget itu cowok,” Grishelda berhenti dari kekehannya. “Gue nggak ditembak langsung kaya gitu aja salting banget, apalagi elo!”
Eloise hanya tersenyum kegirangan. “Ya gitu itu.”
“Apa lo nggak ada niatan buat nikahin tuh cowok saat itu juga?”
Tawa Eloise pecah. “Iya, ada banget lagi.”
Kini, Grishelda ikutan tertawa. Mereka berdua sama-sama tertawa tentang laki-laki yang menjadi pacar Eloise itu. Seorang Jeremiah yang terlihat kaku dan tidak peduli dengan sekitarnya bisa mengatakan hal yang sangat romantis pada Eloise merupakan sesuatu yang jarang. Itu lucu. Apalagi jika Hosea tau.
“Mukanya Jeremiah gimana?”
“Merah, merah banget. Gue rasa ada efek dari kita minum wine, tapi itu juga kayanya karena dia menyatakan perasaan deh.”
“Sumpah pasti lucu banget kalian,” Grishelda ikut menyenderkan bahunya. “Kalo gue ada disitu, pasti gue nangis.”
“Lebay!”
“Lo tau nggak sih Yis? Gue tuh sayang banget sama lo,” Grishelda menatap Eloise, matanya penuh dengan kebenaran. “Beneran se-sayang itu. Lo itu beneran kecintaan gue. Jadi, gue bangga banget lo akhirnya bisa mengalahkan rasa takut lo sendiri untuk berkomitmen,
“Lo selalu terlihat tegar, padahal gue tau serapuh apa diri lo. Jadi, gue bahagia banget lo menemukan Jeremiah, gue rasa dia bakalan bisa menjadi manusia yang lo andalkan dalam segala situasi dan kondisi. Gue percaya dia bisa.”
Eloise memanyunkan bibirnya, menahan tangisnya untuk turun namun tidak bisa. Tiba-tiba saja, air mata sudah berada di pipinya, mengalir. Isakannya mulai terdengar.
Grishelda berpindah posisi duduk —yang awalnya disebrang Eloise menjadi disebelah Eloise. Memeluk perempuan itu sambil mengelus perlahan punggungnya.
“Udah jangan nangis.”
“Ghu-hue nangis ka-hare-hena se-sehe-neng bisa tehe-menan sama lo, Cel!”
“Iya, Oyis.”
“Tehe-menan tehe-rus saha-ma guhu-e ya, Cel?”
“Pasti, Oyis sayang!”
Eloise mengusap air matanya dengan cepat dan menelan air ludahnya sendiri. Senyumnya mengembang. Matanya yang masih penuh dengan air itu menatap Grishelda dengan tatapan paling nyaman yang dia berikan untuk seseorang.
“Gue pastiin lo juga bakal bahagia kalo gue bahagia, Cel. You give me yourself, so I will give you the whole world.”