ABI.

this blog is belong to cuupidly on twitter for writing au đź’—

4 Years Later

“HAECHAN KON GENDENG?!” Ryujin berteriak saat Haechan mulai mengerjainya.

“Pukulin aja kepalanya, biar kaga kebiasaan.” sahut Taeil sambil terkekeh.

“WEH IKU DITA MEN.” teriak Yuta saat ia melihat seorang perempuan turun dari sedan berwarna putih dan melambai.

Hari ini hari lebaran. Setelah lulus, Yuta, Johnny dan yang lain masih terus berhubungan dengan Dita dan teman-temannya dan selalu bertemu saat lebaran.

Dita kini kuliah di universitas yang dia mau sejak dulu di Jogjakarta. Dia dan Tern, lebih tepatnya. Ryujin memilih kuliah disebuah PTS bergengsi di Surabaya bersama dengan Jaemin. Haechan masuk PTN terkenal di Surabaya, anak teknik.

“Langsung ae ta? Tern wes disana soale,” sahut Dita sambil membenarkan bajunya yang tertiup angin.

“Gawe jubah cik.” sahut Jaemin.

“KOK JUBAH SEH?”

Yang lain terkekeh.

“Ayo wes, Tern wes ambek Doyoung ta?”

Dita mengangguk, “Ayo?”

Ryujin langsung menggandeng tangan Dita. “Aku ambek Dita! Males ambek Haechan.”

“Iyo wes naik mobil ae,” sahut Taeil. “Cek aku sing ambek Echan.”

Ryujin melayangkan jempolnya.

“Wes ta? Yuk!”

Mereka pun segera menaiki kendaraan masing-masing dan segera mungkin menuju tempat yang selalu mereka hadiri selama empat tahun ini.


Dita mengelus nisan Ten dengan pelan sambil tersenyum. Yang lain memberi bunga, sambil beberapa kali menyapa Ten.

Ia tidak jadi dikremasi, karena Mama Ten sendiri tidak setuju. Jadi, disinilah kami setiap hari lebaran, menuju sebuah makam yang terletak disisi utara Surabaya.

“Kangen gak? Ketemunya setahun sekali.” bisik Dita sambil menyiram air bunga yang dia bawa tadi.

Tern terkekeh. “Kangenan Dita, tiap malem mewek mau ketemu sama kon Ko!”

Dita ikut terkekeh, menepuk pelan bahu Tern. “Jangan gitu, ntar Mas Ten malu.”

Yang lain hanya tersenyum tipis, masih membayangkan bahwa teman mereka itu masih bisa disitu bersama mereka.

Setelah berdoa dan berpamitan pada Ten, mereka pun berjalan keluar dari makam tersebut.

“Ke Yangyang juga?”

“Boleh.”

Mereka pun memutuskan untuk berjalan ke blok yang berbeda untuk bertemu Yangyang, yang menyusul Ten setahun setelah Ten pergi.

Dua tahun terberat bagi mereka, namun, menguatkan pertemanan mereka sampai sekarang.

Rasanya, belum pernah Dita menemukan rasa sakit yang teramat sangat seperti ini. Rasanya, jantungnya berhenti bekerja saat dia mendatangi Tern dan kedua orang tua Ten yang sedang duduk meringkuk didepan sebuah pintu salah satu kamar.

Chandra ikut terdiam sambil meremas pelan pundak adik kesayangannya itu sambil berusaha menenangkan Dita —meski sejujurnya dia sangat ingin melupakan kesedihannya juga.

Tidak ada kata yang terucap disana. Hanya Dita dan Tern yang saling bertatapan, namun menjelaskan semuanya.

Meski telah berusaha menguatkan perasaannya, Dita akhirnya tumbang juga saat mendengar isakan Tern dari dekat. Sicheng, Kun, dan Doyoung yang sudah ada disitu sebelum Dita juga hanya terdiam, tidak mampu menatap Dita sejak perempuan itu datang.

Dita terduduk disebelah Tern, dan kemudian memeluk Tern.

“He is so fucking selfish, Dita. Sejak dulu.” kata Tern saat dia berada dipelukan Dita.

Dita mengangguk, mengelus punggung perempuan itu. Dita hancur, namun, Tern lebih hancur. Dita melirik Mama Ten, melemparkan senyumannya. Mama Ten juga nampak terlihat sangat baik-baik saja, namun, Dita tahu ada hati yang hancur dibaliknya.

“Kita kremasi saja ya,” ucap Papa Ten saat ia kembali. “Ten kan, mintanya seperti itu.”

“Iya.” jawab Mama Ten dengan santai.

Tak lama, Taeil, Johnny, Taeyong, Yuta, dan Jaehyun datang. Mereka juga diam saja, tidak menyapa atau bahkan bertanya.

Suasana disana telah menjelaskan semuanya.

Tern berdiri, ia meminta waktu sebentar untuk menatap Ten sejenak. Mama Ten duduk disebelah Dita.

“Dita, yang sabar ya? Maafin Ten.”

Tangis Dita pecah saat Mama Ten membicarakan hal itu, seperti, yang paling Dita adalah yang paling tersakiti.

“T-tante,” Dita terisak. Mama Ten mengangguk, ditariknya Dita dalam peluknya.

“D-dita minta m-maaf.”

“Ten yang harusnya minta maaf, Dita. Jangan nangis. Ten gak suka liat kamu nangis, kan?” Dita merasakan bahwa punggungnya dielus.

Setelah Tern selesai, ganti Dita yang masuk untuk melihat Ten terakhir kali.

Ia memasuki ruangan yang dingin itu dan tersenyum.

“Hai?” sapa Dita saat dia bisa melihat wajah Ten yang sudah sangat pucat itu. Jari jemari Dita menyetuh pipi laki-laki itu, kemudian terkekeh pelan. “Kamu tetep ganteng, Mas! Kamu keren. Meski nggak bilang apapun ke aku sebelumnya kamu kaya gini. Maaf ya? Selama ini aku egois. Kamu nggak jahat, kamu baik.”

Dita menelusuri tiap wajah Ten dengan pandangannya.

“Aku sayang kamu, you know that, right?” Dita terkekeh. “See you when I see you again, my love! I will always love you.”

Dita kemudian mencium sejenak kening Ten. “Baik-baik di sana, Mas.”

Tentang Joy

“Joy...,”

Dita terdiam saat Ten mulai angkat bicara. Sebenarnya, dia sangat penasaran dengan masa lalu Ten dan Joy. Namun, dia hanya ingin terlihat bersikap tidak peduli dan santai didepan Ten.

“Joy itu temen aku dulu. Temen sekomplek, dia juga kenal Lisa, kenal Sicheng, Kun, Doyoung, Tern. Dia kenal semua. Waktu SMP, she went to another school. Aku, Sicheng, sama Kun yang satu sekolah, di SMP 6. Doyoung di SMP 1. Lisa di SMP 3. Joy chose salah satu SMP Swasta bagus, ada ditengah kota situ.”

“Sanmar?”

Ten mengangguk. “Bener. Semenjak saat itu, kita semua pisah. Kecuali aku, Sicheng, Kun sama Lisa. Sicheng, suatu saat, beberapa kali ilang-ilangan. Saat itu kita mulai renggang juga. Kun juga sibuk sama paduan suaranya, yang you know, mereka padus sampe ke Thailand dan negara-negara lain. Lisa masih sering ketemu, tapi kamu tau sendiri aku ke Lisa gimana,

“So one day, aku nggak sengaja liat Joy jalan dari arah rumah Sicheng. Aku sapa, karena kebetulan aku lagi ngurus doggy aku dihalaman depan. Joy mampir dan main. Ngobrol. Asik. Chat. PDKT. Jadian. Iya, jadian.”

Dita menatap Ten tanpa ekspresi, membuat Ten sedikit merasa heran. Ia tidak tahu bahwa Dita sedang merasakan hatinya teracak-acak didalam. Joy mantan Ten, dan mereka ketemu sehabis mabuk. Itu poinnya.

“You still love her, right?”

Ten berdecak pelan, “Not in that way.”

“Just answer me.”

“Yes,” Ten menatap Dita tanpa ragu. “But not in that way you think, Dita. I only love you.”

Dita menelan ludahnya, “Keep going.”

Ten menghembuskan nafasnya. “Hubunganku sama Joy sangat private, cuman Kun yang tau. Sicheng nggak tau karena dia hilang. Doyoung malah mboh nangdi. Lisa juga nggak. Intinya cuman Kun yang tau. Sampe suatu hari, aku sama Kun iseng buat main ke Timezone mall deket perumahan aku. Kita bosen dan jenuh belajar, makanya kita pergi kesana,

“Tengah-tengah main, kita laper dan kita jalanlah ke food court. Abis makan, kita balik lagi ke Timezone dan iseng lewat jalur yang beda karena Kun mau beli waffle didepan XXI. Dan, kita ketemu sama Sicheng dan Joy dissna, gandengan tangan, keluar dari XXI.”

Kini, raut wajah Dita berubah dan lebih bisa dirasakan oleh lawan bicaranya.

Ten menghembuskan nafas. “Ternyata mereka pacaran sejak masuk SMP. Aku cuman pelarian ketika Sicheng sama Joy berantem. Sicheng hilang karena Joy nggak mau dia main sama aku dan Kun. Alasan yang aku tanya kenapa Joy ajak aku jadian ya karena Joy nggak mau kesepian waktu Sicheng nggak ada. Sedangkan alasan dia ngelarang Sicheng karena Joy tau dia bakal macarin salah satu dari kita untuk pelampiasan.”

Dita mengedipkan matanya, merasa bahwa sudut-sudut matanya hampir mengeluarkan air mata.

“Aku kangen sama Joy, karena aku pengen memperbaiki semuanya sama-sama. Aku kangen Joy karena dia temenku, tapi Sicheng udah gak bisa lagi sama Joy. Sicheng takut soal itu keulang lagi, dan bodohnya aku sendiri sing ngebuka perasaan trauma Sicheng lagi.”

Dita meraih tangan Ten dan mengelusnya, tersenyum. “No, you did fine. Nggak salah kangen sama temen.”

Ten tersenyum, meletakan tangan yang lainnya diatas tangan Dita dan mengelusnya perlahan. “I only love you, you know it right?”

Dita mengangguk.

“Aku cuman mau kembali. Aku kangen. Aku bahkan rela minta maaf demi bisa kembali tapi Sicheng beneran nggak bisa.”

“I do know how brokenhearted Mas Sicheng did and also how he scared of lose you, or Mas Kun, or anyone he loves, he just afraid. And that's okay too. You can't force someone feelings, you know it right?”

Ten mengangguk. “But, I see that Joy doing fine so I'm happy for her.”

“I happy for you both.”

Ten terkekeh, membuat butiran air mata yang telah dia tahan pun akhirnya turun. Menarik nafas dan menghembuskannya pelan, dia menatap Dita lagi. “God, I love you so much.”

Dita hanya tersenyum sambil mengarahkan jari-jarinya ke pipi Ten dan menyeka air mata laki-laki itu.

“Sorry aku cengeng masalah gituan Ta.”

“Boys does cry. No problem.”

Ten kemudian menarik Dita dalam dekapnya, meletakan wajahnya ke ceruk leher Dita yang membuat Dita sedikit menahan nafasnya —kaget dengan perlakuan pacarnya yang tiba-tiba itu.

“I thought I'll lose you, Dit. Glad I didn't.”

Dita terkekeh, mengelus punggung Ten lembut. “I promised I won't leave, and I will keep my promise.”

“Yes, please,” Ten makin terisak dalam pelukan Dita. “Stay here, stay by my side Dita. I need you.”

“Will do.”

Gyukaku Incident

“DITAAA!”

“KAK YERIII!”

Semua yang lewat pada lorong TP 4 itu menoleh pada dua manusia yang sedang berteriak satu sama lain dan berpelukan.

“How is England?”

“Great baby! As always.” Yeri kemudian menoleh, menatap Ten sejenak dan melemparkan pandangan kepada Dita. “You have a new boyfriend, right? I think he isn't Felix.”

Dita mengangguk. “Kak Yeri, this is Ten. And Mas Ten, this is Kak Yeri.”

Mereka berdua berjabat tangan dan kemudian saling menyebutkan satu sama lain.

“Mana kakakmu?”

“Katanya sih udah di dalem.”

Yeri mengangguk, “Ooh, yawes. Ayo ke dalem.”

Yeri dan Dita pun akhirnya bergandengan tangan. Mereka berdua layaknya saudara yang telah terpisah lama. Sedangkan Ten berjalan dibelakang mereka berdua.

Setelah sampai dan duduk —serta Yeri melepas rindu dengan Chandra, mereka akhirnya memutuskan untuk memilih daging dan lain-lainnya. Yeri juga kemudian bercerita bagaimana dia Inggris, dan bagaimana dia menghadapi dunia kuliah.

Yeri adalah adik kelas Chandra saat SMA. Yeri, sebetulnya, seumuran dengan Ten. Namun sejak SMP, dia selalu ikut program akselerasi.

“Btw, mana temenmu? Katanya mok ajak?” kata Chandra saat mulai hening.

Dita menata piring dan memberikannya pada Ten.

“LAH IKU AREK'E! HEH! NDEK SINI!” teriak Yeri, kemudian melambai.

Dita mendekati Ten. “Lihat, siapa yang dateng.”

Ten mengernyitkan dahi, kemudian menoleh. Ia menelan sebentar ludahnya, mendelik.

“Surprise.” bisik Dita lagi, sebelum Dita terfokus pada daging-dagingan.

“Yer —Ten?”

“Joy?”

“Lah, kalian kenal to?” tanya Yeri, menatap Ten dan Joy secara bergantian.

Dita menatap mereka berdua dengan tenang. Padahal rasa amarahnya memuncak, rasanya dia ingin sekali memaki Ten dan Joy saat ini.

“K-kenal,” Joy mengangguk, melirik Dita. “Hai, Aphrodita ya?”

Dita mengangguk, tersenyum. “Iya, halo Kak Joy.”

Yeri kemudian mengambilkan kursi untuk Joy dan Joy kini duduk diantara Yeri dan Dita. Jadi posisi duduknya Ten bersebrangan dengan Chandra. Disebelah Chandra ada Yeri dan disebrang Yeri ada Dita. Joy duduk diantara Yeri dan Dita.

Dita dan Yeri melanjutkan acara bakar-bakarannya, sama dengan Chandra. Sedangkan Ten dan Joy sibuk dengan pikirannya, saling kontak mata beberapa kali.

Dita berdiri. “Aku mau ke kamar mandi.”

Ten juga ikut berdiri. “Aku anter.”

Chandra, Yeri serta Joy menatap mereka berdua gantian dan kemudian Yeri dan Chandra saling melontarkan kalimat: makhlum, masih kasmaran.

Dita dan Ten kemudian berjalan meninggalkan Gyukaku.

“Kamu tau Joy?”

Dita menoleh. “Nggak ada yang nggak aku tau dari kamu.”

“Kamu tau ceritaku sama dia?”

“No,” Dita menggeleng. “I just know you were drunk and called her. Just it.”

“Pulang dari sini, kita keluar sebentar. I need to clear this.”

“Whatever.”

Sorry

“Are you still mad at me, now?” tanya Ten, matanya berusaha mencari manik mata Dita.

Dita menatap balik Ten, kemudian menggeleng. “Aku nggak marah.”

Ten menghembuskan nafas, “Really? After you ignored all my messages and avoiding me in school, Aphrodita?”

Saat ini mereka sudah ada di TP, namun mereka masih berada didalam mobil milik Ten.

Ten meraih tangan Dita, membuat Dita menatap matanya. “Dit, I love you and I really do, like really.”

Dita menghembuskan nafas, “I know.”

“Maafin aku sayang,” Ten meremas pelan jari-jari Dita, mengelusnya dengan pelan kemudian. “I don't want to but I must to calm myself.”

“You know Mas,” Dita menatap balik Ten. “I always care about you, please, if you have something on your mind, you can always tell me.”

“I know, I'm sorry,” Ten berbisik, menunduk sebentar lalu menatap Dita lagi. “I really love you, please don't go anywhere.”

Dita mengangguk, tersenyum. “You too, okay?”

Ten ikut mengangguk, kemudian terkekeh. “God, can I hug you?”

Dita merentangkan tangannya, kemudian mengangguk. Ten langsung mendekatinya, dan memeluk badan Aphrodita.

“Goddamn, I miss you so much, babe.”

Dita hanya diam sambil mengelus rambut bagian belakang Ten.

We will see, batin Dita.

“Gimana? Kamu seneng gak?”

Tanpa suara, Dita mengangguk sambil terus menikmati es krimnya. Ia menatap Ten, “Makasih, Mas!”

“Sama-sama,” Ten melirik jam tangannya. “Abis ini balik ya?”

“Oke.”

“Tapi mandi, terus nanti jam setengah tujuh aku sampe rumahmu lagi.”

Dita mengerutkan dahi, “H-hah? Mau ngapain?”

“Dinner. Gaboleh nolak, aku udah pesen tempat soalnya.”

“Serius?”

“Iyalah, masa bohongan.”

Dita terkekeh. “Oke, deh!”

Ten mengelus kepala Dita. “Aku sayang Dit sama kamu.”

Dita melirik Ten. “Iya, Mas. Aku tau.”

“Udah? Gitu doang?”

Dita terkekeh. “Aku juga.”

“Juga apa?”

“Ih!” Dita melambungkan pukulan kecilnya untuk Ten, “Ya sayangsamaMas.”

“Gak denger.”

“Aku juga sayang sama Mas.”

Ten terkekeh, mencubit pelan pipi Dita. “Gemes.”

Dita hanya terkekeh sambil menatap Ten.

She knows something is not right here, but, what?