daisyellow

CHAPTER 2

A KISS

“Ma, perih banget.” Donghyuck yang masih berusia 7 tahun menangis di pangkuan Mama, dan Mama masih setia mengusapi punggung Donghyuck untuk menenangkan. Bahu Donghyuck menampilkan lecet, tidak mengeluarkan banyak darah, namun cukup menimbulkan perih bagi tubuhnya yang masih kecil dan belum bisa menahan luka.

“Maafin Mama ya sayang ... Maafin Mama.” Chungha terus menerus meniup bahu Donghyuck, berharap bisa meredakan perihnya sesaat setelah ia mengoleskan salep di kulit Donghyuck.

Rengekan Donghyuck semakin kencang, rasanya bahu miliknya semakin terbakar setelah diolesi salep. Chungha yang mendengar anaknya menangis ngilu tentu tidak tega. Maka ia memberikan sugesti untuk Donghyuck, sebuah aturan baru yang semoga dapat mengalihkan pikirannya dari rasa sakit.

“Donghyuck sayang, hey ... hey dengerin Mama.”

“Ap ... Apa Ma?” Jawab Donghyuck dengan terbata karena dirinya masih menangis.

“Kamu tahu enggak, Mama punya kekuatan yang bisa sembuhin sakitnya kamu. Donghyuck mau coba?”

Donghyuck mengangguk cepat, ia hanya ingin segera tidak merasa sakit.

Lalu Mama mencium area dekat luka Donghyuck. Menciumnya sekali, dua kali, tiga kali sampai Donghyuck tertawa geli.

“Mama! Mama kok dicium?”

Mama tersenyum, merasa lega caranya berhasil. “Itu kekuatannya. Kalau kamu ada yang luka, nanti Mama cium luka kamu supaya enggak sakit lagi, ya?”

Kembali, Donghyuck mengangguk mengerti. Meskipun rasa perih di bahunya tidak benar-benar hilang, namun nyatanya ciuman Mama terbukti memberikan rasa nyaman.

[]

Dan untuk pertama kalinya, kekuatan itu diberikan oleh Mark- bukan oleh Mama.

Seperti hari-hari biasanya, Donghyuck akan mengikuti Mark kemanapun ia pergi. Ke kantin, taman sekolah, perpustakaan, bahkan saat Mark sedang berkumpul bersama teman-temannya.

Jam istirahat 15 menit lagi akan habis, dan Donghyuck sedang menghabiskan bekal dari Mama saat duduk di bangku taman, melihat Mark yang sedang bermain bola dengan teman satu kelasnya.

Naas- bola yang ditendang oleh Hendery mengenai kepala Donghyuck. Kejadiannya begitu cepat, dua detik lalu Donghyuck sedang fokus mengunyah apel miliknya, lalu sedetik kemudian apel itu jatuh, diiringi kepala Donghyuck yang terasa nyeri juga pusing karena terkena tendangan bola.

Teriakan panik langsung terdengar diiringi langkah seribu anak-anak kelas empat. Tanpa banyak kata, Mark langsung menggendong Donghyuck yang terlihat linglung dan tidak menjawab saat ditanya. Menghiraukan Hendery yang sibuk mengucap kata maaf untuk Donghyuck.

Meskipun tubuh Donghyuck terasa cukup berat, namun Mark tidak memperdulikan hal tersebut. Yang penting Donghyuck harus dibawa ke UKS sekolah, Donghyuck tidak boleh terluka- karena itu akan melanggar perjanjiannya dengan Bunda.

Mark harus menjaga Donghyuck.

Tiba di UKS, Donghyuck terus menerus memegangi kepalanya saat ia diperiksa oleh penjaga kesehatan di sana.

“Sakit?”

Donghyuck hanya mengangguk. Mark terlihat gugup di pojok ruangan, memperhatikan tiap tindakan yang Bu Retno lakukan untuk Donghyuck.

“Syukurlah enggak ada yang berdarah, kita kompres kepala kamu pakai air es ya? Biar meringankan sakitnya. Kamu istirahat dulu di sini sampai jam pulang. Kalau masih di rasa pusing, kita ke rumah sakit.”

Setelah membawakan ice bag, Bu Retno meminta Mark untuk membantu mengompreskannya di kepala Donghyuck karena beliau ada rapat dengan Kepala Sekolah. Mark mematuhi, rela membolos satu pelajaran terakhir demi menemani Donghyuck.

“Mangkanya, jangan ngikutin aku terus.” Mark berucap sebal. Jika bukan karena janji yang sudah ia ucap dengan Bunda- Mark tidak mungkin akan sebegininya.

“Aku cuma mau liat Kak Mark main bola kok.” Donghyuck berucap lemas. Kepalanya masih terasa berdenyut meskipun sedang dikompres dengan es batu.

Saat Mark tidak sengaja menekan terlalu keras, Donghyuck meringis.

“Maaf, sakit?” Mark bertanya, karena bagaimanapun ia tidak akan tega melihat seseorang terluka, meskipun orang itu sering membuatnya kesal.

“Sakit.”

“Yaudah sabar aja, inikan lagi diobatin.”

Donghyuck mengangguk, lalu ia teringat akan kekuatan Mama untuk menyembuhkan sakitnya. “Kak Mark.”

“Iya?”

“Cium.” Donghyuck berucap tanpa masalah. Sedangkan Mark- ia cukup kaget atas perkataan Donghyuck.

“Apaansih?!”

“Cium kepala aku.”

“Enggak.” Mark menolak dengan cepat.

“Tapi itu kekuatan yang bisa bikin sembuh. Mama suka cium luka aku biar aku gak sakit lagi.”

Mark tahu itu tidak mungkin. Mana mungkin luka bisa disembuhkan hanya dengan ciuman?

Tapi Donghyuck terus merengek, dan Mark tahu pasti jika inginnya tidak dituruti- Donghyuck akan mengadu pada Bundanya. Dan itu artinya, tidak ada Lego Dinosaurs untuk Mark.

“Kak, cium kepala aku biar sembuh...”

Mark bangkit dari duduknya, lalu tanpa banyak kata ia menunduk, mendekatkan bibirnya dengan kepala Donghyuck yang tercium seperti matahari. Dan dengan cepat ciuman itu terjadi. Tidak sampai dua detik, Mark mencium kepala milik Donghyuck.

“Udah, awas kalau masih bawel.”

Donghyuck memamerkan senyum lebarnya, “makasih, Kak. Aku udah enggak ngerasa sakit.”

[]

Dan ciuman penyembuh lainnya Mark selalu berikan saat Donghyuck terluka.

Entah saat keduanya menginjak masa SMP atau SMA- karena pada akhirnya mereka bersekolah di tempat yang sama. Kapanpun saat Donghyuck terluka, ia akan meminta Mark mencium lukanya agar ia merasa baikan.

Seperti yang terjadi saat mereka melaksanakan kemah SMP. Mark memapah Donghyuck yang berjalan dengan langkah terpincang ke belakang tenda paling pojok. Suasana sepi, mengingat yang lain sedang melaksanakan kegiatan Jelajah Alam. Tapi Donghyuck dipulangkan cepat ke perkemahan oleh Pak Tejo. Ia terluka saat jatuh menghindari serangga.

Mark sebagai Kakak Pembina yang bertugas menjaga tenda anak-anak bersama dengan Lucas dan beberapa rekan lainnya- tentu dikagetkan dengan hadirnya Donghyuck disertai langkahnya yang pincang.

Donghyuck diobati oleh Kak Yeri, lukanya sudah diperban dan diberi antiseptik juga betadine. Namun pandangannya tidak berpaling dari Mark. Ditatapnya Mark dengan kode yang hanya mereka tahu.

“Kak ...” Ucap Donghyuck memulai selepas Kak Yeri pergi untuk menyimpan kotak P3K.

Mark langsung mengerti kode dari ucapan dan tatapan Donghyuck. “Emang masih sakit?”

Donghyuck mengangguk.

Lalu Mark memapah Donghyuck, dan di sinilah mereka sekarang. Di belakang tenda tanpa penghuni, dengan Mark yang sudah berlutut di hadapan Donghyuck.

“Abis ini jangan rewel.” Mark berkata tepat sebelum membubuhkan kecupan di lutut milik Donghyuck.

Yang lebih muda hanya bisa mengiyakan, disertai pipi yang mulai merona akibat ciuman yang Mark beri di lukanya. Donghyuck merasa lebih baik.

[]

“Lo tuh pacaran kan sama Donghyuck?” Xiaojun langsung menuduh Mark yang baru saja mendudukkan pantatnya di kursi kantin.

“Atas dasar apa lo ngomong gitu?” Mark bertanya balik, agak kesal karena waktu istirahat miliknya terbuang 10 menit sebab Donghyuck memaksanya untuk menyicipi kue yang ia buat dengan sang Mama. Meskipun harus Mark akui, rasanya selalu enak. “Aheng mana? Gue dipesenin makan gak?”

Pada akhirnya, ia bertemu kembali dengan Hendery di SMA dan berteman akrab dengan Xiaojun. Lucas sendiri memilih SMA Negeri dibanding masuk Swasta bersamanya. Dan Donghyuck menyusul Mark memasuki sekolah yang sama satu tahun kemudian.

“Ya lo keliatan nempel banget sama dia. Kemana-mana pasti ada Donghyuck. Terus lo tuh nurut banget tiap dia minta ini itu.” Jawab Xiaojun, kemudian pandangannya mengedar ke sekeliling kantin untuk mencari keberadaan Aheng. “Lagi ngantri bakso sih tadi. Gue bilang sekalian punya lo beliin.”

Dalam hati Mark mendumal, Ojun tidak tahu saja bahwa itu semua Mark lakukan karena merasa tidak enak kepada Bunda. Tiap mereka berkumpul bersama orang tua Donghyuck, pasti Bunda dan Tante Chungha selalu bersyukur atas kedekatan mereka berdua. Sampai sekarang, Mark masih memegang janjinya untuk Bunda agar ia menjaga Donghyuck.

Meski terkadang Mark merasa sangat sesak.

Donghyuck selalu dan selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Mark tidak tahu sampai kapan ia harus terjebak bersama Donghyuck.

“Gue enggak ada hubungan apa-apa sama Donghyuck.” Mark berucap final.

Namun Ojun terus memandangnya dengan tatapan skeptis, seolah segala hal yang Mark ucapkan adalah dusta.

Aheng datang tidak lama kemudian, dengan dua mangkuk bakso berada di ke dua tangan miliknya. “Heh bantuin ini cepet, panas banget panas.” Ucap Aheng heboh begitu berada di depan Mark dan Xiaojun.

Mark membantu Aheng menurunkan mangkuk, ya bagaimanapun kan itu juga bakso miliknya. “thanks Heng.”

“Iyaaak.” Aheng menjawab sambil mendudukkan diri di kursi samping Mark.

Belum sempat Aheng menyuap, Xiaojun sudah menyela duluan. “Lo satu SD kan ya sama mereka?”

“Mereka siapa?” Aheng bertanya bingung.

“Mark, sama Donghyuck. Lo tahu Donghyuck kan?”

Aheng mengangguk heboh, bakso di mulutnya membuat pipi Aheng terlihat penuh. “Tahu! Tahu banget malah.”

“Pacaran kan nih bocah sama si Donghyuck?”

Mark berdecak, kenapa sih dia tidak bisa dibiarkan makan dengan tenang? Apa harus membahas Donghyuck saat ia makan? “Lo kenapa sih penasaran banget? Suka lo sama dia?”

Xiaojun tertawa gugup. “Ya kalau misal dia pacaran sama lo, gue akan mundur. Mangkanya gue tanya, lo pacaran gak sama Donghyuck?”

Aheng yang mendengar hal tersebut kini tertawa terbahak-bahak. “Mending lo nyerah aja Jun. Donghyuck tuh udah kepelet gua rasa sama si Mark. Dari zaman SD, ampe sekarang masih aja ngejar-ngejar.”

“Dih parah anjing, anak orang lo biarin berjuang sendiri.” Xiaojun berkata tidak terima.

“Gak gitu, Jun. Agak rumit aja hubungan gue sama dia.”

“Eh, Mark ... Tapi iya dah gua juga penasaran. Lu dikejar-kejar begitu, apa enggak muncul rasa balik suka sama doi?”

Mark menggeleng, kemudian ia kembali menyuap kuah bakso nya tanpa berminat menambahkan penjelasan.

Setelahnya hening beberapa saat, sampai akhirnya Xiaojun terdengar mengambil napas panjang dan berkata, “harusnya lo kasih kepastian sih. Bilang aja menurut gue kalau lo gak suka sama Donghyuck. Kasian, kalau dia terus ngejar lo begitu. Gue yang ngeliat juga jadi ikut bingung. Lo enggak nolak tiap dia minta ini itu sama lo, tapi lo juga bilang gak ada rasa sama dia. Tiati karma, bro.”

Mark hanya bisa bergeming mendengar ucapan temannya.

CHAPTER 1

PARENTS AND THEIR RULES

Mark kecil selalu bertanya-tanya, mengapa Bunda suka sekali mengajak ia berkumpul bersama teman-temannya. Padahal menurut Mark, dirinya lebih baik menghabiskan waktu di rumah. Ada ChalkZone yang bisa ia tonton sampai jam 10 pagi, juga buku Dinosaurus yang belum sempat Mark selesai baca, dibanding harus ikut berkumpul dan mendengar Bunda juga teman-temannya mengobrol dengan tawa membahana. Mark sangat tidak suka kegiatan minggu paginya.

Ditambah hadirnya sosok anak lelaki kecil yang umurnya satu tahun di bawah Mark. Demi Tuhan— Mark tidak tahan dengan ocehan anak itu yang terus menerus menceritakan Power Ranger Pink sebagai karakter favoritnya. Ia pikir, apa anak yang bernama Donghyuck ini tidak haus? Donghyuck belum berhenti bicara selama satu jam terakhir. Mark saja yang mendengarnya sudah lelah.

Mark rindu sofa ruang tv juga buku Dinosaurus biru. Namun Bunda dan peraturannya mengharuskan Mark terjebak di sini- di antara ocehan ibu-ibu juga tawa nyaring secerah mentari milik Donghyuck, yang tentu saja belum ia sadari.

🦁

Donghyuck senang jalan-jalan bersama Mama di hari minggu. Apalagi jika sudah jadwal Mama bertemu dengan teman-temannya. Ramai! Juga para tante yang banyak memuji Donghyuck. Donghyuck suka sekali dipuji. Diberi perhatian, dan diajak bercanda.

Tapi ada satu anak yang sedari tadi menolak memperhatikan Donghyuck, dan Donghyuck kecil merasa tertantang agar anak yang satu tahun lebih tua darinya itu untuk memperhatikan dirinya.

“Kamu suka Power Ranger yang warna apa? Jangan Pink ya! Soalnya aku udah suka banget sama Power Ranger Pink!”

Anak yang Donghyuck ketahui bernama Mark itu masih bergeming. Matanya bahkan lebih memilih memperhatikan riak kecil di kolam renang dibanding mata Donghyuck yang menampilkan semangat membara.

“Kak Mark?” Donghyuck kembali memanggil karena Mark tidak menjawab pertanyaan miliknya.

“Hm?” Mark menjawab seadanya.

Oh, ternyata dia dengerin aku,” dalam hati Donghyuck bersorak kecil.

“Ranger Pink itu keren banget tau! Dia kan perempuan, tapi hebat. Bisa lawan monster-monster. Mama itu kayak Ranger Pink buat aku, bisa lawan orang yang mau jahatin kita. Mangkanya aku suka sekali Ranger Pink hehehe.”

Omongan panjang lebar Donghyuck hanya dibalas anggukan kecil oleh Mark. Tapi Donghyuck masih terus berusaha, agar yang lebih tua bisa juga memperhatikan dirinya.

Karena menurut peraturan Mama di rumah, Hyuck harus berusaha jika ada yang ingin didapat. Jangan menyerah, sampai berhasil.

🐻

Saat Mark kelas 4 Sekolah Dasar, ia pernah meminta satu hal kepada Bunda sebelum dirinya pergi tertidur. Dongeng mengenai Robot di Masa Depan sudah selesai Bunda bacakan, dan Mark menarik lengan Bunda yang akan beranjak pergi ke kamar miliknya.

“Kenapa Mark?”

“Bun, aku mau minta sesuatu dari Bunda dan Ayah.”

Begitu mendengar ucapan sang anak, Wendy kembali menyamankan diri duduk di tempat tidur bergambar astronot milik Mark— karena sepertinya obrolan mereka akan panjang, jika dilihat dari raut wajah serius Mark yang berusia 10 tahun.

“Minta apa?”

“Aku mau pindah sekolah. Boleh?” Mark langsung berterus terang mengungkapkan keinginannya.

Kening Wendy otomatis berkerut begitu mendengar permintaan sang anak. “Loh kenapa?”

Mark sempat terdiam sebentar karena memikirkan apa alasan yang bagus agar Bunda mengabulkan permintaannya. Alasan dirinya haruslah meyakinkan. Dan keinginan Mark pasti akan langsung Bunda tolak mentah-mentah jika tahu kalau Mark hanya ingin menghindari Donghyuck.

“Mark?” Bunda kembali bertanya saat dilihatnya Mark yang masih fokus menatap tembok.

“Aku ... Aku mau pindah aja pokoknya. Emang enggak boleh?”

Wendy tertawa kecil, “Mark, dengerin Bunda. Pindah sekolah itu enggak gampang. Banyak hal yang perlu Bunda dan Ayah urus. Apalagi kalau alasan kamu sekedar ingin pindah. Pasti Ayah juga enggak akan kasih izin.”

Menghela napas panjang, Wendy kini menatap kedua mata Mark sembari memegang bahu sang anak. “Sekarang, Mark yang jujur sama Bunda. Kenapa mau pindah? Kamu ada yang gangguin? Atau ada masalah sama guru atau teman kamu? Supaya Bunda dan Ayah bisa pertimbangin.”

Peraturan lain di rumah ini, kejujuran adalah dasar dari semuanya. Mark dan Jisung— adiknya yang masih berusia 5 tahun, dibiasakan oleh Wendy dan Johnny untuk tidak suka berbohong.

Jadi mau tidak mau, Mark harus mengatakan hal yang sebenarnya.

“Aku enggak suka Donghyuck terus ngikutin aku kemanapun aku pergi. Ke kantin, ke perpustakaan, dia selalu ngikutin aku! Sampe aku diejek sama temenku. Aku enggak suka, Bunda!” Mark berbicara dengan mata yang mulai memerah karena ingin menangis.

Siapa sangka, bocah yang ia temui pertama kali di acara arisan Bunda dan teman-temannya, akan terus ia temui lagi dan lagi selama tiga tahun terakhir. Ternyata Donghyuck adalah anak Tante Chungha, teman Bunda sedari lama yang kebetulan rumahnya masih satu Komplek dengannya dan hanya berbeda Blok.

Akibat rumah mereka yang tidak terlalu jauh, mereka bersekolah di tempat yang sama. Dan tidak jarang mereka pulang juga pergi secara bersama-sama. Kadang diantar dan dijemput oleh Tante Chungha, dan kadang oleh Pak Maing— supir pribadi keluarga Mark.

Mark selama tiga tahun ini, sejujurnya merasa terjebak.

Bukannya menanggapi Mark dengan serius, Bunda malah semakin tertawa.  Yang tentu saja mengakibatkan Mark berdecak sebal. “Kok malah ketawa?!” Tanya Mark tidak terima.

“Emang kamu kenapa enggak suka? Donghyuck itu kan anaknya lucu, Mark. Kamu butuh temen yang kayak dia. Anak Bunda nih hidupnya terlalu lurus.” Bunda mengusap rambut hitam Mark. Berusaha memberikan anaknya pengertian.

“Mark, kamu tahu enggak kalau Donghyuck itu anak hebat?”

Dalam hati Mark membatin, kenapa Bunda kini malah memuji Donghyuck?

“Hebat kenapa emang?”

“Dia sama Mamanya, sedang bertarung melawan monster jahat.”

“Bunda, Mark sudah 10 tahun. Monster itu enggak ada!”

Bunda tersenyum memaklumi, “tapi monster juga bisa menyerupai manusia, Mark. Perbuatannya yang bisa menjadikan manusia itu monster.”

Mark menggeleng tidak mengerti, “terus apa hubungannya sama aku? Aku kan lagi protes keganggu sama Donghyuck.”

“Mark, Donghyuck itu butuh teman. Kalau dia terus ngikutin kamu, artinya kamu dipercaya sama dia buat jadi temannya. Donghyuck itu butuh ditemani, butuh dijaga. Kayak kamu jagain Jisung.”

Mark hendak menyuarakan protesnya. Bukannya membela, Bunda malah meminta dirinya untuk menjaga Donghyuck? Apa-apaan ini?

“Bunda, tapi—”

“Jagain Donghyuck ya? Nanti kalau kamu berhasil jagain dia, Bunda janji akan belikan lego dinosaurus impian kamu.”

“Serius?” Kalau begini, penawaran Bunda jadi terdengar begitu menarik. Mata Mark yang tadinya terlihat kesal dan sedih langsung melebar menyiratkan ketertarikan.

“Serius. Gimana, mau?”

“Oke, deal.”

Mark menjabat tangan sang Bunda, dengan resmi membuat perjanjian untuk menjaga Donghyuck demi Lego Dinosaurs yang Mark inginkan sejak tahun lalu.

“Oh! He he he diangkat ternyata.” Donghyuck dengan kesadaran yang tidak utuh melihat ke arah layar di mana Mark sedang terduduk di tempat tidur milik mereka berdua.

Sedangkan Mark, alis miliknya menanjak sebelah, berusaha menelusuri seberapa mabuk suaminya hanya dari raut wajah Donghyuck dalam cahaya remang mobil.

“Minum berapa banyak?”

Donghyuck tertawa kecil, lalu jemari miliknya terlihat sibuk seperti menghitung. “Hmm ... Satu, ya? Apa dua? He he he aku lupa.” Di akhir kalimat, yang lebih muda memamerkan cengiran tanpa dosa.

Mark memijat pangkal hidung miliknya, sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi Donghyuck saat ia sampai di rumah.

“Mas ...” Donghyuck mulai kembali meracau saat Mark tidak berbicara apapun. Tanda bahwa Mark masih kesal.

“Mas Mark,” ujarnya kembali, dengan suara yang lebih lirih.

“Hm?”

“Aku mau minta maaf.” Kini Donghyuck mulai terisak. Layar handphone Mark menampilkan gambar yang bergoyang dan semakin tidak jelas. Namun suara Donghyuck masih cukup bisa Mark dengar. “Aku ... Mas minta maaf, maksudnya tuh,” ada jeda di sana, tarikan napas putus-putus karena Donghyuck sudah mulai menangis, “maksud aku tuh aku yang minta maaf, aku tahu aku egois, aku minta maaf egois.”

Kemudian Mark dapat melihat Donghyuck memukul kepalanya sendiri dengan air mata yang masih turun. “Tuhan, tatanan bahasaku kok jadi jelek.”

Dan mau tidak mau, Mark dibuat menahan tawa karena melihat tingkah belahan jiwanya itu.

Ia tidak lagi bisa marah.

“Kita obrolin nanti pas kamu gak mabuk. Hp nya tolong kasih ke Jun.”

Donghyuck cemberut, “you still don't wanna talk to me?

Tersenyum menenangkan, Mark mencoba memberi pemgertian kepada Donghyuck. “It's not like that, sweetheart. Just ... Please? Kasih hp kamu ke Jun dulu. Mas mau ada yang disampein ke dia.”

Meskipun dengan ogah-ogahan, namun akhirnya wajah Renjun yang kini memenuhi layar handphone milik Mark.

“Jadi begitu kalau kalian lagi marahan hahahaha.” Ejekan langsung Mark terima begitu handphone milik Donghyuck dipegang oleh Renjun.

“Udah ah yang HTS- an gak akan ngerti.”

“Brengsek!”

Kini giliran Mark yang tertawa, karena ia tahu jelas— Jeno yang berada di kursi kemudi juga pasti sedang mencuri dengar. “Acara kantor lo tumben kelar cepet?”

Mendengar pertanyaan Mark, Renjun hanya berdecak. “Belom kelar, Pak. Nih bocah baru sambutan kepala divisi udah main tenggak aja. Gak tega gue, jadi yaudah balik duluan.”

Mark dapat mendengar suara sayup-sayup Donghyuck yang sedang protes di kursi belakang.

Thanks ya Jun. Sampein juga makasih buat Jeno. Tolong bawa dengan selamat suami gue sampe rumah.”

“Iyaaaa siap, Pak. Ya jangan sampe lupa aja bayarannya.”

“Gampang kalau itu,” Mark mengeluarkan tawa kecilnya. “Tolong kasihin hp nya ke Hyuck lagi, Jun.”

Tanpa banyak kata, Renjun mengoper kembali handphone ke tangan Donghyuck.

“Aku tunggu kamu di rumah.”

Donghyuck mengangguk. Masih dengan wajah sedihnya, ia kembali bertanya, “are you still mad at me? Nanti bobo nya di punggungin lagi gak?”

“Enggak, nanti bobonya dipeluk sama Mas.”

Dan terdengar efek suara mual-mual yang berasal dari Renjun juga Jeno yang berada di kursi depan.

Cw // mature content, making out, explicit sexual content.

Jadi bagi yang dibawah 17 tahun, mohon diskip ya 🙇🏻‍♀️

[]

Kegiatan Donghyuck yang sedang mencuci gelas bekas susu paginya, terganggu dengan kehadiran Mark yang langsung mendekap dirinya dari belakang.

Morning husband.” Mark menyambut Donghyuck dengan suara berat khas bangun tidur. Lengan kekarnya melingkar erat di perut Donghyuck, menyebabkan pergerakan yang lebih muda jadi terbatas.

Donghyuck tertawa kecil. Kepalanya menoleh ke arah kanan di mana wajah Mark sedang bersandar di bahunya. Lalu Donghyuck mengecup hidung Mark. “Morning, Mas.”

Ini hari pertama setelah mereka resmi menyandang status sebagai sepasang suami. Dan keduanya sepakat untuk tinggal di rumah milik Mark. Meskipun itu berarti Donghyuck harus rela meninggalkan Bunda di rumah, karena ini juga merupakan usul Bunda. Bersyukur sepupu jauh Donghyuck sudah memulai kuliahnya di sini, jadi sepupunya itu bisa tinggal di rumah dan menemani Bunda.

“Pagi banget kamu bangun, enggak capek?” Mark bertanya dengan tangan yang masih bertengger di perut milik Donghyuck.

Donghyuck berdecak, merasa sebal karena ulah Mark semalam yang membuat pegal di badannya terasa dua kali lipat. “Capek, tapi aku harus bikin sarapan kan.”

“Kamu capek banget?” Kini tangan kanan Mark turun ke arah paha Donghyuck— karena suaminya itu sekarang hanya mengenakan celana tidur pendek dan kaus kebesaran milik Mark.

Mark mulai mengelus paha mulus yang tidak ditumbuhi bulu, menggerakkan jemarinya ke atas dan ke bawah. Sedang tangan kirinya menyingkap kaus sang suami, menyentuh kulit perut Donghyuck yang terasa hangat di telapak tangannya.

Donghyuck yang merasa bahwa Mark sedang menggodanya, menyikut perut Mark menggunakan siku dengan cukup keras. “Mas, jangan aneh-aneh!”

“Aw...” Mark mengaduh sehabis terkena sikutan. Namun itu tidak membuat Mark melepas Donghyuck dalam dekapan miliknya. “Sakit yang...”

“Ya lagi Mas aneh-aneh aja. Awas dulu, aku mau masakin kamu.”

Tidak mengindahkan perintah Donghyuck, Mark malah semakin merapatkan tubuh miliknya dengan yang lebih muda. Mengakibatkan Donghyuck tidak bisa bergerak kemana-mana. Lalu dapat Donghyuck rasakan jemari Mark terus menerus mengelus pahanya, dan lama kelamaan semakin naik menuju pantat Donghyuck setelah Mark berhasil meninggikan celana pendek miliknya.

“Mas!” Donghyuck berdesis dengan suara kecil. Antara menahan lenguhan yang ingin keluar karena ia juga mulai terangsang, dan tidak ingin perbuatan mereka diketahui Aji— adik Mark.

“Hm? Kamu suka 'kan?” Mark bertanya dengan nada rendah. Napas miliknya juga semakin memberat.

Selagi tangan kirinya juga bergerak mengusap puting Donghyuck secara bergantian, Mark kini mengulum telinga Donghyuck yang sudah bersandar pasrah dalam dekapannya.

“Jangan di sini, aaah— nanti ketauan Aji.”

Satu lenguhan tidak sengaja Donghyuck keluarkan, dan itu membuat Mark menyunggingkan senyum miringnya.

“Aji hari ini kuliah siang, dia enggak pernah bangun pagi kalau masuk siang.” Mark menggesekkan penis yang masih tertutup kolor itu ke pantat Donghyuck. Menciptakan friksi yang membuat kepalanya serasa kosong. “So we are safe.”

Donghyuck sekarang mengerti maksud dari pesan yang Mark kirim sehari sebelum mereka menikah, bahwa akan terus ada yang “tegang”, dan Donghyuck merasakan sesuatu yang tegang sudah berdiri menyentuh  pantat miliknya.

Padahal semalam, mereka juga sudah melakukannya sebanyak dua kali. Dan Mark mau menagih lagi di waktu sepagi ini.

Mark dengan mudah membalik tubuh Donghyuck. Kemudian ia membantu yang lebih muda untuk duduk di atas kitchen counter. Satu kakinya berada di antara dua paha Donghyuck, dan kini balik Donghyuck yang sibuk menggesekkan paha Mark diantara selangkangan miliknya.

You want this too, right?” Tanya Mark dengan napas yang menderu karena sudah terbakar napsu.

Donghyuck mengangguk cepat, “ayo, aku takut Aji bangun.”

Mark tersenyum, ia tarik tengkuk Donghyuck untuk berciuman. Bibir mereka bertemu dengan tidak sabar, gairah pengantin baru ternyata masih membara di antara keduanya.

Donghyuck mengalungkan lehernya di tengkuk yang lebih tua. Menjadikannya sebagai pegangan agar ia tidak jatuh karena kewalahan mendapat ciuman dari Mark.

Mark mencium Donghyuck dalam. Sesekali digigitnya gemas bibir penuh Donghyuck. Lalu dijilatnya untuk mengurangi perih. Lidah mereka juga saling temu, saling menjilat menyesap rasa.

Tangan Mark tidak tinggal diam. Celana Donghyuck ia turunkan sampai ke lutut. Mempertontonkan penis sang suami yang juga sudah memerah karena terangsang.

“Kaki kamu angkat yang.” Mark memberi perintah, membuat Donghyuck mengangkat kakinya dan semakin mengangkang di hadapan Mark.

Mark menggeram, dengan cepat ia turunkan celana miliknya. Lalu ia urut penis miliknya yang berukuran besar.

“Mau aku prepping dulu?” Meskipun hasrat seksualnya sudah diujung tanduk. Namun Mark enggan membuat suaminya merasakan sakit.

Donghyuck menggeleng, “enggak usah. Masih longgar bekas semalem.”

Dan dengan begitu, Mark langsung memasukkan penisnya yang sudah tegang ke lubang indah milik sang suami yang sudah berkedut.

Di setiap hentakkan yang Mark berikan, Donghyuck merasa napas miliknya juga diambil. Terlalu nikmat sampai ia lupa bagaimana menarik udara panjang.

Uhm... Ah... Ah... Hmmm... Mas... Mas Mark...”

Donghyuck terus mengeluarkan desahannya. Dan hal tersebut membuat Mark semakin mempercepat tempo gerakan memaju mundurkan penisnya.

Mark kembali mendekatkan wajahnya ke arah leher Donghyuck. Kini mulai mencium di area sana. Menyesapnya seiring pinggulnya yang tidak berhenti bergerak. “Kamu cantik banget, kamu sempurna, suami aku. Hyuck... ah... Donghyuck, sayang...”

Dan gerakan Mark semakin tidak teratur, membuat Donghyuck kewalahan dan nyaris terjatuh jika saja kedua lengan Mark kini tidak memegang kedua pinggangnya.

“Mas, aku...” Donghyuck tidak sanggup melanjutkan ucapannya. Namun Mark mengerti, dan tangan kanan Mark kini mengurut penis Donghyuck, membantu yang lebih muda untuk sampai di puncaknya.

Tidak lama kemudian, Donghyuck mendesah lega. Dengan jemari Mark dipenuhi sperma miliknya.

Mark membiarkan Donghyuck untuk bernapas setelah mengalami pelepasan. Penisnya masih berada di dalam lubang Donghyuck. Menunggu sang suami pulih dari nikmatnya.

Begitu Donghyuck mengangguk, Mark mulai menggerakkan kembali pinggulnya. Memutar pelan, lalu menarik dan mendorongnya ke arah anal Donghyuck. Semakin lama semakin cepat untuk mengejar pelepasan sendiri.

Sampai Donghyuck rasa tubuh Mark bergetar, kemudian Mark memeluknya sembari memuntahkan sperma memenuhi Donghyuck.

“Gak mau tau, Mas harus bantu aku beresin dapur.” Adalah hal pertama yang Donghyuck ucapkan setelah mereka berdua membenarkan pakaian masing-masing.

Mark tertawa, mengecup kening Donghyuck yang tertutupi rambut lepek karena keringat. “Iya sayang, makasih ya. That was great.”

“Hmm, ayo gendong aku dulu ke kamar mandi. Mau bersih-bersih.”

“Dengan senang hati yang mulai.”

Ucapan Mark mendapat pukulan di dada bidang miliknya.

Tanpa mereka tahu, seseorang sedang menahan rasa haus.

🚗🚗🚗🚗🚗🚗🚗🚗🚗🚗

“Enggak usah ngeyel.”

“Sweetheart ... I'm fine. I'm totally fine.”

Donghyuck menyilangkan kedua tangannya di depan dada, pertanda bahwa dirinya masih ingin mendebat keinginan Mark.

“No you're not, Kak.” Kini perkataan Hyuck disertai hembus napas miliknya yang panjang. “Kamu ngantuk. Udah, please nurut sama aku. Biarin kali ini aku yang nyetir.”

Perjalanan pulang Mark dan Donghyuck pasca liburan tiga hari di Jogja sudah terlambat 20 menit dari waktu yang direncanakan. Dan semua ini terjadi karena keduanya bersikukuh ingin menyetir.

Hyuck memandang Mark penuh mohon agar yang lebih tua mengizinkannya berada di kursi pengemudi. “Kak, ya? Kalau kamu gak ngantuk pun kan kamu yang nyetir. Berangkat sama aku, kamu bisa tidur. Nanti kita berhenti di rest area tol sekalian makan siang, terus udah, kamu baru boleh nyetir, ya?”

Mark mengusap wajahnya kasar. Jika saja semalam ia bisa tidur dengan nyenyak. Jika saja semalam ia tidak perlu begadang mengerjakan pekerjaan kantor yang meskipun ia sudah mengambil cuti libur namun tetap saja diburu laporan. Maka pagi ini mata miliknya tidak akan berwarna merah dan dihiasi lingkar hitam. Dan Mark tidak perlu memberikan kursi kemudi kepada Donghyuck.

“Hyuck ...”

“Kamu enggak percaya sama aku? Aku punya SIM, Kak.” Hyuck masih ngotot.

“SIM dapet nembak?” Mark bertanya dengan nada bercanda, ingin mengurangi ketegangan di antara mereka.

Donghyuck memukul bahu Mark kesal. “Enak aja!” Padahal ... Betul. Zaman sekarang, jika tidak pakai uang, nasibnya pasti akan sama seperti SpongeBob yang harus berjuang mendapat SIM seumur hidupnya. “Ya tapi aku bisa nyetir. I'm 25! Are you scared?”

“Enggak, aku percaya sama kamu.”

Karena bukan masalah Mark tidak mempercayakan nyawanya kepada Donghyuck. Skill mengemudi Donghyuck tidak perlu Mark ragukan. Apalagi pekerjaan Hyuck banyak di lapangan yang membuat kekasihnya itu sering mengemudikan mobil miliknya ke jalan yang cukup ekstrim.

“Jadi masalahnya apa?” Hyuck bertanya gemas. Jika Mark percaya akan kemampuan mengemudi miliknya, lantas hal apa yang membuat Mark begitu enggan memberikan kunci mobil kepada Donghyuck?

Memijat batang hidungnya, Mark bingung bagaimana menyuarakan alasan sesungguhnya mengapa ia tidak mau Donghyuck mengemudi.

Because you look so hot when you're driving!

Mark berteriak dalam hati.

Karena Donghyuck saat mengemudi adalah versi lain yang jarang sekali Mark lihat. Dapat dihitung jari jika mereka bepergian dan Hyuck yang mengemudi. Dan Mark selalu sulit untuk menahannya. Rasa ingin mencium Donghyuck di tempat saat kekasihnya itu mengemudi. Garis rahang yang terpampang jelas dari kursi penumpang. Lengan Donghyuck yang begitu santainya memegang steering wheel, Mark rasanya ingin memeluk lengan yang lebih muda dan mendaratkan ciuman di tiap lekuk wajah fokusnya.

Jentikan jari milik Donghyuck membuyarkan lamunan Mark. “Kak? Halo? Kok bengong sih?”

Fine, kamu yang nyetir.”

Yasudah. Lebih baik Mark berusaha menahan diri, dibanding nyawa mereka berdua menjadi taruhan, karena Mark memang mengantuk.

“Yay!!!! Thank you kak!” Hyuck berteriak senang. Lalu mengecup pipi Mark cepat.

Sedangkan Mark terus menerus berucap dalam hati, “I'll be fine. Nanti juga gue palingan tidur. Bahaya kalau gue mau cium dia di tengah jalan.”

🚗🚗🚗🚗🚗

Terhitung 1 jam lebih 50 menit Mark berusaha menahan diri dari keinginan mencium Donghyuck di tengah kantuk yang menyerang. Apalagi sepanjang perjalanan tidak jarang lengan Hyuck mengelus lutut miliknya, membawa sengatan langsung ke perut Mark.

Donghyuck memarkirkan mobil Audi Q8 milik Mark dengan mulus di parkiran paling belakang rest area .

“Mau langsung makan?” Hyuck bertanya sembari melihat jam di tangannya. Masih jam 10.45, beruntung jalanan tidak macet dan mereka tidak akan terlalu malam sampai di Jakarta.

“Yang...”

“Hm?”

Mark membetulkan letak kacamatanya setelah berubah posisi beberapa kali saat dirinya tertidur. Tubuhnya kini duduk tegap menghadap Donghyuck. “This might be sound weird, I'm sorry but I really wanna kiss you.”

Hyuck terdiam mendengar ucapan Mark. Dua detik terlewati sebelum akhirnya ia menjawab. “Di sini?” Ucapnya sembari menengok ke kanan dan ke kiri. Memperhatikan keadaan sekitar rest area yang kali ini anehnya terlihat sangat sepi.

“Iya, di sini.” Lengan besar Mark kini mengelusi paha Donghyuck yang tidak tertutup celana jeans pendek miliknya. “Boleh?”

“Takut ketauan orang gak sih kak. Ini tempat umum kan. Nanti aja pas sampe apartemen kamu, gimana?”

Tapi yang Mark inginkan adalah mencium Donghyuck saat kekasihnya itu berada di kursi kemudi. “No one heres. Kaca mobil aku juga gelap. Just ... 5 minutes, please?”

Okay, 5 menit ya. Awas kelepasan sampe lama.” Akhirnya Hyuck menyetujui. Kekasihnya sudah rela ambil libur meskipun pekerjaan sedang agak padat. Ciuman 5 menit biar Hyuck berikan sebagai reward untuk Mark.

Melepas seatbelt, keduanya bertemu di pertengahan untuk menyatukan bibir masing-masing. Mark mencium Donghyuck dengan penuh kelembutan, satu lengannya ia gunakan untuk mengusap pipi Donghyuck, satu lengannya ia gunakan untuk mengelus paha Donghyuck.

Sedangkan Hyuck, kedua lengannya mengalung di leher yang lebih tua. Mengusap rambut belakang Mark dengan pelan.

Mark terus menciumnya pelan, sesekali lidahnya ia gunakan untuk menjilat bibir luar Donghyuck yang terbuka. Ke atas, ke bawah, ke atas, ke bawah, dan di tiap jilatannya Mark dapat merasakan manis dan asam dari banyaknya permen yupi yang Donghyuck tadi konsumsi selama di perjalanan.

Donghyuck melenguh, kepalanya serasa kosong karena nikmat dari bibirnya yang dicumbu oleh Mark. Kini Donghyuck memiringkan kepalanya, ingin memperdalam ciumannya beraama Mark.

Dan siapa Mark yang bisa menolak. Bibir Mark dan Donghyuck bergerak seirama, bahkan kini lidah mereka tak jarang menyatu dan membelit beradu temu.

Padahal AC mobil masih menyala, namun keduanya merasa hawa panas di dalam mobil.

Hyuck melirik sekilas ke arah jam tangan yang berasa di hadapannya. Dan 5 menit sudah berlalu. Jadi Hyuck mendorong pelan tubuh Mark, memutus cumbuan mereka, meski ada air liur yang sempat terhubung saat bibir keduanya menjauh.

Time is up.” Hyuck berkata dengan napas yang terengah.

“I still want more.” Mark berucap sedih.

I'll give you more. Tapi enggak di sini. Udah, yuk. Tempat umum tau kak inituh.”

Perkataan Hyuck ada benarnya juga. Jadi meskipun menelan kecewa, Mark bersiap memakai topinya untuk keluar dari mobil. Menutupi rambut berantakan sehabis berciuman tadi.

“Okay, yuk makan.”

“Sebentar. Aku mau tanya dulu.”

“Apa?”

“Kenapa kamu tiba-tiba mau ciuman?”

“Couse you look so hot when you are driving.”

Hyuck membuka matanya lebar dengan mulut menganga tidak percaya. “Jadi itu alesan kamu enggak izinin aku nyetir?”

Mark tertawa, lalu ia mengusap rambut  Donghyuck dan menyelipkannya ke belakang telinga. “Iya, aku takut gak bisa ngontrol diri.”

“Aneh! Kamu aneh!”

“But you love me, right sweetheart? Thank you for the kiss. I love you so much.” Mark bergerak mengecup ujung bibir Donghyuck dengan cepat sebelum dirinya keluar dari mobil.

Meninggalkan Hyuck dengan jantung yang masih berdebar. “I love you too, dork.”