Content warning : nipple play, breastfeeding.
Be wise. Konsumsi konten sesuai umur kamu ya 🙇🏻‍♀️
Di umur satu tahun pernikahan Donghyuck bersama Mark, pemandangan bibir yang lebih tua berada di atas puting miliknya menjadi rutinitas yang tidak pandang waktu.
Seperti malam ini. Mark sudah berkata bahwa ia akan pulang tidak terlalu larut, namun nyatanya setumpuk file kembali diberikan oleh Pak Jo, berkata bahwa file ini tidak bisa ditunda pengerjaannya, dan berakhir Mark yang musti pulang larut malam.
Mata Donghyuck mengerjap pelan, kantuk masih dirasakan saat ia merasa tubuh Mark ikut berbaring di sampingnya. Harum sabun menyeruak, pertanda bahwa suaminya sudah terlebih dulu membersihkan diri sebelum bergabung bersamanya di tempat tidur.
“Yang, mau mimik ...” Mark berbisik dengan mata yang masih memejam.
“Kok malem banget pulangnya?” Donghyuck bertanya di tengah kantuknya. Tubuh masih miring membelakangi Mark, mata miliknya juga masih terpejam.
“Sorry, Pak Jo tiba-tiba ngasih kerjaan lebih. Where's my hug? Tanya Mark menagih janji.
Terlalu mengantuk, ucapan sang suami tidak langsung Donghyuck gubris. Tubuhnya masih memunggungi yang lebih tua, dan Donghyuck dapat merasakan helaan napas teratur mulai menerpa tengkuk miliknya.
Donghyuck pikir Mark memilih untuk langsung saja tidur karena tidak lagi meminta, namun nyatanya pelukan yang mengerat menjadi pertanda bahwa Mark masih ingin.
“Sayang ...” Mark kembali bergumam, disertai jemari nakal yang mulai menarik kaos tidur Donghyuck agar ia dapat merasakan kulit halus perut yang lebih muda. Diusapnya perut Donghyuck sampai membuat napasnya tercekat karena sensasi geli yang ditimbulkan.
“Mas, emang gak capek? Besok aja mau? Mending sekarang bobo.” Donghyuck berucap dengan mata yang masih tertutup. Namun kini tubuhnya ia posisikan untuk menghadap ke atas, tidak lagi memunggungi Mark.
Saat dilihatnya Donghyuck sudah merubah posisi, Mark langsung bangun dari posisi tidurnya. Menatap ke bawah ke arah sang suami dengan senyum kecil.
“Capek, tapi tidurnya mau sambil mimik dan dipeluk. Boleh?”
Apapun kondisinya, Mark selalu menanyakan ketersediaan Donghyuck terlebih dahulu. Karena jika suaminya itu menolak, Mark akan menghargai dengan tidak melakukannya.
Dan hal tersebut yang selalu membuat hati Donghyuck menghangat. Mark and his consent.
Maka Donghyuck mengangguk untuk menjawab tanya yang lebih tua.
Persetujuan dari Donghyuck menghasilkan senyum yang lebih lebar di bibir Mark, tangannya kemudian mulai menyikap kaos tidur yang Donghyuck kenakan sampai sebatas ketiak. Menampilan dua puting berwarna cokelat yang tidak sabar ia jamah.
Direndahkan tubuh miliknya, lalu Mark cium ujung bibir si kekasih hati, ciumannya turun ke dagu, lalu ke leher dan berakhir di salah satu puting cokelat Donghyuck.
Tubuh Donghyuck bergetar merasakan geli juga hangat dari bibir milik Mark. Suaminya kini sudah menempatkan dirinya berbaring di samping Donghyuck tanpa melepas bibir dari putingnya. Posisi kepala Mark sejajarkan dengan dada yang lebih muda dan lengan kanan Donghyuck dijadikannya sebagai sandaran.
“Miring dikit yang badannya.” Mark melepas kulumannya sejenak, meminta Donghyuck untuk membenarkan posisinya.
Kemudian Donghyuck melakukan tanpa banyak kata. Badannya miring ke arah Mark, membuat dadanya dengan mudah dapat diakses oleh mulut sang suami. Satu tangan Donghyuck yang tidak menjadi bantalan mengusap-usap rambut pendek Mark.
“Comfy?” Tanya Donghyuck dengan suara serak khas mengantuk.
“Hm.” Mark menjawab singkat.
Tanpa menunggu lama setelah mendapat posisi yang nyaman, mulutnya mulai menete lagi pada puting Donghyuck. Dihisapnya puting itu pelan, menikmati sensasi lembut juga empuk dada yang lebih muda pada mulutnya.
Puting Donghyuck yang mengeras Mark tekan-tekan menggunakan ujung lidah, dan hal tersebut sukses mendatangkan desah nikmat dari mulut Donghyuck.
“Hnnhh ....”
Dirematnya rambut milik Mark sebagai penyalur nikmat yang Donghyuck dapat. Mulutnya terbuka tanpa suara di tiap jilatan yang Mark lakukan pada sekeliling dadanya.
Kaki mereka sudah saling mengapit, yang artinya badan mereka mempunyai jarak sempit.
Debar jantung Donghyuck yang dapat Mark rasa seakan menjadi lullaby tidurnya. Dan begitu saja, kesadaran Mark perlahan kembali lenyap dengan keadaan mulut masih menempel pada dada Donghyuck.
Menyadari napas Mark yang sudah kembali teratur, mata Donghyuck terbuka sebelah untuk memastikan bahwa suaminya sudah kembali tertidur.
Dengan cepat Donghyuck cium kening Mark saat dilihatnya yang lebih tua sudah benar-benar kembali ke alam mimpi.
“Bayi gede. Jangan sedih lagi.” Gumam Donghyuck setelah mengecup kening Mark. Dan Donghyuck menyusul untuk menjemput kantuknya. Donghyuck naikkan selimut sampai sebatas perut untuk menutupi tubuh Mark tubuh miliknya karena kaos yang ia gunakan masih tersingkap sampai ketiak.
[]
Atau disaat Mark butuh menghilangkan suntuk ketika pekerjaan begitu menumpuk. Tidak jarang Donghyuck musti menemani Mark beberapa saat di ruang kerjanya karena ia meminta.
“Mending minum susu anget enggak sih, Mas?” Ucap Donghyuck yang sudah memposisikan diri di pangkuan Mark.
Donghyuck yang baru datang ke ruang kerja sang suami sudah ditodong untuk duduk di pangkuannya. Di atas kursi putar yang belum Mark tinggalkan selama tiga jam terakhir.
Mark menggeleng. Diusapnya wajah Donghyuck penuh sayang ketika ia menjawab, “Mas cuma mau kamu aja. You are my stress reliever.”
“Tapi abis ini janji mau turun buat makan malem? Perut kamu dari pulang kantor belum diisi. Kamu tuh kalau gak pulang malem, ya kerjaan sampe dibawa ke rumah. Sama aja boong.”
“Mas masih kenyang sayang,” Mark tertawa pelan, “mau gimana, kalau gak diturutin ya paling kena semprot.”
Alis Donghyuck mengerut mendapati tingkah Mark yang keras kepala. Mark dan kebiasaan lupa makan saat bekerja menjadi musuh utama Donghyuck selama ia kenal dengannya.
Maka Donghyuck menyikap kedua tangan miliknya di depan dada. “Yaudah, enggak ada nyusu ke aku.”
Raut wajah sedih Mark tampilkan, “yang, please ....” kini bahkan ia merajuk.
“Abis ini makan, atau enggak mimik sama sekali.” Ucap Donghyuck final.
Mark menghela napas panjang sebelum mengiyakan, “yaudah iyaaa. But you can't decide when I can stop ya?”
“Okay.” Donghyuck menyetujui.
Mark dan senyum bahagianya sesaat sebelum menyusu adalah pemandangan menggemaskan bagi Donghyuck.
“Aku seneng kamu pake piyama kancing gini daripada kaos.” Mark berkata seiring jemarinya dengan lihai membuka satu persatu kancing piyama tidur Donghyuck.
“Kenapa emang?”
“Lebih gampang aja kalau mau nyusu.”
Ucapan Mark tidak sempat Donghyuck jawab karena napas miliknya tercekat begitu bagian atas tubuhnya merasakan dingin ac. Dua lengannya Donghyuck taruh di pundah kokoh sang suami. Berusaha menyeimbangkan diri agar tidak terjatuh di tengah sentuhan Mark yang mulai menjelajahi kulit tubuhnya yang terbuka.
Piyama Donghyuck tertahan di siku miliknya yang tertekuk, membuat sepotong kain tersebut tidak jatuh ke lantai meskipun semua kaitnya sudah dilepas. Kepalanya menengadah ke atas saat dirasanya bibir Mark mulai menciumi bahu mulusnya.
Pegangan Donghyuck mengerat begitu lidah Mark mulai beraksi, menjilat sepanjang tulang selangka, meninggalkan jejak basah di tubuh bagian atasnya.
“Mas ...” Donghyuck terengah.
Bagaimana tidak, penjelajahan lidah milik Mark bermuara di lipatan ketiak Donghyuck. Diciumnya lipatan ketiak itu rakut, hidungnya menempel erat seolah ingin menghirup wangi sang kekasih hati yang begitu memabukkan. Donghyuck dan ketiak halusnya yang tidak pernah ditumbuhi bulu, akan menjadi salah satu spot favorit Mark untuk melabuhkan ciuman miliknya.
“Mas, geli— ah...ahn...” Bahkan kini napas Donghyuck terdengar bergetar. Menahan panas yang mulai bermuara di bagian perutnya.
Tangan Mark kini mulai mengusap payudara sebelah kanan Donghyuck. Perlahan mulai merasakan bagian tengahnya yang cepat menegang.
“Mas mulai mimik, ya?” Mark kembali meminta izin.
Donghyuck yang masih menengadah mengangguk perlahan. Tidak sanggup dirinya jika harus bersirobok tatap dengan Mark.
Dan bibir Mark mulai memagut dada mungil sang kekasih hati. Langsung Mark hisap dengan kencang puting coklat yang sudah sedari tadi ia bayangkan. Membuat tubuh Donghyuck gemetar di atas pangkuannya.
“Ahh... Hnnnhhh...”
Mark terus menyedot hingga pipinya mengempot. Merasakan sensasi nikmat pentil tegang Donghyuck di ujung lidah miliknya. Geraman Mark keluarkan.
“Enak banget. Mimik kamu paling enak, Hyuck.”
Satu tangan Donghyuck pindah ke belakang kepala Mark. Sedikit menjambak rambut hitam pendek yang lebih tua untuk menyalurkan nikmat, dan kemudian Donghyuck dorong agar wajah Mark terus menempel pada dadanya.
“Hngghhh, terusin nete nya.”
Mendapat dukungan dari yang lebih muda, Mark melanjutkan aksinya sedikit lebih berani. Kini mulutnya berpindah ke dada sebelah kanan Donghyuck, meninggalkan dada kiri yang lebih muda dengan keadaab membengkak dan penuh air liur, begitu basah.
Digeseknya pentil kanan Donghyuck menggunakan gigi atas dan bawah miliknya, yang tentu saja menghasilkan ringisan dari sang suami.
“A..awh, jangan gigit. Sakit.”
Mark mengangguk, lidahnya kemudian menjilat memutari puting tersebut dengan harapan menghilangkan sakit akibat gigitannya tadi.
Mark kembali menyedot pentil Donghyuck kuat. Menghasilkan suara basah layaknya ia tengah mencumbu bibir milik Donghyuck.
Entah berapa lama Mark menete pada Donghyuck, namun yang jelas tubuh Donghyuck sudah mulai kelelahan. Donghyuck peluk leher milik Mark. Membiarkan suaminya itu membenamkan wajahnya sambil masih menyusu dengan tempo yang sudah memelan. Namun bibir Mark masih setia menempel pada dadanya, masih enggan beranjak dari sana.
“Kapan selesainya? Aku pegel duduk kayak gini.” Donghyuck berkata lirih, sedikit mengantuk.
Plop
Sampai akhirnya terdengar suara mulut Mark yang melepaskan kuluman di dadanya.
Mark menengadah, jemarinya menarik dagu milik Donghyuck, membawa Donghyuck untuk menatap kedua mata yang lebih tua.
“Iya, ini udah.”
Donghyuck mengerjap-ngerjap pelan karena kantuk mulai menyerang.
“Oke. Yuk, kamu makan.”
Dikancingkan kembali piyama yang Donghyuck kenakan, kemudian Mark kecup ujung hidung dan bibir Donghyuck penuh sayang.
“Kamu bobo aja, Mas abis ini beneran makan.”
“Bohong gak?”
Mark tertawa, diciumnya kembali bibir Donghyuck. Karena ia mau, karena ia bisa.
“Enggak sayaaang. Beneran, makan. Kamu bobo, ya? Abis makan, Mas mau kelarin kerjaan dulu. Nanti nyusul kamu bobo.”
Kemudian Donghyuck mengangguk.
“Makasih ya, udah mau nurutin mau Mas.”
Donghyuck kembali mengangguk, namun kali ini disertai ucapan, “bayar, gak gratis tau.”
“Bayar pake apa?”
“Gendong sampe kamar.”
Dengan mudah Mark membawa tubuh Donghyuck dalam gendongan seperti koala.
“Baik, yang mulia.”
Akibat ucapannya ini, Mark mendapat hadiah berupa cubitan di pinggangnya.
[]