“Sini gue bantu.”
Seungwoo menatap (lagi lagi) punggung telanjang byungchan yang barusan lewat di depannya dengan kaos yang terkalung di leher, menawarkan diri membantu hana yang akan menuang minuman soda kedalam gelas.
Niat awalnya mengambil daging di kulkas buyar sudah. Dia malah memandangi byungchan yang sepertinya tidak sadar dan tidak terganggu dengan kaosnya belum terpasang dengan benar.
Ternyata benar kata hanse. Byungchan punya tato yang tersembunyi alias tidak pernah dipamerkan karena tatonya memang terlukis di bagian tubuh yang selalu ditutupi. Melihat ekspresi wooseok yang biasa saja (dia malah melanjutkan kegiatan menumis sosis) membuat seungwoo yakin kalau lelaki yang paling kecil diantara mereka itu sudah sering melihat tato yang baru seungwoo tahu keberadaannya beberapa hari lalu itu. Yang paling terpampang jelas di hadapannya sekarang adalah tato bunga mawar yang menjalar sepanjang garis tulang punggung byungchan.
Seungwoo sudah sering melihat tato seperti itu, tapi entah mengapa melihatnya terukir di tubuh bagian belakang suaminya membuatnya berpikir bahwa tato tersebut seperti di desain khusus untuk menghiasi punggung lelaki yang acap kali membuatnya kebingungan itu.
Sangat indah. Cocok sekali dengan kulitnya yang putih bersih.
“Kamu mau?” tawar byungchan yang tiba-tiba sudah berbalik dan memandangnya. Segelas minuman soda dingin di tangan kanan sedang yang kiri sedang memegangi helai kain yang tadi tersangkut di lehernya.
Kaki panjangnya melangkah ke arah seungwoo tanpa ragu-ragu.
“Nyari apa?” tanyanya lagi, melongok melewati bahu seungwoo untuk melihat pintu lemari es yang terbuka lebar.
“Mau ambil daging.” Tangan seungwoo meraih uluran gelas dari byungchan dan menyesapnya sedikit. Matanya mengikuti gerak tubuh byungchan yang menunduk untuk mengambil sebuah plastik berwarna oranye berisi daging dari dalam freezer.
“Ini kan?”
Seungwoo mengangguk.
Berhadapan seperti ini, pandangan mata seungwoo mau tidak mau jadi tertuju ke tubuh bagian depan byungchan yang tidak terhalang apapun. Bisa dilihatnya beberapa tato lain yang jauh lebih kecil dari tato di punggung byungchan.
Tato bunga lavender di rusuk sebelah kiri dan sebuah gambar konstelasi bintang yang seungwoo tidak yakin apa jenisnya menghiasi rusuk sebelah kanan.
Entah angin dari mana yang membuat tangan seungwoo bergerak untuk menyentuh sebuah tato lain di atas tulang selangka byungchan.
Dum spiro, spero.
Jemarinya mengelus tulisan kecil yang tak ia tahu artinya itu.
“Ekhem.” Jinhyuk berdehem begitu keras, sengaja dibuat sedikit terbatuk agar kedua sejoli di hadapan mereka itu sadar kalau di dapur ada orang lain yang sedang menyaksikan apapun itu yang sedang mereka lakukan.
Byungchan menggaruk tengkuknya yang jelas-jelas tidak gatal. Seungwoo hanya menenggak habis minuman yang ada di tangannya lalu buru-buru menaruhnya di wastafel sebelum berlalu keluar ke tempat hangyul dan seungyoun sedang memanggang daging untuk mereka makan malam.
*
Setelah kejadian tadi seungwoo pikir dirinya akan sangat canggung dengan byungchan. Namun ternyata dugaannya melenceng.
Byungchan terlihat biasa saja dan sangat menikmati makan malam mereka.
Berbeda dengan jisu yang terlihat sedikit lebih diam.
Sejak tadi pagi seungwoo sudah menyadari ada yang janggal dengan teman spesial hangyul itu.
Setiap kali mereka berempat mengobrol, gadis itu dengan kentara sekali menanggapi perkataannya dengan antusias. Berbeda saat dia berbicara dengan byungchan ataupun hangyul.
Seungwoo bukan lelaki kemarin sore yang tidak paham jika seseorang tertarik padanya. Berbeda dengan hangyul dan byungchan yang mungkin menganggap itu hal biasa. Tapi seungwoo tidak.
Dengan sengaja ia duduk sangat dekat dengan byungchan ketika akhirnya dia dan hangyul bertukar posisi mengemudi. Tangannya juga tidak mau melepas genggaman tangan byungchan (yang untungnya tidak protes sama sekali) selama perjalanan menuju pantai yang kalau kata wooseok jika kamu menumpuk batu setinggi mungkin dan batunya tidak roboh maka permintaanmu akan terkabul.
Entahlah seungwoo tidak terlalu percaya hal seperti itu.
Beberapa kali dia juga menyadari usaha jisu untuk memonopoli dirinya saat mereka sampai di tempat tujuan wisata hari ini. Yang tentunya tidak digubris oleh seungwoo.
Bahkan ketika makan malam tadi hampir saja gadis itu berhasil duduk di sampingnya kalau saja byungchan tidak datang tepat waktu.
Sebetulnya seungwoo tidak terlalu peduli dengan apapun maksud dan tujuan gadis termuda diantara mereka itu. Hanya saja apa yang dia lakukan terlalu terang-terangan dan seungwoo tidak suka.
Bagaimanapun hangyul punya perasaan terhadap gadis itu. Dia juga yang mengajaknya untuk ikut kesini sebagai teman spesial yang akan diperkenalkan kepada teman-teman baiknya.
“Dicariin kok malah ngelamun disini?”
Suara lembut byungchan membuat seungwoo menoleh. Kepala suaminya itu menyembul dari balik pintu. Wajah byungchan sedikit memerah, mungkin efek dari soju yang dia minum tadi.
“Nggak ngelamun kok, nyari angin aja.” Jawabnya sembari membalikkan badan menghadap byungchan yang sedang melangkah ke arahnya.
Setelah makan malam tadi seungwoo memang kembali ke kamar mereka di lantai dua. Dia butuh udara segar. Sepertinya.
“Seungwoo.” Panggil byungchan selagi kakinya melangkah maju.
Seungwoo memperhatikan gerak-gerik lelaki diseberangnya, tidak mungkin byungchan mabuk 'kan?
“Kenapa, Byungchan?”
Byungchan kembali melangkah maju. Kali ini tiga langkah lebar yang membuatnya mencapai lantai balkon yang dingin karena dia tidak memakai alas kaki.
“Seungwoo. Makasih ya.”
Kening seungwoo mengernyit. Ditatapnya mata byungchan yang terlihat jauh lebih sayu dari biasanya.
Debur ombak pantai malam ini terdengar sangat kencang dengan hembusan angin laut yang membuat si lebih muda bergidik dingin.
“Makasih buat apa?”
“Udah buat aku seneng.”
Kali ini bukan byungchan yang melangkah maju melainkan seungwoo yang berjalan mendekati suaminya yang sedang memandanginya penuh penuh.
Sepertinya byungchan memang mabuk.
Dan ini kali kedua seungwoo melihat byungchan yang seperti ini. Tetapi untungnya tidak separah yang pertama.
“Aku nggak ngapa-ngapain perasaan?”
Seungwoo berhenti tepat di hadapan byungchan yang masih berdiri ditempatnya semula. Byungchan memperhatikan seungwoo yang tengah melepas sweater hitam kenaannya dan menyampirkannya di bahunya sendiri.
“Anginnya kenceng, kenapa nggak pakai jaket?”
Bukannya menjawab pertanyaan yang terlontar untuknya, Byungchan malah tersenyum kecil entah karena apa. Perutnya yang baru saja diisi daging saat makan malam sepertinya baru saja dihinggapi ratusan kupu-kupu yang membuatnya geli.
Seungwoo di hadapannya ini adalah seungwoo yang seharian ini menggenggam tangannya. Seungwoo yang memperhatikan langkah kakinya agar tidak tergelincir saat melangkah di undakan tangga menuju pantai kedua yang mereka kunjungi sore tadi. Seungwoo yang sama yang membantunya mengambil beberapa gambar untuk diabadikan sebagai kenang-kenangan tanpa diminta.
Dan seungwoo yang ini juga masih seungwoo yang sama dengan yang membuat jantungnya berdebar kencang saat jemari panjangnya menjejak lembut diatas guratan tinta hitam di tulang selangkanya.