— Lembar Kelima belas
Seungwoo keluar ruangan sidang dengan wajah sumringah dan tangan yang menenteng lembaran penilaian performa presentasi skripsinya. Tercatut nilai A disana. Senyuman yang terkembang di bibir Seungwoo sudah menjelaskan segalanya.
Jadi teman-teman dekatnya berhamburan memeluk pemuda yang mengenakan stelan hitam putih itu. Pelukan mereka erat. Ucapan selamat hilir mudik ke indera pendengarannya.
“Bang selamat ya, wah keren banget sih lo bisa lulus tepat waktu.”
“Congrats, Woo. Doain gue bisa nyusul ya.”
“Gimana Woo? Degdegan nggak?”
“Penguji lo galak gak, Woo? Wah keren bisa dapet A lho.”
“Panutan banget emang temen gue yang satu ini.”
Itulah sederetan ucapan yang berhasil ia tangkap karena banyak sekali orang yang menunggu di koridor area ruang sidang menungguinya harap-harap cemas.
Perasaannya sudah jauh lebih lega. Akhirnya, perjuangannya menyelesaikan skripsi yang berbarengan dengan waktu magangnya itu membuahkan hasil.
Seungwoo lulus dengan nilai akhir diatas rata-rata dan dia patut berbangga diri sebagai penyandang status mahasiswa double-degree yang berhasil lulus tepat waktu di kedua jurusannya.
Tangannya sudah penuh dengan buah tangan. Ada goodie bag besar berwarna putih dari teman-teman magangnya. Buket bunga dari beberapa teman satu angkatannya. Cokelat batangan yang dihias pita lucu dan masih banyak lagi.
Ia berterima kasih banyak untuk itu.
Tapi sejujurnya dia agak sedikit kecewa.
Byungchan tidak disini.
Iya. Iya. Dia tahu bahwa dirinya sendiri yang memaksa Byungchan untuk tetap pergi ke jogja sebagai bentuk profesionalitas terhadap pekerjaannya. Tapi kalau bisa egois pun ia ingin Byungchan disini dan jadi orang yang pertama kali ia rengkuh untuk menyalurkan rasa bahagianya.
Tadi pagi yang lebih muda sudah mengabarinya bahwa ia akan pergi ke salah satu pantai di daerah Gunung Kidul dan kemungkinan dia tidak akan bisa dihubungi seharian karena menurut Subin disana akan sulit mendapat sinyal. Jadi ia menyempatkan diri untuk menelpon Seungwoo dan menyemangatinya—sekaligus memberi selamat, dan juga sebuah foto imutnya yang dikirim sebagai ganti dirinya.
Ah, baru dua hari dia sudah sebegini rindu.
“Bang,” panggilan itu menyadarkan Seungwoo.
Itu Jinhyuk, yang datang dengan Wooseok—pacarnya, dan juga Yohan. Mereka berdua anak arsi, kenal lumayan baik dengan Seungwoo.
“Oit, Hyuk.”
Ketiganya memberikan selamat kepada Seungwoo seperti teman-temannya yang lain.
“Rame bener yang dateng udah kayak orang kawinan aja.”
“Jelas lah, mantan ketua BEM.” sahut Yohan seraya mengangsurkan sebuah buket bunga lilac ungu yang di tata dengan indah. Ada sepucuk amplop berwarna senada di dalamnya.
Seungwoo mengernyit.
“Buka aja bang.”
Maka ia membukanya. Sebuah surat?
From: Yours
Hi, Champion. My snoopy. Senu-nya aku ❤ Gimana sidangnya? Lancar nggak? Pasti lancar deh aku yakin banget. Selamat ya, kak. Now you're one step ahead of me. Kamu udah berhasil raih gelar sarjana. Nggak kerasa ya? Kemarin kita masih anak SMA bau matahari yang sibuk mikirin bakalan mau ngapain pas weekend? Atau bertanya-tanya rasanya jadi anak kuliahan. Seru nggak sih? Susah nggak keeping up with the environment? tau-tau kakak udah lulus duluan aja, ya.
Kak Seungwoo tau nggak? Hari ini aku jadi orang paling bahagia setelah kak Seungwoo.
Mau tau nggak, kenapa?
p.s: Buka amplop di buket yg dibawa kak Mijoo.
Seungwoo meletakkan semua barang di tangannya ke lantai dan menghampiri Mijoo.
“Sini kembangnya.” pintanya tanpa basa-basi.
“Yeuh dasar bucin lo!”
“Emang enak jomblo.” balas Seungwoo.
Jalan 30 langkah ke utara. Nanti dari situ ada anak panah di tembok. Ikutin ya, sayang.
Maka Seungwoo berjalan. 30 langkah sesuai arahan dalam memo yang diberi Byungchan.
Anak panah pertama mengarah ke timur. Ia mengikutinya sampai bertemu dengan satu anak panah lagi yang menunjuk ke selatan. Dengan perasaan berdebar Seungwoo kembali menggerakan kakinya dengan sedikit terburu-buru.
Di hadapannya ada Chaeyeon dan Kukheon yang masing-masing memegangi setangkai bunga, Chaeyeon memberinya mawar merah dan Kukheon memberinya setangkai bunga lily calla.
“Tau nggak bang mawar sama lili itu simbol apa?” Kukheon bertanya kepada Seungwoo yang masih memandangi dua tangkai mawar di tangannya.
Love. Passion. Purity. jawab Seungwoo pelan.
Chaeyeon memegang pundak Seungwoo dan mengarahkan tubuhnya ke koridor yang menuju halaman parkir gedung serba guna.
“Now go. You'll meet someone at the end of the hallway.“
Walaupun masih setengah bingung, Seungwoo tetap berjalan sesuai petunjuk Chaeyeon.
Benar saja. Di ujung koridor ada Sejin dan Seungyoun yang berdiri bersisihan.
“Woo, congrats ya, gue tau lo pasti bisa ngelewatinnya dengan baik.”
Seungyoun memeluk Seungwoo erat dan menyelipkan setangkai bunga matahari berwarna kuning cerah dan kelihatan masih segar.
“Thanks, Cho. Semoga lo cepet nyusul juga, ya.”
Kali ini gantian Sejin yang membawanya dalam rengkuhan tangannya yang lebih kecil, menepuk singkat punggung yang lebih tua lalu memberikan setangkai bunga krisan berwarna merah muda.
“Udah siap belom kak sama yang bakal lo dapetin di sana?”
Sejin menunjuk ke arah parkiran. Tepatnya menunjuk ke mobilnya yang terparkir paling depan.
Otak Seungwoo mulai merangkai satu per satu dari maksud bunga bunga yang diberikan kepadanya.
Lilac ungu yang diberi Yohan. Hydrangea yanh dipegang Mijoo. Mawar merah. Lily calla. Bunga matahari dan bunga Krisan.
Bunga-bunga ini memiliki arti simbol yang indah.
“Jangan bengong disini, Woo. Kasian bocahnya kepanasan.”
Seungyoun terkekeh saat melihat Seungwoo yang langsung melesat lari ke arah mobilnya.
Byungchan muncul disana.
Dengan sebuket bunga yang ia sadari merupakan rangkaian dari bunga-bunga yang baru saja ia terima.
Byungchan tidak ke Jogja.
Byungchan-nya disini. Menyiapkan kejutan yang sangat indah untuknya. Kejutan yang bahkan tidak terlintas sama sekali oleh yang lebih tua.
Yang lebih muda berjalan mendekat dengan senyum terkembang manis. Nafas Seungwoo tercekat.
Lelaki yang hanya berjarak beberapa langkah darinya itu sangat indah.
“Hi, pacar aku. Kaget nggak?”
Cengiran di bibir Byungchan menular. Seungwoo ikut mendekat. Memangkas sisa jarak sampai ujung sepatu mereka bersentuhan.
“Aduh!”
Seungwoo baru saja menyentil kening Byungchan.
“Kamu bohong.” “Katanya kamu ke Jogja.”
“Aku beneran ke Jogja.”
“Terus kok bisa disini?”
Bunga dalam genggamannya disodorkan kepada yang lebih tua. “Ya bisa dong, pacar aku sidang, masa aku nggak dateng?”
“Nggak mau aku dateng, emang?”
Seungwoo mendengus tetapi tangannya memeluk buket bunga yang diberikan oleh Byungchan.
“Katanya kamu pergi satu mingguan? Bohong kan!” kali ini ia menjawil dagu Byungchan.
Yang lebih muda terkekeh. “Kalo yang itu emang bohong sih.”
“Pantes aja aku ngerasa aneh pas liat Chaeyeon tadi.”
“Baru nyadarnya kok sekarang.”
Byungchan tertawa dan Seungwoo kembali menyentil keningnya main-main.
Untuk beberapa saat mereka jadi larut dalam keheningan. In a good way.
Mereka saling memandang dengan penuh afeksi. Rasanya hati Seungwoo sangat penuh, mungkin saja sudah tumpah dengan hangat kasih Byungchan yang disampaikan lewat tangkai-tangkai bunga berbagai makna yang membuat Seungwoo ingin meleleh.
Byungchannya sangat manis. Teramat manis.
“Selamat ya, kak? Aku bangga sama kakak.”
Seungwoo mengulas senyum. Lalu ia bawa Byungchan kedalam pelukannya. Kedua lengannya mengerat.
Byungchan membalas pelukan itu dengan sama eratnya. Menyurukan kepalanya di perpotongan leher Seungwoo dan memberi satu ciuman kecil di belakang telinga.
“Thank you for coming.” puncak kepala Byungchan diciumnya, hidungnya sengaja dibenamkan untuk menghidu aroma sampo yang dipakai sang kekasih.
“Thank you for coming to my life.“