dimsum

Kasti # 2


Saat ini nilai mereka 3-2, dipimpin oleh tim a. Giliran Armin untuk memukul, Jean memberi tongkatnya kepada Armin. “Jean, jangan aku. Mikasa aja, takut!” Eren menoleh, “Kok kamu nggak mau? Ayo aku yakin kamu pasti bisa!” Alisnya menyatu dengan tangan yang di kepal keatas.

“Nggak mau, Mikasa aja atau Annie aja.” “Kan mereka udah tinggal kamu yang belum.” “Nggak apa-apa Armin.” “T-tapi..”

“Bisa, kamu belum pernah mencoba saja.”

Armin menatap Annie, perempuan itu tersenyum tipis sebelum memalingkan pandangan kembali. Pemukul yang tadinya ada di tangan Jean sudah berpindah berada di tangan Armin, walaupun hatinya sedikit berdebar tapi ia percaya pada dirinya.

tanggg—

Ia berlari ke tiang kedua, Eren mengacungi jempol kepada temannya. Pemukul dilanjutkan oleh Jean, dan mereka berdua ber-barengan menuju tiang ketiga lalu kembali ke tempat semula tanpa mengenai musuh.

. . .

Sekarang posisi tim b, yang memukul karena tadi tim b melempar bola kembali dan mengenai Jean. Pemukul dari tim b adalah Ymir, ia melempar sangat tinggi yang berhasil di tangkap oleh Mikasa. Mikasa melempar kembali mengenai Sasha yang berusaha berlari ke tiang ketiga.

“YEYY KENA!”

Sasha sempat terjatuh karena ia takut terkena bola alhasil ia terjatuh dan mengenai lengannya. “Priiit, waktu sudah habis, setelah ini kalian istirahat di kelas lalu pulang ya.” Suara dari pluit pak Pyxis memberhentikan permainan tersebut. “Baik pak!!”

“Aduh sakit, huhuhu.” “Kamu mau ke UKS?”

Sasha mengangguk, ia dibantu berdiri oleh Connie, “Sha, aku minta maaf ya,” Mikasa mendekati. “Iya gapapa.”

“Eren, kalau ketemu pak Levi masih serem?” “Mikasa? Masih!!” “Emang sepelti hantu?.” “Seperti, Armin.” “Ihh gatau serem pokoknya.”


Baseball # 2

They are currently up 3-2, led by team a. Armin's turn to beat, Jean gave Armin his stick. “Jean, not me. just Mikasa, I'm afraid! “Eren turned his head,” Why don't you want to? Come on I bet you can do it! “ His eyebrows joined with his raised hands.

“I don't want to, just Mikasa or Annie.” “They've been beaten, it's you who hasn't.” “It's okay, Armin.” “B-but...”

“Yes, you've never tried it.”

Armin looked at Annie, the woman smiled slightly before looking away. The stick in Jean's hand has moved to Armin's hand, even though his heart is beating fast but he believes in himself.

Tanggg—

Running to the second pole, Eren gave his friend a thumbs up. The beating was continued by Jean, and the two of them together headed for the third pole then returned to its original place without hitting the enemy.

. . .

Now team b is shooting because team b takes a back throw and hits Jean. The hitter from Team B is Ymir, she throws very high which Mikasa catches. Mikasa thought back to Sasha who tried to run to the third pole.

“YAYY GOT HIT!”

Sasha had fallen for fear of being hit by the ball so she fell and hit her arm. “Priiit, time's up, after this you take a break in class and then go home.” Mr Pyxis' whistle stopped. “Good, Sir!!”

“Ouch it hurts, huhuhu.” “Want to enter the *SHC?”

Sasha nodded, she was helped by Connie, “Sha, I'm sorry,” Mikasa came over. “Yes, it is okay.”

“Eren, is meeting Mr. Levi still scary?” “Mikasa? Yeah i’m scared!!” “It's like a ghost?.” “Like, Armin.” “Uhh, that's scary.”

SHC= school health clinic (if indonesia is UKS)

Kasti # 1


Hari ini semua anak kelas bintang sudah berkumpul di tengah lapangan, di bimbing oleh pak Pyxis. Mereka akan memulai dari pemanasan dan setelahnya, bermain kasti. Tim di bagi menjadi dua.

Tim A: ada Eren, Mikasa, Armin, Annie, dan Jean. Tim B: ada Connie, Sasha, Reiner, Bertholdt, Ymir, dan Historia.

Mereka berkumpul sesuai kelompok atau timnya. Sejujurnya Sasha malas harus bermain kasti dan memilih di kelas dengan kentang gorengnya. Connie berusaha menyemangatinya.

Berbeda dengan teman sekelompoknya, Reiner. Anak itu bersemangat walaupun ia hatinya sedikit berdegup karena sebelumnya ia tak pernah main kasti. Pak Pyxis, beliau sedang menyiapkan bola, tongkat dan peralatan lainnya.

Kedua tim disuruh untuk melakukan suit. Hasil yang di dapat setelah tiga kali, dimenangkan oleh tim b. Setelahnya, tim b dimulai dari Historia.

tuing—

Ia memukul sangat jauh, yang berhasil ditangkap Armin, tapi tidak sepenuhnya berhasil karena saat ingin mengenai kembali Historia sangat cepat berlari ke tiang kedua.

Suit: permainan batu, gunting, atau kertas. Yang dilakukan kedua pihak jika ia memilih batu dan lawan kertas maka lawan menang dan sebaliknya.


Baseball # 1

Currently, the star class children gathered in the middle of the field guided by Mr. Pyxis. They will start by warming up and after that, playing baseball. The team is divided into two.

Team A: there are Eren, Mikasa, Armin, Annie, and Jean. Team B: there are Connie, Sasha, Reiner, Bertholdt, Ymir, and Historia.

They gather according to their groups or teams. Honestly, Sasha is lazy to play baseball and picks up in class with her french fries. Connie tries to cheer him up.

Different with her group mates, Reiner. The boy was excited even though his heart was beating a little because he had never played baseball before. Mr. Pyxis, he prepared balls, sticks and other equipment.

The two teams were told to rsp. The results obtained after three times won by the team b. After that, team b started from Historia.

Tuingg—

She hit very far, which Armin managed to catch, but not completely because when he wanted to retaliate, Historia very quickly ran to the second pole.

rsp: rock, scissors or paper game. What do both sides choose stone and the opponent is paper, then the opponent wins and otherwise.


Kelas satu bintang, semua sudah siap pada bangku dan meja mereka. bangku kayu kecil dengan warna-warni terdapat gambar hewan di setiap kepala bangku. Sama dengan mejanya yang terdapat loker dan berbentuk persegi kecil sangat cocok untuk anak SD.

Levi datang dengan membawa beberapa buku dengan kotak pensil, memakai kemeja putih polos dan celana panjang hitam. Ia langsung menaruh bukunya di meja, “Selamat pagi semua,” Dia menulis namanya di papan tulis. “Nama saya levi. Panggil pak jangan kak.”

“Baik pak!!!” seru anak-anak serentak. setelahnya ia duduk, menyuruh semua anak memperkenalkan diri. “Dari absen pertama, Annie Leonhart.”

Anak perempuan berambut pirang dengan khas di kuncir kuda bernama Annie itu melangkahkan kakinya maju untuk memperkenalkan diri.

“Nama saya Annie Leonhart, tanggal lahir 22 maret, sekian.” Setelahnya Annie membungkuk, dan pergi kembali ke tempat duduknya. “Selanjutnya Armin Arlert.”

Badan kecilnya terlihat gemetaran, ntah apa ia gugup, tangannya ia genggam sendiri dan jalan perlahan. “H-hi nama a-aku... Almin Allelt , aku lahil tanggal 3 novembel. Panggil aku Almin! Sekian terima kasih.” Ia segera membungkuk dan sedikit berlari kecil ke bangkunya. “Kamu tidak bisa mengucapkan huruf r ya? Namanya Armin Arlert ya semua.”

“Selanjutnya, Bertholdt hoover.” Anak laki-laki tinggi dengan huruf B itu maju ke depan dengan badannya terlihat agak sedikit membungkuk. “Nama aku, Bertholdt Hoover panggil aku Berthorldt. Lahir 30 desember, senang ketemu kalian, terima kasih!” Ia segera membungkuk dan tersenyum.

“Selanjutnya, Connie Springer.” Bocah dengan tampang anak yang terlihat botak, dan bertubuh pendek itu berjalan tegak dengan jajaran giginya yang tersenyum lebar. “Namaku Connie Springer, lahir 2 mei. Senang berjumpa, sekian.” Ia kembali duduk, dan senyumannya masih menghiasi wajahnya. “Selanjutnya..”

“Nama saya Eren Yeager, lahir 30 mei. Semoga kita menjadi teman!” Suaranya lantang, dan tangannya mengacungkan dua jari. “Ya, Historia, maju.”

Anak kecil berambut pendek dan pirang itu maju ke depan bergantian dengan Eren. “Halo, ehm–aku Historia Reiss. Aku lahir bulan januari tanggal 15, senang berjumpa!”

“Ya, Jean Kirstein.” “Hey, namaku Jean Kirstein. Panggil Jean, sama lahir 7 April. Udah pak.” Ia segera berlari ke kursinya dan menenggelamkan wajahnya untuk tidur. “Mikasa Ackerman.”

“Nama saya Mikasa Ackerman, lahir 12 April.” Ia hanya membungkuk dan kembali duduk. “Selanjutnya Reiner, Sasha, Ymir. Di kursi saja tidak usah maju, nanti lama.”

“Nama saya Reiner Braun, lahir 1 Agustus!” “Nama saya Sasha Braus, panggil Sasha. Lahir 27 juli!” “Saya Ymir Fritz, lahir 17 februari.”

“Sudah semua ya? 11 anak semua, ya sebelum itu kita akan perkenalan sekolah.

2

“Jadi ekstrakurikuler atau kegiatannya ringan ya. Melukis, karate, musik, & masak.” “WAH MASAK! MAU BUAT SESUATU PAKE KENTANGGG!” “Diam Sasha.” Connie diam-diam memberikan kentang goreng dari kotak bekalnya kepada Sasha.

“Twelima kwasih Connie.” Bisik Sasha dengan pipi yang menggembung, Connie mengacungkan jempolnya. “Bagi dong akuu.” Jean mengadahkan tangannya. Connie menyipitkan matanya, “Dih kamu ikut-ikut aja. Yaudah ini.” Jean tersenyum miring, “Terima kasih!!!”.

“Jadi, jika mau ikut kegiatan nanti bilang ke bu Hange/Hanji. Ada yang ingin di tanyakan? Jika tidak akan lanjut.” “Tidak pak!!” Seru semua anak. “Datang ke sekolah jam 8 pulang jam 12, besok akan di bagikan jadwal jadi kemungkinan pelajaran Ipa. Wali kelas kalian saya.”

“Telnyata pak Levi sendili wali kelas kita.” Bisik Armin kepada Eren di sebelahnya. “Tapi mukanya serem aku takut.” Armin menaruh jari telunjuk di bibirnya menandakan pelan-pelan. “Jadi, dimohon kerja sama—”

Terdengar suara barang terjatuh, Levi menatap meneliti apa yang terjatuh. Botol Sasha terjatuh menimbulkan genangan air di mana-mana dan pecahan-pecahan kaca kecil. Connie ingin ke kamar mandi tapi lengannya tak sengaja menyenggol botol Sasha.

“Huaaaaa bo-bo-botol ku pecah, HUAAAAA!!” Mikasa segera menenangkan Sasha di bantu Ymir yang menepuk-nepuk pundaknya. “Pak, saya izin mengambil kain p—” Belum pecah satu masalah Jean dan Hisu yang ingin mengambil kain pel dan sapu terjatuh bersama.

Hisu, terjatuh mengenai pantatnya sedangkan Jean mengenai lengannya. Kacau, Levi menepuk dahinya. Annie ikut membantu menarik tangan Hisu, sedangkan Reiner membantu Jean berdiri. Seisi kelas isinya sekarang hanya tangisan anak sd semua.

“Eren, Armin. Bantu saya membersihkan lantai.” “Baik pak!!”

. . .

Eren membawa sapu, Armin membawa pengki dan Levi mengambil kain pel. Tak lama mereka datang, anak lain hanya melihat mereka bertiga membersihkan.

“Hati-hati kena tangan.” “Baik pak, Armin bantuin aku pegang pengkinya.” Pertama Levi menunduk mengelap airnya, Eren menyapu pecahan plastik perlahan-lahan. Terakhir, Levi mengepel semua sisa air.

“Setelah ini kita akan pulang.”

Mereka bertiga sudah kembali ke kelas lagi dengan tangan kosong. “Berdo’a bersama.” Selesai berdo’a semua anak memberi salam.

“Terima kasih pak.” “Sampai jumpa bapak.” “Pak aku minta maaf, udah numpahin botolnya terus aku ga pel lantai huhu.” Connie masih menunduk, mengenggam tangannya sendiri. “Iya, tidak apa-apa. Jangan di ulangin lagi, dan hati-hati. Sudah sana pulang.”

Connie mengangguk seraya masih menunduk, Levi sedikit mengeluh “Duh, baru hari pertama.” Ia segera mengirim pesan kepada Hange.


English Vers

One star class, all ready at the tables and chairs. a small wooden chairs with a colorful animal image on each head of the bench. just like a table that has a locker and is a small rectangle very suitable for elementary school children.

Levi arrived with several books with a pencil holder, wearing a plain white shirt and black trousers. He immediately put his book on the table, “Good morning everyone.” He wrote his name on the blackboard. “My name is Levi. Call sir, not bro.”

“Ok, Sir!!!” exclaimed the children in unison. after which he sat down, asking all the children to introduce themselves. “From the first absent, Annie Leonhart.”

The girl with characteristic blonde hair in a ponytail named Annie stepped forward to introduce herself.

“My name is Annie Leonhart, birth date March 22, that's all.” After that Annie bowed, and returned to her chair. “Next is Armin Arlert.”

His small body was shaking, don't know what made he nervous he held his own hand and walked slowly. “H-hi my name is ... Almin Allelt, I was born on Novembel 3rd. Call me Armin! That's all and thanks.” He immediately bent down and jogged slightly to the bench. “You can’t say letter R, right? So, he’s name Armin Arlert all.”

“Next up, Bertholdt's hoover.” The boy who was tall with the letter B came forward with a slightly bent body. “My name, Bertholdt Hoover, call me Berthorldt. Born December 30th, nice to meet you, thank you! He immediately bowed and smiled.

“Next up, Connie Springer.” A boy who looks like a child who looks bald, is short, is walking upright with a line of teeth that is smiling broadly. “My name is Connie Springer, born May 2. Nice to meet you, that's all. “He sat back down, and his smile still lingered on his face.” Next ... “

“My name is Eren Yeager, born May 30th. Hope we are friends! His voice was loud, and his hand held up two fingers. “Yes, Historia, go ahead.”

The short, blonde haired little girl took turns with Eren. Hello, um – I'm Historia Reiss. I was born on January 15th, nice to meet you!”

“Yes, Jean Kirstein.” “Hi, my name is Jean Kirstein. Call Jean, same born April 7. Done, sir.” He immediately ran to his chair and sank his face into sleep. “Mikasa Ackerman.”

“My name is Mikasa Ackerman, born April 12th.” She just bent down and sat back down. “Next are Reiner, Sasha, Ymir. On the chair, you don't have to go forward, it will be long. “

“My name is Reiner Braun, born August 1!” “My name is Sasha Braus, call Sasha. Born July 27!” “I am Ymir Fritz, born February 17th.”

“done? 11 children, before we introduce the school.

2

“So extracurricular activities or light activities yes. Painting, karate, music & cooking.” “COOKING WAH! WANT TO MAKE SOMETHING WITH POTATO! “ “Shut up Sasha.” Connie secretly gives Sasha french fries from her lunch box.

“Thwankie youu Connie.” Whispered Sasha with puffed cheeks, Connie giving a thumbs up. “For me, please.” Jean raised his hand. Connie narrowed his eyes, “Hey, come on!”. “Yes, this is it.” Jean smirk, “Thank you !!!”.

“So, if you want to join the activity, please tell Mrs. Hange / Hanji. Any questions? If not, it will be continued.” “No sir!!” Exclaim all kids. “Come to school at 8, come home at 12, tomorrow we will distribute lesson schedules so maybe Ipa. My homeroom teacher.”

“It turns out that Mr. Levi himself is our homeroom teacher.” Armin whispered to Eren next to him. “But his face is scary, I'm afraid.” Armin put his index finger on his lips which looked slowly(he meant Eren voice too much loud). “So, please cooperate—”

Hearing the sound of falling objects, Levi looked to check what fell. Sasha's bottle fell, causing puddles everywhere and small glass shards. Connie wants to go to the bathroom but her arm accidentally touches Sasha's bottle.

“Huaaaaa bo-bo-my bottle broke, HUAAAAA !!” Mikasa immediately calmed Sasha, assisted by Ymir who tapped her on the shoulder. “Sir, I have permission to take the mo—” That hasn't solved the problem yet. Jean and Hisu who wanted to pick up the mop and broom fell at the same time.

Hisu, fell on her butt while Jean hit him on the arm. In chaos, Levi patted his forehead. Annie helps grab Hisu's hand, while Reiner helps Jean to his feet. The contents of the class now are only the cries of all elementary school children.

“Eren, Armin. Help me clean the floor.” “Ok, Sir!!”

. . .

Eren brings a broom, Armin brings a dustpan and Levi mops. Shortly after they came, the other children only saw the three of them cleaning.

“Be careful with your hand.” “Yes sir, Armin help me hold the dustpan.” First Levi lowered his head to wipe the water, Eren rubbed the plastic shards slowly. Lastly, Levi cleaned up all the remaining water.

“After this we will go home.”

The three of them had returned to class again empty-handed. “Pray together.” After praying all the children greeted him.

“Thank you sir.” “Goodbye, sir.” “Sir, sorry, I spilled the bottle and didn't mop the floor huhu.” Connie was still looking down, holding her own hand. “Yes, it's okay. Don't do it again, and be careful. Go home.”

Connie nodded while still looking down, Levi slightly complained “yes, just the first day.” He immediately sent a message to Hange.

fyi:i’m so sorry if broken eng, cause i’m limited to translate😔🙏🏻.


Setelah pertandingan bola voli selesai, semua anggota tim masuk ke dalam bus kecil dan terakhir di ikuti dengan kapten mereka; Daichi.

Yamaguchi memilih duduk dekat jendela sedangkan Tsukki hanya setuju. Hari sudah sore, sinar matahari memasuki jendela dan mengenai kulit dan rambut hijau gelap laki – laki itu. Tsukki terbangun padahal cahaya jauh dari matanya tapi ia tetap terganggu.

Tsukki menoleh kepada teman di sebelahnya itu yang sudah terlelap dan menyandarkan kepalanya ke jendela. Hampir seluruh cahaya matahari menutupi muka pria berambut hijau gelap itu. Tsukki menarik perlahan kepala pria itu, perlahan – lahan ia angkat agar tak terbangun.

Dan akhirnya ia berhasil menjatuhkan kepala anak itu ke pundaknya. Tsukki lelah dengan pertandingan sebelumnya, ia menyandarkan kepalanya dan terlelap.

2

Mereka semua turun dari bis kecil itu, dan saling mengucapkan terima kasih atas pertandingan hari itu. Seperti biasa Tsukki akan pulang bersama dengan Yamaguchi. Sejujurnya Yamaguchi hampir ingin menangis dengan semua hal yang terjadi.

Ia khawatir dengan keadaan Tsukki, tapi laki – laki tinggi itu malah marah kepadanya. Sepanjang perjalanan pulang ia hanya menunduk tapi bibirnya bergetar, sampai akhirnya langkah kakinya terdiam membuat ia tertinggal dari Tsukki.

Tsukki menyadari itu, ia langsung menoleh ke belakang melihat temannya hanya diam menunduk. “Yamaguchi!” Suaranya berhasil membuat pria di seberang menjadi sadar. Ia hanya segera menyusul Tsukki dan mempercepat langkahnya.

Tsukki bingung temannya ini sangat diam biasanya akan terus bicara sampai ia lelah. Tsukki menarik tangan Yamaguchi, membuat pria itu berhenti dan menoleh membuat Tsukki terkejut.

Air matanya mengalir melewati pipi, dagu dan lehernya. Pipinya memerah panas, bibirnya bergetar. “Yamaguchi? Kau kenapa?” Yamaguchi hanya menggeleng melanjutkan jalannya.

Tsukki menahan tangannya kembali tapi, di lepas oleh Yamaguchi. Pria itu mulai menambah kecepatannya sampai akhirnya, “Yamaguchi! Kenapa? Kenapa menangis?” ada jarak 10 meter di antara mereka.

Yamaguchi berbalik dan menatap marah Tsukki. Mulutnya enggan berbicara, pikirannya kacau sama seperti hatinya sekarang.

“Aku kesal, sangat kesal. Aku gagal mencetak poin, aku udah pemain cadangan sekali masuk terus keluar lagi. Aku khawatir sama jari kamu, tapi aku di marahin. Aku kasih semangat tapi kamu nya nggak balas. Kenapa aku kayak nggak ada di mata kamu?”

Tsukishima; matanya terbuka lebih lebar, bibirnya bergetar. “Aku gagal. Aku capek mau tidur.” Suara anak itu sangat lemah, seperti semua energinya ia keluarkan terlalu banyak.

Sebuah tangan memeluk lingkar pinggang kecil itu dari belakang di tengah sunyinya jalan dan berada di bawah langit biru gelap dan bulan yang sangat terang.

“Aku minta maaf, maaf atas segalanya. Aku belum bisa jadi teman yang baik. Servismu bagus walau tidak berhasil. Aku memberi semangat tapi dalam hati.”

Tsukki tidak memaksa Yamaguchi harus memaafkannya malam itu juga. Tsukki melepaskan pelukannya dan segera menggandeng tangan kecil itu.

Untuk malam itu, Yamaguchi sementara menginap di rumah Tsukki. Jika ke rumahnya sendiri, perjalanan akan lebih jauh. Akiteru sampai terkejut melihat wajah Yamaguchi yang merah seperti habis mabuk.

Ibunya Tsukki menawari sup dan bubur tapi Tsukki menolak. Saat Yamaguchi mandi, Akiteru sudah menunggu di ruang makan mereka. “Kau ajak dia minum alkohol?” Tsukki menatap sinis kepada kakaknya itu.

Yamaguchi sudah selesai ia langsung menggunakan kaos pendek yang sangat besar milik Tsukki dan memakai celana pendek di atas paha. Kaos itu menampakkan setengah pundaknya.

Ia langsung menenggelamkan kepalanya dan menutup wajahnya dengan bantal. Tsukki masuk ke dalam kamarnya menyalakan lampu tidur berbentuk bulan dan bintang yang terlihat menyala berada di langit-langit kamar.

Ia menyusul tidur di sebelah Yamaguchi dan memeluk anak itu seperti guling.

“Kamu akan selalu menjadi teman terbaik untuk ku.”

end.


Laki-laki berambut pirang dan berambut hijau gelap tidur berdua bersama dalam satu kamar, kepala si hijau berada di atas dada si rambut pirang.

Tsukishima; laki-laki itu menutup matanya, tangan kirinya menahan kepalanya dan tangan kanannya mengusap-usap bibir pria hijau gelap tersebut.

Yamaguchi; pria itu hanya menatap langit – langit kamar itu. Kesunyian menyelimuti diri mereka berdua, tetapi Yamaguchi bangun dan tangannya mencari sesuatu membuat Tsukki menaikkan alisnya.

Tsukki ikut duduk tegak dan masih memperhatikan pria itu. “Apa yang kau cari?” Yamaguchi tidak menjawab ia tetap asyik dengan kegiatan mencari barangnya.

Sampai pada akhirnya tangan kecil itu mengambil dua buah kuas dan satu kotak panjang cat akrilik. Matanya bersinar, senyumnya melebar seolah – olah meminta untuk di kabulkan. Tsukki mengambil satu kuas dari tangan Yamaguchi.

Setelahnya, Yamaguchi mengambil warna kuning dan ungu. Tsukki lebih memilih warna hijau gelap dan coklat terang. Sebuah kuas menyapu pipi kecil tsukki, sapuan yang pelan, sangat pelan. Yamaguchi melukis sebuah bulan sabit si pipi temannya itu.

Mata mereka saling bertemu sebelum pipi mereka sama-sama merona atas perlakuan aneh Yamaguchi. Setelah selesai Tsukki membalas perlakuan Yamaguchi, ia membuat sebuah bintang kecil di leher temannya. Tidak hanya itu tsukki melukis stroberi di pipi Yamaguchi.

Sapuan kuas dari Tsukki membuat Yamaguchi tertawa geli. Setelah selesai mereka berdua sama-sama menatap lukisan yang telah mereka buat. cahaya matahari menyinari kedua laki-laki itu.

Setelahnya mereka merebahkan diri kembali, menatap langit-langit atap kamar. Dua telapak tangan itu saling mengenggam, mengusap lembut tangan kecil itu.

Tangan itu yang akhirnya ia genggam, kuas itu yang ia cari. warna-warna itu yang ia butuhkan. ternyata bintangnya ada di orbit lain, tidak hilang hanya ia belum menemukannya.

bintang kecil itu yang mengisi hari-harinya, mata yang kecil, bintik hitam kecik yang mengitari pipinya. tawanya yang selalu mengisi setiap waktu.

seperti bulan yang takkan kehilangan sinarnya. sampai semua berlalu ia lebih memilih bulan. yang selama ini ia cari hanya di mana kuas akan bertemu dengan warnanya dan menyatu? tapi hari itu kuas sudah menemui warnanya, warna yang takkan menyakitinya.

sampai nanti ia sadar bahwa ia hanya butuh kuas yang menemani akhir hidupnya.

end.


Tsukishima was standing waiting in front of the Yamaguchi house, the boy hadn't come out yet. Tsuki just focused on looking at the sky and listening to the song. A few minutes later, his friend he was waiting for finally stood in front of him, he saw that the boy's face looked happy as usual.

“Tsukki, where are we going?” “Go to the supermarket.”

Yamaguchi smiled as usual, his footsteps were not as big as Tsuki's. He tried to catch up with Tsuki's steps, but fell behind. He was annoyed that he finally walked casually, until Tsuki grabbed he little finger.

Yamaguchi was a little surprised, he just kept quiet. Tsuki; His cheeks blushing, he held that little hand without letting go. Yamaguchi's hands were warm and soft.

After ten minutes they finally arrived at the supermarket. Tsuki's left hand was still holding Yamaguchi's. Yamaguchi took the basket and went to the vegetable department.

He forehead was furrowed, and he index finger rested on his chin. He wondered what vegetables Tsuki wanted. “Tsukki, what vegetables do you want?” Tsuki pointed to the cucumber and tomato parts. Yamaguchi immediately took it and put it in the basket.

They both go to the meat section. “Beef, that's all.” Yamaguchi nodded and he asked for a fairly large box of beef. After that, they went to the food cooler.

“Just sausage and fish balls.” But unfortunately the place is too high, Yamaguchi tried to tiptoe and jump a little. Tsuki just chuckled, he wrapped his hands around the small legs and lifted them a little. “Aaa.” Tsuki immediately told Yamaguchi to immediately take the items they needed through his eyes.

After Yamaguchi succeeded, Tsuki slowly let go. “Thank you, Tsukki !!”

The two of them were now in the yogurt and beverage section. “This Tsukki is delicious, have you ever tried it?” Tsuki shook his head. “But my family often buys it.”

“Buy it? Will you eat together later? “ “Yes, eat a lot later.” Yamaguchi put the yogurt strawberries on. Their basket was half full, and was enough for their needs.

They left wanting to pay, but Yamaguchi objected to their shopping cart. Tsuki smiled thinly, he immediately took the basket. and Yamaguchi stood there silently.

After they finished paying, they left the supermarket. The shopping bag that Tsuki carried, Yamaguchi walked behind Tsuki like a kitten.

Yamaguchi didn't see the person in front of him, he almost got hit by someone if Tsuki wasn't there. Tsuki held Yamaguchi's body with one hand. Grimacing in pain, Yamaguchi immediately approached him.

“AAAH !!!” “Tsukki? Are you okay????” Tsukki just nodded and continued on his way. Yamaguchi was already about to cry, his lips curled up trembling. His tears finally managed to fall, and he said the words over and over again.

“Tsukki, I'm sorry.” “Tsukki, are you okay?” “Tsukki, huehue.”

Tsuki just silently stared straight ahead. Yamaguchi was still crying regretting his actions. a few minutes they finally arrived at the Yamaguchi house. Yamaguchi looked down reluctantly to see Tsuki's face.

Instead of being scolded, Yamaguchi was brought into his arms. Sobs can still be heard, “Don't cry already.” Tsuki patted Yamaguchi slowly on the back. “I-I'm-sorry.”

“Not wrong.” Yamaguchi let go of his hug, Tsuki gave a pat to Yamaguchi's head.

“Tsukki, look down I want to whisper something.” He small hand moved towards Tsuki. Tsuki looked down, “Thank you for today” Yamaguchi's voice sounded soft and still left hoarse after crying. He blew Tsuki's ears, and soon Tsuki's cheeks blushing.

Tsuki held back the feeling of wanting to “eat” the little boy in front of her.

“Don't cry anymore, you are cute.”

end.


Tsuki was still sitting upright slightly lowered his head and who was on the table, accompanied by books and lamps with lighting that was not too dark or bright.

He has been studying for three hours, even though tomorrow there will be no exams, only regular school. Tsuki turned around and looked at Yamaguchi where he was stared back at by the green haired boy. “Why don't you sleep?” Tsuki sounded too harsh at Yamaguchi.

“Waiting for you to finish studying.” Tsuki looked at those dark eyes, “For what, sleep first.” Tsuki turned back around and started writing again. The room was silent, only the sound of pencil and paper scraping.

But, not long after a few minutes, someone pulled the hem of her clothes. Yamaguchi tugged at the hem of Tsuki's clothes like a kitten. “Let's sleep, I'm sleepy.”

Tsuki glared at Yamaguchi but she was too gentle with this green hair boy. He was still determined, studying then resting. “Go ahead, don't wait for me.”

Yamaguchi; his eyes were already red, his face looked tired. “Can't, I'm afraid of nightmares.” Tsuki sighed, he nodded in agreement. Yamaguchi grabbed he left hand, then he closed he book and turned off the light.

Tsuki, he turns a frog-shaped nightlight appears on the ceiling. Yamaguchi dropped his entire body and pulled the blanket up to his chin.

“I want to hug.” “Tsukki, you are cute.” He muttered.

“Shut up, you noisy Yamaguchi.” “Sorry, Tsukki. Tsukkiiii.” He shouted in Tsukishima arms.

“I'll be smitten with you on these green nights”

end.


First, laki-laki itu sudah berdiri bersiap di depan cermin. Menyemburkan parfum ke arah badannya dari atas sampai bawah. Menyisir rambutnya perlahan, memoleskan bibirnya dengan pelembab bibir perlahan ke bibirnya. Ia sudah selesai dengan semua, ia segera keluar dari kamarnya.

Ia meminta persetujuan dari ibunya, “Aku pergi bu, tidak lama.” Ibunya mengangguk seraya tersenyum tipis. “Hati-hati, jangan terlalu kencang membawa sepedanya.” First mengangguk dan ia mulai menggayuh sepedanya.

Cuaca terasa sejuk, tidak terlalu panas dan terlalu mendung. Ia juga memakai baju yang tidak tebal, hanya kaos lengan panjang tapi tipis di gunakan saat musim-musim seperti ini. 10 menit yang ia butuhkan, sekarang ia sudah berada di depan toko roti.

Toko roti itu tidak besar melainkan kecil seperti tempat minum susu coklat hangat di musim dingin. Ia segera turun dari sepedanya, ia membuka pintu dan aroma coklat bercampur aroma roti menjadi satu. Terdapat bangku kecil untuk bersantai, First memesan satu roti berisi coklat dan terdapat gula halus di atasnya, ia juga memesan susu coklat hangat.

Setelah selesai, ia langsung duduk dan matanya asik melihat sekitar toko roti itu. Karena ia rasa roti itu akan lama ia menenggalamkan wajahnya lalu ia memejamkan matanya. Tapi ia tidak benar-benar tidur, ia segera bangun takut pelayan menghampirinya dengan keadaan tidur.

Ia terkejut di depannya ada laki-laki duduk, sebelumnya kursi itu sepi hanya ia sendiri. Laki-laki itu berbadan lebih besar darinya tapi tidak terlalu. Memakai kaos lengan pendek, kacamata dan celana pendek santai berwarna hitam.

“Eh, maaf ya kak saya duduk sebentar ini dikit lagi selesai.” Laki-laki itu berbicara setelah ia memainkan ponselnya. “A-ah iya tidak apa-apa.” First menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Benar saja seperti katanya tadi pesanannya sudah terbungkus rapi dan laki-laki itu segera beranjak berdiri. First hanya diam menatap punggung laki-laki itu, “Terima kasih, saya duluan.” Laki-laki itu tiba-tiba menoleh.

First hanya mengangguk, tidak lama pelayan menghampirinya dengan membawa pesanannya. “Terima kasih kak.” First menegukkan susu coklat hangatnya dan memakan sedikit rotinya.

2.

Ia sudah selesai membayar dan segera keluar dari toko roti itu, ia membuka kunci sepeda. Baru saja ia ingin menggayuh sepedanya, laki-laki yang ia temui menepuk bahunya.

“Kak, naik sepeda ternyata saya kira naik taksi atau mobil.” “Hehe, tidak. Oh iya ada apa ya?”

Laki-laki itu mengulurkan tangannya, “Ohm Pawat.” Ia tersenyum tipis. “Ahhh, aku First.” First menerima tangan Ohm. “Jangan panggil aku kak, First aja.” Ohm mengangguk.

“First, aku ingin memberimu ini, terima ya?” Ohm memberikan satu kotak coklat dan First menerimanya. “Terima kasih, aku pulang ya ibu sudah menungguku.”

Ohm melambaikan tangannya dan melihat punggung First yang mulai menghilang dari pandangannya. First berhenti di pinggir jalan dan segera melihat kotak yang di berikan laki-laki yang baru ia temui.

kotak itu berisi coklat, bunga alyssum dan berisi kertas kecil. Seperti hadiah valentine pikirnya dan ia buka kertas kecil itu.

“selalu datang ke toko roti ya, nanti kita berbincang-bincang.”

end.


Jan sudah berdandan rapi, duduk tegak depan kaca. Mengolesi bibir-nya, dengan pemulas bibir berwarna merah stroberi. Ia memolesi pipinya dengan semacam bedak berwarna buah persik.

Ia menggunakan gaun di atas lutut, berhias bunga tulip. Rambutnya ia kuncir kuda, terlihat di samping-sampingnya banyak penjepit rambut berbentuk bunga. Agendanya hari ini adalah pergi ke toko bunga.

Ia sudah siap dengan semua, ia menuruni anak tangga. Menghampiri ibunya, meminta izin pergi hari ini. “Ibu, aku pergi ke toko bunga.” Ia mencium pipi ibunya. “Hati-hati.” Jan mengangguk perlahan. Ia segera menghampiri sepedanya, dan mengayuh sepedanya perlahan.

Langit dengan biru yang indah, jalanan yang sepi tanpa ada keributan suara mesin. Panasnya matahari tidak menyakiti kulitnya. Dapat di rasa angin yang menyentuh bulu-bulu pada kulit.

Membutuhkan 10 menit untuk pergi dari rumah menuju toko bunga. Ia sampai di depan jendela besar bertuliskan “Flowers archives” ia menaruh sepedanya dan membuka pintu di samping jendela besar tersebut. Terdengar bunyi lonceng dari pintu tersebut.

Harum bunga menusuk hidungnya, harum seperti minyak wangi yang jarang orang pakai. Warna-warni di sekitar memanjakan mata, warna-warna yang tidak terlalu terang tapi tidak terlalu gelap.

Terdapat lilin pengharum ruangan di meja ujung toko tersebut. Ia mencium harum masing-masing lilin. Ia mengambil warna kuning, harumnya manis seperti vanilla di padukan dengan susu. Ia mengambil warna merah pekat—tapi tidak terlalu pekat. Harumnya seperti bunga mawar.

Dari semua lilin yang ia ambil, ia akhirnya memilih oranye; jeruk. Ia masukkan ke dalam keranjang dan berkeliling mencari yang lain. Ia ingin membeli bunga tulip yang terpajang rapi di atas rak tapi ia tak sanggup dengan uangnya. Ia melewati bunga tersebut dan pada akhirnya hanya membawa pulang satu lilin.

Ia membawa satu kotak plastik bening berisi lilinnya tadi. Ia membuka pintu dan hawa ruangannya sangat berbeda. Di dalam tadi terasa sejuk dan harum, kini panas dan sedikit bercampur debu. Ia menaruh kotak lilin berukuran kecil itu ia taruh ke dalam tas kecil ranselnya.

Tiba-tiba, seorang laki-laki berkacamata berbaju biru terang menghampirinya dengan membawa seikat bunga tulip dua warna; biru dan oranye. Tangannya langsung menyerahkan bunga tersebut kepada Jan.

“Siapa kamu?” “Aku Sing.” “Untuk apa bunga ini?” “Bukankah kamu menginginkannya?” “Kita tidak kenal.” “Ambil saja, aku tahu kamu menyukainya tapi tidak ada uang yang cukup.” “Tidak itu punyamu.” “Untuk apa? Aku sudah dapat banyak dari sini. Terimalah, hargai pemberian orang.” “Tidak, kita belum kenal.”

“Aku tetangga baru sebelahmu, mari lebih dekat.”

end.

tanggal tua


Di sebuah rumah tidak bertingkat, dinding ber-cat coklat kopi. Dihiasi tanaman bunga matahari yang mengelilingi halaman depan rumah tersebut, rumah bernuansa kayu yang hangat untuk berteduh. Terdapat dua sahabat di dalamnya.

Thanat duduk bermalasan di sofa dengan tangannya yang memegang kotak kecil berwana hitam untuk mengganti saluran televisi. “Kenapa di ganti-ganti?” Thanat menoleh ke arah laki-laki yang lebih tua darinya berdiri di belakang sofa.

“Tidak apa-apa. Mmm Wan.” Yang di panggil langsung mengkerutkan dahinya, “ayo jalan-jalan.” ia sudah memasang wajah memelas dan jarinya ia usapkan perlahan kepada punggung tangan laki-laki yang berada di depannya sekarang.

“Tanggal tua Nat, uang lagi menipis. Di rumah saja ya?” Tay mengusap rambut laki-laki yang lebih muda darinya. “Jalan-jalan kemana saja tanpa harus beli sesuatu.” Tay tetap menggelengkan kepalanya, berjalan mendekat dan duduk di samping Thanat.

“Ayo Wan, aku bosan. Keliling-keliling.” Tay diam, mengabaikan sahabatnya dan lebih memilih mencari acara yang bagus. “Wan.” Sudah lelah, ia akhirnya diam dan menenggelamkan kepalanya dalam tangan, berusaha memejamkan matanya.

Tay melihat dari ekor matanya, laki-laki itu pasti merajuk. Tay menggelengkan kepala dengan senyuman tipis. Ia mulai bersandar pada punggung Thanat, memeluk melingkarkan tangannya pada pinggang kecil itu.

“Duhh, jangan marah. Nanti jadi jelek hahaha.” Yang di peluk hanya bergerak risih agar Tay melepaskan pelukannya. “Yasudah mau jalan kemana?” Tay melepaskan tangannya dan Thanat mengintip melalui tangannya.

“Ayo, mau kemana. Tapi hanya keliling ya, belum ada uang.” Thanat masih diam di tempat. Tay menarik tangan Thanat, menggenggam erat dan mengambil kunci sepeda roda dua.

Tay mulai memanaskan motor, dan memakai helm lalu menawari helm ke Thanat. Thanat memakainya dan mengangkat kakinya menjatuhkan pantatnya ke tempat duduk motor. “Sudah kan?” Thanat mengangguk melihat kaca spion.

“Terima kasih Tay Tawan.”

end.

Page 24’