[Ten minute By Ecaniwasoyo]

Win tidak ingat kapan terakhir kali merasakan jatuh cinta karena seingatnya ia terlalu sibuk dengan kehidupannya hingga tidak berniat memulai sebuah hubungan yang lebih dari teman karena menurutnya hal itu bukanlah sesuatu yang familiar untuk ia jalani.

Tapi sepertinya semuanya harus ia tarik cepat dan tergesa-gesa karena demi apapun seseorang yang ada di hadapannya saat ini terlalu sayang untuk ia lepaskan begitu saja.

Bright Vachirawit namanya.

21 tahun, asisten dosen di mata kuliah statistika induktif.

Bagaimana bisa ada pria tampan, pintar dan terlihat sempurna di balutan kemeja kotak-kotak biru tuanya itu?

Ah benar, semua pria tampan akan terlihat bagus menggunakan apapun yang melekat di tubuhnya, dan Win mengagumi Bright karena dia memiliki selera baju yang cukup monoton di bandingkan banyaknya pria yang Win kagumkan akan setelan berpakaiannya.

“Tugas yang kemarin saya berikan bisa kalian kumpulkan sekarang” jelas Bright terdengar datar dan membuat hampir seisi kelas mulai bangkit dari duduknya dan mengumpulkan tugas penting itu kepada Bright yang diam menunggu.

5 menit waktu yang di perlukan agar semuanya ada di atas meja hingga Bright memberikan salam sebagai penutup lalu membiarkan semua mahasiswa berjalan keluar dari kelas untuk melanjutkan aktivitas, semuanya namun tidak dengan Win yang berjalan penuh semangat menuju Bright berada.

“Maaf kak Bright, saya lupa membuat tugasnya” lapor Win terdengar sangat santai meskipun tau jika mata kuliah ini adalah mata kuliah yang tidak boleh kurang dari C apabila tidak ingin mengulangnya di semester depan bersama adik tingkat. Tapi salahkan Bright yang menyita perhatiannya dan membuatnya ingin selalu mempunyai alasan agar dapat menatap pria itu di dalam kelas.

“Tidak ada pelonggaran, saya akan mengatakan apa adanya kepada Dosen” balas Bright datar dan Win angguki menyanggupi.

Kernyitan penuh intimidasi dari Bright yang menatap wajahnya segera Win balas dengan senyum lebarnya untuk meyakinkan dan membuat cowo itu pun akhirnya menghela nafas dambil berjalan keluar meninggalkan Win yang mengikuti di belakangnya karena ingin melakukan hal yang sama.

Baru saja Win ingin mengkhayalkan tentang kisahnya nanti yang mengulang mata kuliah namun tubuh tinggi Bright yang mendadak berhenti membuat kepalanya menabrak punggung itu cukup keras.

“Aduh..” bisiknya meringis pelan tanpa Bright pedulikan karena kini dia memilih untuk memberikan sebuah buku notes pribadinya kepada Win.

“Cepat selesaikan, 10 menit” ucapnya memerintah dan tidak ingin di protes dengan gerakan apapun karena mata kecoklatannya begitu menyalang memintanya untuk cepat menyalin dan tidak hanya diam mematung di sana.

Wow, Win tidak tau ternyata hal absurd yang di lakukannya berbuah plot twist seperti sekarang.

Tangan yang sibuk menyalin, mata yang memandang kearah buku catatan pribadi Bright yang berisikan angka-angka memuakkan tengah ia coba hafalkan agar tidak salah saat menulis, sesekali matanya tidak dapat berhenti mencuri pandang kearah Bright yang mengetik sesuatu pada hpnya.

Apa dia punya pacar?

“5 menit”

Teguran mengingatkan waktu membuat Win kelabakan untuk kembali menulis karena tidak ingin Bright lebih marah lagi dari tadinya mengingat cowo itu bahkan biasanya hanya memberikan ekspresi datar tanpa minat kepada mereka semua saat mengajar.

“Apa yang akan kamu lakukan jika di berikan waktu 10 menit?” Tanya Bright mendadak seolah menyuruhnya untuk berpikir keras diantara jarinya yang sibuk menulis akhir dari angka pada soal sebelum membalas, “Em?? Tidur?”

Dengusan kecil keluar tanpa Bright sadari. Tangannya merebut buku dan juga kertas jawaban Win untuk ia bawa sambil membalas ucapan Win barusan dengan penuh sindir, “10 menit bisa saya gunakan untuk berjalan dengan tenang menuju ruangan dosen tanpa harus meminta maaf kepadanya berulang kali nantinya. Jadi gunakan 10 menitmu dengan baik untuk menyalin lembar jawaban ketika ada tugas”

Win meneguk ludahnya kasar saat tubuhnya otomatis mematung tidak dapat bergerak karena Bright baru saja melemparkan tatapan mengintimidasi kepadanya sebagai bentuk ancaman.

Bagaimana bisa Win berpikir Bright sangat keren saat ini?

Nyawanya bahkan hampit terancam karena mendapatkan tatapan mengerikan itu tapi salahkan pesona Bright yang sulit ia abaikan karena dirinya justru semakin jatuh cinta kepadanya.

Sial, bagaimana caranya agar dapat menjadi pacar Bright Vachirawit?

. . .

“Hellow manusia-manusia bodoh” sapa Khao tanpa memfilter sama sekali omongannya kepada Win dan juga JJ yang baru saja ingin menyuapkan makanan namun memutuskan untuk berhenti sebentar hanya karena ingin mengumpatinya.

“Ku dengar jawabanmu dapat 100 Win, bahkan anak-anak kelas dan anak kelas sebelah hanya tidak mendapatkan setengahnya. Ada apa ini?” Tanya Khao memulai pembicaraan yang mengejutkan Win karena dia baru mengetahui fakta itu.

“Hah?”

“Pakai joki tugas di mana sampai nilaimu bagus seperti itu? Biasanya juga ogah-ogahan” jelas JJ yang turut terkejut akan berita yang Khao berikan kepada mereka.

Win berusaha memikirkan segala kemungkinan hingga sosok asdos mereka yang super tampan itu tanpa sengaja terlihat di pandangannya yang melirik kemana dia melangkah bersama sang teman.

Khao dan JJ yang penasaran pun mengikuti arah penglihatan Win dan terkejut saat kemanakah sang sahabat melihat.

“Ga mungkin Kak Bright kan? Ah gila lo”

“Ga mungkin sih, lo kan tau sendiri hatinya dah kayak sekeras batu banget susah di harapin. Dia bahkan lebih kejam dari pada Dosen kalau udah masalah tugas” seru JJ menambahi.

Win meletakkan kembali sendoknya pada piring lalu menarik tasnya cepat tanpa mempedulikan seruan kedua sahabatnya yang berteriak memanggil.

Yang jelas ada sesuatu yang harus ia tanyakan kepada Bright. Sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin dan terdengar mustahil diantara mereka.

. . .

Tangan yang di masukkan ke dalam saku celana berbahan kain berwarna hitam itu satu-satunya gerak gesture dari Bright saat mereka berdua berada di kelas karena Win memaksa memintanya waktu selama 10 menit untuk bicara.

“Jadi?” Tanya Bright masih menunggu Win berbicara karena sejak tadi dia hanya diam tidak tau harus memulai dari mana.

“Mau menghabiskan waktu 10 menit berharga saya lagi Win Metawin?” Tegur Bright mencoba menghentikan lamunan Win yang terkejut karena nama panjangnya di panggil oleh cowo yang bahkan tidak seperti peduli dengan adik tingkat yang di ajarnya selama menjadi asisten dosen.

Catatan gelap Bright sebagai asdos sungguh panjang dan sudah menjadi rahasia umum diantara semua anak ilmu ekonomi yang mempunyai kelas statistika bersamanya.

Cuek, tidak peduli, berhati dingin, dan juga tentunya..

Tampan bisik Win yang terlena ketika matanya tidak sengaja memandang wajah serius Bright dari jarak dekat.

Bagaimana hidung mancung, bibir tebal dan juga mata serta struktur wajahnya terlihat sangat serasi membentuk ekspresi datar.

Satu langkah mendekat dari Bright berhasil menarik nafas Win dari raganya karena tidak dapat bergerak kemana pun untuk menghindar.

“Ah” ujarnya memecahkan keheningan seperti baru saja teringat sesuatu.

Win mengedipkan matanya berulang kali sebelum matanya melebar karena pergerakan tiba-tiba Bright yang mencium bibirnya dengan lembut.

Sialan!

Jantungnya sudah seperti akan resign kapan saja.

“Terlalu lambat dalam berpikir hingga saya mengetahui jelas otakmu itu sedang memikirkan apa. Tapi sayangnya saya benar-benar tidak dapat memberikan waktu lebih dari 10 menit kepadamu. Ada kelas lagi setelah ini. Bagaimana kalau nanti malam pukul 8 di toko buku seberang kampus?”

Terlalu cepat hingga Win tidak sempat untuk mengatakan sepatah kata pun kepada cowo itu karena dia terlebih dahulu keluar dari kelas sambil memandang jam tangan yang selalu di pakainya setiap hari.

Win menyentuh bibirnya yang masih terasa sesuatu karena jujur Bright mempunyai harum seperti Mint yang menyegarkan.

Pipinya memanas karena baru saja menyadari bahwa cintanya sama sekali tidak bertepuk sebelah tangan sekarang.

Cowo impiannya menyukainya juga!

. . .

Win merapikan penampilannya ketika baru saja memasuki toko buku dan melihat Bright sedang sibuk menatap sebuah buku di tangannya untuk di baca dengan serius.

Langkahnya ia bawa mendekat dengan jantung yang sibuk bekerja 2 kali lipat saat memandang wajah serius Bright yang belum menyadari kedatangannya.

“K-kak-” panggilnya bergetar ketakutan.

Bright menoleh kecil untuk melirik Win sambil sesekali matanya memperhatikan pakaian yang tengah Win pakai hingga Win bertanya apakah dia terlihat berlebihan untuk moment ini?

Buku yang tertutup keras Bright lakukan sebelum menarik pelan telapak tangan Win dan membawanya pergi menuju kasir untuk membayar.

Win menatap tangannya yang Bright genggam hangat dengan tidak percaya.

Semuanya terasa cepat dan tiba-tiba hingga Win tidak tau harus memprosesnya dari mana.

Angin malam yang terasa sejuk menyeruak menyapa seluruh tubuhnya karena mereka telah berada di luar dengan Bright yang menuntunnya dan tentu saja masih menggenggam tangannya yang Win harap tidak akan pernah cowo itu lepaskan karena terasa sangat nyaman.

Bahkan mengeluarkan sepatah kata pun untuk bertanya mereka mau kemana, Win terlanjur tidak berani.

“Sudah sampai” ujar Bright singkat.

Win menolehkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya membulat terkejut saat menyadari bahwa Bright membawanya ke Arcade yang mempunyai langit-langit ruangan penuh lampu keemasan yang indah.

Sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah ia kunjungi saat pergi berkencan dengan barisan mantannya yang biasanya membawanya ke tempat klasik.

“Mau mulai jalan-jalan?” Tawarnya yang langsung Win balas dengan anggukan semangat.

Selama beberapa menit mereka hanya menikmati waktu berjalan sambil memperhatikan cafe-cafe kecil ataupun toko pernak-pernik dan toko buku di sepanjang langkah kecil mereka berdua hingga akhirnya Bright bersuara kembali,

“Tanyakan saja yang ingin kamu tanyakan. Akan saya jawab”

“Kakak suka saya?” Tanya Win memastikan dan tidak tau mengapa begitu lancar saat menanyakannya. Mungkin kemampuan berbicaranya yang tadi ia pertanyakan kemana sudah kembali seperti semula.

“Apa perlu di pertanyakan?” Protes Bright karena merasa aneh.

“Tentu” jawab Win cepat untuk memberikan kode bahwa dia sangat menantikan jawahan atas pertanyaannya barusan.

Helaan nafas kasar Bright keluarkan sebelum menjawab, “Suka”

“Sejak?”

“Serius di tanya?”

“Iya Kak Bri!”

Bright terdiam karena seruan Win barusan, bibirnya ia gigit pelan dengan resah.

“Pertama”

Win mengedipkan matanya berulang kali karena sangking shocknya akan ucapan Bright barusan, jarinya dengan cepat menoel pipi cowo itu karena merasa gemas melihat tingkah menyebalkannya yang selalu memasang cover datar dan cuek selama mereka di kelas.

“Banyak gaya” desisnya sebal tapi tidak melunturkan senyum bahagianya yang menular kepada Bright karena dia turut tersenyum geli saat mengingat hubungan mereka berdua.

Lama hanya diam diantara mereka berdua yang masih canggung namun genggaman tangan itu masih belum terlepas hingga akhirnya mereka sampai di sebuah cafe kecil yang mempunyai interior cukup indah untuk mereka jadikan tempat mengobrol santai.

Bright yang sejak tadi membawa buku pun segera memberikannya kepada Win untuk memintanya membawakan karena dia yang akan membawakan pesanan mereka ke meja di luar cafe.

Dua potong cake dan juga cafein yang menemani membuat suasana perlahan mencair karena tergantikan obrolan kecil yang menemani.

Win sesekali bertanya tentang apapun yang selama ini selalu menghantuinya sedangkan Bright akan menjawab pertanyaan Win dengan santai seolah tanpa beban.

“Suka aku atau buku”

“Buku”

Pukulan pelan Win hadiahkan atas jawaban jujur Bright barusan.

“Suka aku atau kopi?”

“Kopi”

Ck,

“Suka aku atau cake?”

“Kamu”

“Kenapa?”

“Ga ada alasan”

Kerlingan malas Win keluarkan saat itu juga.

“Coba tanya suka kamu atau semesta”

“Kenapa memangnya?”

“Tanyakan saja”

“Aku..atau semesta?”

“Kamu” balas Bright yang mampu membuat semu kemerahan muncul di kedua pipi Win yang mendengarnya. Wajahnya ia elus pelan karena tidak tau harus melakukan apa hingga Bright menarik tangannya lagi ke dalam sebuah genggaman.

“Pilih saya jadi pacarmu atau tidak?”

Dan seruan kata ya yang keluar dari bibir Win membentuk sebuah senyum cerah di wajah Bright yang selama tidak pernah Win bayangkan akan menjadi pemandangan biasa yang selalu ia lihat hingga Bright lulus dan dirinya wisuda.

Kisah klasiknya di kampus dan menyukai seorang asisten dosen galak dari sebuah mata kuliah sulit ternyata membawa histori tersendiri di dalam kehidupannya.

Mungkin jika dia tidak berinisiatif mengatakan tidak mengerjakan tugas hari itu, Bright bisa jadi memutuskan untuk mengabaikannya sepanjang mereka kuliah.

Cowo itu terlalu takut untuk memulai pergerakan terlebih dahulu karena tidak tau harus melakukan apa.

-Bonus-

“Ini”

Win memandang buku yang Bright berikan dengan tatapan bingung ketika akhirnya dia sampai di depan rumah dan bersiap ingin masuk ke dalam.

“Buat aku?”

“Heem”

Win membalikkan buku yang telah berpindah tangan itu untuk mengecheck buku apakah yang Bright berikan.

Sebuah judul yang tercetak jelas di sampul menghasilkan senyuman tipis di wajahnya.

'10 menit yang berharga'

“Jangan salah, 10 menit punya cerita sendiri di hubungan kita. Kalau kamu tidak menegur saya di kelas saat itu mungkin saya tidak akan berani melakukan apapun. Makasih karena sudah membuang waktu 10 menitmu yang berharga Win”

Pacar siapa sih yang ada di hadapannya ini? Kenapa begitu menggemaskan?

“Pilih pipi atau bibir?”

“Bibir” balas Bright cepat karena tau apa maksud dari pertanyaan yang Win lontarkan. Mata kecoklatanya sama sekali tidak goyah dan menatapnya dengan dalam.

Dan satu decakan pelan berpura-pura mengeluh menjadi akhir dari pertemuan mereka malam itu karena Win memutuskan untuk mencium bibir Bright sebagai tanda terima kasih karena telah mengatakan semua hal kepadanya.

“Kakak bau mint”

“Kamu bau bubble gum”

End

29/07/2001

See you soon💖