Ecaniwasoyo

[Cerita Eca]

Hai sebelumnya maaf aku buat curhatan ini disini bukan di kolom announce karena yah ada banyak yang ingin aku ceritakan ke kalian tapi ga cukup space di kolom itu.

Pelan pelan aku bakalan cerita apa aja sih yang aku rasakan, apa yang jadi faktor utama aku berhenti ataupun apa feedback yang terjadi di hidupku setelah aku memutuskan buat berhenti dari semuanya.

Buat yang merasa malas bacanya cukup close aja karena aku ga minat sepersen pun buat dengar celotehan tidak masuk akal kalian yang menganggap aku terlalu membesar-besarkan dan merasa aku hanya pansos.

Big no, dan cukup nagajuseyo~

Ini real hanya curhatan gabutku wkwk.

So, di mulai dari apa yang kurasakan aja kali ya?

Kalau di tanya apa sih yang aku rasain setelah hampir 3 bulan lamanya nutup akun?

Jujur, I feel free, tanpa beban yang terasa berat, dan aku cukup enjoy dengan kegiatanku yang di luar dari dunia wattpad ini ketika rasanya aku dulu bahkan ga bisa ngebayangin aku hidup tanpa mengetik cerita. Itu rasanya aneh karena setiap kali aku bangun dan setiap kali aku lenggang ataupun mau tidur aku pasti bakalan check wattpad untuk baca semua coment-coment kalian. Thats why, ketika kalian ada yang dm aku dan curhat, aku tau kalian dan tanda dengan kalian kalau kalian ga ganti foto profil akun kalian. Ini juga jadi salah satu poin dimana kenapa akhirnya aku tau ada banyak hate dan hal yang ga baik buat aku yang aku pikir aku mampu buat ngabaikan hal itu tapi ternyata engga.

Aku yakin diantara kalian semua yang tentunya punya karya yang tidak jauh beda di apa yang aku tekuni selama bertahun-tahun ini sadar betul kalau kalian pasti bakalan ngecheck seluruh kolom komentar kalian setiap harinya. Apa hanya aku saja? Rasanya terlalu ga mungkin ahaha.

Disinilah dimulai semua rasa sakit, beban, lelah, dan hal lainnya yang membuat aku cepat ga puas dengan apa yang aku lakukan, aku merasa terlalu di kejar oleh sesuatu karena hasrat yang ingin memuaskan banyak orang, dan juga opini serta coment beberapa orang yang cukup mengganggu pikiranku terus menerus menumpuk dan ngebuat aku ngerasa ini udah terlalu toxic buat aku. Ini udah ga sehat lagi dan aku mundur.

Ada masanya dimana aku cuman bisa natap blank kearah layar hpku ketika aku mau ngetik karena writers block yang aku alami, atau ada masanya saat aku selesai mengupdate aku terlalu takut melihat respon orang dan memutuskan untuk nge log out akunku sambil berpikir negatif, dan ada masanya aku menghapus app wattpadku karena terlalu benci aku menangis dibawah ketikan jahat beberapa orang.

Kalau diantara kalian ada yang bilang “abaikan aja, anggap saja itu masukan buat lebih baik lagi”

No, thats not the point. Seberapa keras aku berusaha buat berpikir itu hanya ketikan kosong, sekeras itu pula aku sadar itu bullshit.

Just tell me, apa aku ngebuat sesuatu yang meresahkan kalian dengan sengaja? Apa ketikanku tidak cukup layak untuk di publish karena melanggar sesuatu dari syarat aplikasi? Apa aku pernah menggiring kalian ke sebuah hal yang buruk? Kalau pernah tolong ketuk dm ku dan bilang ke aku kalau aku pernah. Aku pasti bakalan minta maaf tanpa kesulitan.

Aneh rasanya kalian merasa risih dengan apa yang aku lakukan padahal nyatanya kalian yang tidak duluan mencari tau apa yang aku buat dan kerjakan.

Apa diantara kalian pernah merasa apa yang aku buat terlalu abuse? Terlalu sexual? Terlalu jahat hingga membuat kalian jijik buat membacanya? Aku rasa kalian yang selalu ngikutin akun ini tau jelas gimana aku yang terlalu payah buat mengetik cerita yang mengandur unsur dewasa.

Lucu ketika aku rasanya hafal luar kepala kata demi kata yang kalian berikan ke aku dengan jahatnya.

“Lo jahat”

“Lo ga manusia”

“Lo menjijikkan”

“Lo aneh”

“Gue ga habis pikir ada orang kek lo”

“Lo orang paling jahat sedu-” dan seterusnya.

Jadi, tolong jika kalian ga cukup puas dengan apa yang ada silahkan cari saja yang lain yang tentunya jauh-jauh lebih baik dari apa yang aku buat karena ketika jari kalian mengetik sesuatu yang jahat kalian juga mematikan jari para author yang merasa dunia ternyamannya ada di sana.

Hargai mereka yang sudah berani membuat karya meskipun itu ga sempurna karena semua orang butuh proses untuk belajar menjadi lebih baik. Jangan memberikan kata jahat dan kasar ke siapapun yang bahkan kamu ga kenal mereka siapa. Cukup buat dirimu ataupun temanmu yang kamu percayai. Dan jangan sampai kamu akhirnya merasakan itu juga nantinya karena ulah jarimu sendiri.

Terakhir, aku cuman mau bilang makasih makasih makasih banyak ke kalian semua yang bahkan masih setia menunggu aku disini untuk kembali. Maaf aku ga bisa balas coment kalian satu-satu karena aku terlalu bingung harus balas apa. Tapi percaya deh, aku tau dan bacain satu satu semuanya🤍🥺

Kedepannya, meskipun aku ga balik kesini, ataupun aku yang mungkin membuat akun baru demi melupakan hal lama. Tolong dukung aku kembali yaa, dukung aku untuk jadi eca yang lebih baik lagi bersama kalian semua:')

Sekian dari aku, manusia sederhana berusia 20 tahun yang hanya ingin kalian semua bahagia dan sehat selalu tentunya.

With love,

Eca

['Would be better']

●story book Mas Bri by Ecaniwasoyo●

Win menatap resah kearah jendela rumah saat matanya mendapati jarum pendek pada jam dinding telah menunjukkan angka 1 malam.

Tidak ada tanda-tanda bahwa Bright akan pulang meskipun sudah selarut ini. Bright juga tidak mengabarinya untuk memberitahukan jika dia akan pulang larut dan terlambat. Tentu saja semuanya membuat Win takut dan gusar menunggu Bright yang tidak kunjung pulang.

Memorinya yang kembali di masa lalu membuatnya panik karena takut terjadi sesuatu kepada Bright saat di perjalanan namun sebuah suara mesin mobil di depan pagar rumah membuat Win menarik nafas lega dan memutuskan untuk membuka pintu rumah karena ingin menyambut Bright yang keluar dari mobil dengan kondisi yang kacau.

Dasinya sudah terlepas dengan beberapa kancing atas terbuka serta rambut yang tidak rapi karena di usak terus menerus oleh sang pemilik tatapan teduh dan juga senyum manis tersebut.

Seberapa lelah pun Bright dengan urusan kantornya, dia tidak akan pernah pulang untuk menghampiri keluarganya dengan ekspresi yang tertekuk dan penuh beban.

Ketika Win bertanya mengapa dia melakukan hal itu, maka Bright akan berujar lembut sambil memandang ke depan untuk menjelaskannya.

Menjelaskan bahwa waktunya bersama keluarga sudah sedikit dan terbatas karena padatnya pekerjaan yang dia lakukan dan apabila dia pulang dengan wajah yang murung ataupun lelah maka dirinya merasa menjadi orang paling egois di dunia ini.

“Waktu yang Mas punya untuk di berikan ke kalian sudah terlalu sedikit dan Mas tidak mau kalian justru mendapatkan ekspresi sedih dan lelah Mas di saat seharusnya Mas memberikan perhatian yang lebih kepada kalian”

Sebuah penjelasan yang lagi dan lagi membuat Win terdiam seribu kata tidak dapat membatah ucapannya.

“Mau mandi dulu atau makan?” Tanya Win yang telah mengambil jas dari tangan Bright untuk membuka obrolan diantara mereka berdua.

“Mandi aja, Mas udah makan di kantor tadi” jawab Bright seadanya dan hanya Win balas dengan anggukan mengerti karena kini berjalan kearah kamar ingin menyiapkan air hangat, mengabaikan Bright yang justru melangkah menuju kamar Athaya dan Abian untuk mengecheck kedua anaknya yang telah tertidur lelap di kasur dengan tenangnya.

Win yang telah selesai menyiapkan air hangat pun diam-diam memperhatikan gerak-gerik Bright yang merapikan selimut tidur Athaya dan Abian sebelum akhirnya mencium kening kedua buah hatinya tersebut dengan selembut mungkin.

“Airnya udah siap Mas”

Bright berbalik dengan cepat lalu menghampiri Win untuk mengatakan terima kasih sambil merangkulnya hangat menuntun kearah kamar mereka berdua.

Walaupun Bright tidak mengatakan apapun tentang situasinya sekarang tapi Win paham betul jika dia mempunyai banyak pikiran berat yang ingin dia coba tanggung sendiri untuk dirinya.

Ada kejadian besar yang membuat keadaan perusahaan mereka sekarang terganggu dan menjadi beban berat tak kasat mata di kedua bahu Bright yang harus mengatasi semuanya.

Adanya perjanjian yang di batalkan serta pencucian uang di perusahaan tentu saja menghadirkan beberapa investor mereka pergi dan membawa masalah menjadi besar selama beberapa pekan yang lalu.

Bright menanggungnya dan Win hanya dapat diam dan mendukungnya dari belakang sambil berharap cemas serta berdoa agar situasi ini dapat cepat berlalu sebelum tubuh Bright jatuh sakit karena tabiat buruknya yang tidak pernah berubah hingga sekarang.

Keluarga besarnya sudah berusaha membantu agar tidak adanya pemecatan massal di kantor tetapi itu tidak cukup untuk menutupi semuanya.

Win tidak pernah seresah ini sebelumnya karena memikirkan keadaan Bright yang semakin hari semakin kacau dan tidak seperti orang hidup karena pikirannya yang melayang kemana-mana.

Usapan lembut pada pipinya yang Bright lakukan berhasil mengejutkan Win sekaligus menyadarkannya dari fakta bahwa dia ternyata sedang menangis sekarang.

Dadanya terasa sesak dengan air mata yang semakin banyak turun membasahi kedua pipinya saat Bright memutuskan untuk bertumpu di kedua lututnya agar dapat memandang wajahnya yang memerah dan sembab.

“Jangan nangis. Setidaknya Mas masih punya kamu yang ga bakalan ninggalin Mas dalam keadaan apapun seperti orang lain. Mas benar kan?”

Satu kalimat lirih dan goyah yang Bright lontarkan terasa seperti Boomerang yang menusuk hatinya yang berdesir ngilu karena mendengar hal itu.

Win mengangguk untuk menjawab pertanyaan barusan.

“Kalau begitu tidak ada lagi yang harus Mas takutkan buat melangkah memperbaiki semuanya karena Mas punya kamu dan anak-anak yang bakalan selalu ada untuk mendukung Mas. Jadi kamu pun begitu, jangan khawatir. Mas bakalan baik-baik saja Win” bisik Bright yang telah menarik tubuh Win ke dalam sebuah pelukan erat dan menenangkan berharap dia akan berhenti menangis karena Bright telah meyakinkannya.

Pelukan yang terlepas serta kecupan kecil pada kening yang Bright berikan membuat Win menaikkan kepalanya agar dapat menatap wajah tampan Bright yang tetap akan selalu sama seberapa banyak pun waktu telah berlalu diantara mereka berdua.

Prianya akan selalu berusaha memberikan seluruh dunia untuk dia bawakan kepadanya meskipun semua itu akan memakan waktu yang banyak untuk mendapatkannya.

“Sekarang tidur dan biarkan Tuhan yang menilai seberapa banyak usaha yang sudah kita lakukan untuk di kabulkan karena Tuhan tidak tidur dan justru sekarang kitalah yang seharusnya terlelap untuk melupakan sejenak semuanya”

“Kalau pun nanti usaha yang Mas harapkan tidak sesuai dengan yang Mas dapatkan, Mas tau jika semuanya bukan karena usaha Mas yang kurang maksimal dan juga bukan karena Mas tidak banyak berdoa. Tapi mungkin karena semua usaha dan doa Mas bukan di tempat terbaik yang coba Tuhan siapkan untuk Mas jalani. Kamu sudah berusaha, Mas sudah berusaha, semua orang sudah berusaha, bahkan anak-anak pun sudah berusaha untuk merelakan waktu quality time mereka bersama dengan Mas karena kesibukan yang sama sekali tidak dapat Mas hindari”

“Hidup tidak selamanya harus selalu bahagia dan ada di atas Win karena kamu butuh faktor yang membuatmu dapat belajar tentang kehidupan dan juga bagaimana menjadi orang yang lebih dewasa lagi dalam menghadapi semuanya” jelas Bright yang telah menarik tangan Win untuk ia tuntun ke ranjang sebelum menidurkannya sambil mengelus surai hitam itu dengan tenang.

“Itulah kehidupan, kamu tidak tau kapan kamu akan terjatuh dan kapan kamu akan terangkat dan ketika semuanya datang, Mas bakalan selalu siap di sampingmu untuk melewati semuanya seperti janji kita di altar 12 tahun yang lalu”

Win memejamkan matanya yang terasa berat karena rasa kantuk begitu dalam menderanya saat ini.

Terakhir, dia hanya dapat mendengar lirihan kecil dari Bright yang selalu mengucapkan kata sayang di setiap kali ia menutup matanya.

Selalu.

. . .

“Ayah pergi lagi?” Tanya Athaya dengan wajah merengut menatap berkaca-kaca kearah Win yang sedang menyiapkan sarapan untuk mereka di pagi hari ini.

Satu senyuman tipis Win berikan sebagai balasan akan pertanyaan sang anak sebelum mengelus surai hitam panjangnya dengan lembut dan penuh sayang.

“Ayah lagi sibuk banget, ada sesuatu yang harus di urus. Tapi Ayah bilang ke Papa tadi kalau Kakak hari ini jadi anak yang baik, Ayah bakalan pulang cepat buat makan malam bareng kita”

Mata berkaca-kaca yang semula ada berubah menjadi binar bahagia yang membuat Win lega karena Athaya sama sekali tidak merengek jauh tentang kehadiran Bright yang terlalu sibuk akan pekerjaannya hingga tidak sempat untuk sarapan ataupun makan malam lagi bersama mereka.

Suara bel yang terdengar membuat Win buru-buru berjalan ke depan sambil menggendong Abian yang tadinya sibuk mengemut buah di kursi bayinya.

Pintu yang terbuka dan menunjukkan kehadiran Aroon serta Drake di hadapannya dengan sebungkus makanan berhasil mengejutkan Win.

“Ya ampun Drake! Ngapain kamu ke rumah kakak sendirian gini?” Tanya Win cepat sambil menuntunnya ke sofa agar dia duduk selagi Win mengangkat sebungkus plastik yang tadinya ia bawa untuk di letakkan di atas meja ruang tengah.

“Aku kan berdua sama Aroon kak Win, bertiga malah sama dede bayinya hehe”

Hampir saja tangan Win melayang ingin menoyor kepala itu apabila tidak ingat jika Drake tengah hamil dan mereka sedang di perhatikan oleh Athaya dan Aroon yang sibuk mengedipkan mata berulang kali berusaha untuk mengerti.

“Iya udah tau kamu lagi hamil besar, malah datang kesini tanpa ditemani orang lain. Kalau kenapa-napa gimana?” Omel Win seolah tidak ada habisnya memarahi Drake yang terlihat biasa saja karena memilih memakan beberapa cemilan yang tadinya ia bawa.

“Berantem lagi sama Frank?” Dan dengusan kecil Drake berikan untuk menanggapinya.

“Kenapa lagi memangnya sih? Udah mau punya anak dua masih aja suka kabur-kaburan begitu. Sini cerita sama kakak”

“Si Frank lagi mood cuek banget ga bisa di ganggu, bawaannya sensitif aku jadi malas makanya kabur kesini aja kan bisa main bareng Thaya dan Bian. Ihh Biannya aku gemes banget lagi makanin apel ya?? Coba sini lihat giginya mana” serbu Drake menahan gemas saat Abian tertawa riang sambil sesekali memameri gigi kecilnya yang telah tumbuh.

Kata-kata yang Drake keluarkan barusan membuat Win terdiam karena dia tau mengapa Frank begitu sensitif saat ini.

Adik iparnya itu pasti mengkhawatirkan Bright dan juga perusahaan mereka namun tidak dapat menceritakan apapun kepada Drake berhubung kandungan Drake yang sudah memasuki usia 7 bulan.

“Eits kok diem sih Kak Win”

Senyum tipis Win berikan untuk membalas ucapan tadi sebelum akhirnya mengalihkan pembicaraan tentang anak kedua dari adiknya tersebut yang ternyata berjenis kelamin laki-laki.

. . .

“Mas Bri”

Bright menaikkan kepalanya dan menemukan Frank berada di depan pintu tengah memperhatikannya yang pasti terlihat sangat kacau di antara banyaknya kertas dokumen dan juga kaleng kopi yang ada di atas meja.

“Tumben datang kemari? Bunda ya pasti yang suruh?” Tanya Bright yang tersenyum tipis menyambut kehadiran sang adik dengan senang karena sudah satu minggu belakangan dia tidak bertemu.

“Mas kok ga cerita ke aku kalau ternyata masalahnya lebih besar dari yang Mas yang ceritakan ke Bunda?” Keluh Frank yang Bright hafal betul jika dia pasti tidak akan puas apabila Bright menjawab seadanya.

Helaan nafas kasar ia keluarkan sebelum berbisik kecil.

“Karena Mas ga mau Bunda jadi sakit karena kepikiran terus. Mas ga mau Bunda nangis dan Mas ga mau kamu jadi turut khawatir sampai lupa tentang hal lainnya. Kamu punya pekerjaan dan keluargamu sendiri sekarang. Mas ga mau nyita waktu dan pikiranmu buat hal yang sudah jelas datang karena kesalahan Mas. Jadi tolong jangan marah sama Mas sekarang”

Frank menggigit bibir bawahnya dengan mata yang berkaca-kaca ketika melihat bagaimana sendunya tatapan dan suara Bright yang menjelaskan.

“Mas selalu bilang ke aku. Seberapa jauh, seberapa bertambah pun umurku, aku bakalan jadi adik kecil Mas Bri. Aku benar kan?”

“Mas punya aku dan aku ga mungkin bakalan biarin Mas buat bangkit sendirian ketika biasanya ada Mas yang bakalan selalu nuntun aku buat ngelangkah lagi”

Bright menarik kepala Frank untuk ia peluk saat melihat cowo itu mulai berlinang air mata merasa sedih dan kecewa akan keputusan Bright.

“Mas minta maaf. Mas tau Mas egois, jadi kamu jangan nangis juga. Cukup Win dan Athaya, Mas ga mau kamu dan Bunda juga nangis. Hati Mas ga kuat buat nanggung semuanya” bisik Bright berusaha tegar meskipun ia sekuat mungkin menahan semuanya dengan mengepalkan tangannya yang terbebas dari pelukan.

Ketukan pintu yang di lakukan oleh sekretarisnya membuat Bright dan Frank segera berhenti berpelukan untuk mempersilahkan perempuan itu masuk dengan salah satunya yang terlihat tidak asing di mata Frank.

“Kita bertemu kembali ya” ujar wanita tua itu kepada Frank dan membuat Frank sebaik mungkin untuk mengingat.

“Di rumah sakit 8 tahun yang lalu kita bertemu”

Frank membulatkan matanya terkejut karena teringat siapakah wanita yang ada di depannya.

Tangannya dengan cepat menepuk lengan Bright untuk menjelaskan.

“Ibu ini yang waktu itu nyamperin aku buat minta maaf sama terima kasih karena Mas udah selamatin cucunya dari kecelakaan”

Bright menoleh dengan cepat sambil mengangguk paham. Tangannya terangkat untuk menjabat tangan kedua tamunya tersebut.

“Maaf ya saya tidak langsung bertemu dengan kamu saat itu. Kebetulan waktunya tidak tepat setelah kamu selesai operasi”

Senyum hangat Bright terulas dengan mata yang memperhatikan seseorang di samping wanita itu sebelum menjabat tangannya juga.

“Terima kasih karena sudah menyelamatkan satu-satunya adik saya. Semuanya sangat berarti untuk saya”

“Sudah seharusnya saya membantu. Emm, jadi ada yang bisa saya bantu?”

“Ah benar, kedatangan kami kemari tentu saja bukan hanya untuk berterima kasih dan juga meminta maaf. Kami ingin membahas kerja sama perusahaan dengan Pak Bright tentunya”

Bright diam mematung selama beberapa detik karena mendengar ucapan barusan.

Tangannya terulur untuk mengambil kartu yang ada di hadapannya lalu kembali terdiam karena menyadari jika perusahaan tersebut tergolong besar.

Matanya menatap tidak percaya akan kehadiran dua orang yang justru memberikan sebuah senyuman hangat dan meyakinkan.

“Ya Tuhan” gumamnya tanpa sadar hampir saja menangis karena Tuhan memang tidak pernah tidur dan mendengar seluruh doanya di waktu yang tidak pernah ia pikirkan akan terjadi.

“Tapi..anda tau kan, tidak akan mudah untuk partner bisnis anda menerimanya berhubung rumor perusahaan saya tentunya sudah terdengar dimana-mana” jelas Bright lemah dan langsung di bantah oleh pria muda yang ada di hadapannya dengan santai.

“Saya tau Pak Bright tidak mungkin melakukan itu semua mengingat bahkan anda rela mempertaruhkan nyawa anda untuk adik saya tanpa meminta apapun sebagai balasannya. Kepercayaan itulah yang saya pegang hingga sekarang dan membawa saya kemari untuk menjalin kerja sama”

“Anda adalah orang yang sangat baik”

Frank menarik tangan Bright untuk merematnya pelan merasa terharu karena pada akhirnya permasalahan mereka dapat berakhir.

“Terima Kasih”

Ayah mereka benar saat pernah berkata kepada mereka dulu sewaktu kecil.

“Jangan takut untuk berbuat kebaikan, kecil ataupun besarnya kebaikan yang kalian lakukan sangat berharga untuk orang lain. Mungkin sekarang kalianlah yang memberikan kebaikan kepada orang lain, tapi bisa jadi kedepannya kalian yang mendapatkan hal itu”

Ya, Ayahnya adalah laki-laki paling hebat yang pernah ia temui hingga sekarang dan alasan mengapa dirinya bisa berada di posisi ini dengan seluruh hal yang dia ajarkan kepadanya.

. . .

“AYAH!” pekik Athaya senang dan berlari menuju Bright berada dengan tidak sabar hingga membuat Win serta Drake menoleh untuk melihat kehadiran kakak beradik yang memasang senyum manis tersebut.

“Tumben banget manja sama Ayah? Rindu ya?” Ujar Bright jahil dan mendapatkan rengutan oleh anak perempuannya itu.

“Kangen ayah banget banget”

“Ayah juga kangen Thaya banget banget”

Keduanya pun berpelukan tanpa mempedulikan Frank yang tengah membujuk Drake untuk tidak mengambek lagi ataupun Win yang berjalan menjauh untuk menjemput Abian dan juga Aroon yang menangis karena terbangun dari tidurnya.

“Aku minta maaf ya? Ya? Jangan ngambek lagi dong Drake.. aku kan kangen mau meluk masa ga boleh” rengek Frank berusaha memeluk namun langsung Drake punggungi karena masih kesal.

“Di lihatin Athaya loh, mau lomba ngambekan bareng uncle Drake ga sayang? Kayaknya sih kamu kalah” celetuk Bright usil dan berhasil membuat Athaya yang berada di gendongannya tertawa saat akhirnya Drake berbalik sambil memberikan tatapan mengintimidasi untuk Bright.

Kehadiran Win yang menggendong Abian dan juga Aroon yang telah bangun segera di sambut oleh Bright serta Frank yang mengambil alih gendong karena merasa kasihan melihat pria itu kesusahan.

“Aroonnya Daddy udah makan hm? Atau mau pergi jajan bareng Daddy?”

“Ih Frank jangan di bawa jajan mulu, ga baik”

Senyum senang terukir di wajah Frank yang bersorak dalam hati karena telah berhasil memancing Drake berbicara kembali kepadanya, mengabaikan kerlingan malas dari Bright dan juga Win yang bosan melihat mereka berdua sama sekali tidak berubah.

“Yuk makan malam bareng, anak-anak udah pada lapar kayaknya” tegur Win menjadi akhir dari segala perdebatan karena mereka memilih makan bersama.

. . .

Bright mengeratkan pelukannya pada Win ketika malam datang semakin larut dan menandakan waktunya mereka beristirahat.

“Semuanya okay Mas?”

“Heem”

Helaan nafas penuh lega Win keluarkan dengan kepala yang di sandarkan nyaman pada dada Bright.

“Makasih Win” gumam Bright pelan dan membuat Win mendongak untuk menatapnya bingung.

“Makasih karena udah selalu nunggu Mas pulang larut malam selama beberapa minggu ini dan makasih karena selalu ada di setiap waktu sulit dan bahagia Mas”

Senyuman manis yang menghiasi wajah Win akan selalu menjadi hal yang Bright kagumi hingga kapan pun karena seluruh hatinya terasa hangat saat Win melakukannya.

“Itu yang bakalan selalu pasangan lakukan Mas. Hadir ketika mereka membutuhkan dan juga tidak pergi kapan pun badai datang menghampiri. Jadi Mas ga perlu repot lagi buat nanya ke aku apa aku bakalan ninggalin Mas karena jawabanku tetap sama dari awal hingga akhir”

“Aku bakalan selalu disini untuk Mas karena aku cinta sama Mas Bri”

Elusan lembut Bright berikan pada wajah Win sebelum menciumnya dan membalas ucapan tadi dengan sama manisnya.

“Dan Mas pun mencintaimu hingga sekarang Win”

Ya, karena rasa yang ada masih sama seperti mereka dulu bertemu dan memutuskan untuk saling belajar mencintai satu sama lain.

Menarik satu per satu janji dan mimpi mereka menjadi kenyataan serta mengisi hari-hari mereka tanpa adanya penyesalan karena mereka tau semuanya akan berakhir baik jika mereka mau berusaha dan bangkit untuk melewati itu semua.

“Masih?” Bisik Win bertanya setelah mereka melepaskan ciuman manis mereka.

“Mas masih cinta kamu Win Metawin Chivaaree. Sekarang, besok dan seterusnya”

-End-

Thank you so much buat kalian yang masih selalu ada dan dukung aku hingga detik ini. Aku harap kita semua jadi pribadi yang lebih baik lagi tanpa ada penyesalan dari setiap langkah yang pernah kita ambil karena itu semua berharga untuk kita lalui.

Aku sayang kalian semua❤

-Eca

[Ten minute By Ecaniwasoyo]

Win tidak ingat kapan terakhir kali merasakan jatuh cinta karena seingatnya ia terlalu sibuk dengan kehidupannya hingga tidak berniat memulai sebuah hubungan yang lebih dari teman karena menurutnya hal itu bukanlah sesuatu yang familiar untuk ia jalani.

Tapi sepertinya semuanya harus ia tarik cepat dan tergesa-gesa karena demi apapun seseorang yang ada di hadapannya saat ini terlalu sayang untuk ia lepaskan begitu saja.

Bright Vachirawit namanya.

21 tahun, asisten dosen di mata kuliah statistika induktif.

Bagaimana bisa ada pria tampan, pintar dan terlihat sempurna di balutan kemeja kotak-kotak biru tuanya itu?

Ah benar, semua pria tampan akan terlihat bagus menggunakan apapun yang melekat di tubuhnya, dan Win mengagumi Bright karena dia memiliki selera baju yang cukup monoton di bandingkan banyaknya pria yang Win kagumkan akan setelan berpakaiannya.

“Tugas yang kemarin saya berikan bisa kalian kumpulkan sekarang” jelas Bright terdengar datar dan membuat hampir seisi kelas mulai bangkit dari duduknya dan mengumpulkan tugas penting itu kepada Bright yang diam menunggu.

5 menit waktu yang di perlukan agar semuanya ada di atas meja hingga Bright memberikan salam sebagai penutup lalu membiarkan semua mahasiswa berjalan keluar dari kelas untuk melanjutkan aktivitas, semuanya namun tidak dengan Win yang berjalan penuh semangat menuju Bright berada.

“Maaf kak Bright, saya lupa membuat tugasnya” lapor Win terdengar sangat santai meskipun tau jika mata kuliah ini adalah mata kuliah yang tidak boleh kurang dari C apabila tidak ingin mengulangnya di semester depan bersama adik tingkat. Tapi salahkan Bright yang menyita perhatiannya dan membuatnya ingin selalu mempunyai alasan agar dapat menatap pria itu di dalam kelas.

“Tidak ada pelonggaran, saya akan mengatakan apa adanya kepada Dosen” balas Bright datar dan Win angguki menyanggupi.

Kernyitan penuh intimidasi dari Bright yang menatap wajahnya segera Win balas dengan senyum lebarnya untuk meyakinkan dan membuat cowo itu pun akhirnya menghela nafas dambil berjalan keluar meninggalkan Win yang mengikuti di belakangnya karena ingin melakukan hal yang sama.

Baru saja Win ingin mengkhayalkan tentang kisahnya nanti yang mengulang mata kuliah namun tubuh tinggi Bright yang mendadak berhenti membuat kepalanya menabrak punggung itu cukup keras.

“Aduh..” bisiknya meringis pelan tanpa Bright pedulikan karena kini dia memilih untuk memberikan sebuah buku notes pribadinya kepada Win.

“Cepat selesaikan, 10 menit” ucapnya memerintah dan tidak ingin di protes dengan gerakan apapun karena mata kecoklatannya begitu menyalang memintanya untuk cepat menyalin dan tidak hanya diam mematung di sana.

Wow, Win tidak tau ternyata hal absurd yang di lakukannya berbuah plot twist seperti sekarang.

Tangan yang sibuk menyalin, mata yang memandang kearah buku catatan pribadi Bright yang berisikan angka-angka memuakkan tengah ia coba hafalkan agar tidak salah saat menulis, sesekali matanya tidak dapat berhenti mencuri pandang kearah Bright yang mengetik sesuatu pada hpnya.

Apa dia punya pacar?

“5 menit”

Teguran mengingatkan waktu membuat Win kelabakan untuk kembali menulis karena tidak ingin Bright lebih marah lagi dari tadinya mengingat cowo itu bahkan biasanya hanya memberikan ekspresi datar tanpa minat kepada mereka semua saat mengajar.

“Apa yang akan kamu lakukan jika di berikan waktu 10 menit?” Tanya Bright mendadak seolah menyuruhnya untuk berpikir keras diantara jarinya yang sibuk menulis akhir dari angka pada soal sebelum membalas, “Em?? Tidur?”

Dengusan kecil keluar tanpa Bright sadari. Tangannya merebut buku dan juga kertas jawaban Win untuk ia bawa sambil membalas ucapan Win barusan dengan penuh sindir, “10 menit bisa saya gunakan untuk berjalan dengan tenang menuju ruangan dosen tanpa harus meminta maaf kepadanya berulang kali nantinya. Jadi gunakan 10 menitmu dengan baik untuk menyalin lembar jawaban ketika ada tugas”

Win meneguk ludahnya kasar saat tubuhnya otomatis mematung tidak dapat bergerak karena Bright baru saja melemparkan tatapan mengintimidasi kepadanya sebagai bentuk ancaman.

Bagaimana bisa Win berpikir Bright sangat keren saat ini?

Nyawanya bahkan hampit terancam karena mendapatkan tatapan mengerikan itu tapi salahkan pesona Bright yang sulit ia abaikan karena dirinya justru semakin jatuh cinta kepadanya.

Sial, bagaimana caranya agar dapat menjadi pacar Bright Vachirawit?

. . .

“Hellow manusia-manusia bodoh” sapa Khao tanpa memfilter sama sekali omongannya kepada Win dan juga JJ yang baru saja ingin menyuapkan makanan namun memutuskan untuk berhenti sebentar hanya karena ingin mengumpatinya.

“Ku dengar jawabanmu dapat 100 Win, bahkan anak-anak kelas dan anak kelas sebelah hanya tidak mendapatkan setengahnya. Ada apa ini?” Tanya Khao memulai pembicaraan yang mengejutkan Win karena dia baru mengetahui fakta itu.

“Hah?”

“Pakai joki tugas di mana sampai nilaimu bagus seperti itu? Biasanya juga ogah-ogahan” jelas JJ yang turut terkejut akan berita yang Khao berikan kepada mereka.

Win berusaha memikirkan segala kemungkinan hingga sosok asdos mereka yang super tampan itu tanpa sengaja terlihat di pandangannya yang melirik kemana dia melangkah bersama sang teman.

Khao dan JJ yang penasaran pun mengikuti arah penglihatan Win dan terkejut saat kemanakah sang sahabat melihat.

“Ga mungkin Kak Bright kan? Ah gila lo”

“Ga mungkin sih, lo kan tau sendiri hatinya dah kayak sekeras batu banget susah di harapin. Dia bahkan lebih kejam dari pada Dosen kalau udah masalah tugas” seru JJ menambahi.

Win meletakkan kembali sendoknya pada piring lalu menarik tasnya cepat tanpa mempedulikan seruan kedua sahabatnya yang berteriak memanggil.

Yang jelas ada sesuatu yang harus ia tanyakan kepada Bright. Sesuatu yang sebenarnya tidak mungkin dan terdengar mustahil diantara mereka.

. . .

Tangan yang di masukkan ke dalam saku celana berbahan kain berwarna hitam itu satu-satunya gerak gesture dari Bright saat mereka berdua berada di kelas karena Win memaksa memintanya waktu selama 10 menit untuk bicara.

“Jadi?” Tanya Bright masih menunggu Win berbicara karena sejak tadi dia hanya diam tidak tau harus memulai dari mana.

“Mau menghabiskan waktu 10 menit berharga saya lagi Win Metawin?” Tegur Bright mencoba menghentikan lamunan Win yang terkejut karena nama panjangnya di panggil oleh cowo yang bahkan tidak seperti peduli dengan adik tingkat yang di ajarnya selama menjadi asisten dosen.

Catatan gelap Bright sebagai asdos sungguh panjang dan sudah menjadi rahasia umum diantara semua anak ilmu ekonomi yang mempunyai kelas statistika bersamanya.

Cuek, tidak peduli, berhati dingin, dan juga tentunya..

Tampan bisik Win yang terlena ketika matanya tidak sengaja memandang wajah serius Bright dari jarak dekat.

Bagaimana hidung mancung, bibir tebal dan juga mata serta struktur wajahnya terlihat sangat serasi membentuk ekspresi datar.

Satu langkah mendekat dari Bright berhasil menarik nafas Win dari raganya karena tidak dapat bergerak kemana pun untuk menghindar.

“Ah” ujarnya memecahkan keheningan seperti baru saja teringat sesuatu.

Win mengedipkan matanya berulang kali sebelum matanya melebar karena pergerakan tiba-tiba Bright yang mencium bibirnya dengan lembut.

Sialan!

Jantungnya sudah seperti akan resign kapan saja.

“Terlalu lambat dalam berpikir hingga saya mengetahui jelas otakmu itu sedang memikirkan apa. Tapi sayangnya saya benar-benar tidak dapat memberikan waktu lebih dari 10 menit kepadamu. Ada kelas lagi setelah ini. Bagaimana kalau nanti malam pukul 8 di toko buku seberang kampus?”

Terlalu cepat hingga Win tidak sempat untuk mengatakan sepatah kata pun kepada cowo itu karena dia terlebih dahulu keluar dari kelas sambil memandang jam tangan yang selalu di pakainya setiap hari.

Win menyentuh bibirnya yang masih terasa sesuatu karena jujur Bright mempunyai harum seperti Mint yang menyegarkan.

Pipinya memanas karena baru saja menyadari bahwa cintanya sama sekali tidak bertepuk sebelah tangan sekarang.

Cowo impiannya menyukainya juga!

. . .

Win merapikan penampilannya ketika baru saja memasuki toko buku dan melihat Bright sedang sibuk menatap sebuah buku di tangannya untuk di baca dengan serius.

Langkahnya ia bawa mendekat dengan jantung yang sibuk bekerja 2 kali lipat saat memandang wajah serius Bright yang belum menyadari kedatangannya.

“K-kak-” panggilnya bergetar ketakutan.

Bright menoleh kecil untuk melirik Win sambil sesekali matanya memperhatikan pakaian yang tengah Win pakai hingga Win bertanya apakah dia terlihat berlebihan untuk moment ini?

Buku yang tertutup keras Bright lakukan sebelum menarik pelan telapak tangan Win dan membawanya pergi menuju kasir untuk membayar.

Win menatap tangannya yang Bright genggam hangat dengan tidak percaya.

Semuanya terasa cepat dan tiba-tiba hingga Win tidak tau harus memprosesnya dari mana.

Angin malam yang terasa sejuk menyeruak menyapa seluruh tubuhnya karena mereka telah berada di luar dengan Bright yang menuntunnya dan tentu saja masih menggenggam tangannya yang Win harap tidak akan pernah cowo itu lepaskan karena terasa sangat nyaman.

Bahkan mengeluarkan sepatah kata pun untuk bertanya mereka mau kemana, Win terlanjur tidak berani.

“Sudah sampai” ujar Bright singkat.

Win menolehkan kepalanya kekanan dan kiri, matanya membulat terkejut saat menyadari bahwa Bright membawanya ke Arcade yang mempunyai langit-langit ruangan penuh lampu keemasan yang indah.

Sebuah tempat yang sama sekali tidak pernah ia kunjungi saat pergi berkencan dengan barisan mantannya yang biasanya membawanya ke tempat klasik.

“Mau mulai jalan-jalan?” Tawarnya yang langsung Win balas dengan anggukan semangat.

Selama beberapa menit mereka hanya menikmati waktu berjalan sambil memperhatikan cafe-cafe kecil ataupun toko pernak-pernik dan toko buku di sepanjang langkah kecil mereka berdua hingga akhirnya Bright bersuara kembali,

“Tanyakan saja yang ingin kamu tanyakan. Akan saya jawab”

“Kakak suka saya?” Tanya Win memastikan dan tidak tau mengapa begitu lancar saat menanyakannya. Mungkin kemampuan berbicaranya yang tadi ia pertanyakan kemana sudah kembali seperti semula.

“Apa perlu di pertanyakan?” Protes Bright karena merasa aneh.

“Tentu” jawab Win cepat untuk memberikan kode bahwa dia sangat menantikan jawahan atas pertanyaannya barusan.

Helaan nafas kasar Bright keluarkan sebelum menjawab, “Suka”

“Sejak?”

“Serius di tanya?”

“Iya Kak Bri!”

Bright terdiam karena seruan Win barusan, bibirnya ia gigit pelan dengan resah.

“Pertama”

Win mengedipkan matanya berulang kali karena sangking shocknya akan ucapan Bright barusan, jarinya dengan cepat menoel pipi cowo itu karena merasa gemas melihat tingkah menyebalkannya yang selalu memasang cover datar dan cuek selama mereka di kelas.

“Banyak gaya” desisnya sebal tapi tidak melunturkan senyum bahagianya yang menular kepada Bright karena dia turut tersenyum geli saat mengingat hubungan mereka berdua.

Lama hanya diam diantara mereka berdua yang masih canggung namun genggaman tangan itu masih belum terlepas hingga akhirnya mereka sampai di sebuah cafe kecil yang mempunyai interior cukup indah untuk mereka jadikan tempat mengobrol santai.

Bright yang sejak tadi membawa buku pun segera memberikannya kepada Win untuk memintanya membawakan karena dia yang akan membawakan pesanan mereka ke meja di luar cafe.

Dua potong cake dan juga cafein yang menemani membuat suasana perlahan mencair karena tergantikan obrolan kecil yang menemani.

Win sesekali bertanya tentang apapun yang selama ini selalu menghantuinya sedangkan Bright akan menjawab pertanyaan Win dengan santai seolah tanpa beban.

“Suka aku atau buku”

“Buku”

Pukulan pelan Win hadiahkan atas jawaban jujur Bright barusan.

“Suka aku atau kopi?”

“Kopi”

Ck,

“Suka aku atau cake?”

“Kamu”

“Kenapa?”

“Ga ada alasan”

Kerlingan malas Win keluarkan saat itu juga.

“Coba tanya suka kamu atau semesta”

“Kenapa memangnya?”

“Tanyakan saja”

“Aku..atau semesta?”

“Kamu” balas Bright yang mampu membuat semu kemerahan muncul di kedua pipi Win yang mendengarnya. Wajahnya ia elus pelan karena tidak tau harus melakukan apa hingga Bright menarik tangannya lagi ke dalam sebuah genggaman.

“Pilih saya jadi pacarmu atau tidak?”

Dan seruan kata ya yang keluar dari bibir Win membentuk sebuah senyum cerah di wajah Bright yang selama tidak pernah Win bayangkan akan menjadi pemandangan biasa yang selalu ia lihat hingga Bright lulus dan dirinya wisuda.

Kisah klasiknya di kampus dan menyukai seorang asisten dosen galak dari sebuah mata kuliah sulit ternyata membawa histori tersendiri di dalam kehidupannya.

Mungkin jika dia tidak berinisiatif mengatakan tidak mengerjakan tugas hari itu, Bright bisa jadi memutuskan untuk mengabaikannya sepanjang mereka kuliah.

Cowo itu terlalu takut untuk memulai pergerakan terlebih dahulu karena tidak tau harus melakukan apa.

-Bonus-

“Ini”

Win memandang buku yang Bright berikan dengan tatapan bingung ketika akhirnya dia sampai di depan rumah dan bersiap ingin masuk ke dalam.

“Buat aku?”

“Heem”

Win membalikkan buku yang telah berpindah tangan itu untuk mengecheck buku apakah yang Bright berikan.

Sebuah judul yang tercetak jelas di sampul menghasilkan senyuman tipis di wajahnya.

'10 menit yang berharga'

“Jangan salah, 10 menit punya cerita sendiri di hubungan kita. Kalau kamu tidak menegur saya di kelas saat itu mungkin saya tidak akan berani melakukan apapun. Makasih karena sudah membuang waktu 10 menitmu yang berharga Win”

Pacar siapa sih yang ada di hadapannya ini? Kenapa begitu menggemaskan?

“Pilih pipi atau bibir?”

“Bibir” balas Bright cepat karena tau apa maksud dari pertanyaan yang Win lontarkan. Mata kecoklatanya sama sekali tidak goyah dan menatapnya dengan dalam.

Dan satu decakan pelan berpura-pura mengeluh menjadi akhir dari pertemuan mereka malam itu karena Win memutuskan untuk mencium bibir Bright sebagai tanda terima kasih karena telah mengatakan semua hal kepadanya.

“Kakak bau mint”

“Kamu bau bubble gum”

End

29/07/2001

See you soon💖

[The Fault in our stars by Ecaniwasoyo]

 

 

Win memejamkan matanya saat bintang jatuh baru saja terlihat dan membuatnya memohon kepada Tuhan untuk memberikannya seseorang yang dapat ia jadikan tumpuan dalam kehidupan ini. Ia hanya memiliki seorang nenek sekarang, tidak memiliki kedua orang tua ataupun saudara karena semuanya telah Tuhan ambil darinya.

“Bintang memangnya bisa jadi perantara permintaanmu kepada Tuhan? Kalau kamu memohon sesuatu katakan langsung kepada Tuhan bukannya kepada Bintang segala. Umur berapa memangnya kamu sampai masih percaya yang begituan” seru seseorang yang berdiri tidak jauh dari Win membuat Win sedikit menoleh dari rebahannya pada rerumputan untuk menghardik orang yang baru saja menghinanya secara tidak langsung.

“Aku 21! Kenapa?? Ga suka??” decak Win kesal sambil mulai membereskan barang-barangnya karena tidak ingin berlama-lama di sana berhubung kedua jarinya ingin sekali mencolok kedua mata kecoklatan milik orang itu.

“Ah aku pikir kamu lebih tua dariku”

Kedutan kesal di dahi Win seharusnya dapat cowo itu lihat dengan jelas karena perubahan raut wajah yang semakin signifikan untuk dapat orang waras perhatikan, namun sepertinya dia sama sekali tidak peduli karena tidak berniat meminta maaf kepada Win yang langsung berjalan menjauh dengan susah payah diantara rasa berdenyut pada kaki kirinya yang patah.

“Mau aku bantu?”

Win menoleh dengan horror, “Terlihat jelas tidak di wajahku seperti membutuhkan bantuanmu???”

Gidikan kecil sebagai balasan lagi-lagi seperti memancing batas kesabaran yang Win punya karena cowo itu justru merangkul bahunya dan membantunya untuk berjalan karena tadinya cukup kesusahan saat memakai kruk.

“Kalau mau memohon minta bantuan sekarang kamu bisa memintanya ke aku bukannya ke bintang. Aku bisa bantu kamu kembali ke kamarmu”

Siapa sih orang bodoh dan menyebalkan di sampingnya ini? Dari mana dia datang dan berasal? Sepertinya Win sama sekali tidak pernah bertemu dengannya dimana pun. Andaikan saja ia tidak memakai kruk, mungkin benda itu sudah berpindah untuk memukuli kepala orang yang ada di hadapannya sekarang karena dia sangat cerewet dan banyak bicara.

“Coba kamu pikir baik-baik, apa bintang bisa membantumu seperti aku yang membantumu berjalan?”

“Mungkin lebih baik tidak sama sekali di bandingkan kamu yang sejak tadi berceloteh tidak jelas seolah kita pernah saling mengenal!”

“Ah, itu ternyata alasan kenapa kamu sangat jutek. Kamu kesal ya karena aku sama sekali tidak memperkenalkan diri? Oke-oke, aku tau kok aku bisa terbilang tampan. Orang-orang banyak yang membicarakannya” kedua mata hitam Win seperti ingin keluar dari tempat saat pendengarannya harus menangkap kalimat menggelikan dan percaya diri barusan.

Serius, kewarasan orang yang tidak ia kenal ini patut di pertanyakan karena bagaimana bisa manusia normal mengatakannya dengan lancar kepada orang yang baru di kenal atau di sapa?

“Tidak terima kasih, aku sama sekali tidak tertarik dengan namamu. Minggir!” serunya sebal dan membuat orang itu berlari kecil mengejar sambil menarik tangan kanan Win ke dalam jabatan hangat.

“Bright. Namaku Bright. Kamu yang percaya dengan bintang namanya siapa? Bulan?”

Bibir Win terbuka merasa aneh akan seluruh hal yang baru saja di dengarnya, bibirnya hendak terbuka sebelum sikutan kecil di lakukan untuk menyuruhnya melirik kearah langit,” Bintang jatuh lagi tuh. Ga mau doa semoga aku jadi pacar kamu?”

Oke, mulai semakin aneh dan ingin sekali Win melanjutkan niatnya yang tadinya ia tahan.

“Kamu siapa sih? Datang-datang ngomong ngawur dan ga jelas kayak gini! Jangan main-main ya kamu sama aku. Awas aja kamu muncul lagi. Aku botakin seluruh rambut panjangmu itu” ketus Win yang langsung berjalan cepat menjauh karena tidak ingin mendengar apapun lagi tentang hal konyol yang baru saja cowo tadi keluarkan di setiap perbincangan singkat mereka.

“Bulan!! Namaku Bright! Masa kamu masih nanya lagi”

Satu teriakan barusan segera Win balas dengan teriakan tidak kalah heboh,

 “SINTING!”

.

.

.

Win membuka jendela kamar ruang rawatnya saat sebuah suara keras dari arah luar yang memutar lagu rock and roll membuat dirinya bertanya-tanya siapakah orang aneh yang melakukannya di sebuah rumah sakit besar.

Baru saja Win melirik selama beberapa detik untuk mengamati sekitarnya namun sebuah siluet orang yang tengah berlari dari kejaran beberapa perawat yang berteriak memanggil namanya barusan membuat Win memicingkan matanya penuh malas karena tersadar siapa lagi orang aneh yang ada di rumah sakit ini selain cowo kemarin malam?

“Hai Bulan! Mau main bareng?” ajaknya dengan senyum manis yang terpasang di wajah tampannya bukanlah hal yang dapat mematahkan skeptis di kepala Win akan tingkah absurd cowo itu.

Lalu ada apa dengan nama Bulan barusan? Sejak kapan namanya berubah menjadi Bulan?

“Suster! Pasien gilanya barusan ngumpet di balik taman bunga itu!” jerit Win tidak mau kalah untuk membalas dendam membuat beberapa perawat yang tadinya sibuk mencari akhirnya dapat menarik Bright kembali masuk ke dalam dengan mata penuh picing dari Bright terarah kearahnya.

“Aku pikir kita teman!”

“Aku pikir kamu orang gila” ujar Win tanpa memfilter kata-katanya dan setelahnya menutup jendela kamar dengan kasar.

Kenapa kakinya harus memakan waktu lama untuk sembuh sih???

.

.

.

“Tok.. Tok..”

“Siapa?”

“Bintang”

“Hah?”

Win membuka pintu kamarnya dan terkejut saat mendapati Bright tengah menyengir kecil seperti menunggu ia membuka pintu sejak tadi.

“Halo Bulannya Bintang”

Pintu yang Win banting kasar karena terlalu muak dengan kata-kata barusan menjadi saksi nyata dari permulaan bagaimana hubungan keduanya yang tanpa sadar kembali terikat di sela hari mereka bersama di rumah sakit.

Tentang Win yang selalu menghindar akan kehadiran Bright ataupun berperilaku kasar kepada cowo itu karena telah mengganggunya selama berhari-hari di rumah sakit.

“Aku perhatikan kayaknya kamu ga punya teman ya, yang jenguk kamu ga ada”

Win berusaha sebaik mungkin agar tidak terpancing dan tetap melanjutkan makannya sambil menatap langit gelap yang bertaburkan banyak bintang.

“Gapapa, ada Bintang disini yang bakalan jadi teman Bulan”

Kunyahan Win terhenti karena mendengar kalimat barusan seperti dejavu untuknya yang pernah mendapatkan kalimat yang sama dari orang lain tapi tentu saja hanya ada kebohongan karena buktinya tidak ada siapapun yang menemaninya saat ini.

Tidak ada satu pun suara lagi diantara mereka kecuali Bright yang sibuk mengunyah makanannya juga dengan tenang seolah tidak merasakan apapun.

“Bright”

“Hm?” balas Bright menoleh bingung karena akhirnya Win memanggil namanya dengan serius.

“Kamu ngapain disini? Kamu kenapa ga balik? Kamu kenapa justru temani aku?” Tanya Win berturut-turut hingga genangan air mata mulai terkumpul di pelupuk matanya yang sembab.

Bright meletakkan bungkusan burgernya ke rerumputan lalu tersenyum tipis kepada Win sambil membersihkan sisa remahan roti yang berada di ujung bibir Win dengan lembut, “Karena Bintang bakalan kesepian tanpa ada kehadiran Bulan. Jadi aku disini buat temani kamu. Kamu keberatan ga?”

Hati Win yang berdenyut menyakitkan semakin bertambah dengan banyaknya air di pelupuk mata Win yang tidak sanggup ia tahan lagi dan akhirnya terjatuh di telapak tangan Bright karena dia menampungnya dengan sabar.

“Kalau aku bilang keberatan gimana?”

“Ya aku maksa sih, jadi kamu ga punya pilihan sekarang”

Air mata Win terhenti karena bergantikan rasa geli saat mendengar ucapan barusan keluar dari bibir seorang cowo berumur 23 tahun yang semula terasa menyebalkan namun berujung menjadi nyaman untuk Win dengar setiap harinya.

Cowo itu mengisi hari-hari membosankannya.

.

.

.

“Bulan, aku bosan. Bagusnya ngapain?” Tanya Bright yang sibuk bergulung diantara selimut kasur di sebelahnya karena lelah menunggu Win selesai membaca bukunya yang masih tersisa 200 halaman lagi.

Bisa mati bosan Bright menunggunya tanpa melakukan apapun.

“Coba deh ikutan baca buku yang aku tumpukin di samping kamu” seru Win tanpa menoleh dan sibuk mengamati bacaannya yang terasa seru. Bright yang di cuekin pun akhirnya mau tidak mau mulai mencari-cari buku yang cocok untuknya hingga sebuah judul pada buku yang dia temukan membuatnya terduduk dan menatap benda itu dengan penuh binar.

“Aku pinjam buku kamu satu ya!! Makasih!” ujar Bright sebagai kalimat pamit pergi dan membuat Win menatapnya dengan bingung sekaligus takjub karena dia benar-benar mau membaca sebuah buku setelah berhari-hari lamanya selalu mengeluh pusing menatapi rentetan tulisan tanpa gambar yang ada.

Lagi pula, buku apa yang dia ambil tadi? Kenapa mendadak jadi bersemangat ingin membacanya?

.

.

.

“Bright! Ngapain??” Tanya Win penasaran karena Bright sangat serius menatap sesuatu yang ada di tangannya hingga ia tidak sadar Win telah masuk ke dalam ruangan untuk mengajaknya berjalan-jalan.

“O-oh Bulan! Pasti rindu Bintang ya kan?” ujar Bright meledeki mengingat Win yang tidak pernah mendatanginya terlebih dahulu.

Win seharusnya menanggapi ucapan barusan dengan cuek ataupun mengomel seperti biasanya tapi kenapa kali ini ia justru tersipu malu dan gugup seperti baru saja tertangkap basah.

“Iya-iya, jangan marah gitu dong. Kan aku cuman bercanda. Jadi kamu ngapain disini? Memangnya ga capek jalannya sendirian? Kan bisa panggil aku buat datang” celoteh Bright seolah dia mempunyai hp di tangannya untuk mereka berdua gunakan karena pada kenyataannya mereka di larang menggunakan benda persegi panjang tersebut.

“Kamar kita beda jarak 4 ruangan, memangnya kalau aku teriak kamu bakalan dengar? Bisa habis aku di marahin sama suster yang jaga karena teriak-teriak” balas Win tampak sewot tapi justru itulah yang Bright tunggu sejak tadi.

“Coba deh kamu balik ke kamarmu. Ada yang mau aku tes”

“Apaan sih? Aku kan baru datang masa udah di usir aja. Capek!”

“Nanti aku gendong deh buat jalan-jalan tapi habis selesai eksperimennya dulu yaaa” pinta Bright memelas dan membuat Win dengan berat hati menurutinya.

“Hitung sampai 50 ya! Kalau udah nanti aku datangi”

Gumaman kecil menghiasi Win yang menghitung sambil berjalan menuju kamarnya hingga akhirnya di hitungan ke 42, ia sampai di kamarnya yang sama sekali tidak menunjukkan perubahan apapun.

“Bulan?? Dengar ga Bintang manggil?”

Win menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri karena terkejut saat suara Bright memenuhi ruangannya namun kehadiran cowo itu sama sekali tidak terlihat di mana pun. Apa dia bersembunyi? Tapi dimana?

Tubuh yang muncul dari balik jendela membuat Win menatap penuh kejut akan aksi Bright yang terbilang cukup berani atau mungkin terlalu nekat karena memanjat beranda tiap kamar hingga sampai ke tempatnya sekarang hanya untuk menunjukkan maha karyanya yang ia bilang dapat membantu mereka berdua saat jam malam tiba karena tidak boleh keluar dari kamar.

“Bagus ga? Aku lihat tutorialnya dari buku yang aku pinjam kemarin. Jadi kalau kamu butuh apapun kamu bisa panggil aku ya!”

Win tidak tau mengapa senyum dan tawa kecil itu perlahan ingin ia rengkuh karena dapat melihat setitik harapan dan juga kesedihan terselip di wajah cerianya.

Ada apa dengan Bright?

“Bright” panggilnya pelan hingga mungkin tidak dapat Bright dengar apabila cowo itu tidak berjarak cukup dekat dengannya.

“Iya Bulan?”

“Kamu gapapa?”

Kerjapan kecil karena Bright yang terkejut mendapatkan pertanyaan barusan akhirnya berganti dengan anggukan semangat dan senyum tipis yang menghangatkan kearah Win sebagai balasan.

Tangannya yang semula memegang kaleng ia arahkan untuk mengelus rambut Win penuh lembut karena takut menyakitinya lebih jauh lagi.

“Kan aku udah bilang kalau mau buat permohonan jangan ke bintang di langit, coba mulai sekarang minta permohonannya ke aku. Pasti aku usahakan buat bisa wujudkan itu” jelas Bright sambil menarik tubuh Win ke dalam sebuah pelukan erat ketika menyadari Win kini menangis dengan keras hingga membasahi bajunya yang memiliki motif serupa dengan yang Win pakai.

“Sekali pun aku minta buat kamu tetap temani aku? Kamu bakalan wujudkan itu?” tanya Win yang menangis dengan banyak jejak air mata di kedua pipinya membuat Bright kali ini yang tidak dapat menahannya lebih jauh pun turut menangis seperti Win.

“Kita kan teman? Tentu aja aku bakalan selalu temani kamu kemana pun kamu mau. Kamu ga perlu khawatir” ujar Bright yang masih menangis sambil sesekali mengelap air matanya yang jatuh begitu deras dengan lengan bajunya sebelum kembali memberikan senyuman menenangkan kepada Win.

‘Maaf Win’

.

.

.

“Pergi..engga..pergi..engga…pergi..engga..per-“

           “Kamu lagi ngapain sih? Ngitungin apa?” keluh Bright pusing karena Win sejak tadi telah menghabiskan banyak bunga hanya untuk memetik tiap kelopaknya hingga Bright muak mendengar kata pergi dan tidak selama hampir 15 menit.

“Aku lagi bimbang” seru Win polos dan menatap wajah bingung Bright tanpa beban.

“Bingung kenapa? Cepatan cerita ke Bintang”

“Hari ini harusnya aku pergi kabur dari rumah sakit, tapi kalau aku kabur aku bingung perginya gimana” celetuk Win yang semula sama sekali tidak dapat Bright mengerti apa maksudnya hingga sebuah ingatan kelam yang muncul membuatnya terdiam dan mengerti kemanakah Win ingin pergi kabur.

“Kamu tenang aja, aku bisa bantu kamu keluar dari sini nanti malam”

“Yang benar??”

“Iya!! Tapi kamu harus janji kamu bakalan balik sebelum jam 10 oke? Balik kesini lagi”

“Heem janji. Makasih Bintang” ujar Win yang sama sekali tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya pun memeluk erat tubuh Bright yang mematung karena merasakan hal itu. Kepalanya ia sandarkan ke dalam pelukan erat yang Win berikan sambil memejamkan matanya berharap semuanya akan berakhir dengan bahagia karena Win sudah terlalu banyak menderita selama setahun belakangan.

‘Aku tau kamu bisa Win’

.

.

.

“Win udah datang?” Tanya Bright kepada beberapa perawat yang tadinya berkerumunan dan membahas sesuatu membuat salah satunya mengangguk sambil membawa Bright menuju suatu ruangan yang mana dapat Bright lihat dengan jelas jika Win tengah tertidur akibat obat bius yang di suntikkan untuk menenangkannya. Beberapa lelehan air mata yang tersisa sama sekali tidak dapat Bright tahan karena kini ia melangkah mendekat agar dapat menghapusnya.

Beberapa luka goresan pada telapak kaki Win karena cowo itu tidak menggunakan sepatunya membuat Bright merasakan bagaimana dadanya terasa teremat begitu menyakitkan. Bibir  bawahnya ia gigit kecil berharap dapat meredam isakannya yang ingin keluar saat melihat Win tidak kunjung membaik sebanyak apapun hari yang ia lewati bersama dengannya. Apakah memang kehadirannya sama sekali tidak akan dapat membuat perubahan untuk Win? Apa dia tidak ada bedanya dengan orang-orang yang selama ini berusaha untuk membuat Win sembuh? Ataukah Bright kurang berusaha?

“Bright..its okay kamu udah ngelakukan yang terbaik untuk Win” bisikan menenangkan dari seorang wanita tua di sampingnya tersebut membuat Bright menoleh dengan air mata yang semakin deras mengalir membasahi kedua pipinya yang memerah, “ H-harusnya aku tau kalau aku ga bakalan bisa ngeganti apapun yang ada di masa lalu Win.. a-aku harusnya sadar dengan siapa diriku sebenarnya” isak Bright yang menangis keras di pelukan satu-satunya keluarga yang Win punya saat ini.

“ Win sayang kamu dan dia juga pasti ga mau semua ini terjadi Bright, dia cuman butuh waktu. Nenek yakin perlahan tapi pasti Win pasti bisa. Tunggu sedikit lagi ya?”

Anggukan mengerti Bright berikan untuk membalas karena merasa jika semuanya pasti akan tergantikan nantinya dengan berita bahagia yang tidak akan lama lagi ia dapatkan. Bright tau, semuanya dapat berlalu seperti yang ia harapkan namun dirinya juga takut apabila Win menyerah dan meninggalkannya yang telah berusaha sebaik mungkin untuk membantunya membangun kembali kehidupan yang ideal seperti semula.

Tepukan pelan Bright lakukan kepada kedua pipinya agar dapat tersadar dari seluruh hal negative yang terus menerus menggerogotinya seolah ia tidak percaya bahwa Win kuat dan dapat melaluinya.

‘Sekali pun aku tau di dunia ini tidak ada satu pun yang percaya kamu bakalan kembali, aku bakalan selalu di sampingmu untuk mendukung dan juga membantumu bangkit Win’

.

.

.

“Ini apa?” Tanya Win sambil menaikkan sepasang kaos kaki bergambar kelinci di hadapan Bright yang sibuk memakan bubur milik Win karena kelaparan belum sarapan.

“Bulan ga lihat memangnya itu apa? Ya kaos kaki” jawab Bright terlalu santai dan mendapatkan lemparan benda yang tadinya ia hardik di depan mukanya dari Win yang ngambek, “Ya aku tau kalau itu kaos kaki Bintang! Tapi kan maksud Bulan itu kaos kakinya buat apaan sih??” decak Win yang dapat membuat Bright diam membeku saat mendengar ucapan barusan keluar dari bibir Win. Sudah hampir 5 bulan berlalu ia mencoba mendekati Win dan baru kali ini Win mau menerima panggilan yang semula di sebut kekanakan itu.

Senyum bahagia tidak dapat Bright sembunyikan karena ia justru menubrukkan tubuhnya pada tubuh Win dengan berteriak bahagia. Teriakan meminta di lepaskan dari Win sama sekali tidak Bright pedulikan berhubung dia sibuk menetralkan detak jantungnya yang berdegub begitu cepat hingga ia merasa bahwa tidak ada hal yang lebih membahagiakan dari ini semua selama satu tahun belakangan.

“Coba bilang Bintang sama Bulan lagi” pinta Bright memohon dan menghasilkan rona merah di pipi oleh Win yang malu.

“Ga mau ah”

“Ih ayo bilang lagi Bulan~~”

“Ga mau Bintang~” jelas Win meledeki Bright sebelum berlari keluar dari kamarnya untuk menghindari Bright yang tentunya tersenyum lebar seperti orang bodoh dan bersiap untuk mengejarnya.

“Kaos kakinya di pakai dulu Bulan!!!”

“GA MAU!!!”

“BRIGHT! WIN! JANGAN LARI-LARI DI LORONG!”

“Bright duluan sus!!!”

“Eh sembarangan”

Gelengan kepala dan elusan dada sajalah yang dapat beberapa perawat lakukan apabila keduanya telah berbuat ulah namun tidak di pungkiri mereka turut bahagia akan perubahan yang telah Bright lakukan kepada Win karena cowo itu berhasil menarik satu per satu masalah yang selalu menghantui Win selama ini.

Bright perlahan tapi pasti membuat Win kembali hidup.

. . .

“Kakinya masih sakit ga? Yuk sini aku gendong aja” ujar Bright membungkukkan tubuhnya agar dapat di naiki Win yang tidak menolak sama sekali karena kakinya memang masih terasa berdenyut.

Langit biru dan juga angin yang berhembus membawa sari bunga berterbangan cukup membuat suasana mereka yang tengah berjalan di taman rumah sakit terasa menenangkan.

Bright sibuk berjalan pelan dengan sesekali menguatkan pegangannya agar Win tidak terjatuh selagi cowo itu sibuk menghirup banyak udara segar yang menyenangkan.

“Seseorang pernah bilang ke aku, kalau misalkan angin datang di musim panas berarti seluruh doa-doanya di kabulkan Tuhan karena telah membuatku tidak merasakan panasnya sengatan matahari lagi” jelas Win bercerita secara tiba-tiba berhasil menghentikan langkah Bright yang mendengarnya.

Sebuah senyuman tipis tanpa sadar keluar menghiasi wajah tampannya yang selama berbulan-bulan ini selalu tersenyum untuk Win.

“Baik juga ya orang yang bilang begitu ke kamu. Aku pikir kamu betulan ga punya teman”

Pukulan keras Win berikan karena Bright merusak suasana dengan ledekannya yang menyebalkan, “Iss aku itu juga punya pacar. Kamu aja yang ga percaya”

Anggukan mengerti Bright berikan dengan tubuhnya yang ia rendahkan untuk menurunkan Win di sebuah bangku panjang yang ada di bawah pohon.

“Pacarnya Bulan aku kan?” Tanya Bright dengan serius sambil menatap penuh lekat kedua mata hitam Win yang bergetar karena tidak tau harus membalas apa.

“Bercanda, jangan serius gitu dong mukanya” keluh Bright cepat dengan tidak lupa mengacak rambut hitam Win dengan lembut dan tidak berapa tangan Bright di tepis kasar oleh Win yang tidak senang di perlakukan seperti anak kecil.

Bright menatap tangannya yang baru saja di tepis lalu pergerakan yang selanjutnya Win lakukan justru membuat Bright diam mematung karena tidak tau harus bereaksi seperti apalagi sekarang.

“K-kamu ngapain nangis?” Tanya Win shock karena takut jika Bright tidak suka dengan apa yang baru saja di lakukannya tadi.

Apa Bright tidak menyukainya? Apa cowo itu tidak senang karena dia baru saja menciumnya?

Gelengan cepat Bright berikan sebagai balasan dengan tangan yang menarik pinggang Win untuk mendekat agar dapat mencium bibirnya yang selembut kapas itu karena tidak dapat menahan kebahagiaannya tanpa menyadari seseorang yang berdiri tidak jauh dari mereka tengah menatap mereka dengan raut wajah yang tidak terbaca.

. . .

Win merapihkan helaian rambutnya sambil melirik kearah luar ruangan untuk mengecheck apakah Bright telah datang ataupun belum.

Cowo itu menjanjikan sesuatu kepadanya sebagai hadiah atas kesembuhan kakinya yang sudah tidak perlu memakai kruk lagi untuk berjalan.

Kaos kaki kelinci yang dia berikan telah terpasang manis untuk membalut telapak kakinya dari hawa dingin.

Ketukan pelan dari arah pintu segera membuat Win berjalan cepat untuk membuka dan menemukan Bright telah berada di hadapannya dengan senyum cerah menghiasi wajah tampannya.

Win baru sadar jika cowo itu terbilang cukup tampan setelah sekian lamanya mereka berteman selama di rawat.

Kemana saja Win selama ini? Kenapa baru sekarang?

“Lihat, aku bawa apa?” Seru Bright menggoyangkan beberapa tangkai bunga di tangannya dan membuat Win mengernyitkan keningnya karena berpikir keras.

Denyutan sakit sesekali menghampirinya saat sebuah kilasan bayangan membuatnya tersungkur jatuh sambil menyentuh kepalanya sendiri.

Bright yang terkejut dan panik pun segera menghampiri Win untuk mengecheck kondisinya.

Bibirnya berteriak memanggil perawat untuk datang karena Win mulai berteriak histeris dan menangis kencang hingga Bright tidak tau harus melakukan apa agar dia tenang.

Pintu yang terbuka dan seseorang yang tampak familiar diantara setelan kemeja rapinya membuat Bright terdiam mematung menatapnya dengan tidak percaya.

“KENAPA HANYA DIAM?? CEPAT BUANG BUNGANYA BRIGHT!”

Brigh yang panik pun berlari cepat memungut bunga yang tadinya ia bawa untuk dia bawa pergi meninggalkan rumah sakit sambil meremat dadanya yang terasa sakit karena tidak tau harus bereaksi seperti apa akan peristiwa yang baru saja terjadi.

Tubuh kurusnya ia jatuhkan pada aspal sambil menangis melempari bucket bunga yang telah ia bawa karena merasa menyesal.

Kenapa? Kenapa ia menangis? Kenapa ia justru kesal? Bukankah seharusnya ia bahagia saat ini karena dia telah kembali?

Kenapa ia justru menangis menyebut nama Win berulang kali karena takut di tinggalkan oleh cowo itu setelah banyaknya pengorbanan yang ia lakukan agar dia dapat pulih dan kembali lagi.

Tangisnya semakin pecah saat kedua kakinya tidak dapat lagi menumpu tubuhnya yang bergetar lebih lama lagi. Bunga yang sejak tadi ia pegang perlahan ia buang menjauh seiring jatuhnya satu per satu rintikan hujan yang membasahi tubuh kurusnya.

. . .

Win tidak lagi melihat kehadiran Bright selama 4 hari belakangan semenjak adanya seseorang yang tengah duduk di hadapannya saat ini mengaku adalah tunangannya.

Apa dia sudah bertunangan? Tapi kenapa Win sama sekali tidak mengingat apapun?

Apa dirinya pernah mengalami kecelakaan dan hilang ingatan?

“Kamu depresi berat karena kehilangan Ayah dan Bunda lalu aku juga harus terbaring koma di rumah sakit saat itu. Maaf ya aku baru balik lagi setelah satu setengah tahun lamanya ninggalin kamu Win” bisik orang yang bernama Luke itu sambil memeluknya yang hanya dapat diam mencoba mencerna semua yang ada.

Ia tidak mengingat apapun tetapi kenapa pelukan Luke sama sekali tidak terasa asing untuknya?

Apa cowo itu memang benar adalah orang yang ia cintai dulunya? Apakah dia memang adalah orang yang benar-benar ingin ia nikahi?

Lalu bagaimana dengan Bright? Bagaimana dengan keadaan cowo itu? Kenapa dia tidak pernah muncul lagi di hadapannya? Kemana perginya orang yang pernah berjanji akan selalu ada di sampingnya?

Kenapa dia justru pergi dan membuat Win bingung harus mengambil langkah apa saat ini.

“Aku akan bawa kamu pulang ke rumah kita Win, aku janji bakalan jagain kamu mulai sekarang. Aku bakalan jaga janjiku ke Ayah dan Bunda sebelum mereka meninggal” ujar Luke lembut hingga Win tidak dapat untuk tidak menangis karena mendengar kalimat yang baru saja di lontarkan kepadanya.

Lelehan air mata yang menetes terus menerus membasahi kedua pipinya perlahan Luke hapus dan mengingatkan Win akan hal yang selalu Bright lakukan ketika ia menangis di hadapan cowo itu.

Win merindukan Bright.

Win merindukan kehadiran Bright yang terasa kosong karena meninggalkannya selama beberapa hari belakangan.

Setidaknya biarkan ia dapat melihat Bright sebentar sebelum pergi bersama Luke menuju suatu tempat yang tidak ia ketahui ada dimana tersebut.

Bagaimana jika Bright datang dan dia tidak ada di kamarnya?

Bagaimana jika Bright justru mencarinya karena merindukannya juga?

Apa Win harus memohon kepada Bintang di langit lagi agar dapat di kabulkan?

'Kamu kemana Bintang..'

. . .

2 bulan berlalu dari kedatangan Luke dan juga hilangnya Bright tanpa ada kabar ataupun kata perpisahan kepadanya.

Win telah pulih dan juga mengingat semua kenangannya saat bersama Luke.

Ia ingat pernah mencintai cowo itu lebih dari apapun hingga begitu bahagia karena akhirnya dapat melangsungkan pernikahan namun sekarang entah kenapa dirinya tidak dapat merasakan hal yang sama lagi.

Bayang-bayang Bright masih membekas di ingatannya tentang bagaimana cowo usil dan murah senyum itu selalu mengganggu harinya saat rehabilitas di rumah sakit.

Tentang dia yang selalu menggendongnya meskipun tau jika kakinya sama sekali tidak luka dan itu hanya pemikirannya yang tertahan di masa lalu saat mengalami kecelakaan mobil bersama Luke dan kedua orang tuanya.

Win menatap langit yang hari ini bertaburkan banyak bintang sambil berharap jika ada salah satu yang jatuh agar dia dapat membuat permohonan.

Cukup lama ia memandang langit hingga akhirnya sebuah bintang jatuh membuatnya segera mengatupkan tangan untuk memohon kepada Tuhan.

“Tolong kembalikan Bright”

Mata hitamnya menatap sayu pada langit indah diatas sana namun tidak ada seseorang yang menemaninya saat ini berhubung Luke harus pergi mengurus keperluan surat mereka berdua karena akan melangsungkan pernikahan yang tertunda besok lusa.

“Umur berapa sih masih aja percaya sama bintang?”

Sebuah suara yang familiar barusan membuat Win menoleh kebelakang dan terkejut saat mendapati Bright ada di sana dengan kemeja biru lautnya sambil tersenyum tipis.

“B-bintang” isak Win menahan air matanya sebaik mungkin agar tidak terlihat cengeng namun tubuhnya terlanjur berlari terlebih dahulu menuju Bright karena ingin memeluknya.

“Cengengnya yang dua hari lagi nikah. Setelah dipikir-pikir harusnya aku ga terkejut lagi ya, kamu aja masih percaya sama Bintang jatuh” kilatan mata jahil yang terarah kearahnya terlihat jelas oleh Win yang terdiam karena bingung harus mengatakan apa kepada Bright yang seolah tidak terganggu dan justru menariknya duduk di kursi kembali untuk menatap langit malam.

“Kan Bintang udah bilang, Bintang bakalan kesepian kalau Bulan ga ada, jadi Bulan ga perlu takut Bintang pergi karena Bintang bakalan selalu ada untuk Bulan” jelas Bright lirih tanpa ingin menatap Win yang diam-diam kembali menangis memikirkan tentang takdir yang ada di antara mereka berdua.

“Bulan”

Win menoleh dengan wajah sembabnya yang segera Bright usap pelan.

“Bintang senang kalau Bulan juga senang. Bintang sedih kalau Bulan juga sedih. Apapun yang terjadi Bintang selalu berharap yang terbaik untuk Bulan. 2 hari lagi pernikahan yang selama ini Bulan tunggu, itu artinya ada ataupun tidak adanya kehadiran Bintang di samping bulan lagi, Bulan harus ingat kalau ada banyak Bintang lainnya yang dapat menggantikan posisi itu. Kali ini adalah Kak Luke. Kamu harus bahagia ya, apapun yang terjadi kamu harus bahagia. Bintang udah memohon tadi kepada Tuhan”

Anggukan menyakitkan Win lakukan untuk membalas ucapan Bright barusan sebagai akhir dari hubungan menyakitkan yang mendera mereka berdua saat ini karena Win memilih Luke untuk berada di sampingnya dibandingkan Bright.

. . .

Senyum manis dan juga wajah yang telah dirias itu cukup membuat semua orang terkagum saat melihat akhirnya Win menginjakkan kaki di altar untuk menikah dengan orang yang selama ini ia tunggu di rumah sakit.

Luke telah mengikatnya di depan semua orang yang hadir dengan berjanji akan selalu ada di dalam suka maupun duka dan juga senang ataupun sedih bersamanya.

Mereka telah menikah.

Suasana meriah dan juga bahagia serta sakral di antara mereka harus terhenti ketika tangisan keras dari depan gereja membuat semuanya menoleh untuk melihat siapakah orang yang telah mengganggu mereka berdua.

Seorang perempuan yang berjalan tertatih menuju kearahnya dan juga Luke sambil memeluk sesuatu di dalam dekapannya sama sekali tidak dapat Win mengerti tentang sebenarnya apa yang baru saja terjadi.

Kepalanya ia tolehkan ke samping untuk melihat Luke yang terdiam mematung dengan wajah yang pucat saat satu bisikan orang tadi ucapkan kepadanya.

“K-kak L-luke? Kenapa?” Tanyanya panik karena sang suami turut shock seperti yang lainnya.

Tarikan kuat di pergelangannya yang Luke lakukan cukup menyakitkan dan ingin Win lepaskan karena bingung dengan semua yang terjadi berhubung begitu tiba-tiba.

Mereka pergi meninggalkan gereja untuk berpergian ke suatu tempat yang tidak Win ketahui ada dimana.

Wajah Luke semakin pucat dengan bibirnya ia gigit resah berulang kali saat akhirnya mereka sampai di depan sebuah gedung.

Langkah beratnya membawa Win mendekati ruangan yang telah penuh dengan beberapa orang berpakaian serupa.

Win menatap kosong kearah Bright yang terbaring berlumuran darah di atas ranjang rumah sakit.

Jas hitam dan juga kemeja putihnya telah kotor bergantikan noda darah banyak yang membuat kepala Win seketika pusing dan terasa berat.

Tangisan kerasnya pecah dengan bibir yang berulang kali menyebut nama Bright memintanya untuk tetap ada di sampingnya dan tidak pergi kemana pun tapi tubuh tanpa nyawa itu tidak dapat lagi di selamatkan oleh dokter yang berusaha keras untuk membawanya kembali ke dalam dekapan Win dan justru menyebutkan jam dan hari yang kini Win benci karena telah membawa pergi Bintangnya.

Bright pergi.

Bintangnya telah pergi dari sisi sang Bulan. Atau justru kebalikannyalah yang sebenarnya terjadi.

Bahwa Win telah meninggalkan Bright untuk selamanya.

. . .

Tatapan kosong Win arahkan pada sebuah buku yang ada di genggamannya.

Air matanya sudah tidak terhitung berapa kali jatuh karena terus menerus mengingat Bright dan kali ini cowo itu meninggalkan sebuah buku jurnal untuknya.

Sebuah buku bersampulkan Bintang dan Bulan yang sangat Win benci karena mengingatkannya akan hubungan mereka berdua.

Tangan bergetarnya membuka lembar demi lembar yang berisikan tulisan rapi Bright yang membuatnya kembali menangis.

Bright telah lama merencanakan semuanya.

Cowo itu telah menyusun banyak hal untuk mendekatinya.

Tentang perjanjiannya dengan pihak rumah sakit yang merawatnya, dan juga tentang dirinya yang memutuskan untuk berkonsultasi dengan banyak psikolog agar dapat membuatnya bisa berkomunikasi begitu lancar.

Banyaknya coretan dan tanda silang menandakan kegagalan itu sudah tidak dapat Win hitung lagi berhubung air matanya berkumpul sangat banyak diantara pelupuk matanya saat ini.

Lembar terakhir yang ada di dalam jurnal itu menjadi tulisan terakhir yang Bright buat di sana sebelum meninggal akibat kecelakaan saat menuju ke gereja karena ingin mendatangi pernikahannya dan Luke.

Bibirnya bergetar tidak kuat membaca tulisan demi tulisan yang menjelaskan semua hal yang selama ini tidak ia ketahui tentang orang yang telah membuatnya kembali hidup setelah sekian lamanya menghilang.

Bahwa Bright mencintainya dan juga merelakannya untuk menikah bersama Luke.

“Aku tau suatu saat nanti kamu bakalan jadi Bulan yang memancarkan cahaya indah di langit tanpa kesepian dengan ada atau tidak adanya kehadiran bintang yang menemani. Jadi jangan lupa, sekali pun kamu sendiri kamu tetap bakalan jadi satu-satunya benda langit yang di tunggu oleh semua orang Win, dan aku percaya itu juga terjadi di kehidupan nyata karena kamu indah. Terlalu indah hingga salah satu Bintang dari banyaknya Bintang yang ada turut berharap dapat menemanimu dan selalu bersamamu. Aku tau ini mungkin satu dari berbagai kesalahan besar yang selama ini ada diantara kita, tapi aku harap kesalahan ini menjadi satu-satunya yang aku ingat nanti saat aku menjadi Bintang sungguhan di langit malam.

Aku boleh kan bilang suka ke kamu untuk pertama dan terakhirnya?

Aku boleh kan bilang mau jadi bintang pertama dan satu-satunya untukmu?

Aku boleh kan bilang kalau aku berharap bisa jadi satu-satunya orang yang bisa ngebuat harimu indah dan menyenangkan?

Aku boleh kan bilang kepada Tuhan kalau ternyata aku satu-satunya orang yang bisa ngebuat ciptaan indahnya akhirnya tersenyum setelah satu tahun lamanya hal itu menghilang dari wajah cantiknya.

Aku tau meskipun pertemuan kita singkat dan terbilang begitu aneh karena status yang mengikat kita adalah seorang Kakak dan Adik.

Kamu adalah satu-satunya orang yang Kakakku cintai hingga sekarang sedangkan aku....

adalah calon adik iparmu yang ternyata telah memendam perasaan semenjak kamu menaiki podium di hari pertamamu berada di sekolah yang sama denganku.

Kamu tau alasan kenapa aku memanggilmu Bulan dan kenapa aku menyebut namaku dengan sebutan Bintang?

Sebuah panggilan yang kamu sebut terlalu kekanakan di umur kita yang tidak terbilang muda lagi.

Ya Win, kamulah yang terlebih dahulu memanggilku dengan sebutan Bintang saat aku menjadi kakak kelas yang mengawasi kelompokmu hari itu.

Kamu terlalu sibuk menghafal visi misimu hingga tidak mengingat namaku dan tanpa sengaja memanggil namaku dengan panggilan Bintang. Nama yang tidak ku sangka ternyata selalu aku harap kamu panggil terus menerus selama kita bersama.

Halo Bulannya Bintang!

Apa kamu tidur nyenyak malam ini?

Apa mimpi buruk masih mendatangimu hari ini?

Apakah aku selalu ada di setiap mimpi indahmu? Ataukah justru hanya ada kakakkulah di sana yang akan selalu menemanimu.

Apapun itu aku akan selalu bersyukur karena dapat menjadi teman dan penopangmu.

Selamat untuk pernikahannya Kakak Iparku!

Aku harap kamu selalu bahagia bersama dengan kakakku dan aku juga turut bahagia nantinya karena menemukan penggantimu.

Kamu adalah kesalahan diantara banyaknya kesalahan yang ada di kehidupanku Win, tapi kamu akan menjadi satu-satunya kesalahan yang ingin ku pertahankan hingga kapan pun. Terima kasih karena telah menjadi salah satu kenangan yang membekas di hatiku”

-Bright Vachirawit (Bintangnya Bulan)

/7 tahun lalu /

“Yang belum maju ayo buruan maju bacain visi misinya yaa” seru seseorang yang bernametag kan Bright Vachirawit itu berhasil menghasilkan seruan woah dari beberapa orang yang mengaguminya.

Satu per satu murid baru akhirnya maju untuk membacakan visi misinya namun semua itu terhenti ketika seseorang yang sibuk memandang kertas di tangannya tersebut sama sekali tidak merespon saat Bright menyuruhnya maju.

“142721” panggil Brigh menegur sekali.

“142721??”

“Win Metawin?”

“Win Metawin Opas Iamkajorn!”

“I-IYA KAK BINTANG??” Balas Win panik dengan kedua mata hitam indahnya bergetar menatap dalam mata kecoklatan milik Bright yang terdiam karena mendengar sebutan barusan.

“Ayo maju”

“Baik kak!”

Terima kasih karena telah menjadi cinta pertama yang berkesan di hidupku Win.

THE END

With love, -Eca